Bab I Bab II Kejang Neonatorum
Bab I Bab II Kejang Neonatorum
PENDAHULUAN
Kejang adalah gangguan neurologis yang umum pada kelompok umur pediatri dan
terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang ini merupakan penyebab yang paling
sering untuk rujukan pada praktek neurologi anak. Adanya gangguan kejang tidak merupakan
diagnosis, tetapi gejala suatu gangguan sistem saraf sentral yang memerlukan pengamatan
menyeluruh dan rencana manajemen. Penyakit ini juga menjadi salah satu masalah sistem
saraf pusat yang banyak terdapat pada neonatus. Kejadiannya meliputi 0,5% dari semua
Kejang periode bayi (neonatus) merupakan keadaan darurat medis, karena kejang
dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau
dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari,disamping itu kejang dapat merupakan tanda
atau gejala dari satu masalah atau lebih. Subtle seizure adalah jenis yang paling umum kejang
yang terjadi dalam periode neonatal. Jenis lain termasuk serangan klonik, tonik dan
mioklonik. Serangan mioklonik membawa prognosis terburuk dari segi jangka panjang hasil
perkembangan saraf. Etiologi kejang pada neonatus ada beberapa macam, pada sebagian
besar disebabkan oleh Hipoksik Iskemik Ensefalopati (HIE), perdarahan intrakranial, infeksi
Angka kejadian kejang pada neonatus terjadi lebih tinggi pada bayi kurang bulan
(3,9%) pada bayi dengan usia kehamilan < 30 minggu. Di Amerika Serikat, angka kejadian
kejang pada neonatus belum jelas terdeteksi, diperkirakan sekitar 80-120 per 100.000
neonatus per tahun. Perbandingannya antara 1-5:1000 angka kelahiran. Menurut SDKI 2002-
2003 angka kematian pada neonatus di Indonesia menduduki angka 57% dari angka kematian
bayi (AKB) sedangkan kematian neonatus yang diakibatkan oleh kejang sekitar 10%.5
Neonatus menghadapi risiko khusus terserang kejang karena penyakit
metabolik,toksik, struktural, dan infeksi lebih mungkin menjadi nampak selama waktu ini
daripada pada periode kehidupan lain kapanpun. Kejang neonatus tidak sama dengan kejang
pada anak atau orang dewasa karena konvulsi tonik klonik cenderung tidak terjadi selama
umur bulan pertama. Walaupun neonatus mempunyai daya tahan terhadap kerusakan otak
lebih baik, namun efek jangka panjang berupa penurunan ambang kejang, gangguan belajar
dan daya ingat tetap terjadi. Aktivitas kejang yang terjadi pada waktu diferensiasi neuron,
mielinisasi dan proliferasi glia pada bayi baru lahir dianggap sebagai penyebab terjadinya
kerusakan otak. Deteksi dini, mencari etiologi danmemberikan tata laksana yang adekuat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari. Kejang (konvulsi)
merupakan gangguan fungsi otak tanpa sengaja paroksismal yang dapat nampak sebagai
sensoris, atau disfungsi autonom. Kejang pada neonatus adalah perubahan paroksismal fungsi
neurologis (tingkah laku dan atau fungsi motorik) akibat aktifitas yang terus menerus dari
neuron diotak dan terjadi dalam 28 hari pertama kehidupan pada bayi cukup bulan atau
2.2 ETIOLOGI
Merupakan penyebab tersering (60-65%) kejang pada BBL, biasanya terjadi dalam waktu
24 jam pertama, dapat terjadi pada BCB maupun BKB terutama bayi dengan asfiksia. Bentuk
kejang subtle atau multifokal klonik serta fokal klonik. Kasus iskemik hipoksik disertai
iskemik dapat dibagi dalam 3 stadium,yaitu : ringan, sedang dan berat. Manifestasi kejang
germinal atau intraventrikel (GMH-IVH). Perdarahan intrakranial sering sulit disebut sebagai
penyebab tunggal kejang, biasanya berhubungan dengan penyebab lain, yaitu :6,8
-Perdarahan sub arachnoid.Perdarahan yang sering dijumpai pada bayi baru lahir,
kemungkinan karena robekan vena superfisial akibat partus lama. Pada mulanya bayi
tampak baik, tiba-tiba dapat terjadi kejang pada hari pertama atau hari kedua.
dekat falks serebri.Keadaan ini akibat molase kepala yang berlebihan pada letak verteks ,
letak muka dan partus lama. Darah terkumpul di fosa posterior dan dapat menekan batang
sedang. Bila terjadi penekanan pada batang otak terdapat pernapasan yang tidak
bayi yang mengalami trauma atau asfiksia biasanyakelainan timbul pada hari pertama
atau kedua setelah lahir. Pada bayi kurang bulan dapat mengalami perdarahan hebat,
gejala timbul dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam berupa gangguan napas,
kejang tonik umum, pupil terfiksasi, kuadriparesis flaksid,deserebrasi dan stupor atau
koma yang dalam. Pada perdarahan sedikit, gejala timbul dalam beberapa jam sampai
beberapa hari sampai penurunan kesadaran, kurang aktif,hipotonia, kelainan posisi dan
pergerakan bola mata seperti deviasi, fiksasi vertical danhorizontal disertai dengan
gangguan respirasi. Bila keadaan memburuk akan timbul kejang. BCB biasanya disertai
riwayat intrapartum misalnya trauma, pasca-pemberian cairan hipertonik secara cepat
c. Metabolik
-Hipoglikemi. Bayi dengan kadar glukosa darah < 45 mg/dL disebut hipoglikemia.
menetap pada sistem saraf pusat. Bayi baru lahir yang mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya hipoglikemia adalah : Bayi kecil untuk masa kehamilan, Bayi besar untuk masa
kehamilan dan bayi dari Ibu dengan Diabetes Mellitus. Hipoglikemi dapat menjadi penyebab
dasar pada kejang bayi baru lahir dan gejala neurologis lainnya seperti apnu, letargi dan
jiterness. Kejang seperti hipoglikemia ini sering dihibungkan dengan penyebab kejang yang
lain. Hanya sekitar 3% yang benar disebabkan Karena hipoglikemia. Tidak ada keraguan
pemberian terapi dextrose intravena jika ditemukan kadar glukosa rendah pada bayi kejang,
pertama dan kedua. Lebih sering didapatkan pada bayi berat lahir rendah (BBLR) dan sering
dihubungkan dengan keadaan asfiksia serta bayi dari ibu dengan diabetes mellitus.
Hipokalsemia didefinisikan kadar kalsium < 7,5 mg/Dl (<1,87 mmol/L), biasanya disertai
kadar fosfat > 3 mg/dL (> 0,95mmol/L), seperti hipoglikemia kadang asimtomatis. Sering
berhubungan dengan prematuritas atau kesulitan persalinan dan asfiksia. Kadar magnesium
yang rendah sering terjadi bersama dengan hipokalsemi dan perlu diterapi agar memberikan
bersamaan dengan hipomagnesemia belum jelas. Bila kejang pada bayi berat lahir rendah
yang disebabkan oleh hipokalsemia diberikan kalsium glukonat kejang masih belum berhenti
-Hiponatremia dan hipernatremia. Kadar natrium serum yang sangat tinggi, sangat rendah
atau yang mengalami perubahan dengan sangat cepat, sering terjadi pada kondisi tertentu
dehidrasi berat dapat menyebabkan kejang. SIADH berhubungan dengan keadaan sekunder
dari meningitis atau perdarahan intracranial, terapi diuretika, kehilangan garam yang
berlebihan atau asupan cairan yang mengandung kadar natrium yang rendah,hiponatremia
dapat terjadi akibat minum air, pemberian infus intravena yang berlebihanatau akibat
pengeluaran natrium yang berlebihan lewat kencing dan feses. Hipernatremia terjadi akibat
dehidrasi berat atau iatrogenik atau sekunder akibat asupan natrium yang berlebihan. Dapat
juga terjadi akibat pemberian natrium yang berlebihan secara oral maupun parenteral.3,6
d. Infeksi
Infeksi terjadi sekitar 5-10% dari seluruh penyebab kejang bayi baru lahir (BBL),
bakteri, non bakteri maupun kongenital dapat menyebabkan kejang BBL, biasanya terjadi
-Infeksi akut
Infeksi bakteri atau virus pada SSP dengan atau tanpa keadaan sepsis dapatmengakibatkan
kejang, biasanya sering berhubungan dengan meningitis. Kuman gram negative sering
mengakibatkan infeksi intrakranial dan sistemik pada BBL. Bakteri yangsering ditemukan
spesies.
-Infeksi kronik
Infeksi intrauterin yang berlangsung lama : toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes
e. Kernikterus/ensefalopati bilirubin
meningkatkan kadar serum bilirubin dalam darah. Bilirubin indirek menyebabkan kerusakan
otak pada BCB apabila melebihi 20mg/dl. Pada bayi prematur yang sakit, kadar 10mg/dl
sudah berbahaya. Kemungkinan kerusakan otak yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh
kadar bilirubin yang tinggi tetapi tergantung kepada lamanya hiperbilirubinemia. BKB yang
sakit dengan sindrom distress pernapasan, asidosis mempunyai risiko yang tinggi untuk
terjadinya kernikterus. Manifestasi klinis kernikterus terdiri dari hipotonia, letargi dan refleks
menghisap lemah. Pada hari kedua terdapat gejala demam, regiditas dan posisi dalam
meningkatkan progresif. Sindrom klinis yang tampak sesudah tahun pertama meliputi :
1)disfungsi ekstra piramidal biasanya berbentuk atetosis dan kora; 2)gangguan gerak bola
mata vertikal, ke atas lebih dari pada ke bawah, terdapat 90% kasus; 3) kehilangan
pendengaran frekuensi tinggi terdapat pada 60% kasus; 4) retardasi mental terdapat pada25%
kasus.
Kecanduan metadon pada ibu hamil sering dikaitkan dengan kejang BBL karena efek putus
obat dari kecanduan heroin. Ibu yang ketagihan dengan obat narkotik selama hamil, bayi
yang dilahirkan dalam 24 jam pertama terdapat gejala gelisah,jitteriness dan kadang-kadang
terdapat kejang. Kejang akibat putus obat (withdrawl) terjadi pertama kali pada usia 3 hari
pertama dengan onset rata-rata 10 hari. Kejang tersebut dapat menetapuntuk beberapa bulan.
Tremor dialami oleh bayi yang mendapatkan infus narkotik jangka panjang untuk
mengurangi rasa sakit dan telah diperhatikan pula efek serupa dari midazolam untuk sedasi
pada BKB.
Kejang akibat intoksikasi anestesi lokal/anestesi blok pada ibu yang masuk ke dalam
sirkulasi janin. Ini dapat terjadi akibat anestesi blok paraservikal, pudendal atau epidural serta
anestesi lokal pada episiotomi yang tidak tepat. Curiga intoksikasi bila didapatkan pupil tetap
dilatasi pada pemeriksaan reflek pupil dan gerakan mata terfiksasi pada reflek okulosefalik
(reflex doll’s eye menghilang). Bayi lahir menunjukkan Apgar skor yang rendah, hipotonia
susunan saraf pusat dapat menimbulkan kejang pada hari pertama kehidupan. Penyebab yang
sering ditemukan adalah disgenesis korteks serebri, dapat disertai keadaan : dismorfik,
hidrosefalus, mikrosefalus. Kelainan migrasi sel saraf seperti lisensefali atau schizensefali
Kejang biasanya terjadi antara 5-14 hari setelah bayi lahir. Termasuk kelainan ini
dari kelainan ini kemungkinan karena kekurangan dalam pengikatan koenzim piridoksal
fosfat pada glutamik dekarboksilase, yaitu enzim yang terlibat dalam pembentukan gama-
aminobutyric acid (GABA). Kekurangan atau menghilangnya GABA, yaitu suatu zat
transmitter inhibisi yang dapat menimbulkan kejang . Kejang sering terjadi pada jam pertama
kehidupan, bahkan sejak dalam kandungan. Kejang ini bersifat resisten terhadap
antikonvulsan. Pada BBL dengan kejang yang diduga karena gangguan metabolik, tidak
membaik dengan pemberian glukosa, kalsium, antikonvulsan dan sebagainya dapat diberikan
piridoksin intravena sebaiknya dengan monitoring EEG. Sebelum pengobatan EEG menjadi
normal. Bila gambaran EEG normal dan serangan kejang berhenti, diagnosis ketergantungan
i. Idiopatik
Kejang pada BBL yang tidak diketahui penyebabnya, secara relatif sering
menunjukkan hasil yang baik. Tetapi pada kejang beulang yang lama, resisten terhadap
Gangguan + + ++ ++
perkembangan
otak
Hipoglikemia + + +
Hipokalsemi + + + +
Sindrom + + +
epileptik
Keterangan : +++ sering terjadi; ++jarang terjadi; + sangat jarang terjadi
Tabel 1. Awitan kejang berdasarkan etiologi10
PENYEBAB KETERANGAN
Ensefalopati Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) dan
iskemik hipoksik merupakan penyebab utama dari perkembangan bayi yang buruk
Biasanya timbul dalam 24 jam
Sulit dikontrol dengan medikamentosa
Pendarahan Pendarahan intraventrikular
intrakranial Pendarahan intracerebral
Pendarahan subdural
Pendarahan subarachnoid
Infeksi SSP Meningitis bakteri
Meningitis virus
Encephalitis
Intrauterine (TORCH) infections
Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup B,
escherichia coli, listeria, staphyloccocus
Stroke perinatal Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan stroke
Insidensi 1 per 4000
Metabolik Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesaemia
Hipo/hipernatremia
Ketergantungan pyridoxine
Kelainan Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun tetap
metabolik membutuhkan perhatian khusus untuk menemukan penyebab
bawaan yang dapat di tangani
Putus obat ibu
Kelainan otak Anomali kromosom
kongenital Anomali otak kongenital
Kelainan neuro-degeneratif
Kejang neonatus Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2
familial jinak atau ke 3
Kejang hari Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik
kelima Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak diketahui
Tabel 2. penyebab kejang pada neonatus, menurut buku IDAI dan Avery’s
neonatology12
2.4 EPIDEMIOLOGI
Insidensi dan prevalensi yang pasti sampai sekarang belum diketahui. Sulitnya
mempelajari hal tersebut dikarenakan banyak kejadian kejang pada neonatus yang tidak
disertai manifestasi klinis yang jelas. Meskipun demikian, menurut buku neonatologi IDAI,
perkiraan angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara 0.8-1.2 setiap 1000 neonatus
setiap tahun, sedang pada literatur lain menyebutkan 1-5% bayi pada bulan pertama
mengalami kejang. Insidensi meningkat kelahiran bayi kurang bulan sebesar 57.5-132
dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup. Pada kepustakaan
lain menyebutkan insidensi 20% pada bayi kurang bulan dan 1.4% pada bayi cukup bulan.
Sekitar 70-80% neonatus secara klinis tidak tampak kejang, namun pada elektrografik tampak
Menurut data data dari Queensland Maternity and Neonatal clinical guideline, kejang
sangat sering terjadi dengan perkiraan 70% dari bayi kurang bulan dengan pendarahan
Insidens kejang pada neonatus dibedakan menurut berat badan lahir, yaitu 57,5 per
1000 bayi dengan berat lahir (BL)< 1500 g, 4,4 pada bayi dengan BL 1500-2499, 2,8 pada
bayi dengan BL 2500-3999 g, serta 2,0 pada bayi BL > 4000 g.10
Kejang pada neonatus berbeda dengan kejang pada bayi atau anak yang lebih besar.
Karena perkembangan otak neonatus yang belum sempurna. Korteks pada neonatus belum
yang belum sempurna pada daerah korteka menyebabkan penyebaran rangsang ke seluruh
korteks (sinkronisasi bilateral suatu rangsang) tidak terjadi. Rangsang dapat menyebar
Inilah yang menyebabkan kejang pada neonatus tidak pernah bersifat kejang tonik klonik
umum.
Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang berlebihan
dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan yang berulang.
Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masuknya Natrium dan repolarisasi terjadi karena
memerlukan energi yang berasal dari ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu
Depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi paling tidak akibat beberapa hal :
1. Gangguan produksi energi dapat mengakibatkan gangguan mekanisme pompa Natrium dan
Klaium. Hipoksemia dan Hipoglikemia dapt mengakibatkan penurunan yang tajam produksi
energi
Perubahan fisiologis selama kejang berupa penurunan yang tajam kadar glukosa otak
dibanding kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai peningkatan laktat.
Keadaan ini menunjukkan mekanisme transportasi pada otak tidak dapat mengimbangi
peningkatan kebutuhan yang ada. Kebutuhan oksigen dan aliran darah otak juga meningkat
untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan glukosa. Laktat terakumulasi selama terjadi kejang,
dan pH arteri sangat menurun. Tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah otak naik.
Efek dramatis jangka pendek ini diikuti oleh perubahan struktur sel dan hubungan sinaptik. 4
Fenomena kejang pada BBL dijelaskan oleh Volpe karena keadaan anatomi dan fisiologi
- Sinaptogenesis belum
-Kejang tonik umum: Terutama bermanifestasi pada neonatus kurang bulan (< 2500 gram).
Fleksi atau ekstensi tonik pada ekstremitas bagian atas, leher atau batang tubuh dan berkaitan
dengan ekstensi tonus pada ekstremitas bagian bawah. Pada 85% kasus kejang tonik tidak
berkaitan dengan perubahan otonomis apapun seperti meningkatnya detak jantung atau
-Kejang tonik fokal: Terlihat dari postur asimetris dari salah satu ekstremitas atau batang
tubuh atau deviasi tonik kepala atau mata kepala atau mata. Sebagian besar kejang tonik
terjadi bersamaan dengan penyakit sistem syaraf pusat yang difus dan perdarahan
intraventrikular.
• Kejang Klonik
Terdiri dari gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan & berirama (1-3 /menit),
penyebabnya mungkin fokal/multi-fokal. 2 Setiap gerakan terdiri dari satu fase gerakan yang
cepat dan diikuti oleh fase yang lambat diikuti oleh fase yang lambat. Perubahan posisi atau
memegang ekstremitas yang bergerak tidak akan menghambat gerakan tersebut. Biasanya
terjadi pada neonatus cukup bulan. Tidak terjadi hilang kesadaran. Berkaitan dengan trauma
Dikenal 2 bentuk :
a. Fokal : terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi unilateral
dengan atau tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan atau tanpa
gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan frekuensi 1-4 kali perdetik.
b. Multifokal : Kejang klonik pada BBL dapat mempunyai lebih dari satu focus atau migrasi
terdiri dari gerakan dari satu ekstremitas yang kemudian secara acak pindah ke ekstremitas
lainnya. Bentuk kejang merupakan gerakan klonik salah satu atau lebih anggota gerak yang
berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya kejang klonik lengan kiri diikuti
dengan kejang klonik tungkai bawah kanan. Kadang-kadang karena kejang yang satu dengan
kejang yang lain sering bersinambungan, seolah-olah member kesan sebagai kejang umum.
Bentuk kejang ini biasanya terdapat pada gangguan metabolik. Kejang ini lebih sering
• Kejang Mioklonik
-Kejang mioklonik fokal biasanya melibatkan otot fleksor pada ekstremitas. Kejang
-Kejang mioklonik multi-fokal terlihat sebagai gerakan kejutan yg tidak sinkron pd beberapa
bagian tubuh.
-Kejang mioklonik umum terlihat sangat jelas berupa fleksi masif pada kepala dan batang
tubuh dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas. Kejang ini berkaitan dengan patologi
• Kejang “subtle”
Manifestasi klinis berupa orofasial, termasuk deviasi mata, kedipan mata, gerakan alis
(lebih sering pada BKB) yang bergetar berulang-ulang, mata yang tiba-tiba terbuka dengan
bola mata terfiksasi ke satu arah (lebih sering pada BKB) gerakan seperti menghisap,
mengunyah, mengeluarkan air liur, menjulurkan lidah, mendayung, bertinju, atau bersepeda.
Episode apneu dapat disebabkan oleh kejang, diagnosis ini dipertimbangkan jika terdapat
respon yang lambat terhadap ventilasi dengan balon dan sungkup khususnya pada neonates
d. Gerakan dapat + _
dihentikan dengan fleksi
pasif
e. Perubahan fungsi - +
autonom
f. Perubahan pada tanda + _
vital dan penurunan
saturasi oksigen
Tabel 4. Perbedaan jitterness dan kejang10
2.7 DIAGNOSIS
Anamnesis1,2
Faktor resiko :
Inspeksi dan palpasi kepala : depresi, fraktur, moulase yang terlalu hebat
Transluminasi membantu diagnosis penimbunan cairan di subdural setempat, atau
menonjol tanpa tanda-tanda infeksi selaput otak dilakukan tap subdural secara hati-hati.
intrakranial, koriorenitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi cytomegalo virus atau
rubella. Adanya stasis vaskuler dengan pelebaran vena dengan bentuk berkelok-kelok
Pemeriksaan neurologis : bentuk kejang, hemy snydrome, hilangnya reflex moro, dsb
Pemeriksaan Laboratorium 10
Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus digunakan informasi yang
didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan jasmani dengan baik untuk mencari penyebab yang
lebih spesifik
Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium pada darah serta analisa
jenis leukosit
Kelainan metabolik
Dengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas pada bayi baru lahir,
intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau kejang yang tidak responsif terhadap
o Asam amino di plasma darah dan urin. Pada urin sebaiknya diperiksa untuk
Pemeriksaan radiologis 8
- Ultrasonografi kranial
merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan untuk mengetahui keadaan patologis pada
susunan saraf pusat, perdarahan periventrikuler, tapi tidak untuk mendeteksi adanya infark
pada arteri serebral, perdarahan subdural dan subarachnoid. Bila hasil pemeriksaan ini tidak
menunjukkan adanya kelainan sementara, namun kejang terus berlangsung maka MRI perlu
dilakukan.
- CT-scan kranium
scan sangat membantu dalam menentukan bukti-bukti adanya infark, perdaraham, kalsifikasi
dan malformasi serebral.Melalui catatan sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan hasil yang
penting pada kasus kejang neonatus, terutama bila kejang terjadi asimetris.
- MRI
Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi subtle yang kadang tidak
Pemeriksaan lain
gangguan aktivitas listrik dan dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang kejadian
kejang. Pemeriksaan EEG akan jauh lebih bernilai pabila dilakukan pada 1-2 hari awal
terjadinya kejang, untuk mencegah kehilangan tanda-tanda diagnostik yang penting untuk
menentukan prognosis di masa depan bayi. EEG sangat penting untuk memastikan adanya
kejang di saat manifestasi klinis yang timbul subtle atau apabila obat-obatan penenang
neuromuscular telah diberikan. Namun tidak semua jenis kejang dapat dideteksi dengan EEG
seperti kejang tersamar, kejang tonik, fokal, multifokal dan mioklonik, karena beberapa
kejang hanya terjadi pada tingkat subkortek dan tidak mencapai permukaan elektroda karena
Walaupun demikian pemeriksaan EEG secara terus menerus masih tetap dianjurkan
karena 79% kejang yang terjadi pada neonatus adalah kejang tersembunyi atau hanya dapat
Neurology juga menyarankan bahwa EEG perlu dilakukan untuk setiap bayi yang mengalami
klinis mungkin tidak terlihat kejang, namun dari gambaran EEG masih
mengalami kejang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Haslam R. Kejang Neonatus. Editor: Waldo E. Dalam: Buku Ilmu Kesehatan Anak.
3. Adre J. Neonatal seizures. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal
FKUI, 2010.
5. Volpe JJ. Volpe's Neurology of the Newborn 6th Edition. Philadelphia: Elsevier
Health Sciences,2017.
7. Khosim S, Indarso F, Irawan G, dkk. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal
Clinical Features and EEG Findings in the Neonatal Intensive Care Unit. Epilepsy J 2017,
3(1):1-3.
10. Setyo H. Kejang pada Neonatus, Permasalahan dalam diagnosis dan Tata laksana. Sari
Queensland Goverment,2011.