Anda di halaman 1dari 47

WRAP UP SKENARIO 2

GONDOK

KELOMPOK B-9

Ketua : Wahyu Tanzil Furqan 1102013298


Sekretaris : Nabilla Sophianingtyas 1102013194
Anggota : Tri Andini Ayu L 1102011284
Rezki Ramadhan 1102013247
PrimaParamitha M 1102013229
Siti Solikha 1102013277
Velda Amalia A 1102013295
Nabila Nurul Shabrina 1102013193
Rizka Kurnia Gemilang 1102013253
Mazaya Indah Brillian A 1102013165

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015-2016

1
SKENARIO 2

GONDOK

Ny. S, 36 tahun, mengeluh terdapat benjolan di leher depan yang semakin


membesar sejak 6 bulan yang lalu. Tidak ada keluhan nyeri menelan, perubahan
suara ataupun gangguan pernafasan. Pasien juga tidak mengeluh berdebar-debar,
tidak banyak berkeringat dan perubahan berat badan. Pada leher depan sebelah
kanan teraba nodul berukuran 5x4 cm, berbatas tegas, tidak nyeri tekan dan turut
bergerak saat menelan. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium fungsi tiroid, USG tiroid, sidik tiroid (thyroid scintigraphy) dan
pemeriksaan aspirasi jarum halus.

Hasil sitology yang diperoleh menunjukkan tidak didapatkannya sel ganas,


sehingga pasien diberikan terapi hormone tiroksin sambil dimonitor fungsi
tiroidnya. Pasien juga diingatkan bahwa bila nodulnya semakin membesar maka
perlu dilakukan operasi tiroidektomi. Mendengar penjelasan dokter, pasien yang
merupakan seorang muslimah merasa cemas menghadapi kemungkinan akan
dilakukannya tindakan operasi.

2
Sasaran Belajar

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Kelenjar Tiroid


1.1. Makroskopis
1.2. Mikroskopis

2. Memahani dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Hormon Tiroid


2.1. Sintesis dan Sekresi
2.2. Regulasi
2.3. Efek dan Fungsi

3. Memahami dan Menjelaskan Kelainan Kelenjar Tiroid


3.1. Definisi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.2. Etiologi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.3. Epidemiologi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.4. Klasifikasi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.5. Patofisiologi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.6. Manifestasi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.7. Diagnosis & Diagnosis Banding Kelainan Kelenjar Tiroid
3.8. Tatalaksana Kelainan Kelenjar Tiroid
3.9. Komplikasi Kelainan Kelenjar Tiroid
3.10. Prognosis Kelainan Kelenjar Tiroid
3.11. Pencegahan Kelainan Kelenjar Tiroid
4. Memahami dan Menjelaskan Cara Menghadapi Cemas dalam Islam

3
1. Memahami dan menjelaskan anatomi thyroid
1.1 Makroskopik

Kelenjar thyroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia (regio colli) dan
melekat pada trachea tepatnya di bawah lharynx. Kelenjar thyroid memiliki 3 lobus
yaitu dekstra dan sinistra yang dihubungkan oleh isthmus glandula thyroidea dan
lobus piramidalis. isthmus Beratnya pada orang dewasa 20-25 g. kelenjar ini
merupakan kelenjar endokrin paling besar dalam tubuh yang mensekresi hormone
tiroksin(T4) dan tri iodotyronin (T3) dan kalsitonin.
1. Lobus lateralis (dekstra dan sinistra)
Terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Apex
 Berada sampai ke linea obliqe cartilage thyroidea
 Terletak antara M.Constrictor inferior (di medial) dan
M.Sternothyroideus (di lateral)
 Batas atas apex pada perlekatan M.Sternothroideus.
 Di apex A. Thyroidea superior dan N.Laringeus superior berpisah,
arteri berada di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex
(polus)→Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri thyroidea sup.dekat ke
apex.
b. Basis
- Setinggi Cincin trachea 4 atau 5
- Berhubungan dengan A. Thyroidea inferior dan N. Laryngeus
recurrent yang berjalan di depan atau belakang atau di antara cabang-
cabang arteri tersebut. →Ahli bedah sebaiknya meligasi arteri
thyroidea inf. jauh dari kelenjar.

4
c. 3 Facies/permukaan dan 3 Margo/pinggir
 Facies Superficial/Antolateral
Berbentuk konvex ditutupi oleh beberapa otot dari dalam ke luar :

 M. Sternothyroideus
 M. Sternohyoideus
 M. Omohyoideus venter superior
 Bagian bawah M. Sternocleidomastoideus
 Facies Posteromedial
Bagian ini berhubungan dengan :

 2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx


berlanjut menjadi oesophagus.
 2 otot : M. Constrictor inferior dan M. Cricothyroideus.
 2 nervus : N. Laryngeus externa dan N. Larungeus recurrent.
 Facies Posterolateral
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu A.
Carotis interna, N. Vagus, dan V. Jugularis interna (dari medial ke lateral).

 Margo Anterior
Margo ini memisahkan facies superficial dari posteromedial,
berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior.
 Margo Posterior
Bagian ini memisahkan facies posterolateral dari posteromedial,
berhubungan dengan anastomose A. Thyroidea superior dan inferior.
Ductus thoracicus terdapat pada sisi kirinya.
Terdapat kelenjar parathyroidea superior pada pertengahan margo
posterior lobus lateralis kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan false
capsule. Setentang cartilage cricoidea dan sebelah dorsal dari N.
Laryngeus recurrent. Kelenjar parathyroidea inferior letaknya bervariasi,
terdapat 3 kemungkinan letaknya :
 Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false
capsule di bawah A. Thyroidea inferior.
 Di luar false capsule dan di atas A. Thyroidea superior.

5
 Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral
terhadap N. Laryngeus recurrent.
2. Lobus Pyramidalis
 Kadang-kadang dapat ditemui.
 Jika ada biasanya terdapat di margo superior isthmus, memanjang ke os
hyoidea, atau bisa juga berasal dari lobus kiri atau kanan.
 Sering didapati lembaran fibrosa atau musculous yang menghubungkan lobus
pyramidalis dan os hyoidea, jika penghubung ini otot dikenal dengan nama
levator glandula thyroidea.
Isthmus glandula thyroidea

Isthmus glandula thuroidea yang menghubungkan lobus dekstra dan sinistra.

Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :

 Kulit dan fascia superficialis


 V. Jugularis anterior
 Lamina superficialis fascia cervicalis profunda
 Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.
Vaskularisasi

a. Sistem Arteri
 Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan
superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan capsule.
 Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke
lapisan dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar.
 Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus
aorta atau A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus.
 Thyroidea acessorius, adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan Tracheal
yang masuk ke facies posteromedial.
b. Sistem Vena
 V. Thyroidea superior : muncul dari polus superior dan berakhir pada vena
jugularis interna (kadang-kadang V. Facialis)
 V. Thyroidea inferior : muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V.
Brachiocephalica sinistra.

6
 V. Thyroidea media : muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V.
Jugularis int.
c. Aliran Lymphatic :
a. Ascending Lymphatic
 Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada membrane
cricothyroidea
 Lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph node.
b. Descending Lymphatic
 Medial, mengalir ke pretracheal grup di trachea Lateral, mengalir ke Gl.
Recurrent chain pada N. Laryngeus recurrent.
1.2 Mikroskopik

Kelenjar thyroid terletak di daerah anterior leher, terdiri atas dua lobus lateralis yang
dihubungkan oleh bagian sempit yaitu isthmus. Kelenjar ini diliputi suatu capsula jaringan ikat yang
berhubungan dengan fascia cervicalis profunda. Dibawah capsula ini terdapat capsla sejati di dalam
yang lebih tipis dan melekat erat pada kelenjar. Capsula membaginya mejadi lobus dan lobules yang
tak terbatas jelas. Folikel yang merupakan satuan structural kelenjar terdiri atas lobules. Suatu folikel
terdiri atas satu lapis epitel yang membungkus suatu rongga yang umummnya terisi sejenis agar-agar
kaku yang disebut koloid. Bentuk sel beragam namun biasnaya kuboid. Koloid memenuhi lumen
folikel, pada kelenjar yang aktif sering dijumpai gambaran keadaan koloid yang tidak teratur. Pada
folikel yang aktif koloid berwarna basophil sedangkan yang tidak aktif koloid berwarna asidofil atau
basophil lemah. Selain mengandung sel utama folikel tyroid juga mengandung sel parafolikular (sel C
sel jernih dan sel terang), yang mana sel ini terdapat berdampingan dengan folikel tetapi didalam
lamina basal, tidak ditemuakn di tepi rongga folikular. Sel parafolikular akan memproduksi

7
thyrocalcitonin (kalsitonin) yang berfungsi menurunkan kadar kalsium plasma dengan pengaruh
langsung pada tulang mencegah reabsobsi tulang. Hiperkalsemia merupakan rangsangan untuk
mensekresi hormone tersebut begitu juga sebaliknya hipokalsemia menghambat sekresinya.

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Hormon Tiroid

2.1 sintesis dan sekresi

Hormon-hormon aktif metabolisme yang disekresikan oleh kelenjar tiroid sebesar 93%
merupakan hormone tiroksin, sedangkan 7 % adalah triiodotironin. Di dalam jaringan, hampir
semua hormone tiroksin (T4) akan diubah menjadi triiodotironin. Triiodotironin empat kali lebih
kuat dibandingkan dengan tiroksin, namun jumlah di dalam darah jauh lebih sedikit dan
keberadaannya di dalam darah jauh lebih singkat daripada tiroksin.

Dalam pembentukan tiroksin dibutuhkan yodium sebesar 50 mg, yang ditelan dalam bentuk
iodide (1mg/minggu).

Mekanisme sintesis, sekresi, dan faktor yang mempengaruhi hormon tiroid

Ada 7 tahap, yaitu:

1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel.
Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam
keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya
pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum
darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh
TSH.

2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi
terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah
iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk
monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi).
Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi
kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin
sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3
akan lebih banyak daripada T4.

3. Coupling

8
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk
dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk
triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini
disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada
ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke
dalam koloid melalui proses eksositosis granula.

4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di
dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan
dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.

5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian akan
mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini
dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang di
dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes
koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta
deiodinasi MIT dan DIT.

7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)


Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian
ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding
Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan
0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat
daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total
menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein
pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi
suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena
jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita
pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga
kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

9
Penangkapan yodida oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan
energi yang didapat melalui metabolisme oksidatif dalam kelenjar. Yodida berasal dari bahan
makanan dan air, atau yang dilepaskan pada deyodinasi hormon tiroid atau bahan-bahan yang
mengalami yodinasi. Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali
kadarnya di dalam plasma. Yodida diubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida
peroksidase. Yodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu proses yang
dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada interfase sel-koloid. Senyawa
yang terbentuk, monoioditirosin dan diiodotirosin, kemudian digabungkan sebagai berikut : dua
molekul diiodotirosin membentuk tiroksin (T4), satu molekul diiodotirosin dan satu molekul
monoiodotirosin menghasilkan triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa ini dan penyimpanan
hormon yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormon dari tempat
penyimpanan terjadi dengan masuknya tetes-tetes koloid ke dalam sel-sel folikel dengan proses
yang disebut pinositosis. Di dalam sel-sel ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormon dilepaskan ke
dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan tersebut dirangsang oleh tirotropin (throid
stimulating hormone (TSH)). Rangkuman dari berbagai langkah sintesis dan sekresi hormon
tiroid dapat dilihat dalam gambar disamping.

Fungsi tiroid dikontrol oleh hormon glikoprotein hipofisis hormon TSH, yang diatur pula oleh
thyroid releasing hormon (TRH), suatu neurohormon hipotalamus. Tiroksin menunjukkan
pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin
hipofisis. Peningkatan kadar hormon tiroid akan menimbulkan umpan balik negatif (negative
feedback) menghambat hipofisis anterior untuk melepaskan TSH yang lebih banyak dan
pelepasan TRH dari hipotalamus (gambar dibawah).

10
Mekanisme transport hormon tiroid dalam darah

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan
dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada
dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya
hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu
menimbulkan suatu efek.

Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:

1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3
yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari
T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.

11
Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan yang reversibel. Hormon yang
bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih banyak dan
terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran.

Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling spesifik.
Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini
dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke jaringan
sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktifitas metabolik triiodotironin lebih
besar.

Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas
biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati
dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses
pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang
secara biologis aktif di tingkat sel.

2.2 Regulasi

Mekanisme Kerja Hormon Thyroid

Mekanisme kerja hormon thyroid ada yang bersifat genomik melalui pengaturan ekspresi gen,
dan non genomik melalui efek langsung pada sitosol sel, membran dan mitokondria.

Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai berikut, hormon thyroid yang
tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke dalam inti sel dan berikatan dengan
reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan reseptor tersebut, tetapi
ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada T4.

Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA melalui jari-jari “zinc” dan
meningkatkan atau pada beberapa keadaan menurunkan ekspresi berbagai gen yang mengkode
enzim yang mengatur fungsi sel.

Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor α pada kromosom 17 dan gen reseptor β pada
kromosom 3. Dengan ikatan alternatif, setiap gen membentuk paling tidak dua mRNA yang
berbeda, sehingga akan terbentuk dua protein reseptor yang berbeda. TRβ2 hanya ditemukan di
otak, sedangkan TRα1, TRα2 dan TRβ1 tersebar secara luas. TRα2 berbeda dari ketiga reseptor
yang lain, yaitu tidak mengikat T3 dan fungsinya belum diketahui. Reseptor thyroid (TR)
berikatan dengan DNA sebagai monomer, homodimer dan heterodimer bersama dengan reseptor
inti yang lain.

Dalam hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali lebih kuat daripada T4. Hal
ini disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma kurang erat, tetapi terikat lebih erat pada
reseptor hormon thyroid.

12
Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu:

a. Autoregulasi
Terjadi lewat terbentuknya yodolipid pada pemberian yodium banyak dan akut, dikenal
sebagai efek Wolff – Chaikoff. Efek ini bersifat self limiting. Dalam beberapa keadaan
mekanisme escape ini gagal dan terjadilah hipotiroidism.

b. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)


TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Banyak kesamaan dengan LH dan FSH.
Ketiganya terdiri dari subunit a - dan b dan ketiganya mempunya subunit a - yang sama
namun berbeda subunit b . Efek pada tiroid akan terjadi dengan ikatan TSH dengan reseptor
TSH (TSHr) di membran folikel. Sinyal selanjutnya terjadi lewat protein G (khususnya Gsa).
Dari sinilah terjadi perangsangan protein kinase A oleh cAMP untuk ekspresi gen yang
penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPU, serta
faktor transkripsi TTF1, TTF2, dan PAX8. Efek klinisnya terlihat perubahan morfologi sel,
naiknya produksi hormon, folikel dan vaskularitasnya bertambah oleh pembentukan gondok,
dan peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan sekresinya (mekanisme umpan balik) sedang
TRH mengontrol glikosilasi, aktivasi dan keluarnya TSH. Beberapa obat bersifat
menghambat sekresi TSH : somatostatin, glukokorticoid, dopamine, agonis dopamine
(misalnya bromkriptin), juga berbagai penyakit kronik dan akut.
Pada morbus Graves TSHr ditempati dan dirangsang oleh immunoglobulin, antibody – anti
TSH (TSAb = Thyroid Stimulating Antibody, TSI = Thyroid Stimulating Imunoglobulin),
yang secara fungsional tidak dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSH endogen.

c. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)


Merupakan tripeptida yang dapat disintesis neuron yang korpusnya berada di nucleus
paraventrikularis Hipothalamus (PVN). TRH ini melewati median eminence, tempat ia
disimpan dan dikeluarkan lewat system hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.
Akibatnya TSH meningkat. Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormon dan
ACTH, TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang FSH dan LH. Apabila TSH naik
dengan sendirinya kelenjar tiroid mengalami hiperplasi dan hiperfungsi.
Sekresi hormon hypothalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme umpan balik), TSH,
Dopamin, Hormon korteks adrenal, dan Somatostatin, serta stress dan sakit berat (non
thyroidal illness).
Kompensasi penyesuian terhadap umpan balik ini banyak member informasi klinis.
Contohnya, naiknya TSH serum sering menggambarkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid yang kurang memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted response) TSH terhadap
stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik di tingkat TSH karena kebanyakan
hormon, dan sering merupakan tanda dini hipertiroidisme ringan atau subklinis.

13
Fungsi thyroid diatur terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam darah. Efek spesifik TSH pada
kelenjar thyroid adalah:

 Meningkatkan proteolisis tiroglobulin dalam folikel


 Meningkatkan aktifitas pompa iodide
 Meningkatkan iodinasi tirosin
 Meningkatkan ukuran dan aktifitas sel-sel thyroid
 Meningkatkan jumlah sel-sel thyroid.

Sekresi TSH meningkat oleh hormon hipotalamus, thyrotropin releasing hormone (TRH) yang
disekresi oleh ujung-ujung saraf pada eminensia media hipotalamus. TRH mempunyai efek
langsung pada sel kelenjar hipofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TRHnya.

Salah satu rangsang yang paling dikenal untuk meningkatkan kecepatan sekresi TSH oleh
hipofisis anterior adalah pemaparan dengan hawa dingin. Berbagai reaksi emosi juga dapat
mempengaruhi pengeluaran TRH dan TSH sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi
sekresi hormon thyroid.

Peningkatan hormon thyroid dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis
anterior. Bila kecepatan sekresi hormon thyroid meningkat sekitar 1,75 kali dari normal, maka
kecepatan sekresi TSH akan turun sampai nol. Penekanan sekresi TSH akibat peningkatan
sekresi hormon thyroid terjadi melalui dua jalan, yaitu efek langsung pada hipofisis anterior
sendiri dan efek yang lebih lemah yang bekerja melalui hipotalamus.

Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid

14
Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-Releasing
Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia mediana hipotalamus.
Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis anterior lewat darah porta
hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi hifofisis anterior untuk meningkatkan
pengeluaran TSH.

TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik terhadap
kelenjar tiroid:

 Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil


akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan
berkurangnya subtansi folikel tersebut.
 Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide
trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida
intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali normal.
 Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
 Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
 Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid
menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.

15
Mekanisme Feedback

 Efek umpan balik negatif hormon tiroid pada sekresi TSH sebagian bekerja di
tingkat hipotalamus, tetapi hal ini juga sebagian besar disebabkan oleh kerja pada
hipofisis, karena T4 dan T3 menghambat peningkatan sekresi TSH yang disebabkan oleh
TRH. Pemberian T4 serta T3 melalui infus akan menurnkan kadar TSH dalam darah,
yang terukur dalam 1 jam. Efek pada sekresi dan sintetis TSH tampaknya bergantung
pada sintesis protein, walaupun efek pada sekresi relatif cepat.
 Sekresi tiroid setiap hari dipertahankan oleh umpan balik hormon tiroid pada TSH dan
TRH. Penyesuaian yang tampaknya diperantarai melalui TRH meliputi peningkatan
sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh dingin dan diperkirakan penurunan sekresi
akibat panas. Walaupun dingin menyebabkan peningkatan TSH dalam darah pada hewan
percobaan dan bayi, namun peningkatan yang disebabkan oleh dingin pada orang dewasa
hampir tidak berarti.
 Dengan demikian, pada orang dewasa, peningkatan pembentukan panas akibat
peningkaatan sekresi hormon tiroid berperan kecil, bila ada, pada respon terhadap dingin.
Stres menimbulkan efek penghambatan pada sekresi TRH. Dopamin dan somatostatin
bekerja pada tingkat hipofisis untuk menghambat sekresi TSH, tetapi tidak diketahui
peran psikologis keduanya dalam pengaturan sekresi TSH. Glukokortikoid juga
menghambat sekresi TSH.
 Jumlah hormon tiroid yang diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel normal pada
orang yang mengalami tiroidektomi didefinissikan sebagai jumlah yang diperlukan untuk
menormalkan BMR, tetapi sekarang didefinisikan sebagai jumlah yang diperlukan untuk
mengembalikan TSH plasma menjadi normal. Jumlah T4 untuk menormalkan TSH
plasma pada orang yang atireotik rata-rata 112 µg T4 per oral per hari pada orang
dewasa. Sekitar 80% dosis ini diserap dari saluran cerna. T4 ini menghasilkan kadar FT4I
yang sedikit lebih besar daripada normal, tetapi kadar FT3I normal, yang mengisyaratkan
bahwa pada manusia, tidak seperti beberapa hewan percobaan, T3 dalam darahlah bukan
T4 yang merupakan pengatur umpan balik utama sekresi TSH.

16
2.3 Efek dan Fungsi

Secara umum efek hormon thyroid adalah meningkatkan aktifitas metabolisme pada hampir
semua jaringan dan organ tubuh, karena perangsangan konsumsi oksigen semua sel-sel tubuh.
Kecepatan tumbuh pada anak-anak meningkat, aktifitas beberapa kelenjar endokrin terangsang
dan aktifitas mental lebih cepat.

 Efek Kalorigenik Hormon thyroid


T4 dan T3 meningkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan yang metabolismenya
aktif, kecuali pada jaringan otak orang dewasa, testis, uterus, kelenjar limfe, limpa dan
hipofisis anterior.
Beberapa efek kalorigenik hormon thyroid disebabkan oleh metabolisme asam lemak yang
dimobilisasi oleh hormon ini. Di samping itu hormon thyroid meningkatkan aktivitas Na+-
K+ATPase yang terikat pada membran di banyak jaringan.
Bila pada orang dewasa taraf metabolisme ditingkatkan oleh T4 dan T3, maka akan terjadi
peningkatan ekskresi nitrogen. Bila masukan makanan tidak ditingkatkan pada kondisi
tersebut, maka protein endogen dan simpanan lemak akan diuraikan yang berakibat pada
penurunan berat badan.

 Efek Hormon Thyroid pada Sistem Saraf


Hormon thyroid memiliki efek yang kuat pada perkembangan otak. Bagian SSP yang paling
dipengaruhi adalah korteks serebri dan ganglia basalis. Di samping itu, kokhlea juga
dipengaruhi. Akibatnya, defisiensi hormon thyroid yang terjadi selama masa perkembangan
akan menyebabkan retardasi mental, kekakuan motorik dan ketulian.
Hormon thyroid juga menimbulkan efek pada refleks. Waktu reaksi refleks regang menjadi
lebih singkat pada hipertiroidisme dan memanjang pada hipotiroidisme.
Pada hipertiroidisme, terjadi tremor halus pada otot. Tremor tersebut mungkin disebabkan
karena peningkatan aktivitas pada daerah-daerah medula spinalis yang mengatur tonus otot.

 Efek Hormon Thyroid pada Jantung


Hormon thyroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan karena kerja
langsung T3 pada miosit, dan sebagian melalui interaksi dengan katekolamin dan sistem
saraf simpatis.
Hormon thyroid meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor β-adrenergik pada jantung,
sehingga meningkatkan kepekaannya terhadap efek inotropik dan kronotropik katekolamin.
Hormon-hormon ini juga mempengaruhi jenis miosin yang ditemukan pada otot jantung.
Pada pengobatan dengan hormon thyroid, terjadi peningkatan kadar myosin heavy chain-α
(MHC-α), sehingga meningkatkan kecepatan kontraksi otot jantung.

 Efek Hormon Thyroid pada Otot Rangka

17
Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati tirotoksisitas).
Kelemahan otot mungkin disebabkan oleh peningkatan katabolisme protein. Hormon thyroid
mempengaruhi ekspresi gen-gen myosin heavy chain (MHC) baik di otot rangka maupun otot
jantung. Namun , efek yang ditimbulkan bersifat kompleks dan kaitannya dengan miopati
masih belum jelas.

 Efek Hormon Thyroid dalam Sintesis Protein


Peranan hormon thyroid dalam peningkatan sintesis protein dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Hormon thyroid memasuki inti sel, kemudian berikatan dengan reseptor hormon thyroid.
(2) Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA dan meningkatkan
transkripsi mRNA serta sintesis protein.

 Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Karbohidrat


Hormon thyroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk
ambilan glukosa yang cepat oleh sel-sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan
glukoneogenesis, meningkatkan kecepatan absorbsi dari traktus gastrointestinalis dan juga
meningkatkan sekresi insulin dengan efek sekunder yang dihasilkan atas metabolisme
karbohidrat.

 Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Kolesterol


Hormon thyroid menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol plasma turun
sebelum kecepatan metabolisme meningkat, yang menunjukkan bahwa efek ini tidak
bergantung pada stimulasi konsumsi O2. Penurunan konsentrasi kolesterol plasma
disebabkan oleh peningkatan pembentukan reseptor LDL di hati, yang menyebabkan
peningkatan penyingkiran kolesterol oleh hati dari sirkulasi.

 Efek Hormon Thyroid pada Pertumbuhan


Hormon thyroid penting untuk pertumbuhan dan pematangan tulang yang normal. Pada anak
dengan hipotiroid, pertumbuhan tulang melambat dan penutupan epifisis tertunda. Tanpa
adanya hormon thyroid, sekresi hormon pertumbuhan juga terhambat, dan hormon thyroid
memperkuat efek hormon pertumbuhan pada jaringan.

18
3.Memahami dan menjelaskan kelainan pada kelenjar tiroid

3.1 Definisi

 Hipertiroidisme
Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksikosis hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respons
jaringan – jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.

 Hipotiroidisme
Definisi lama bahwa hipotiroidisme disebabkan oleh faal tiroid berkurang sudah tidak tepat lagi. Kini
dianut keadaan di mana efek hormon tiroid di jaringan kurang.

3.2 Etiologi

 Hipertiroidisme
- Adanya long acting thyroid stimulator (LATS) /penyakit graves
- Sekunder karena sekresi berlebihan hipotalamus atau hipofisis anterior
- Tumor tiroid dengan hpersekresi
 Hipotiroidisme
- Kegagalan primer kelenjar tiroid
- Sekunder karena kegagalan hipotalamus atau hipofisis anterior
- Kurangnya iodium dalam makanan

Tabel 3 penyebab hipotiroidisme primer (HP) dan hipotiroidisme skunder (HS)


Penyebab hipotiroidisme Penyebabab hipotiroidisme Hipotiroidisme sepintas
Sentral (HS) Primer HP (“transient”)
Lokalisasi hipofisis atau 1 hipo atau agenesis kelenjar 1 tiroiditis de Quervain
hipotalamus tiroid
1 tumor, infiltrasi tumor 2 destruksi kelenjar tiroid 2 silent tiroiditis
2 nekrosis iskemik (sindrom 3 atrofi (berdasar autoimun) 3 tiroiditis postpartum
sheehan pada hipofisis)
3 iatrogen (radiasi, operasi) 4 dishormonogenesis sintesis 4 hipotiroidisme neonatal
hormon sepintas.
r4 infeksi (sarcoidosis, 5 hipotiroidisme transien
histiosis) (sepintas)

19
3.3 Epidemiologi

Prevalensi Hipotiroid kongenital diperkirakan 1 dari 4000 kelahiran, 1 dari 2000 orang pada ras
Timur, 1 dari 5500 pada ras eropa dan 1 dari 32.000 pada ras afrika, insiden meningkat pada
sindrom down 1:140. 95 % kelainan ini bersifat sporadik dan 5% nya terkait genetik, yang
biasanya pada dishormonogenesis. Perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 2:1 dan terkait
tipe HLA spesifik.

Sementara daerah yang kaya yodium seperti Islandia umum-nya tipe papiler lebih menonjol.
Golongan umur terutama pada usia 7-20 tahun dan 40-65 tahun, di mana wanita lebih sering
kena daripada pria, yaitu 3:1. Namun, ada beberapa faktor risiko atau penyebab yang bisa
memicu kanker tiroid, di antaranya pengaruh diet dan lingkungan, hormon seks, paparan radiasi
terhadap kelenjar tiroid pada masa kanak-kanak, umur, perempuan, serta riwayat keluarga.

3.4 Klasifikasi

HIPOTIROID

Hipotiroid dapat diklasifikasikan menjadi :


1. Hipotiroidisme Kongenital
a. Hipotiroid Kongenital menetap
 Primer: disgenesis (aplasia, hipoplasia, ektopik), dishormogenesis, iatrogenik (anak
lahir dari ibu yang mendapat terapi iodium radioaktif sehigga terjadi ablasia kelenjar
tiroid janin)
 Sekunder: kelainan perkembangan midbrain, defisiensi TSH, GH, atau ACTH
 Resistensi jaringan terhadap tiroid

b. Hipotiroid Kongenital transien


 Ibu mendapat terapi obat goitrogenik, iodium antiseptik akan melalui plasenta
sehingga terjadi gangguan sintesis hormon tiroid
 Adanya antibodi anti tiroid dari ibu melalui plasenta
 Defisiensi iodium

2. Hipotiroidisme Didapat (Acquired)


a. Hipotiroidisme Primer (kelainan pada kelenjar tiroid)
b. Hipotiroidisme Sekunder (kelainan pada hipofisis)
c. Hipotiroidisme tersier (kelainan hipotalamus)
d. Resistensi Perifer terhadap kerja hormone tiroid

20
Berdasarkan pada awitan usia hipotirodisme, penyakit ini diklasifikasikan menjadi:
• Hipotiroidisme dewasa atau miksedema
• Hipotiroidisme juvenilis (timbulnya setelah usia 1-2 tahun)
• Hipotiroidisme congenital atau kretinisme diebabkan oleh kekurangan hormone tiroid
sebelum atau sesudah lahir. Hipotoroidisme congenital atau kreatinisme dapat disebabkan oleh
hipotiroidisme maternal yang tidak diobati atau defek enzim herediter akibat kegagalan sintesis
T3 & T4 normal.

Penyakit Hipotiroidisme

1. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang
merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan
kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun
tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk mengidap penyakit
ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis
Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan
kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.

2. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium


radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.

3. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok
adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang
tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi
karena minimnya umpan balik.Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan,
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).

4. Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di


negaraterbelakang.

5. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi
untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat
penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua
pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-
anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko
pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel
tiroid.

21
HIPERTIROID

Penyebab hipertiroid dibedakan dalam 2 klasifikasi, dimana pembagiannya berdasarkan pusat


penyebab dari hipertiroid, yaitu organ yang paling berperan.

 Hipertiroid primer: jika terjadi hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu sendiri,
misalnya penyakit graves, functioning adenoma, toxic multinodular goiter, dan tiroiditis.
 Hipertiroid sEkunder: jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid,
misalnya tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon tiroid dalam jumlah banyak,
pemasukan iodium yang berlebihan, serta penyakit mola hidatidosa pada wanita.

a. Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)


Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat
antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk
memproduksi hormon tiroid terus menerus.
Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya dapat timbul
pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibodi
menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.

b. Nodular Thyroid Disease


Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak disertai dengan
rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan
bertambahnya usia.

c. Subacute Thyroiditis
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan
produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang
setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.

d. Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan terjadi selama
1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-lahan.

22
STRUMA

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) menurut American society for Study of Goiter
membagi :

1. Struma Non Toxic Diffusa


2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodus

3.5 Patofisiologi

HIPOTIROIDISME

1. Hipotiroidisme sentral (HS)


Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga
karena produksi hormon yang berlebih, penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali,
prolaktin galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria).Urutan kegagalan hormon akibat
desakan tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain,
dan TSH.
2. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid.Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar.Jarang
ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di negara
barat.Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi
karena:
a. Pascaoperasi
Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa
kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi
subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun,
baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang
mendasarinya.
b. Pascaradiasi
Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-50%
pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik
hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal
di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga
dari dosis radiasi.
c. Tiroiditis autoimun
Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi antitiroid, yaitu
antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang
luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium,
hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres

23
mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala
klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak
permanen.
d. Tiroiditis Subakut(De Quervain)
Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes
masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului
dengan hipotiroidisme sepintas.
e. Dishormogenesi
Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses hormogenesis. Keadaan
ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan
pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.
f. Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.

HIPERTIROIDISME

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada


kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran
normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan
pembesaran kelenjar.Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat
dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan -bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang disebut
TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang
sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP
dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.Karena itu pada pasien hipertiroidisme
kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH
yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI
selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar
batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid
membesar.Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat
dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas
normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung
tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus
dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang
abnormal.Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid

24
pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun
yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata
terdesak keluar.

STRUMA

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-
Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan
struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke
kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma.
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi
TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid
untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma.
Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida
dan goitrogen.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator
reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon
tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human
chorionic gonadotropin

3.6 Manifestasi Klinis

Hipertiroidisme Hipotiroidisme

Denyut jantung yg cepat Denyut nadi yg lambat

Tekanan darah tinggi Suara serak

Kulit lembat & berkeringat banyak Berbicara menjadi lambat

Gemetaran Alis mata rontok

Gelisah Kelopak mata turun

Nafsu makan bertambah disertai penambahan


Tidak tahan cuaca dingin
berat badan

Sulit tidur Sembelit

Sering buang air besar & diare Penambahan berat badan

Lemah Rambut kering, tipis, kasar

25
Kulit kering, bersisik, tebal, kasar
Kulit diatas tulang kering menonjol &
Kulit diatas tulang kering menebal &
menebal
menonjol

Mata membengkak, memerah & menonjol Sindroma terowongan karpal

Mata peka terhadap cahaya Kebingungan

Mata seakan menatap Depresi

Kebingungan Demensia

Hipotiroid
Secara umum, berciri aktivitas fisik dan mental yang lambat tapi dapat asimptomatik
 Lemas, kehilangan energi, lethargi
 Naiknya berat badan
 Kulit kering
 Rambut rontok
 Nyeri otot, nyeri sendi, ekstremitas melemah
 Depresi
 Emosinya labil, gangguan mental
 Gangguan ingatan dan konsentrasi
 Konstipasi
 Penurunan nafsu makan
 Intoleransi dingin
 Gangguan menstruasi
 Penurunan perspirasi
 Penglihatan rabun
 Pendengaran menurun
 Tenggorokan terasa penuh
 Goiter

Hipertiroid
Perjalanan penyakit hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Manifestasi klinis yang paling sering adalah:
 Penurunan berat badan
Salah satu efek dari hormon tiroid adalah berpengaruh terhadap laju metabolisme. Ini
mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan bakar daripada penyimpanan bahan bakar.
Terjadi penurunan simpanan lemak dan penciutan otot akibat penguraian protein karena
tubuh membakar bahan bakar dengan kecepatan yang abnormal sehingga walaupun
pasien banyak makan, tapi badan akan tetap kurus. Pasien jugaakan banyak berkeringat
walaupun tidak terpapar sinar matahari karena peningkatan metabolisme. Kemungkinan
diare karena terjadi peningkatan motilitas usus.

26
 Exophtalmus
Kondisi dimana bola mata menonjol keluar. Tanpa ada Gambar alasan 3.1
yang terlalu jelas,
dibelakang mata tertimbun karbohidrat kompleks yang menahan air. Retensi cairan
dibelakang mata mendorong bola mata kedepan, sehingga mata menonjol keluar dari
tulang orbita. Kondisi seperti ini rentan terjadi ulkus kornea yang dapat mengakibatkan
kebutaan.
 Tremor
Frekuensi tremor antara 10-50x/menit hal ini karena efek hormone tiroid pada system
simpatis.
 Takikardi
Kisaran nadi antara 90 dan 100 kali permenit, tekanan darah sistolik (bukan diastolic)
meningkat. Salah satu fungsi dari hormon tiroid yang diproduksi oleh kelenjar tiroid yaitu
adalah untuk mengatur kerja pada sistem kardiovaskuler. Hormon tiroid ini berfungsi
untuk meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, sehingga curah
jantung meningkat. Mungkin terjadi fibrilasi atrium dan dekompensasi jantung dalam
bentuk gagal jantung kongestif, terutama pada pasien lansia.
 Pembesaran tiroid
Pada hipertiroid kelenjar tiroid di paksa mengsekresikan hingga diluar batas sehingga
untuk memenuhi kebutuhan sel-sel kelenjar tiroid membesar dan menekan area trakeadan
esofagus sehingga terjadi gangguan respirasi, menelan dan sesak nafas juga bisa
disebabkan oleh kelemahan otot-otot pernafasan yang dapat menyebabkan dipsneadan
edema.
 Gelisah (peka rangsang berlebihan dengan emosional), mudah marah, ketakutan,
tidak dapat duduk dengan tenang
 Toleransi terhadap panas buruk dan banyak berkeringat, kulit kemerahan dan mudah
menjadi lunak,hangat dan lembab. Terdapat clubbing finger yang disebut plumer nail.
 Gangguan reproduksi dan menstruasi
 Pasien lansia mungkin mengeluhkan kulit kering gatal-gatal menyebar

Struma
 Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.
 Peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.
 Peningkatan simpatis seperti: jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak
tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
 Pembesaran pada leher yang dapat mengganggu nilai penampilan
 Rasa tercekik di tenggorokan kadang disertai nyeri karena trachea dan esofagus tertekan
jaringan yang membesar.
 Suara serak karena terdapat timbunan secret dan obstruksi pita suara
 Kesulitan menelan karena tertekannya saluran esophagus
 Fotofobia

27
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

1. Anamnesis
Terdapat tiga pegangan klinis untuk mencurigai adanya hipotiroidisme, yaitu apabiladitemukan:
1. Klinis keluhan-keluhan dan gejala fisik akibat defisiensi hormon tiroid.
2. Tanda-tanda adanya keterpaparan atau defisiensi, pengobatan ataupun etiologi dan
risiko penyakit yang dapat menjurus kepada kegagalan tiroid dan hipofisis.
3. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit tiroiditis
autoimun kronis.

2. Pemeriksaan Fisik
Gambaran klinis miksedema yang lengkap biasanya cukup jelas, tapi gejalagejaladan tanda-tanda
hipotiroidisme ringan dapat sangat tidak jelas. Pasien dengan hipotiroidisme akan datang dengan
gambaran tak lazim :
A. neurastenia dengan gejala kram otot, parestesia, dan kelemahan
B. anemia
C. gangguan fungsi reproduksi, termasuk infertilitas, keterlambatan pubertas atau
menoragia
D. edema idiopatik, efusi pleurokardia
E. pertumbuhan terhambat
F. obstipasi
G. rinitis kronis atau suara parau karena edema mukosa nasal atau pita suara
H. depresi berat yang terus berlanjut menjadi ketidakstabilan emosional atau bahkan jelas-
jelas psikosa paranoid.
Pada kasus seperti ini, pemeriksaan diagnostik akan memastikan atau menyingkirkan hipotiroid
sebagai faktor penunjang.

 Pemeriksan Penunjang Hipotiroid

Uji fT4(N 2.2-5.3) dan TSH(N 0.5-5.0)


1. Hipotiroidisme primer : penurunan kadar T4 sedangkan TSH serum meningkat
2. Hipotiroidisme sentral : kadar T4 serum rendah, kadar TSH yang rendahatau normal.
 Untuk membedakan hipotiroidisme sekunder dengan tersier
diperlukanpemeriksaan TRH.
3. Hipotiroidisme sub klinik: kadar TSH meningkat akan tetapi kadar FT4 normal
 Biasanya peningkatan kadar TSH pada hipotiroidisme subklinik berkisar antara
5-10 mU/L sehingga disebut juga hipotiroidisme ringan.

28
 Kadar T3 biasanya dalam batas normal, sehingga pemeriksaan kadar T3 serum
tidak membantu untuk menegakkan diagnosis hipotiroidisme

Autoantibodi tiroid termasuk


1) antibodi tiroglobulin (Tg Ab)
2) (2) antibodiperoksidase tiroid (TPO Ab), semula disebut antibodi mikrosomal
3) antibodi reseptor TSH, stimulasi (TSH-R Ab [stim] atau blocking (TSH-R Ab[blok]).
a. Tg Ab dan TPO Ab telah diukur dengan hemaglutinasi, immunoassay terkait-enzim
(ELISA), atau radioimmunoassay (RIA).
b. Pada pihak lain, titer Tg Ab dan TPO Ab yang tinggi dengan RIA ditemukanada 97% pasien
dengan penyakit Graves atau tiroiditis Hashimoto.
c. Antiboditiroglobulin dan TPO Ab (AM Ab)
a) seringkali tinggi pada awal perjalanan penyakit tiroiditis Hashimotodan menurun
dengan berjalannya waktu
b) Titer antibodi Tg maupun TPO akan menurun denganperjalanan waktu setelah
pemberian terapi T4 pada tiroiditis Hashimoto ataudengan terapi antitiroid ada
penyakit Graves.
c) Dapat diperiksa pada wanita hamil dengan hipotiroidisme
d. Antibodi perangsang reseptor tiroid (TSH-R Ab [Stim])
a) merupakan tandakhas penyakit Graves . Uji ini positif pada 90%pasien dengan
penyakit Graves dan tak terdeteksi pada orang sehat atau pasiendengan tiroiditis
Hashimoto (tanpa oftalmopati), goiter nontoksik, atau goiternodular toksika. Paling
berguna untuk diagnosis penyakit Graves pada pasiendengan oftalmopati eutiroid
atau dalam meramalkan penyakit Graves neonatalpada bayi dari ibu dengan penyakit
Graves aktif atau di masa yang lalu.

29
Radiologi
Pemindaian ultrasonografi dari leher dan tiroid dapat digunakan untuk mendeteksi
nodul dan penyakit infiltratif. Hal ini sedikit digunakan dalam hipotiroidisme per se
kecuali lesi anatomi sekunder dalam kelenjar menjadi perhatian klinis. Hashimoto
tiroiditis biasanya dikaitkan dengan citra ultrasonografi heterogen. Hal ini dapat jarang
dikaitkan dengan limfoma tiroid. Serial gambar dengan aspirasi jarum halus nodul
mencurigakan mungkin berguna.

Uji Histologi
Tiroiditis autoimun menyebabkan penurunan toko yodium intrathyroidal, omset
yodium meningkat, dan organification rusak. Peradangan kronis dari kelenjar menyebabkan
kerusakan progresif dari jaringan fungsional dengan infiltrasi luas oleh limfosit dan sel
plasma dengan kelainan sel epitel. Dalam waktu, fibrosis padat dan folikel tiroid atrophic
menggantikan hiperplasia limfositik awal dan vakuola. Kerusakan jaringan fungsional dan
infiltrasi juga dapat disebabkan oleh pemerintahan sebelumnya dari radioiod, fibrosis bedah,
metastasis, perubahan limfomatous, sarkoidosis, tuberkulosis, amiloidosis, cystinosis,
talasemia, dan tiroiditis Riedel

Pemeriksaan Sidik Tiroid

Sidik tiroid dilakukan dengan menggunakan dua macam isotop yaitu iodium radioaktif (I-
123) dan teknetium perteknetat (Tc-99m dengan cara melihat kemampuan tiroid menangkap
radiofarmaka. Cara ini berguna untuk menetapkan apakah nodul dalam kelenjar tiroid bersifat
hiperfungsi, hipofungsi, atau normal yang umumnya disebut berturut-turut nodul panas, nodul
dingin, atau nodul normal.Kemungkinan keganasan ternyata lebih besar pada nodul yang
menunjukkan hipofungsi, meskipun karsinoma tiroid dapat juga ditemukan pada nodul yang
berfungsi normal.

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama ialah
fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaCl per oral dan setelah 24 jam
secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil
sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk seperti telah disinggung diatas:

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal
ini menunjukkan fungsi yang rendah.
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain.
4. Nodul normal jika distribusi penangkanap difus/rata di kedua lobi

30
Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita hadapi itu
suatu keganasan atau sesuatu yang jinak. Keganasan biasanya terekam sebagai nodul dingin dan
soliter tetapi tidak berarti bahwa semua nodul dingin adalah keganasan. Liecthy mendapatkan
bahwa 90% dari nodul dingin adalah jinak dan 70 % dari semua nodul jinak adalah juga nodul
dingin. Nodul yang hangat biasanya bukan keganasan. Namun Alves dkk pada penelitiannya
mendapatkan 2 keganasan di antara 24 nodul hangat. Apabila ditemukan nodul yang panas ini
hampir pasti bukan suatu keganasan.

31
 Diagnosis Hipertiroid / Tiroksikosis

Diagnosis tirotoksikosis, umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala


klinik,pemeriksaan untuk menilai derajat tirotoksikosis maupun untuk pemantauan,
maka pemeriksaan laoboratorium yang terbaik adalah kombinasi antara FT4 (kadar
tiroksin bebas) dengan TSH (thyroid stimulating hormone).
Kadar FT4 yang tinggi (normal 2,2 – 5,3 ng/dl) dan kadar TSH yang rendah
(normal 0,5 – 5,0) menunjukkan adanya tirotoksikosis (hipertiroid).
Oleh karena penyakit Graves’ merupakan penyakit autoimmum, maka
pemeriksaan autoantibody seperti Tg Ab dan TPO Ab, namun sayang pemeriksaan
tersebut juga memberikan nilai yang positif untuk penyakit autoimmune tiroid yang lain
(Hashimoto).
Pemeriksaan antibodi yang khas untuk Graves’ adalah TSH-R Ab (TSI).
Pemeriksaan hormonal dan antibodi pada penderita penyakit tidak memerlukan
persiapan khusus bagi penderita (tidak perlu berpuasa).

32
 Diagnosis Banding

33
Gambaran Kelainan pada USG Tiroid

1. Nodul Tiroid

Nodul tiroid dapat diidentifikasi dengan sonografi karena mereka dapat mengubah bentuk
seragam atau pola echo kelenjar tiroid. Nodul tiroid mungkin besar atau kecil. Mereka mungkin
mendistorsi/mengubah arsitektur tiroid di sekitarnya atau mungkin tinggal di dalam lobus dan
akan mengganggu bentuk sebenarnya. Gambaran yang paling mungkin berupa jaringan padat
atau terdiri dari daerah padat diselingi dengan echofree zone yang berisi cairan hemoragik atau
zona degeneratif. Sebagian besar nodul tiroid memiliki penampilan USG kurang padat dari
jaringan tiroid normal dan beberapa lebih echo-padat. Terkadang ditemukan tepi sonolucent,
yang disebut halo, mungkin tampak di sekitar nodul. Hal ini merupakan kapsul atau jenis lain,
seperti peradangan atau edema, memisahkan nodul dan sisanya dari kelenjar. Teknik Doppler
dapat menunjukkan vaskularisasi meningkat dalam nodul atau halo. Nodul bukan penyakit
tunggal tetapi merupakan manifestasi penyakit yang berbeda termasuk adenoma, karsinoma,
radang, kista, daerah fibrosis, daerah pembuluh darah, dan akumulasi koloid.

2. Goiter

Pada saat ini, sonografi berguna untuk mengetahui gambaran ultrasonik nodul yang dominan
dalam gondok, wilayah yang mengalami pembengkakan karena mungkin memberikan petunjuk
tentang patologi. Sebagai contoh, sonografi dapat mengidentifikasi satu wilayah dalam tiroid
dengan pola echo berbeda dari tiroid, terutama jika wilayah ini dikelilingi oleh plak sonoleucent
tidak lengkap dan tidak teratur, memiliki microcalcifications atau pemeriksaan Doppler
mengungkapkan vaskularitas internal.. Kegunaan lain dari sonografi pada pasien berhubungan
dengan tiroid meliputi diferensiasi tiroid, pembesaran dari jaringan adiposa atau otot,
mengidentifikasi massa yang dan asimetris, membenarkan ekstensi substernal, dan obyektif
mendokumentasikan perubahan volume dalam respon terhadap terapi penekan dengan tiroid
hormon, dimana informasi ini yang sangat berguna ketika pasien ingin mengetahui perubahan
penyakitnya dari seorang dokter.

3. Keganasan

Gambaran radiologi untuk karsinoma tiroid sangat beraneka ragam, sehingga dibutuhkan
interpretasi yang tepat untuk menggambarkan suatu tumor/kanker. Terkadang kejadian nodul
tiroid sering bersamaan dengan karsinoma tiroid. Beberapa tanda-tanda lesi ganas dan jinak
secara USG adalah:

 Batas Tak tegas, ireguler Tegas, reguler (teratur)


 Internal Inhomogen, dominan hipoekoik, tunggal Homogen, hiperekoik, multiple
 Penampak lesi Solid, mikrokalsifikasi Kistik campur solid
 Halo Negatif Komplit
 Vaskularisasi Sentral Perifer

34
4. Unpalpable Thyroid Nodule

Sonografi menunjukkan mikronodul (insidentaloma) dar kelenjar tiroid yang berdiameter kurang
dari 1 cm, tidak teraba, biasa dijumpai, namun memiliki signifikansi klinis yang dipertanyakan.
Kalau nodul tiroid teraba terjadi kira-kira 1,5-6,4% dari populasi umum, insiden dari nodul yang
tidak teraba sedikitnya sepuluh kali lebih besar dari populasi yang dapat di screening oleh
ultrasonografi. Nodul yang tak teraba meningkat seiring dengan pertambahan usia yang
melibatkan kira-kira 50% dari orang dewasa terutama wanita.1
Dengan USG yang canggih dengan resolusi yang tinggi sekarang, nodul yang berukuran lebih
kecil dari 2 mm dapat terlihat. Dan kelenjar tiroid yang normal mempunyai nodul yang tidak
teraba atau murupakan gejal subklinis dari gondok. USG dapat menemukan nodul soliter yang
dapat diraba memang merupakan suatu nodul yang dapat dipalpasi yang secara klinins
merupakan suatu multi nodular.

5. Limfadenopati

Ultrasonografi mungkin berguna untuk mendiagnosa dan mengikuti limfadenopati pada pasien
dengan sejarah kanker tiroid atau jika ada riwayat paparan radiasi terapi pada remaja. USG
dengan resolusi tinggi yang dilengkapi dengan 12-14 MHz transduser, B-mode, sinyal Doppler,
pengalaman yang panjang, dan ketekunan adalah kunci untuk menemukan limfadenopati.

Pemeriksaan Lain Pada Kecurigaan Keganasan Tiroid


Khusus pada keadaan-keadaan yang mencurigakan suatu keganasan, pemeriksaan-pemeriksaan
penting lain yang dapat dilakukan ialah:

 Biopsi aspirasi jarum halus

BAJAH merupakan metode yang sangat efektif untuk membedakan nodul jinak atau
ganas.Pemeriksaan ini dianggap sebagai metode yang efektif untuk membedakan nodul jinak
atau ganas pada nodul tiroid yang soliter maupun pada yang multinoduler.Dilaporkan
pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus ini mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas
92%.Angka negatif palsu sekitar 1-6% dan positif palsu sekitar 1%.Ini bisa karena kesalahan
pengambilan sampel (nodul kurang 1 cm atau lebih 4 cm).

Hasil BAJAH dibagi empat kategori:

1. Jinak (negatif): Tiroid normal, Nodul kolloid, Kista, Tiroiditis subakut, Tiroiditis
Hashimoto
2. Mencurigakan: adenoma folikular, adenoma Hurtle, temuan kecurigan keganasan tapi
tidak pasti

35
3. Ganas (positif): karsinoma tiroid papilare, karsinoma tiroid medula, karsinoma tiroid
anaplastik
4. Tidak adekuat/memuaskan.

Keterbatasan metode ini adalah sering ditemukan hasil yang tidak adekuat sehingga tidak dapat
dinilai. Keterbatasan yang lain adalah tidak mampu membedakan neoplasma sel folikular dan sel
Hurtle adalah jinak atau ganas karena keduanya mirip. Keduanya bisa dibedakan dari ada atau
tidak adanya invasi kapsul atau invasi vaskular pada pemeriksaan histopatologis sediaan dari
operasi.

Ketepatan diagnostik FNAB akan meningkat bila sebelum biopsi dilakukan penyidikan
isotopik/USG. Sidik tiroid diperlukan untuk mentingkirkan nodul tiroid otonom dan nodul
fungsional hiperplastik, sedangkan USG selain untuk membedakan nodul kistik dari padat dan
menuntukan ukuran nodul, juga berguna untuk menuntun biopsi.

3.8 Tatalaksana Kelainan Tiroid

HIPOTIROID
Secara umum, hipotiroidisme dapat diobati dengan dosis harian konstan levothyroxine (LT4)
dengan tujuan untuk menambah atau mengganti produksi endogen.

Pada pengobatan hipotiroidisme yang perlu diperhatikan adalah dosis awal dan cara menaikkan
dosis tiroksin. Tujuan pengobatan hipotiroidisme adalah :

 Meringankan keluhan dan gejala


 Menormalkan metabolisme
 Menormalkan TSH (bukan mensupresi)
 Membuat T3 (dan T4) normal
 Menghindarkan komplikasi dan resiko

1. Terapi supresi dengan I-tiroksin


Terapi supresi dengan hormone thyroid (levotiroksin) merupakan pilihan yang paling
sering dan mudah dilakukan.terapi supresi dapat menghambat pertumbuhan nodul serta
mungkin bermamfaat pada nodul yang kecil. Tetapi tidak semua ahli setuju melakukan
terapi supresi secara rutin, karena hanya sekitar 20% nodul yang reponsif. Bila kadar
TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi supresi dengan I-tiroksin tidak diberikan.

Yang perlu di waspadai adalah terapi supresi hormonal jangka panjang yang dapat menimbulkan
keadaan hiperthyroidisme subklinik dengan efek samping berupa osteopeni atau gangguan pada
jantung. Terapi supresi hormonal tidak akan menimbulkan osteopeni pada pria atau wanita yang

36
masih dalam usia produktif namun dapat memicu terjadinya osteoporosis pada wanita pasca-
monopause walaupun ternyata tidak selalu disertai peningkatan kejadian fraktur.

Tiroksin diabsorbsi paling baik di duodenum dan ileum. Akan tetapi, tingkat absorbsinya
dipengaruhi oleh keasaman lambung, flora saluran cerna, makanan dan obat lainnya. Absorbsi
melalui jalur oral T3 sekitar 95%, sedangkan Levotiroksin 80%. Absorbsi Levotiroksin dihambat
oleh sukralfat, resin kolestiramin, Fe, kalsium, dan alumunium hidroksida. Absorbsi T3 dan T4
sangat menurun di ileus pada pasien yang mengalami myxedema, oleh karena itu jalur parenteral
yang digunakan (IV).

Waktu paruh T3 dan T4 menurun pada pasien hipotiroid bila dibandingkan pada orang normal.
Ekskresi bilier dapat meningkat oleh obat yang menginduksi enzim sitokro, misalnya rifampisin,
Phenobarbital, carbamazpine, phenytoin, imatinib, protease inhibitors sehingga meningkatkan
ekskresi melalui empedu,

Hipofisis, hati, jantung, otot ragka, usus dan ginjal merupakan jaringan tubuh yang memiliki
reseptor yang sensitif terhadap tiroid. Yang tidak sensitif adalah tetis dan limpa.

Preparat pilihan untuk pegganti hormone tiroid adalah L-tiroksin. L – tiroksin memiliki waktu
paruh yang panjang, yaittu 7 hari, lebih stabil, tidak menimbulkan alergi, murah dan
konsentrasinya dalam plasma mudah diukur. Pemakaiannya sekali sehari 100 mikrogram. Alasan
lain pemakaian Levotiroksin sebagai pilihan adalah kelebihan T4 dapat diubah menjadi T3.

Liotrionin (T3) memiliki efek yang lebih poten daripada levotiroksin. Namun liotironin jarang
dipakai karena waktu paruhnya yang singkat, yaitu 24 jam, lebih mahal dan sulit untuk
memonitor kadarnya dalam plasma.

Dosis levotiroksin: Dosis penggantian rata-rata levotiroksin pada dewasa adalah berkisar 0,05-
0,2 mg/hari, dengan rata-rata 0,125 mg/hari. Dosis levotiroksin bervariasi sesuai dengan umur
dan berat badan (Tabel 4-9).Anak kecil membutuhkan dosis yang cukup mengejutkan dibanding
orang dewasa. Pada orang dewasa, rata-rata dosis penggantian T4 kira-kira 1,7 µg/kg/hari atau
0,8µg/pon/hari. Pada orang dewasa lebih tua, dosis penggantian lebih rendah, kira-kira
1,6µg/kg/hari, atau sekitar 0,7 µg/pon/hari. Untuk supresi TSH pada pasien dengan goiter
nodular atau kanker kelenjar tiroid, rata-rata dosis levotiroksin kira-kira 2,2 µg/kg/hari (1
µg/pon/hari). Keadaan malabsorbsi atau pemberian bersama preparat aluminium atau
kolestiramin akan mengubah absorbsi T4, dan pada pasien-pasien seperti ini dibutuhkan dosis T4
lebih besar. Levotiroksin memiliki mempunyai waktu paruh cukup panjang (7 hari) sehingga jika
pasien tidak mampu mendapat terapi lewat mulut untuk beberapa hari; meniadakan terapi
levotiroksin tidak akan mengganggu. Namun, jika pasien mendapat terapi parenteral, dosis
parenteral T4 kira-kira 75-80% dosis per oral. Dosis harian levotiroksin sebaiknya diminum pagi
hari untuk menghindari gejala-gejala insomnia yang dapat timbul bila diminum malam hari

37
Efek Toksik Terapi Levotiroksin: Tidak dilaporkan adanya alergi terhadap levotiroksin murni,
walau mungkin pada pasien timbul alergi terhadap pewarna atau beberapa komponen tablet.
Reaksi toksik utama kelebihan levotiroksin adalah gejala-gejala hipotiroidisme, terutama gejala-
gejala jantung dan osteoporosis. Gejala tirotoksik pada jantung adalah aritmia, khususnya,
takikardia atrial proksimal atau fibrilasi. Insomnia, tremor, gelisah, dan panas berlebih juga dapat
mengganggu. Dengan mudah dosis harian levotiroksin ditiadakan untuk 3 hari dan kemudian
penurunan dosis mengatasi masalah ini. Peningkatan resorbsi tulang dan osteoporosis berat telah
dikaitkan dengan hipertiroidisme yang berlangsung lama dan akan timbul pada pasien yang
diobati dengan levotiroksin jangka lama. Hal ini dapat dicegah dengan pemantauan teratur dan
dengan mempertahankan kadar normal serum FT4 dan TSH pada pasien yang mendapat terapi
penggantian jangka panjang. Pada pasien yang mendapat terapi supresi TSH untuk goiter nodular
atau kanker tiroid, jika FT4I atau FT4 dijaga pada batas normal atas walau jika TSH disupresi
efek samping terapi T4 pada tulang akan minimal.

 Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksanakan substitusi, yaitu makin berat
hipotiroidisme makin rendah dosis awal dan makin landai peningkatan dosis, dan geriatri
dengan angina pektoris, CHF, gangguan irama, dosis harus hati-hati.
 Tiroksin dianjurkan diminum pagi hari dalam keadaan perut kosong dan tidak bersama
bahan lain yang mengganggu serapan dari usus. Contohnya pada penyakit sindrom
malabsorbsi, short bowel syndrome, sirosis, obat (sukralfat, aluminium hidroksida,
kolestiramin, sulfas ferosus, kalsium karbonat).
 Anak-anak memerlukan dosis-dosis yang lebih besar.
 Idealnya, pengganti T4 sintetik harus dikonsumsi pada pagi hari, 30 menit sebelum
makan. Obat-obat lain yang mengandung zat besi atau antasid-antasid harus dihindari,
karena mereka mengganggu penyerapan.
 Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat
diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.

2. Suntikan etanol perkutan


Penyuntikan etanol pada jaringan thyroid akan menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi
protein, dan nekrosis pada jaringan thyroid dan infark hemoragik akibat trombosis
vascular, akan terjadi juga penurunan aktivitas enzim pada sel-sel yang masih viable yang
mengelilingi jaringan nekrotik. Nodul akan dikelilingi oleh reaksi granulomatosa dengan
multinucleated giant cell, dan kemudian secara bertahap jaringan thyroid diganti dengan
jaringan parut granulomatosa.
Terapi sklerosing dengan etanol dilakukan pada nodul jinak padat atau kistik dengan
menyuntikkan larutan etanol (alcohol) tidak banyak senter yang melakukan hal ini secar
rutin karena tingkat keberhasilannya tidak begitu tinggi, dalam 6 bulan ukuran nodul bisa
berkurang sebesar 45%. Di samping itudapat terjadi efek samping yang serius terutama
bila dilakukan oleh operator yang tidak berpengalaman. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah rasa nyeri yang hebat, renbesan (leakage) alcohol kejaringan ekstrathyroid,
juga ada resiko tirotoksikosis dan poralisi pita suara.
38
3. Terapi iodium radioaktif
Terapi dengan iodium radioaktif (I-131) dilakukan pada nodulthyroid autonom atau nodul
panas (fungsional) baik dalam keadaan eutiroid maupun hyperthyroid. Tetapi iodium
radioaktif juga dapat diberikan pada struma multinodosa non-toksik terutama bagi pasien
yang tidak bersedia di operasi atau mempunyai resiko tinggi untuk operasi. Iodium
radioaktif dapat mengurangi volume modul thyroid dan memperbaiki keluhan dan gejala
penekanan pada sebagian besar pasien. Yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan
terjadinya thyroiditis radiasi (jarang) dan disfungsi thyroid pasca-radiasi seperti
hiperthyroidisme selintas dan hipothyroidisme.

4. Obat Anti Tiroid


Obat antitiroid

A. Obat-obatan anti tiroid (OAT) / Tioamide


Obat antitiroid tersebut berfungsi menghambat organifikasi iodida dan proses
berpasangan iodotirosin untuk membentuk T3 dan T4. PTU juga menghambat perubahan T4
menjadi T3 di perifer dengan dosis 300-600 mg/hari secara oral dalam 3-4 dosis terbagi. Efek
samping pengobatan yang utama adalah agranulositosis, yang terjadi sebagai suatu reaksi
idiosinkrasi pada 0,2-0,5% pasien yang diterapi. Komplikasi ini terjadi dengan awitan yang
cepat, tidak dapat diramalkan dengan lewat pemantauan hitung darah putih, dan bersifat
reversibel bila obat dihentikan

Indikasi :
 Merupakan lini pertama terapi hipertiroid
 Memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien
muda dengan hipertiroid.
 Mengontrol tirotoksikosis sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada
pasien yang mendapat yodium radioaktif.
 Persiapan tiroidektomi
 Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
 Pasien dengan krisis tiroid : hipermetabolik berlebihan, flushing, gg. GIT, gagal
jantung, panas, takikardia

Obat antitiroid yang sering digunakan:


Obat Dosis awal(mg/hari) Pemeliharaan(mg/hari)
Karbimazol 30-60 5-20
Metimazol 30-60 5-20
Propiltiourasil 30-60 5-20

a. Propiltiourasil (PTU)
Mekanisme kerja: menghambat iodinasi tiroglobulin menjadi T3 dan T4 serta
menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer. Masa kerja pendek
sehingga diminum tiap 8 jam

39
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking replacement
regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan 100 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/
m2/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi
setiap 8 jam. untuk hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk hipertiroidisme
ocasional memerlukan 600-900 mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam
dosis terbagi setiap 8-12 jam. Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al,
2006)
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala,
ada kecendrungan pendarahan, mual muntah, hepatitis.

Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa
menyebabkan hipoprotrombinnemia dan pendarahan, kehamilan dan
menyusui, penyakit hati

b. Metimazol
Mekanisme kerja: menghambat iodinasi tiroglobulin menjadi T3 dan T4
sehingga diharapkan kadar hormon tiroid dalam plasma akan turun. Masa
kerja panjang karena itu diminum 1-2x sehari.

Indikasi : agent antitiroid


Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2
mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari.
Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari; sedang 30-40 mg/hari;
hipertiroid berat 60 mg/ hari; dosis pelihara 5-15 mg/hari.
Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri lambung,
edema.
Resiko khusus : pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa meningkatkan
myelosupression, kehamilan

c. Karbimazole (CMZ)
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa
menyusui.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg
Dosis dan aturan pakai : 30-60 mg/hari sampai dicapai eutiroid, lalu dosis diturunkan menjadi 5-
20 mg/hari; biasanya terapi berlangsung 18 bulan.

40
Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20 – 60 mg dikombinasikan dengan tiroksin
50 -150 mg.
Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian disesuaikan dengan respon.
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada
kecendrungan pendarahan, mual muntah, leukopenia.
Resiko khusus : penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan
hipoprotrombinemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui

d. Tiamazole
Nama generik : Tiamazole
Nama dagang di Indonesia : Thyrozol (Merck).
Indikasi : hipertiroidisme terutama untuk pasien muda, persiapan operasi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk pemblokiran total produksi hormon tiroid 25-40 mg/hari; kasus
ringan 10 mg (2 x sehari); kasus berat 20 mg (2 x sehari); setelah fungsi tiroid normal (3-8
minggu) dosis perlahan-lahan diturunkanhingga dosis pemelihara 5 – 10 mg/hari.
Efek samping : alergi kulit, perubahan pada sel darah, pembengkakan pada kelenjar ludah.
Resiko khusus : jangan diberikan pada saat kehamilan dan menyusui, hepatitis.

Bedah
Melauli tindakan bedah dapat dilakukan dekompresi terhadap jaringan vital disekitar
nodul disamping dapat diperoleh specimen untuk pemeriksaan patologi.
Hemithyroidektomi dapat dilakukan pada nodul jinak, sedanmgkan berapa luas
thyroidektomi yang akan dilakukan pada nodul ganas tergantung pada jenis histology dan
tingkat resiko prognostic. Hal yang perlu diperhatiakn adalah pengulit seperti perdarahan
pasca-pembedahan, obstruksi trachea pasca-pembedahan, gangguan pada nervus rekurens
laringeus, hipoparathyroiidi, hypothyroid atau nodul kambuh.untuk menekan kejadian
penyulit tersebut, pembedahan hendaknya dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalamn
dalam bidangnya.

41
Untuk menghapus kelenjar tiroid, sayatan dibuat di bagian depan leher (A). Otot dan
jaringan penghubung, atau fasia, dibagi (B). Pembuluh darah dan arteri atas dan di bawah
tiroid adalah putus (C), dan kelenjar akan dihapus dalam dua bagian (D). Jaringan dan
otot diperbaiki sebelum irisan kulit ditutup (E).

Indikasi:
1. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid.
2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
3. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
6. Multinodular

Komplikasi tiroidektomi:
a. Perdarahan.
b. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
c. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
d. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
e. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
f. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
g. Trakeumalasia (melunaknya trakea).
Trakea mempunyai rangka tulang rawan. Bila tiroid demikian besar dan
menekan trakea, tulang-tulang rawan akan melunak dan tiroid tersebut
menjadi kerangka bagian trakea.

Terapi laser interstisial denagn tuntunan ultrasonografi.


Nodul thyroid dengan laser masih dalam tahap eksperimantal. Dengan menggunakan
“low power laser energy”, energi termik yang diberikan dapat mengakibatkan nekrosis
nodul tanpa atau sedikit sekali kerusakna pada jaringan sekitarnya. Suatu studi tentang
terapi laser yang dilakukan oleh Dossing dkk (2005) pada 30 pasien dengan nodul padat-
dingin soliter jinak (benign solitary solid-cold nodule) mendapatkan hasil sebagai berikut:
pengecilan volumenodul sebesar 44% (median) yang berkorelasi denganpenurunan gejala
penekanandan keluhan kosmetik, sedangkan pada kelompok control ditemukan
peningkatan volume nodul yang tidak signifikan sebesar 7% (median) setelah 6 bulan.
Tidak ditemukan efek samping yang berati. Tidak ada korelasi antara deposit energi
termal dengan penguirangan volume nodul serta tidak ada perubahan pada fungsi thyroid.

42
3.9 Komplikasi Kelainan Tiroid

HIPERTIROID

Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid
storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi,
selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.
Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,
agitasi, tremor, hipertermia (sampai 1060F), dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan
kematian.

Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,
infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Hipertiroid yang terjadi
pada anak-anak juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.

HIPOTIROID

Komplikasi yang serius dari hipotiroidisme adalah koma miksedema dan kematian, efusi
pericardial dan pleura, megakolon dengan paralitik ileus dan kejang. Koma miksedema adalah
situasi yang mengancam nyawa yang di tandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala
hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi dan
penurunan kesadaran hingga koma.

Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati. Ditandai oleh
kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglisemia, hiponatremia, intoksikasi
air, syok dan meninggal. Walaupun jarang, penyakiy ini dapat terjadi lebih sering dalam masa
mendatang, dihubungkan dengan peningkatan penggunaan radioiodin untuk terapi penyakit
Graves, dengan akibat hipotiroidisme permanen. Karena komplikasi ini paling sering terjadi pada
pasien pasien tua dengan adanya dasar penyakit paru dan pembuluh darah, mortalitasnya sangat
tinggi.

3.10 Prognosis

HIPOTIROID

Perjalanan miksedema yang tidak diobati adalah penurunan keadaan secara lambat yang
akhirnya menjadi koma miksedema dan kematian. Namun, dengan terapi sesuai, prognosis
jangka panjang sangat menggembirakan. Karena waktu paruh tiroksin yang panjang (7 hari),
diperlukan waktu untuk mencapai keseimbangan pada suatu dosis yang tetap. Jadi, perlu untuk
memantau FT4 atau FT4I dan kadar TSH setiap 4-6 minggu sampai suatu keseimbangan normal
tercapai. Setelah itu, FT4 dan TSH dapat dipantau sekali setahun. Dosis T4 harus ditingkatkan
43
kira-kira 25% selama kehamilan dan laktasi. Pasien lebih tua memetabolisir T4 lebih lambat, dan
dosis akan diturunkan sesuai dengan umur.

Pada suatu waktu angka mortalitas koma miksedema mencapai kira-kira80%. Prognosis telah
sangat membaik dengan diketahuinya pentingnya respirasi yang dibantu secara mekanis dan
penggunaan levotiroksin intravena. Pada saatini, hasilnya mungkin tergantung pada seberapa
baiknya masalah penyakit dasar dapat dikelola.

HIPERTIROID

Hipertiroid yang disebabkan oleh goiter multinodular toksik dan toksik adenoma bersifat
permanen dan biasanya terjadi pada orang dewasa. Setelah kenormalan fungsi tiroid tercapai
dengan obat-obat antitiroid, direkomendasikan untuk menggunakan iodin radioaktif sebagai
terapi definitifnya2,3. Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan akan terus bertambah perlahan-
lahan selama diterapi dengan obat-obat antitiroid. Namun prognosisnya akan jauh lebih baik
setelah diterapi dengan iodin radioaktif.

3.11 Pencegahan

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam yodium
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak
dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari
makanan
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan
keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan
terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida
yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat
dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita
0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan
endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan
dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun
0,2-0,8 cc.

44
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang
yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita
setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi


adanya kekambuhan atau penyebaran.
b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar
serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi
yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan,sosial terapi
yaitu dengan rehabilitasisosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan
kecantikan.

4. Memahami dan Menjelaskan Ajaran Islam dalam Menghadapi Sikap Cemas


1. Tawakal Kepada Allah
Terlepas ada yang bisa dilakukan atau tidak, tawakal akan mengurangi kecemasan. Kita yakin,
bahwa apa yang akan terjadi adalah ketentuan Allah dan Allah pasti memberikan yang terbaik
bagi kita. Untuk itu, serahkan semuanya kepada Allah, mintalah bantuan, pertolongam, dan
bimbingan Allah agar kita menemukan solusi, mampu menghadapi yang kita cemaskan, dan
lebih baik lagi jika terhindar dari apa yang kita cemaskan.
2. Tadabbur Quran
3. Berdzikir
4. Selalu berpikir bahwa apa yang terjadi, adalah yang terbaik bagi kita
Satu ayat yang langsung menghilangkan kehawatirsan adalah :

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
Mengetahui.” (QS Al Baqarah: 216)

45
Bisa jadi, kita memang tidak suka dengan rasanya, padahal itu yang terbaik bagi
kita.Sebagai contoh kehilangan uang memang pahit, apalagi dalam jumlah yang besar.Kita tidak
suka, padahal bisa jadi Allah sudah punya rencana yang lebih baik dibalik kehilangan uang
tersebut.Kita hanya tidak mengetahui dan tidak menyadarinya. Kadang, kesadaran akan
manfaatnya kita ketahui belakangan.
Masalahnya banyak orang yang menolak ini.Mereka lebih memilih mendapatkan
keinginan dia (hawa nafsu) ketimbang pilihan Allah yang pastinya jauh lebih baik.Ini tentang
keimanan, apakah Anda yakin Allah memberikan yang terbaik atau tidak. Jika yakin, maka insya
Allah, kecemasan itu akan hilang.
5. Cari Pilihan Ikhtiar Yang Optimal
Saat merasa panik karena kecemasan berlebihan, sering kali pikiran menjadi buntu. Kita
tidak bisa memikirkan apa yang harus kita lakukan. Paling gawat saat kita memilih solusi jalan
pintas yang akan disesali bahkan tidak sesuai dengan ajaran agama. Dengan dua sikap diatas,
yaitu yakin bahwa Allah akan memberikan terbaik dan kita menyerahkan sepenuhnya kepada
Allah, insya Allah kita akan lebih tenang dan bisa berpikir lebih jernis.
Kemampuan Anda berpikir jernih, akan membuka jalan untuk menemukan solusi terbaik.
Ada beberapa kemungkinan solusi, jangan paksakan dengan 1 solusinya saja. Kebanyakan orang
yang cemas, dia hanya ingin apa yang dia cemaskan hilang. Itu mungkin solusi terbaik, tapi
bukan hanya itu solusi yang bisa kita dapatkan.

46
DAFTAR PUSTAKA

 Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th edition.


Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006
 Sherwood L. Human physiology. From cells to system. 7th edition. Belmont:
Brooks/Cole; 2010
 Barrett K, Brooks H, Boitano S, Barman S. Ganong’s review of medical
physiology. 23rd edition. New York: McGraw Hill; 2010
 Djokomoeljanto R. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
 Cunningham’s Manual of Practical Anatomy, Thirteenth edition, volume III.
Head and Neck and Brain. London, Oxford University Press, 1967, Page 109-
112.
 Harold H. Lindner, MD, A Lange Medical Book Clinical Anatomy, Appleton &
Lange, Connenticut, 1989. Page 132-138.
 John B. Christensen, Ira R, Telford, Fifth edition, J.B. Lippincott Company,
1988, Washington DC. Page 316-318.
 N.C.Chakrabarty, D. Chakrabarty, Fundamentals of Human Anatomy, New
Central Book Agency (P) LTD, Calcutta, 1997. Page 162-167.
 Richard S. Snell, MD, PhD, Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth
edition, New York. Page 652-653, 796.

47

Anda mungkin juga menyukai