Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker pada anak-anak dan remaja termasuk penyakit yang amat
jarang, meskipun kejadian keseluruhan kanker anak telah meningkat secara
perlahan sejak 1975. Anak-anak dan remaja dengan kanker harus dirujuk ke
pusat kesehatan yang memiliki beberapa dokter spesialis dengan pengalaman
mengobati kanker yang terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja.
Pendekatan beberapa dokter menggabungkan keterampilan dari perawatan
primer, subspesialis bedah pediatrik, ahli onkologi radiasi, ahli onkologi medis
anak/hematologi, spesialis rehabilitasi, perawat spesialis anak, pekerja sosial,
dan lain-lain untuk memastikan bahwa anak-anak menerima pengobatan,
perawatan suportif, dan rehabilitasi untuk mencapai hidup optimal dan kualitas
hidup yang lebih baik.
Di dalam pedoman kanker pediatrik dan peran dalam pengobatan
anakanak dengan kanker telah digariskan oleh American Academy of
Pediatrics. Pada pusat-pusat kanker pediatrik, uji klinis tersedia untuk sebagian
besar jenis kanker yang terjadi pada anak-anak dan remaja, dan kesempatan
untuk berpartisipasi dalam percobaan ini telah dilakukan pada kebanyakan
pasien/keluarga. Uji klinis untuk anak-anak dan remaja dengan kanker
umumnya dirancang untuk membandingkan terapi yang berpotensi lebih baik
dengan terapi saat ini diterima sebagai standar. Sebagian besar dari kemajuan
yang dibuat dalam mengidentifikasi terapi kuratif untuk kanker anak telah
dicapai melalui uji klinis.
Perbaikan dalam kelangsungan hidup telah dicapai untuk anak-anak dan
remaja dengan kanker. Angka kematian anak dengan kanker telah menurun
lebih dari 50% antara tahun 1975 dan 2002. Limfoma dibagi menjadi dua yaitu
Hodgkin Limfoma (HL) dan Non-Hodgkin limfoma (NHL), Non-Hodgkin
limfoma (NHL) tingkat kelangsungan hidup 5 tahun telah meningkat selama
periode waktu yang sama dari 45% menjadi 88% pada anak kurang dari 15

1
tahun dan dari 47% menjadi 77% untuk remaja berusia 15 sampai 19 tahun.
Karena efek samping dari obat anti kanker masih dapat muncul pada beberapa
bulan hingga beberapa tahun setelah pengobatan, penderita masih memerlukan
close follow up setelah pemberian terapi.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi terkait limfom Hodgin dan non Hodkin?
2. Apa definisi dari limfoma hodgin dan non hodgin?
3. Bagaimana etiologi dari limfoma hodgin dan non hodgin?
4. Bagaimana patofisiologi dari limfoma hodgin dan non hodgin?
5. Bagaimana pathway dari limfoma hodgin dan non hodgin?
6. Apa manifestasi klinis dari limfoma hodgin dan non hodgin?
7. Apa saja komplikasi yang disebabkan limfoma hodgin dan non hodgin?
8. Apa saja factor resiko dari limfoma hodgin dan non hodgin?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari limfoma hodgin dan non hodgin?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari lifoma hodgin dan non hodgin?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi limfoma hodgin dan non hodgin
2. Untuk mengetahui definisi dari limfoma hodgin dan non hodgin
3. Untuk mengetahui etiologi limfoma hodgin dan non hodgin
4. Untuk mengetahui patofisiologi limfoma hodgin dan non hodgin
5. Utuk mengetahui pathway dari limfoma hodgin dan non hodgin
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis limfoma hodgin dan non hodgin
7. Untuk mengetahui komplikasi dari limfoma hodgin dan non hodgin
8. Utuk mengetahui factor resiko hodgin dan non hodgin
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari hodgin dan non hodgin
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan limfoma hodgin dan non hodgin

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Limfatik


Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang
memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan
kanker. Cairan limfatik adalah cairan putih mirip susu yang mengandung
protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke
seluruh tubuh melalui pembuluh limfatik.
Pembuluh limfe dimulai dari: kapiler limfe → pembuluh limfe kecil →
pembuluh limfe besar → masuk ke aliran darahLimfe sebelum masuk aliran
darah, melalui satu atau banyak kelenjar limfe. Pembuluh limfe aferen adalah
pembuluh limfe yang membawa limfe masuk kelenjar limfePembuluh limfe
eferen adalah pembuluh limfe yang membawa limfe keluar kelenjar limfe.
Limfe masuk aliran darah pada pangkal leher melalui: Ductus Limphaticus
dexter dan Ductus thoracicus (Ductus Limphaticus sinister) Sistem saluran
limfe berhubungan erat dengan sistem sirkulasi darah. Darah meninggalkan
jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena. Sebagian cairan darah
yang meninggalkan sirkulasi dikembalikan masuk pembuluh darah melalui
saluran limfe, yang merembes dalam ruang-ruang jaringan. Hampir seluruh
jaringan tubuh mempunyai saluran limfatik yang mengalirkan kelebihan cairan
secara langsung dari ruang interstisial.
Beberapa pengecualian antara lain bagian permukaan kulit, sistem saraf
pusat, bagian dalam dari saraf perifer, endomisium otot, dan tulang. Limfe
mirip dengan plasma tetapi dengan kadar protein yang lebih kecil. Kelenjar
limfe menambahkan limfosit pada limfe sehingga jumlah sel itu sangat besar di
dalam saluran limfe. Limfe dalam pembuluh limfe digerakkan oleh kontraksi
otot di sekitarnya dan dibantu oleh katup yang terdapat di sepanjang pembuluh
limfe.
Limfa membentuk sistem limfatik dan cairan yang mengisi pembuluh
darah. Komponen Sistem Limfatik antara lain :

3
1. Pembuluh limfe
Struktur pembuluh limfe serupa dengan vena kecil, tetapi memiliki
lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe tampaknya seperti rangkaian
petasan atau tasbih. Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler limfe lebih
besar dari kapiler darah dan terdiri hanya atas selapis endotelium.
Pembuluh limfe bermula sebagai jalinan halus kapiler yang sangat kecil
atau sebagai rongga-rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ.
Pembuluh limfe khusus di vili usus halus yang berfungsi sebagai absorpsi
lemak (kilomikron), disebut lacteal villi
2. Kelenjar limfe/limfonodi
Limfonodi berbentuk kecil lonjong atau seperti kacang dan
terdapat di sepanjang pembuluh limfe. Kerjanya sebagai penyaring limfe
dan dijumpai di tempat-tempat terbentuknya limfosit. Kelompok-
kelompok utama terdapat di dalam leher, axial, thorax, abdomen, dan
lipatan paha.
3. Limpa/lien
Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri
abdomen di daerah hipogastrium kiri bawah iga ke-9,-10,-11. Limpa
berdekatan pada fundus dan permukaan luarnya menyentuh diafragma.
Jalinan struktur jaringan ikat di antara jalinan itu membentuk isi limpa/
pulpa yang terdiri dari jaringan limpa dan sejumlah besar sel – sel darah.
Fungsi limpa sebagai gudang darah seperti hati, limpa banyak
mengandung kapiler – kapiler darah, dengan demikian banyak arah yang
mengalir dalam limpa, sebagai pabrik sel darah, limfa dapat memproduksi
leukosit dan eritrosit terutama limfosit, sebagai tempat pengahancur
eritrosit, karena di dala limpa terdapat jaringan retikulum endotel maka
limpa tersebut dapat mengancurkan eritrosit sehingga hemoglobin dapat
dipisahkan dari zat besinya, mengasilkan zat antibodi.
Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena
lienalis pada vena porta. Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung
tetapi terlebih dahulu ke hati. Pembuluh darah masuk ke dan keluar

4
melalui hilus yang berbeda di permukaan dalam. Pembuluh darah itu
memperdarhi pulpa sehingga dan bercampur dengan unsur limpa.
4. Tymus
Kelejar timus terletak di dalam torax, kira – kira pada ketinggian
bifurkasi trakea. Warnanya kemerah – merahan dan terdiri dari 2 lobus.
Pada bayi baru lahir sangat kecil dan beratnya kira – kira 10 gram atau
lebih sedikit; ukurannya bertambah pada masa remaja beratnya dari 30 –
40 gram dan kemudian mengkerut lagi.
5. Sumsumtulang
Sumsum tulang adalah jaringan lunak yang ditemukan pada
rongga interior tulang yang merupakan tempat produksi sebagian besarsel
darah baru. Ada dua jenis sumsum tulang: sumsum merah (dikenal juga
sebagai jaringan myeloid) dan sumsum kuning. Sel darah merah, keping
darah, dan sebagian besar sel darah putih dihasilkan dari sumsum merah.
Sumsum kuning menghasilkan sel darah putih dan warnanya ditimbulkan
oleh sel-sel lemak yang banyak dikandungnya. Kedua tipe sumsum tulang
tersebut mengandung banyak pembuluh dan kapiler darah. Sewaktu lahir,
semua sumsum tulang adalah sumsum merah.
Seiring dengan pertumbuhan, semakin banyak yang berubah
menjadi sumsum kuning. Orang dewasa memiliki rata-rata 2,6 kg sumsum
tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum merah
ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang pinggul, tulang
dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung, tulang belikat, dan pada
bagian lunak di ujung tulang panjang femur dan humerus. Sumsum
kuning ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang panjang.Pada
keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum
kuning dapat diubah kembali menjadi sumsum merah untuk meningkatkan
produksi sel darah.

5
B. Fisiologi Sistem limfatik
Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah.
Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah. Membawa lemak
yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi darah. Saluran limfe yang
melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal (di mukosa usus halus). Kelenjar
limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan
penyebaran organisme itu ke dalam jaringan, dan bagian lain tubuh.Apabila
ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat imun (antibodi) untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme.

C. Kelenjar Getah Bening


Kelenjar getah bening (KGB) terdapat di beberapa tempat di tubuh.
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Tubuh
memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya
didaerah submandibular (bagian bawah rahang bawah), ketiak atau lipat paha
yang teraba normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi
kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat
penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening
yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga
dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh
karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa
antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila
ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan
sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut
sehingga kelenjar getah bening membesar.

6
Gambar 1: Distribusi Kelenjar Getah Bening

Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-


sel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel
plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan
(neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis),
infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit
makrofag (gaucher disease). Pembesaran kelenjar getah bening 55% berada di
daerah kepala dan leher karena itu bahasan diutamakan pada pembesaran
kelenjar getah bening di daerah kepala dan leher. Dengan mengetahui lokasi
pembesaran KGB maka dapat mengarahkan kepada lokasi kemungkinan
terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat dibedakan menjadi lokal atau
umum (generalized). Pembesaran kelenjar getah bening umum didefinisikan
sebagai pembesaran kelenjar getah bening pada dua atau lebih daerah.
Penyebab yang paling sering adalah infeksi. Infeksi yang biasanya
terjadi oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas (rinovirus, virus
parainfluenza, influenza, respiratory syncytial virus (RSV), coronavirus,
adenovirus atau reovirus). Virus lainnya virus ebstein barr, cytomegalovirus,
rubela, rubeola, virus varicella-zooster, herpes simpleks virus, coxsackievirus,

7
human immunedeficiency virus. Bakteri pada peradangan KGB (limfadenitis)
dapat disebabkan Streptokokus beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus
aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis (gigi berlubang)
dan penyakit gusi. Difteri, Hemofilus influenza tipe b, Bartonella henselae,
mikrobakterium atipik dan tuberkulosis dan toksoplasma jarang menyebabkan
hal ini.
Keganasan seperti leukimia, neuroblastoma, rhabdomyosarkoma dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Penyakit lainnya yang salah
satu gejalanya adalah limfadenopati adalah kawasaki, penyakit kolagen, lupus.
Obat-obatan juga menyebabkan limfadenopati umum. Limfadenopati daerah
leher perah dilaporkan setelah imunisasi (DPT, polio atau tifoid). Masing-
masing penyebab tidak dapat ditentukan hanya dari pembesaran kelenjar getah
bening saja, melainkan dari gejala-gejala lainnya yang menyertai pembesaran
kelenjar getah bening tersebut.

8
BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi Limfoma
Limfoma adalah kanker/keganasan yang timbul pada jaringan limfoid.
Dalam kondisi yang normal, sel limfosit merupakan salah satu dari sistem
pertahanan tubuh. Sementara itu sel limfosit yang tidak normal (limfoma)
berkumpul di kelenjar getah bening dan menyebabkan pembengkakan. Sel
limfosit ternyata tak cuma beredar di dalam pembuluh limfe, sel ini juga
beredar ke seluruh tubuh di dalam pembuluh darah karena itulah limfoma bisa
juga timbul di luar kelenjar getah bening. Dalam hal ini, yang tersering adalah
di limpa dan sumsum tulang.

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan gambaran histopatologisnya ,limfoma di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Limfoma Non-Hodgin
Limfoma Non-Hodgin merupakan suatu keganasan yang dimulai
ketika limfosit berdiferensiasi menjadi sel yang abnormal. Sel yang
abnormal akan terus bereplikasi menggandakan dirinya terus menerus dan
bertambah banyak. Abnormal sel tidak dapat melakukan apoptosis. Mereka
juga tidak bisa memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit imun lainnya.
Sel yang abnormal akan membentuk ekstra sel yang akan menjadi suatu
massa di jaringan yang disebut tumor ( U.S. Department of Health and
Human Service , 2007 ).
Pada Limfoma ini sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali
sehingga mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari
satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B pada
permukaan selnya memiliki immunoglobulin yang sama.

9
a. Etiologi Limfoma Non-Hodgin
Meskipun etiologinya belum diketahui tetapi beberapa faktor
yang menyebabkan termasuk infeksi virus dan immunodefisiensi.
Bentuk endemis dari Burkit’s lymphoma ditemukan di Afrika dan New
Guinea. Epstein Barr Virus DNA dan antigen nuklear diidentifikasi pada
90 % African Burkit’s lymphoma. 5 Keadaan infeksi virus lain dengan
penyakit immunodefisiensi juga oleh: HIV, Wiskott-Aldrich Syndrome,
Bloom syndrome, ataksia telangiektasis, severe combined
immunodefisiensi disease, X-linked immunoproliferative syndrome, dan
pada keadaan transplantasi dengan imunosupresif kronis. 6 EBV induced
NHL terjadi sebagai akibat gangguan imunitas. Kebanyakan kasus
endemis dan sporadis terdapat translokasi dari lengan panjang
khromosom 8 yang mengandung c-myc protoonkogen ke lengan panjang
14 (8q-;14+). Hal ini mengakibatkan expresi yang abnormal dari produk
gen mengakibatkan proliferasi sel yang tidak terbatas, mencetuskan
tranformasi neoplastik.

b. Klasifikasi Limfoma Non-Hodgin


Pada anak-anak, non-Hodgkin limfoma (NHL) berbeda dari
limfoma pada orang dewasa. Limfoma pada orang dewasa lebih sering
derajat keganasan rendah atau menengah, hampir semua NHL yang
terjadi pada anak-anak dengan derajat keganasan tinggi. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasi NHL sebagai berikut:
1. fenotipe yaitu, B-lineage dan T-lineage atau natural killer [NK] cell
lineage
2. diferensiasi yaitu, prekursor dan matang.

c. Stadium penyakit Limfoma Non-Hodgin


Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum
pengobatan dan setiap lokasi jangkitan harus di data dengan cermat.
Strategi Terapi non hodgkin limfoma akan berbeda pada setiap stadium

10
penyakit tergantung penyebaran dari tumor. Stadium yang sering di
aplikasikan ialah kesepakatan Ann Arbor.
Stadium Keterangan
I Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regio.
I E : jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak
difus/batas tegas
II Pembesaran dua regio KGB atau lebih, tetapi masih satu
sisi diafragma.
II 2 : pembesaran 2 regio KGB dalam satu sisi diafragma
II 3 : pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II E : pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi
diafragma dan 1 organ ekstra limfatik tidak difus/ batas
tegas.
III Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma
IV Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi
secara difusi.

d. Manifestasi Klinis Limfoma Non-Hodgin


NHL pada anak melibatkan generelized lymphoid dan extranodal.
Pertumbuhan dan penyebarannya sangat cepat. Semua KGB termasuk
Peyer’s patch, mediastinum, thymus, Waldeyer’s ring, organ pelvis, hati
dan lien mungkin terkena. Extralymphoid termasuk kulit, testis, tulang,
sumsum tulang, dan susunan saraf pusat dapat terkena. Pola
penyebarannya sesuai dengan jenis sub tipe histologisnya.
Gejala Penyebab
Gangguan pernafasan Pembesaran kelenjar getah bening di
Pembengkakan wajah dada
Hilang nafsu makan Pembesaran kelenjar getah bening di
Sembelit berat perut
Nyeri perut atau perut kembung

11
Pembekakan tungkai Penyumbatan pembuluh getah bening
di selangkangan atau perut
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke usus halus
Diare
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di sekitar Penyumbatan pembuluh getah bening
paru-paru (efusi pleura) di dalam dada
Daerah kehitaman dan menebal di Penyebaran limfoma ke kulit
kulit yang terasa gatal
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh
Demam
Keringat di malam hari
Anemia (berkurangnya jumlah sel a. Perdarahan ke dalam saluran
darah merah) pencernaan.
b. Penghancuran sel darah merah oleh
limpa yang membesar dan terlalu
aktif.
c. Penghancuran sel darah merah oleh
antibodi abnormal (anemia
hemolitik).
d. Penghancuran sumsum tulang karena
penyebaran limfoma.
e. Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau terapi
penyinaran
Mudah terinfeksi oleh bakteri Penyebaran ke sumsum tulang dan
kelenjar getah bening, menyebabkan
berkurangnya pembentukan antibodi

12
e. Patogenesis Limfoma Non-Hodgin
Sel limfosit dari kelenjar limfe berasal dari sel sel induk
multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk akan bertransformasi
menjadi sel progenitor limfosit yang kemuadian akan berdiferensiasi
melalui dua jalur. Sebagian akan mengalami pematangan di dalam kelenjar
timus menjadi limfosit T. Sebagian lagi akan menuju kelenjar limfe
ataupun tetap berada di sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi
limfosit B. Apabila ada rangsangan antigen yang sesuai maka limfosit T
akan aktif berpoliferasi sebagai respon sistem imun seluler. Sedangkan
limfosit B akan aktif menjadi imunoblas yang kemuadian menjadi sel
plasma dan akan membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan pada
sitoplasma sel plasma menjadi lebih banyak dari pada sitoplasma sel B.
Sedangkan limfosit T yang aktif akan berukuran lebih besar dari pada sel T
yang belum aktif.
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma (abnormal)
merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok
sel limfosit yang belum aktif yang tengah berada dalam proses
transformasi menjadi imunoblas akibat respon dari adanya antigen.
Beberapa perubahan pada sel limfosit inaktif ialah ukurannya semakin
lebih besar, kromatin inti menjadi lebih halus, nukleolinya terlihat dan
protein permukaan sel mengalami perubahan. (Reksodiputro,2009)

f. Pemeriksaan penunjang Limfoma Non-Hodgin


Kenyataannya bahwa NHL adalah penyakit yang heterogen yang
ditangani secara berbeda maka sangat mutlak dilakukan biopsi untuk
pemeriksaan histopatologis, immunophenotyping, dan pemeriksaan
sitogenetik untuk menegakkannya.
Bila pasien terdapat efusi pleura atau ascites, pemeriksaan sitologi
dan immunophenotyping dapat dilakukan. Pemeriksaan pretreatment yang
lain hitung jenis, tes fungsi hati dan ginjal, serum asam urat, Ca, Phospor,
LDH, dan elektrolit. Juga diperlukan pemeriksaan X-ray Thorax dan CT-

13
scan abdominal atau thorak, sidik tulang, dan galium scan, pemeriksaan
LCS (liquor cerebrospinalis) untuk evaluasi. Dalam hal ini tidak seperti
Hodgkin’s disease tidak diperlukan staging laparotomy.

g. Penatalaksaaan Limfoma Non-Hodgin


Terapi NHL tergantung histologi, stage, dan immunophenotype.
Untuk anak dengan stage I dan II NHL diberikan multi agen khemoterapi
(doxorubicin, vincristine, cyclophospamide, dan prednison) diikuti 6 bulan
daily oral 6 MP dan metotrexate setiap minggu dengan long term free
survival 90 %. Tidak ada perbedaan bermakna dengan lokal irradiasi.
Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak memerlukan pengobatan
segera, tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering mungkin untuk
meyakinkan bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang
serius. Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah.
Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera
karena penyakit ini tumbuh dengan cepat.
Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau
tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat
tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian
besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada
saat penyakitnya terdiagnosis.Terapi penyinaran pada limfoma tingkat
menengah biasanya akan memperpanjang harapan hidup penderita sampai
2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1
tahun. Radioterapi secara umum jarang digunakan kecuali untuk beberapa
pasien dengan penyakit lokal yang residual setelah terapi induksi. Pasien
dengan refractory atau relapse NHL juga diterapi dengan kemoterapi dosis
tinggi yang diikuti dengan autologus atau allogenic bone marrow
transplantation (BMT).
Terapi untuk stadium IV dengan dosis tinggi arabinoide-C (ara-C)
dan dosis intermediate metotrexate memperbaiki survival sampai 50 %.
Anak-anak dengan penyakit yang lanjut memerlukan profilaksis CNS

14
dengan intrathecal metotrexate atau radiasi cranial atau keduanya dan
memerlukan terapi dengan durasi yang lebih lama. VP-16
(epipodophyllotoxin) dan ara-C bermanfaat untuk menangani NHL yang
relapse.
Hanya pada pasien dengan tumor kepala dan leher diberikan terapi
intrathecal sebagai profilaksis. Untuk anak dengan LBLs lanjut (stage III)
diberikan 10 –drug program (LSA2L2) dengan hasil 76 % relapse free
survival. Regimen ini tidak efektif untuk tumor sel B limfoma. (28 %
relapse free survival). Penggunaan COMP (cyclophospamide, vincristine,
netotrexate dan prednisone), dimana tidak efektif untuk LBL,
memperbaiki relapse free survival pada limfoma cell B sampai 57 %.
Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat
kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau
dalam bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat
tinggi). Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan
pencangkokan sumsum tulang masih dalam tahap penelitian. Pengobatan
baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal yang telah
digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya senyawa
radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di
antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel
limfoma dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan
membunuh sel-sel limfoma tersebut.
Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari
penderita (dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan
dicangkokkan ke penderita. Prosedur ini memungkinkan dilakukannya
hitung jenis darah, yang berkurang karena kemoterapi dosis tinggi,
sehingga penyembuhan berlangsung lebih cepat. Tetapi pencangkokan
sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 5% penderita meninggal karena
infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa
menghasilkan sel darah putih yang cukup untuk melawan infeksi.
Pencangkokan sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan pada

15
penderita yang pada awalnya memberikan respon yang baik terhadap
kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi terjadinya kekambuhan.

h. Komplikasi Limfoma Non-Hodgin


Meski sudah menjalani pengobatan atau bahkan sudah sembuh,
pengidap limfoma non-Hodgkin tetap berkemungkinan mengalami
komplikasi. Beberapa di antaranya adalah:
1. Sistem kekebalan tubuh yang lemah. Ini merupakan komplikasi
yang paling sering terjadi, terutama selama masa awal menjalani
pengobatan. Penurunan sistem kekebalan tubuh ini akan meningkatkan
risiko infeksi.
2. Risiko kemandulan yang meningkat. Komplikasi ini terkadang
bersifat sementara atau permanen dan umumnya dipicu oleh
kemoterapi dan radioterapi.
3. Peningkatan risiko kemunculan kanker atau penyakit lain.
Kemoterapi dan radioterapi yang membunuh sel-sel kanker juga dapat
merusak sel-sel yang sehat, sehingga risiko munculnya kanker dan
penyakit lain juga akan meningkat. Contoh penyakit yang berpotensi
muncul meliputi katarak, diabetes, penyakit tiroid, penyakit jantung,
serta gangguan ginjal.

2. Limfoma Hodgin
Limfoma Hodgkin merupakan bagian dari limfoma maligna
(keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat). Sel ganas pada
penyakit Hodgkin berasal dari sistem limforetikular ditandai dengan
adanya sel Reed-strenberg pada organ yang terkena. Limfosit yang
merupakan bagian integral poliferasi sel pada penyakit ini diduga
merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas
tersebut. Lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan limfoma non
Hodgkin. Faktor resiko diduga berhubugan dengan infeksi virus Eipstein-
Barr, Radiasi, dan faktor genetik.

16
Pada limfoma Hodgkin ditemukan sel Reed Sternberg,Analisis PCR
menunjukkan bahwa sel Reed Sternberg berasal dari folikel sel B yang
mengalami gangguan struktur pada immunoglobulin, sel ini juga
mengandung suatu faktor transkripsi inti sel. Kedua hal tersebut
menyebabkan gangguan apoptosis.

a. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab sebenarnya LH tidak diketahui, meskipun bukti
tidak langsung mengindikasikan penyebab virus.
Epstein-Barr virus (EBV) dipercaya menjadi agen kausatif.
Limfoma terkait EBV terdokumentasi baik pada klien yang telah
menerima tranpaltasi organ atau yang mengalami penyakit defisiensi
imun. Peningkatan dua sampai tiga kali lipat dijumpai pada klien yang
memiliki riwayat mononukleosis, penyakit yang disebabkan EBV.
Peneliti telah menunjukan bahwa 30%-50% spesimen LH
mengandung fragmen genom EBV di dalam sel Reed-strenberg
diagnostik. Beberapa peneliti mengindikaiskan predisposisi genetik
untuk LH. Penyakit terjadi lebih sering pada orang yahudi dan pada
kerabat tingkat pertama. Saudara kandung telah menunjukan memiliki
2-5 kali peningkatan risiko, saudara kandung berjenis kelamin sama
memiliki 9 kali peningkatan risiko. Peningkatan risiko ditemukan di
antara pasangan anak-orang tua tetapi tidak di antara pasangan suami
istri, menunjukan penyebab genetik bukannya penyebab infeksi.
Penelitian berlanjut dalam upaya mengidentifikasi peran genetik
dalam perkembangan LH.

b. Patofisiologi
Transformasi kanker terjadi dari tempat utama di dalam nodus
limfe. Dengan pertumbuhan yang terus menerus, keseluruhan nodus
menjadi tergantikan, dengan zona nekrosis yang mengaburkan pola
nodular normal. Mekanisme pertumbuhan dan penyebaran LH tetap

17
tidak diketahui. Beberapa ilmuwan menunjukan bahwa perkembangan
penyakit dengan perluasan ke struktur yang berdekatan . hal ini juga
mungkin disebarkan oleh limfe karena sel limfoletikuler menghambat
semua jaringan tubuh kecuali SSP. Penyebaran hematologik juga
mungkin terjadi, kemungkinan dengan cara infiltrasi langsung
pembuluh darah.

c. Manifestasi klinis
Klien sering asimtomatik dan mungkin mengalami
limfadenopati tanpa nyeri. Pembesaran nodus limfe umumnya banyak
ditemukan di supreklavikula, serbikal, dan regio mediastinal (figur
79-5). Gejala lokal yang dihasilkan oleh limfadenopati biasanya
disbabkan oleh tekanan atau obstruksi. Keterlibatan anggota gerak
dapat di tandai dengan nyeri, iritasi saraf, dan obliterasi denyut. Klien
mungkin mengalami batuk nonproduktif, dengan radiografi dada
mendapatkan massa mediastinum, yang ada pada sekitar 50% klien .
Keterlibatan perikardium dapat terjadi dengan invasi langsung
dari nodus limfe mediastinum. Keterlibatan ini dapat menyebabkan
gesekan perikardial, efusi perikardial, dan pembengkakan vena leher.
Gejala lain muncul ketika pembesaran nodus/kelenjar limfe
menyumbat atau menekan struktur di dekatnya (misalnya edema
muka, leher, dan lengan kanan sekuner akibat kompresi vena cava
superior atau ginjal sekunder akibat obtruksi uretra).
Jika tumor menginfiltrasi spina dan menekan medula spinalis,
teerjadi gejala penekanan medula spinalis. Rentang gajala dari
awalnya nyeri pinggang dengan kelemahan motorik dan kehilangan
sensorik sampai kehilangan fungsi motorik, retensi urine, konstipasi,
dan gejala lain kompresi medula spinalis pada akhir penyakit.
Mungkin terdapat gejala klinis terkait seperti penurunan berat
badan yang tidak jelas penyebabnya, yakni penurunan lebih dari 10%
berat badan di dalam 6 bulan, sring berkeringat malam hari hingga

18
basah kuyup, dan suhu di atas 38 derajat celcius. Pruritus adalah
gejala sistematik yang dpat menjadi signifikan jika hal ini berulang.
Gejala tambahan ini diketahui sebagai gejala B untuk tujuan
penentuan stadium, gejala terjadi didalam frekuensi lebih besar pada
klien lansia dan secara negatif terkait prognosis.

d. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium: pemeriksaan darah rutin, SGOT/SGPT, alkali
fosfatase, LDH, urea N kreatin, asam urat, copper, LED,
fibrinogen
2. Biopsi jaringan yang adekuat
3. Histopatologi: ditemukan sel Reed-Sternberg
4. Aspirasi sumsum tulang
5. Sitologi cairan serebrospinal
6. Sitologi caira pleura, peritoneum atau perikardium
7. Radiologi
a. foto toraks, totmografi mediastinum
b. survei tulang
c. USG atau CT-scan daerah leher dan abdomen
8. Sitogenetik

e. Penatalaksanaan
1. Radiasi
Pengobatan radiasi untuk LH meliputi tiga lokasi: mantel/lapisan,
area para-aorta, dan pelvis (figur 79-6). Area mantel mencangkup
submandibular, servikal, intraklavikular, aksilaris, mediatinum,
subkarinal, dan limfonodi hilar. Pada penyakit stadium I dan II,
kemoterapi kombinasi dan terapi radiasi dianjurkan bagi klien
dengan indikator prognosis tidak menguntungkan. Banyak pusat
kanker mengklasifikasi gejala B (demam, berkeringat malam hari,

19
dan penurunan berat badan tanpa sebab jelas), laju endap darah
(LED) tinggi, atau pembesaran adenopati mediastinal sebagai
faktor prognosis buruk. Beberapa RS memasukkan banyak sisi/area
yang terkena dan usia lebih tua sebagai indikator prognosis buruk.
2. Kemoterapi
Kemoterapi telah menjadi strategi pengobatan primer, dengan atau
tanpa terapi radiasi, pada penyakit stadium I dan II dengan
indikator prognosis buruk dan pada klien LH lanjut. Sejumlah
tejimen kemoerpi tersedia bagi LH. Selama bertahun-tahun, MOPP
(mechorethamine, vincristine oncovin, procarbazine, prednison)
adalah terapi baku (gold standart) namun ABVD

C. ETIOLOGI
Etiologi belum jelas mungkin perubahan genetik karena bahan – bahan
limfogenik seperti virus EBV, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi dan
sebagainya. Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan
terjadinya LNH antara lain adalah :severe combined immunodeficiency,
hypogammaglobulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott
Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan
dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula dengan
Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic.
Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV,
hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum
diketahui.
3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering
dihubugkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut
organic.

20
4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena
paparan UV4,5

D. PATOFISIOLOGI
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok
sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi
imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Beberapa perubahan
yang terjadi pada limfosit tua antara lain:
1).ukurannya semakin besar,
2).Kromatin inti menjadi lebih halus,
3).nukleolinya terlihat,
4).protein permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya
limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus
Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV, HHV6, defisiensi imun, bahan kimia,
mutasi spontan, radiasi awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar
getah bening sehingga sel-sel limfosit tersebut membelah secara abnormal
atau terlalu cepat dan membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di
kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang
Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty Dampak dari proliferasi
sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah akan terdesak, jumlah
sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu populasi
limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit
dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi
bersamaan, hal itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda
kanker darah.

21
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening
di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan
gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau
perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan,
berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan
tungkai. Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia.
Limfoma non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran
pencernaan dan kulit.
Pada anak – anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke
dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan
pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan
anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan
kesadaran). Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat
dan merasa lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun
disertai pembengkakan seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat
paha, dll.

22
E. PATHWAY

F.
Faktor Bahan kimia Radiasi Virus
genetik

Mutasi sel
Disfagia nyeri limfosit

Eksofagus Poliferasi sel


tertekan terganggu

Benjolan Limfoma
semakin besar Mengenai maligna
nudus limfa

Muncul
benjolan

Pembesaran
kelenjar KGB
diperut

Masuknya virus
dan bakteri Pembesaran
Hilangnya nodus limfa
nafsu makan pada leher

Pertahanan
tubuh menurun
Penurunan Obtruksi ...
berat badan

23
infeksi Ketidak seimbangan Pola nafas
nutrisi kurang dari tidak efektif
kebutuhan tubuh

Proses
inflamasi

Hipertermi

24
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum pada penderita limfoma hodgin:
1. Pembesaran kelenjer getah bening tanpa sakit di leher,ketiak,dan
selangkanagn. Limfoma hodgin umumnya dimulai dari kelenjer getah
bening atas tubuh, seperti dileher, diatas tulang belikat, dada atau di ketiak
2. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
3. Demam tinggi yang sering kambuh
4. Keringat malam
5. Rasa gatal yang berlebihan
6. Penurunan berat badan
7. Beberapa gejala yang dirasakan mirip seperti sakit flu, yaitudemam,
pusing, dan keringat malam

G. KOMPLIKASI
Akibat langsung penyakitnya:
1. Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
2. Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan:
1. Aplasia sumsum tulang
2. Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
3. Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
4. Neuritis oleh obat vinkristin6

H. FAKTOR RESIKO
Para pakar menduga, terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi
kemungkinan seseorang terkena kanker ini. Faktor-faktor risiko tersebut
meliputi:

1. Sistem kekebalan tubuh yang lemah. Ini bisa dipicu oleh berbagai hal,
misalnya pengidap HIV, menggunakan obat-obatan penurun sistem
kekebalan tubuh, serta menjalani kemoterapi atau radioterapi.

25
2. Kondisi autoimun, seperti lupus atau rheumatoid arthritis.
3. Faktor usia. Risiko kanker ini meningkat seiring bertambahnya usia
seseorang. Sebagian besar limfoma non-Hodgkin menyerang orang yang
berusia 65 tahun ke atas.
4. Jenis kelamin. Kanker ini cenderung lebih sering diidap oleh laki-laki
dibandingkan dengan wanita.
5. Mengidap infeksi dari beberapa jenis bakteri atau virus tertentu. Misalnya,
virus Epstein-Barr atau Helicobacter pylori.

I. PENCEGAHAN
Tidak ada pedoman untuk mencegah limfoma Non Hodgkin karena
penyebabnya tidak diketahui. Super lutein merupakan herbal antikanker no 1
yang direkomendasikan oleh 6600 dokter di dunia. Kemampuannya sebagai
herbal antikanker tidak dapat dipungkiri lagi. Kandungan lycopene, beta
caroten dan alpha carotene merupakan karotenoid yang berfungsi sebagai
antioksidan yang sangat baik untuk regenerasi sel-selyang telah mati dan
menghambat radikal bebas dalam tubuh. karotenoid tersebut juga mampu
menghambat dan membunuh mutasi sel-sel kanker ini.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris
keringat malam, penurunan berat badan, limfadenopati dann
hepatosplenomegali
2. Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar,
faal ginjal, LDH.
3. Pemeriksaan Ideal
4. Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone – scan, CT
– scan, biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi
5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan
histopatologi. Untuk LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis).
Untuk LNH memakai kriteria internasional working formulation (IWF)

26
menjadi derajat keganasan rendah, sedang dan tinggi Penentuan
tingkat/stadium penyakit (staging)
6. Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E)
7. Ada 2 macam stage : Clinical stage dan pathological stage

K. PENATALAKSANAAN
Therapy Medik
1. Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
2. Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
3. Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis
permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
4. Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian
seperti pada LH diatas
Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
5. Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah
sebagai terapy utama
6. Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
Minimal : seperti therapy LH
7. Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin,
prednison (CHOP) dengan dosis :
8. C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
9. H : Hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
10. O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
11. P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
12. Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
13. Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
14. Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
15. Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang
(CHOP)

27
16. Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
Therapy radiasi dan bedah
17. Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya
melalui yim onkology ( di RS type A dan B)

L. Asuhan keperawatan
Pengkajian
a. Identitas Pasien
Jenis Kelamin : Limfoma bisa terjadi pada perempuan atau laki-
laki
b. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dengan lmfoma maligna biasanya
adalah demam yang berkepanjangan
c. riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sebelum sakit, tetapi pasien mengatakan bahwa kndisi tubuhnya
sangat kelelahan dan daya tahan tubuhnya kurang
d. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan bahwa ada benjolan pada daerah leher yang
bias digerakkan dan semakin membesar serta dibarengi denagn
demam tinggi yang berkepanjangan dan sering berkeringat di
malam hari
e. Riwayat penyakit keluarga
Pada kelainan limfoma maligna factor keturunan merupakan factor
yang bisa menyebabkan penyakit ini

28
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala limfoma secara fisik dapat
timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada
leher ketiak, atau pangkal paha) pembesaran kelenjer tadi dapatdimulai
dengan gejala penurunan berat badan, demam keringat malam
f. Inspeksi: tampak warna kencing campur darah, pembesaran
suprapubic bila tumor sudah besar.
g. Palpasi: teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan bimanual
teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi
baik waktu VT atau RT

DIAGNOSIS
1. Nyeri akut yang berhubungan disfagia
2. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
3. Ketidak seimbangan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan berat badan
4. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

INTERVENSI

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Dan Keriteria Hasil Intervensi

Nteri akut yang NOC NIC :


berhubungan dengan a. Pain level Pain Management
b. Pain control a. Lakukan pengkajian
c. Comfort level nyeri secara
komperhensif termasuk
Kriteria hasil:
lokasi, karakteristi,
a. Mampu mengontrol nyeri durasi, frekuensi,

29
(tahu penyebab nyeri, kualitas dan faktor
mampu menggunakan presipitasi
tehnik nonfarmakologi b. Observasi reaksi
untuk mengurangi nyeri) nonverbal dari
b. Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan c. Gunakan tehnik
menggunakan nyeri komunikasi terapeutik
menejemen nyeri untuk mengetahui
c. Mampu mengenali nyeri pengalamn nyeri pasien
(skala, intensitas, d. Kaji kultur yang
frekuensi dan tanda nyeri) mempengaruhi respon
d. Menyatakan rasa nyaman nyeri
setelah nyeri berkurang

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Dan Keriteria Hasil Intervensi

Hipertemia yang NOC : NIC :


berhubungan Thermoregulation Fever treatment
Kriteria hasil: a. Monitor suhu sesering
a. Suhu tubuh dalam rentang mungkin
normal b. Monitor IWL
b. Nadi dan RR dalam c. Monitor warna dan
rentang normal suhu kulit
c. Tidak ada perubahan d. Monitor tekanan darah,
warna kulit dan tidak ada nadi dan RR
pusing e. Monitor penurunan
tingkat kesadaran

Temperature Regulation

30
a. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
b. Rencanakan
monitoring suhu secara
kontinyu
c. Monitor TD, nadi dan
RR
d. Monitor warna dan
suhu kulit
e. Monitor tanda-tanda
hipertermi

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Dan Keriteria Hasil Intervensi

Ketidakseimbangan pola NOC : NIC :


nutrisi kurang dari a. Nutrional status Nutrition management
kebutuhan tubuh b. Nutritional status: food a. Kaji adanya alergi
and fluid intake makanan
c. Nutritional status: nutrient b. Kolaborasi dengan ahli
intake gizi untuk menetukan
d. Weight control jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
Kriteria Hasil:
pasien
a. Adanya peningkatan berat c. Anjurkan pasien untuk
badan sesuai dengan meningkatkan intake Fe
tujuan d. Anjurkan pasien untuk
b. Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein

31
dengan tinggi badan dan vitamin C
c. Mampu mengidentifikasi e. Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi
Nutrition Monitoring
d. Tidak ada tanda –tanda
malnutrisi a. Berat badan pasien
e. Menunjukkan peningkatan dalam bats normal
fungsi pengecapan dari b. Monitor adanya
menelan penurunan berat badan
f. Tidak terjadi penurunan c. Monitor tipe dan
berat badan yang berarti jumlah aktivitas yang
bisa dilakukan
d. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Dan Keriteria Hasil Intervensi

Ketidakefektifan pola NOC NIC


nafas berhubungan a. Respiratory status: Airway Management
dengan ventilation a. Buak jalan nafas,
b. Respiratory status: airway gunakan teknik chin lift
patency atau jaw thrust bila
c. Vital sign status perlu
b. Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil:
memaksimalkan
a. Mendemodtrasikan batuk ventilasi
efektif dan suara nafas c. Identifikaasi pasien
yang bersih, tidak ada perlunya pemasangan
sianosis dan dyspnea alat jalan nafas buatan

32
(mampu mengeluaran d. Pasang mayo bila perlu
sputum, mampu bernafas e. Lakukan fisioterapi
dengan mudah, tidak ada dada jika perlu
pursed lips)
Oxygen Therapy
b. Menunjukan jalan nafas
yang paten (klien tidak a. Bersihkan multu,
merasa tercekik, irama hidung dan secret
nafas, frekuensi trakea
pernafasan dalam rentang b. Pertahankan jalan nafas
normal, tidak ada suara paten
nafas abnormal) c. Atur peralatan
c. Tanda-tanda vital dalam oksigenasi
rentang normal (tekanan d. Monitor aliran oksigen
darah, nadi, pernafasan)
Vital sign Monitoring

a. Monitor TD, ndai, suhu


dann RR
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
d. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan

33
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup
sistemlimfatik dan imunitas tubuh. . Dalam kondisi yang normal, sel limfosit
merupakan salah satu dari sistem pertahanan tubuh. Sementara itu sel limfosit
yang tidak normal (limfoma) berkumpul di kelenjar getah bening dan
menyebabkan pembengkakan. Berdasarkan gambaran histopatologisnya
,limfoma di bagi menjadi 2 yaitu limfoma non hodgkin dan limfoma hodgkin.

B. Saran
Dengan dibuatnya asuhan keperawatan ini semoga para mahasiswa bisa
mengerti apa itu definisi dari limfoma, jenis-jenis limfoma dan dapat
melakukan pengkajian keperawatan dengan baik dan benar

34
DAFTAR PUSTAKA
Abdulmuthalib. Pedoman diagnosa dan terapi di bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta:Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKU
Dessain, S.K. 2009. Hodgkin Disease. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview.
Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online].
http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/. [25
Juli 2010].
Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. “Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processes, Sixth Edition”. Alih bahasa Pendit, Hartanto,
Wulansari dan Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. Limfoma Non-Hodgkin. Disunting
oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
https://karyatulisilmiah.com/asuhan-keperawatan-limfoma-hodgkin-dan-
limfoma-non-hodgkin/?upm_export=pdf

35

Anda mungkin juga menyukai