F10dth PDF
F10dth PDF
Oleh :
DIAN THURSINA
F24050431
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KANDUNGAN MINERAL KALAKAI (Stenochlaena palustris) YANG
TUMBUH PADA JENIS TANAH BERBEDA SERTA DIMASAK DENGAN
CARA BERBEDA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
DIAN THURSINA
F24050431
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Kandungan Mineral Kalakai (Stenochlaena Palustris) yang
Tumbuh pada Jenis Tanah Berbeda serta Dimasak dengan Cara
Berbeda
Nama : Dian Thursina
NIM : F24050431
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
(Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M. Agr.) (Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M. Agr.)
NIP. 19600422 198303 2 003 NIP. 19570610 198103 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pertanian
Tanggal Lulus :
Dian Thursina. F24050431. Kandungan Mineral Kalakai (Stenochlaena
palustris) yang Tumbuh pada Jenis Tanah Berbeda serta Dimasak dengan Cara
Berbeda. Di bawah bimbingan C. Hanny Wijaya dan Basuki Sumawinata.
2010.
RINGKASAN
ABSTRACT
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Selama menyelesaikan tugas akhir ini.
banyak pihak yang telah berperan hingga terselesaikannya tugas akhir ini. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada ;
1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. selaku pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, nasihat, serta
bantuannya.
2. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dan memberikan nasihat kepada penulis.
3. Dr. Ir. Yanetri Asi Nion, M.Agr. selaku pembimbing lapang di Palangkaraya
yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Si. selaku penguji yang telah menyediakan waktu
dan memberikan masukan pada penulis.
5. Mama, ayah, adik-adikku, tante Ika, serta seluruh keluarga yang telah
memberikan semangat dan doa.
6. Teman-teman di Palangkaraya yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
membantu penelitian ini.
7. Teman-teman satu bimbingan atas semangat dan bantuan yang diberikan.
8. Teman-teman di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan atas
bantuannya.
9. Keluarga besar LAWALATA-IPB atas semangat dan doa yang diberikan.
10. Teman-teman di Departemen ITP angkatan 41, 42, 43, dan 44 atas semangat
dan bantuannya.
11. Sahabat-sahabat ku Dina Larastini, Wardina Humayrah, Khairunnisa NF,
Cira A. Gavawidj, Yuanita R.F, Ayu Sinta, Reni Yuliastuti, Tia, Dewi, Yuni
D Kartika, Cany Imania Cavandis, Anggun W. Hapsari, Wita Murdiati, Nur
Hikmah Utami, Difa Fathona, Mike Marphytilova, Fakhratus, Yelita, Marina,
Siyam Suseno, Arya Dharmawan, Bernadetha, dan Bimo Bayuaji atas
bantuan, doa, dan semangat yang diberikan.
ii
12. Teman-teman Maharlika BB, Icha, Azizah, Reni, Gina, Titi, Wulan, mba Uci,
Ajeng, Ine, mba Poe, mba Yus atas semangat, doa dan bantuannya.
13. M. Farikhin Yanuarefa atas bantuan, motivasi dan semangat yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia, begitu juga
dengan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi teman-
teman mahasiswa, masyarakat sekitar Palangkaraya, dan pihak-pihak lain.
Dian Thursina
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….... i
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….. v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………... vi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………... vii
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………. 1
B. Tujuan Penelitian…………………………………………………………. 3
C. Manfaat Penelitian………………………………………………………... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….... 4
A. Kalakai (Stenochlaena palustris) ………………………………………... 4
B. Lahan Gambut…………………………………………………………….. 6
C. Mineral……………………………………………………………………. 6
D. Analisis mineral dengan AAS..…………………………………………… 13
E. Proses Pemasakan....................................................………….…………... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………........ 15
A. Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………………. 15
B. Bahan dan Alat............................................................................................. 15
C. Metode Penelitian………………………………………………………… 15
1. Penelitian Pendahuluan……………………………………………….. 16
2. Penelitian Utama……………………………………………………… 16
a). Analisis Kadar Air………………………………………………... 17
b). Analisis Kadar Abu..………………………………………………. 17
c). Analisis Kadar Mineral……...…………………………………...... 18
D. Analisis Statistik.......................................................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………..... 20
A. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel Kalakai......................................... 20
B. Kadar Air Kalakai…......…...………………………...…………………… 23
C. Kadar Abu Kalakai....................................................................................... 23
1. Kadar Abu Berdasarkan Jenis Tanah Tempat Tumbuh Kalakai............ 23
iv
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki lahan rawa gambut yang sangat luas, yaitu sekitar
20.6 juta ha atau 10.8% dari luas daratan. Lahan rawa gambut tersebut
sebagian besar terdapat di empat pulau besar yaitu Sumatera (35%),
Kalimantan (32%), Sulawesi (3%), dan Papua (30%) (Suryadiputra et al.,
2005). Lahan gambut memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi
sehingga dapat dijadikan sebagai sumber bahan pangan, seperti sayuran.
Sayuran merupakan salah satu bahan pangan penting dalam menu
sehari-hari masyarakat di Indonesia. Hal ini dikarenakan sayuran memiliki
peranan dalam pemenuhan mineral bagi tubuh. Menurut Gibson (1994) di
dalam Borah et al. (2008), sayuran berdaun hijau dapat menjadi sumber trace
element karena kadar airnya yang tinggi. Selain itu, sayuran juga banyak
mengandung vitamin, serat, dan antioksidan.
Salah satu sayuran yang tumbuh di lahan gambut adalah kalakai
(Stenochlaena palustris). Kalakai merupakan sejenis tanaman paku-pakuan
yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat suku Dayak di Kalimantan. Tanaman
ini dikenal sebagai tanaman yang mampu meningkatkan ketersediaan Air
Susu Ibu (ASI) pada ibu yang sedang menyusui atau paska melahirkan. Selain
itu, berdasarkan hasil penelitian et al. (2006), tanaman ini juga memiliki
kandungan mineral, vitamin C, asam folat, serta protein yang cukup tinggi
jika dibandingkan dengan sayuran lokal lain di Palangkaraya, Kalimantan
Tengah.
Berdasarkan Deptan (2009), setiap lahan gambut memiliki karakteristik
yang berbeda-beda tergantung dari sifat fisik, kimia, dan biologi serta macam
sedimen di bawahnya. Seiring perkembangan waktu, kebakaran hutan, sistem
drainase yang tidak terkendali, serta aktivitas di lahan gambut menyebabkan
terjadinya penipisan lapisan gambut, sehingga sedimen yang pada awalnya
berada di bawah gambut muncul ke permukaan. Sedimen yang rendah
kandungan unsur haranya akan mempengaruhi nutrisi tumbuhan yang tumbuh
di atasnya, seperti yang terjadi pada kalakai.
9
dengan cara direbus dan ditumis. Menurut Jones dan Becket (1995), proses
pemasakan dilakukan untuk mengubah taste, tekstur, dan warna melalui
penghancuran sel, penghilangan senyawa volatile, reaksi maillard, sehingga
menjadi menarik di mata konsumen. Dengan adanya pemasakan sayuran akan
mudah dicerna, meningkatkan cita rasa, membunuh mikroorganisme patogen,
serta menghilangkan zat-zat berbahaya bagi kesehatan. Namun, proses
pemasakan juga dapat memberikan efek yang tidak baik seperti hilang
ataupun rusaknya zat gizi tertentu akibat adanya pemanasan.
Data mengenai kandungan mineral pada sayuran yang dimasak dengan
cara tradisional masih jarang diperoleh. Dengan diketahuinya pengaruh
proses pemasakan terhadap kandungan mineral kalakai akan memberikan
informasi mengenai pemilihan cara pemasakan yang paling efektif dan
berguna bagi masyarakat.
B. Tujuan Penelitian
C. Manfaat Penelitian
Nama umum kalakai adalah Paku Udang, Pakis Udang, dan Paku
Hurang (Anonim, 2008a). Kalakai memiliki pucuk daun yang terbuka atau
mengembang dan biasa digunakan secara tradisional sebagai sayuran. Daun
yang permukaannya sempit memiliki spora yang biasanya tidak dimakan.
Warna ujung daunnya pun berbeda, yaitu berwarna hijau terang, hijau gelap,
hingga merah. Daun yang subur dan berwarna merah diproduksi sebagai
respon dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti musim
kemarau (Anonim, 2008b). Taksonomi dari tumbuhan ini adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Polypodiidae
Ordo : Polypodiidae
Pucuk daun
B. Lahan Gambut
C. Mineral
Semua makhluk hidup membutuhkan zat gizi makro dan mikro. Zat gizi
makro terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein. Sedangkan zat gizi mikrro
terdiri dari mineral dan vitamin. Berdasarkan peranannya dalam fungsi
biologis, mineral terbagi menjadi mineral esensial dan non esensial (Belitz
dan Groch, 1999). Mineral esensial merupakan mineral yang diperlukan
untuk mendukung pertumbuhan. reproduksi dan kesehatan sepanjang siklus
hidup. ketika seluruh nutrien terpenuhi secara optimal (O’Dell dan Sunde,
1997).
Mineral terbagi menjadi dua kategori utama yaitu mineral makro dan
mineral mikro. Kebutuhan mineral makro yang diperlukan adalah dalam gram
per kilo gram diet (g/kg diet), sementara mineral mikro diperlukan dalam mili
gram per kilo gram diet (mg/kg diet) bahkan mikrogram per kilo gram diet
(µg/kg diet) (O’Dell dan Sunde, 1997).
Mineral tidak seperti asam amino ataupun vitamin, yaitu tidak dapat
hancur akibat terpapar panas, agen pengoksidasi, pH yang ekstrim, dan
7
1. Magnesium (Mg)
Magnesium (Mg) adalah komponen esensial dari klorofil dan juga
berasosiasi dengan banyak protein tumbuhan. Ion magnesium merupakan
aktivator alami dari sejumlah enzim yang berperan sebagai substrat dalam
fosforilasi (Sutcliffe dan Baker, 1975). Mg diperlukan sebagai pembawa
fosfor ke tanaman, sehingga kenaikan kandungan magnesium dalam daun
akan diikuti dengan kenaikan kandungan fosfor (Indrarjo, 1986).
Gejala defisiensi magnesium adalah klorosis yang diikuti dengan
akumulasi pigmen antosianin dan nekrosis. Selain itu juga dapat
menyebabkan penurunan pertumbuhan, kematian premature dari daun, dan
dapat menghambat pembuahan (Sutcliffe dan Baker, 1975).
Pada tubuh manusia, Mg berperan penting pada fungi syaraf dan
hati, serta aktivator banyak enzim. Di samping itu, ion Mg berikat dengan
8
2. Kalsium (Ca)
Kalsium (Ca) merupakan salah satu mineral penting dalam
tumbuhan. Ca bersaing dengan mineral lain untuk memasuki tanaman.
Apabila unsur hara berada pada jumlah yang lebih rendah dari pada yang
lain, maka unsur yang kadarnya lebih rendah sukar diserap (Leiwakabessy
et al., 2002). Kehadiran sejumlah besar garam Ca tak larut dari asam
organik, seperti asam oksalat, pada banyak tumbuhan diduga memiliki
banyak peranan dalam mengatur keasaman sel (Sutcliffe dan Baker, 1975).
Umumnya tanah bersifat masam memiliki kandungan kalsium yang
rendah. Kalsium ditambahkan untuk meningkatkan pH tanah. Sebagian
besar Ca berada pada kompleks serapan dan mudah dipertukarkan. Pada
keadaan tersebut Ca mudah tersedia bagi tumbuhan (Soepardi, 1983).
Ca merupakan salah satu makro mineral penting bagi tubuh manusia.
Fungsi kalsium adalah untuk kekuatan tulang dan gigi, membantu
pembekuan darah, transmisi impulse syaraf, kontraksi otot, dan membantu
regulasi sel. Absorpsi kalsium dapat berkurang akibat adanya asam oksalat
yang biasanya terdapat pada kembang kol, bayam, dan sayuran lain.
9
3. Besi (Fe)
Besi merupakan mineral penting bagi tumbuhan. Besi berperan
dalam sintesis klorofil. Kekurangan atau defisiensi besi dapat
menyebabkan klorosis pada daun, khususnya daun muda. Hal ini
disebabkan oleh pergerakan besi yang lambat menuju daun-daun tua,
sedangkan kelebihan kation logam seperti mangan, tembaga, seng, dan
nikel akan mengakibatkan hal serupa seperti pada kondisi kekurangan besi.
Hal ini terjadi akibat adanya kompetisi sisi akseptor besi di dalam
tumbuhan (Sutcliffe dan Baker, 1975).
Besi merupakan mikromineral karena diperlukan dalam jumlah
sedikit (Harper et al., 1985). Sekitar 15 % besi disimpan di dalam tubuh
dan baru dimobilisasikan ketika asupan harian tidak mencukupi
(Aberoumand dan Deokule 2008 di dalam Borah 2008). Recommended
Daily Allowance (RDA) untuk besi pada orang dewasa wanita adalah 10
mg per hari. sedangkan untuk orang dewasa laki-laki adalah 15 mg per
hari. Sumber bahan pangan yang kaya akan zat besi diantaranya daging
merah, daging babi, hati, enrich grain, sereal, dan tiram. (Mardlaw, 1999).
Tingkat absorpsi manusia terhadap besi dari asupan bahan pangan
memiliki nilai yang berbeda-beda. Absorpsi besi pada orang sehat berkisar
antara 5-10%, sedangkan pada orang yang mengalami defisiensi zat besi
tingkat absorpsinya berkisar antara 10-20% (Mardlaw, 1999).
Peranan besi di dalam tubuh manusia diantaranya dalam sintesis
hemoglobin dan mioglobin, mendukung sistem imun, dan metabolisme
tubuh (Mardlaw, 1999). Besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin
(Hb) yang berfungsi untuk mengangkut oksigen (O2) dari paru-paru dan
mendistribusikannya ke sel-sel yang membutuhkan untuk selanjutnya
digunakan dalam metabolisme karbohidrat. protein. dan lemak menjadi
energi (ATP) (Gaman dan Sherrington, 1992). Defisiensi zat besi pada
manusia dapat menyebabkan turunnya sintesis sel darah merah yang akan
10
4. Seng (Zn)
Zn diabsorpsi oleh partikel tanah liat atau membentuk kompleks
dengan materi organik. Mineral ini diserap cepat dalam bentuk ion bivalen
(Zn2+). Seperti tembaga, ketersediaan Zn menurun seiring meningkatnya
pH, dan dengan peningkatan fosfat (Sutcliffe dan Baker, 1975).
Asupan Zn cukup penting untuk mendukung fungsi tubuh manusia.
seperti pada sintesis asam nukleat, metabolisme protein, penyembuh luka,
fungsi perkembangan imun, perkembangan organ seksual, struktur dan
fungsi membran sel, komponen dari superoksida dismutase (SOD) dan
tulang, serta mengatur pelepasan dan fungsi insulin (Mardlaw, 1999).
Defisiensi Zn di negara berkembang merupakan hal yang perlu
diperhatikan karena hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan Zn
tidak hanya berkontribusi pada penurunan pertumbuhan tetapi juga
meningkatkan keabnormalan. Asupan Zn yang cukup dapat menurunkan
penyakit diare yang menjadi penyebab penting kematian di negara
berkembang.
Recommended Daily Allowance (RDA) Zn untuk wanita dewasa
adalah 12 mg per hari, sedangkan untuk laki-laki dewasa adalah 15 mg per
hari (Mardlaw, 1999). Zn dapat menimbulkan toksisitas bila jumlah dalam
tubuh ± 1000 ppm (NRC, 1980).
11
5. Mangan (Mn)
Mn merupakan mineral esensial bagi tubuh manusia. Manusia jarang
mengalami defisiensi mineral ini. Fungsi penting Mn adalah sebagai
kofaktor enzim piruvat karboksilase dan superoksida dismutase. Bahan
pengan sumber mangan antara lain biji-bijian, buah, dan sayuran. Asupan
kebutuhan Mn yang diperlukan tubuh yaitu 2-9 mg per hari.
6. Tembaga (Cu)
Kandungan Cu dalam tanaman tergantung dari jenis tanah tumbuh,
spesies tanaman, umur, pemeliharaan tanaman, iklim, dan derajat
keasaman dari tanah. Tanah bersifat asam akan meningkatkan kelarutan
sehingga ketersediaan logam berat di dalam tanah dapat berlebih
(Darmono, 2001). Konsentrasi tembaga pada tumbuhan menurun
bersamaan dengan semakin tua umur tumbuhan dan akan rendah kadarnya
pada tanah yang bersifat basa (Mc Dowell, 1985).
Cu merupakan trace element. Beberapa peranan Cu antara lain, Cu
menjadi bagian dari beberapa enzim, memiliki kontribusi dalam aktivitas
beberapa enzim, dan membantu metabolisme besi. Sekitar 55-57%
tembaga dapat diserap tubuh. Cu merupakan konstituen yang harus ada
dalam makanan manusia. Beberapa senyawa yang dapat terganggu
penyerapannya ke dalam tubuh akibat keberadaan tembaga antara lain
fitat, asam amino tertentu, vitamin C, serat, Zn, dan Fe (Mc Dowell, 1985).
7. Aluminium (Al)
Alumunium (Al) merupakan salah satu unsur mikro mineral non
esensial pada manusia. Sekitar 50-150 mg Al terkandung dalam tubuh
manusia. Kandungan tertinggi Al dalam tubuh manusia ditemukan pada
tubuh orang yang lebih tua.
Rata-rata asupan harian alumunium adalah 10-20 mg. Alumunium
diserap kembali oleh usus dalam jumlah yang sangat sedikit (dapat
diabaikan). Ekskresi alumunium melalui urin kurang dari 0.1 mg per hari.
Beberapa penelitian menujukkan bahwa secara pathology alumunium
12
dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada sel pada system syaraf
pusat (Belitz dan Grosch, 1999). Berdasarkan Gupta et al. (2005),
disebutkan bahwa Al dapat berperan terhadap neurotoxic effect.
Pertumbuhan yang buruk pada tanaman sering diasosiasikan dengan
keracunan alumunium. Hal ini disebabkan karena pada tanah masam ion
alumunium meningkat sehingga mencapai pada taraf yang meracuni
tanaman. Keracunan alumunium menyebabkan pertumbuhan akar
terhambat sehingga penyerapan air dan unsur hara berkurang (Kamprath,
1970).
Pada tanah masam persaingan mineral lain dengan alumunium perlu
diperhitungkan (Havlin et al. 1997 diacu dalam Made 2005). Menurut
Soepardi (1979), alumunium yang tinggi pada tanah masam
menyebabakan ketersediaan unsur hara mikro lain seperti besi, mangan,
seng, copper, dan boron juga meningkat sehingga dapat meracuni tanaman,
sedangkan ketersediaan molibdenum menurun sehingga mengalami
defisiensi. Selain itu. menurut Sutcliffe dan Baker (1975), kelebihan
produksi alumunium akan memiliki gejala yang sama dengan defisiensi
fosfat karena hal tersebut menyebabkan presipitasi fosfat seperti
alumunium fosfat tidak larut di dalam tanah dan jaringan akar.
Foy (1974) di dalam Sanchez (1976) menunjukkan bahwa
alumunium cenderung ditimbun di akar dan kemudian merintangi
penyerapan serta pengangkutan kalsium dan fosfat ke bagian akar
tanaman. Sanchez (1976) melaporkan bahwa serapan magnesium
berkurang jika pH kurang dari 4.8. Hal ini menunjukkan adanya
antagonisme alumunium dengan pengambilan magnesium.
Dalam pangan, aluminium merupakan trace element non esensial.
Selain itu fungsinya dalam tubuh juga belum banyak diketahui. Konsumsi
bahan pangan yang mengandung Al berlebihan dapat membahayakan
kesehatan. Menurut Gupta et al. (2005), Al dapat berkontribusi terhadap
neurotoxic effect.
13
E. Proses pemasakan
Kalakai merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat di Kalimantan terutama oleh suku Dayak.
Pengaruh pengolahan akan mempengaruhi kandungan nutrisi yang terdapat
pada kalakai. Daya larut mineral serta perlakuan pemanasan saat pengolahan
dapat mempengaruhi jumlahnya pada saat dikonsumsi. Beberapa proses
pemasakan kalakai yang biasa dilakukan oleh masyarakat Dayak adalah
penumisan dan perebusan.
Perebusan merupakan proses pemasakan dengan menggunakan air
mendidih pada suhu sekitar 100oC dengan menggunakan air sebagai media
penghantar panas. Penumisan merupakan proses pemasakan dengan
menggunakan minyak. Cara pemasakan lain yang juga umum digunakan
14
C. Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian utama.
16
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk menentukan jenis tanah
dan lokasi tempat tumbuh kalakai di kota Palangkaraya dan sekitarnya.
Jenis tanah dan lokasi terpilih diperoleh melalui informasi dari data
sekunder dan wawancara dengan beberapa masyarakat di Palangkaraya.
2. Penelitian Utama
Hasil penelitian pendahuluan diperoleh lima jenis tanah yang
ditumbuhi kalakai maka pada penelitian utama dilakukan pengambilan
sampel di lima lokasi tersebut. Bagian kalakai yang diambil pada saat
sampling adalah pucuk daun kalakai (15 -20 cm dari ujung tangkai daun),
dapat dilihat pada Gambar 1. Kalakai yang diperoleh diukur kadar airnya
di laboratorium Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Palangkaraya dan diberi perlakuan pemasakan. Perlakuan pemasakan yang
diterapkan terdiri dari empat macam, yaitu rebus, tumis, kukus, dan tanpa
perlakuan (segar). Pemilihan cara pemasakan ini berdasarkan metode yang
biasa dilakukan oleh masyarakat (Tabel 4).
Keterangan :
x : Bobot awal sampel
y : Bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan
z : Bobot cawan kosong
Keterangan :
x : Bobot awal sampel
y : Bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan
z : Bobot cawan kosong
turut 284.3 nm, 285.3 nm, 422.7 nm, 324.7 nm, 279.5 nm, 213.9 nm,
dan 309.3 nm.
D. Analisis Statistik
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data hasil pengamatan diolah dengan
analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Beda Jarak Berganda
Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Data diolah dengan program SPSS untuk
mengetahui pengaruh pengaruh ke-i dan kelompok ke-j terhadap kadar air
dan kadar abu (mineral total) kalakai pada tingkat kepercayaan 95 %. Model
rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τi + βj + ɛij
Dimana :
Yij : Nilai pengamatan
µ : Nilai tengah umum
τi : Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1,2,3, dan 4)
βj : Pengaruh kelompok ke-j (j = 1,2,3,4, dan 5)
ɛij : Galat percobaan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j
*) tiap sampel yang memiliki huruf yang sama pada perlakuan pemasakan menunjukkan
bahwa kadar abu sampel pada berbagai perlakuan pemasakan tidak berbeda nyata pada
taraf 5%
Hasil uji lanjut Duncan pada pengaruh jenis tanah tempat tumbuh
kalakai terhadap kadar abu sampel segar menunjukkan bahwa kadar abu
pada kalakai dari tanah bergambut 1, gambut bergambut 2 dan sulfat
masam tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 5).
Sampel tersebut berbeda nyata terhadap kadar abu dengan sampel dari
tanah pasir kuarsa dan tanah aluvial.
Tanah gambut memiliki tingkat kesuburan yang beragam (Noor,
2001). Pada penelitian ini tanah bergambut 1 merupakan gambut yang
telah mengalami penipisan. Kadar abu yang tinggi pada tanah bergambut 2
diduga disebabkan oleh bertambahnya kandungan mineral di tanah akibat
terjadinya kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian Iswanto (2005)
mengenai perubahan fisik dan kimia tanah gambut setelah terbakar
25
mineral kalakai yang diambil pada bulan Januari dan Februari ini diduga
akibat perbedaan cuaca yang sedang terjadi pada saat pengambilan sampel.
a. Tanah Bergambut
d. Tanah Aluvial
Kadar Mn dan Al ditemukan paling rendah. Pada bulan
Februari, kadar Ca mengalami penurunan, kadar Ca terendah pada
kalakai dari tanah aluvial yaitu 1229 ppm. Berdasarkan hasil
penelitian ditemukan bahwa kalakai dari tanah aluvial memiliki
kandungan Ca, Fe, Mn, dan Al yang rendah.
31
28.2
% mineral dalam air rebusan
30.0
25.0
20.0 16.0
15.0 11.7
10.0
3.9
5.0 1.9 1.4
0.0
Mg Ca Fe Zn Mn Cu
Mineral
a. Magnesium (Mg)
Kandungan Mg kalakai pada berbagai perlakuan pemasakan
tampak pada Tabel 9. Seluruh sampel menunjukkan penurunan
kadar Mg akibat perebusan, pengukusan, dan penumisan.
Kandungan Mg pada kalakai cenderung rendah jika dibandingkan
dengan sayuran lain. Misalnya saja Mg pada bayam yaitu sebesar
790 ppm bb (Anonim, 2010), sedangkan Mg pada kalakai dari tanah
bergambut mencapai 6087 ppm bk atau 610 ppm bb.
b. Kalsium (Ca)
c. Besi (Fe)
d. Seng (Zn)
Data kandungan Zn pada berbagai perlakuan pemasakan
ditunjukkan oleh Tabel 12. Kandungan Zn kalakai pada penelitian
36
e. Mangan (Mn)
Data kandungan Mn pada berbagai perlakuan pemasakan
ditunjukkan oleh Tabel 13. Kandungan Mn kalakai pada penelitian
ini mencapai 173.9 ppm bk atau 17 ppm bb (1.7 mg/100g bb), nilai
tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan Zn bayam yang
dilaporkan Anonim (2010) yaitu 9 ppm bb (0.9 mg/100g bb).
Sebagai contoh, kalakai dari tanah sufat masam mengandung Mn
17.39 mg/100g bk, maka jika kalakai dikonsumsi sebanyak satu
porsi penyajian per harinya, yaitu sekitar 300 gram basis basah atau
30 gram basis kering, terdapat 5.2 mg Mn/30 gram bk yang
dikonsumsi. Mn dari kalakai ini dapat menyumbang 58% Mn yang
disarankan. Recommended Daily Allowance Mn menurut Belitz dan
Grosch (1999), yaitu 2-9 mg per hari.
f. Tembaga (Cu)
Data kandungan Cu pada berbagai perlakuan pemasakan
ditunjukkan oleh Tabel 14. Kandungan Cu kalakai pada penelitian
ini mencapai 26.7 ppm bk atau 2.6 ppm bb (0.26 mg/100g bb), nilai
tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan Cu bayam yang
dilaporkan Anonim (2010) yaitu 1 ppm bb (0.1 mg/100g bb).
A. Kesimpulan
Jenis tanah yang ditumbuhi kalakai mempengaruhi kandungan mineral
yang terdapat pada pucuk daun kalakai. Kalakai yang tumbuh tanah bergambut
memiliki kandungan mineral Mg, Ca, Zn, Mn cenderung cukup tinggi, yaitu
berturut-turut mencapai 5160, 6399, 134.6, dan 158 ppm, sedangkan Fe, Cu, dan
Al rendah dengan kadar berturut-turut 117.2, 4.5, dan 20.5 ppm. Tanah
bergambut pada penelitian ini memiliki pH 6.08 yang diduga masih cukup
banyak mineral yang tersedia untuk diserap oleh tumbuhan.
Kalakai yang tumbuh pada tanah sulfat masam mengandung Fe dan Al
yang tinggi yaitu 336.4 ppm dan 76.4 ppm. Tingginya mikro mineral Al dan Fe
pada tanah sulfat masam disebabkan oleh pH tanah yang cukup rendah. Kalakai
yang tumbuh pada tanah pasir kuarsa mengandung mineral Ca, Cu, dan Al yang
cukup tinggi, yaitu berturut-turut 6299, 25.1, dan 58.1 ppm sedangkan mineral
lain seperti Mg, Fe, Zn, dan Mn kandungannya rendah yaitu berturut-turut
4598, 65, 86.8, dan 65.9 ppm. Pada tanah aluvial ditemukan bahwa kandungan
Cu pada kalakai cukup tinggi yaitu 26.7 ppm, sedangkan Fe, Mn, dan Al rendah
dengan kadar berturut-turut 52, 63.4, dan 5.3 ppm. Kandungan mineral yang
relatif rendah pada kalakai dari tanah pasir kuarsa dan aluvial diduga karena
rendahnya unsur hara yang terdapat pada jenis tanah tersebut.
Hasil analisis total mineral atau kadar abu kalakai pada berbagai cara
pemasakan menunjukkan bahwa kalakai memiliki kandungan total mineral yang
berbeda. Total mineral dari yang terendah hingga tertinggi berturut-turut yaitu
kalakai yang dimasak dengan cara direbus, ditumis, dikukus dan segar atau
tanpa perlakuan pemasakan.
Proses pemasakan memberikan pengaruh terhadap kandungan mineral
kalakai. Proses pemasakan dengan cara direbus adalah yang paling tinggi
peranannya dalam penurunan jumlah mineral Mg (21-68%), Cu (11-60%), Ca
(39%) dan Mn (8-38%). Mineral lain seperti Zn dan Fe mengalami penurunan
tertinggi dengan cara ditumis berturut-turut 14-37% dan 9-43%. Kandungan
seluruh mineral kecuali Cu, masih pada batas asupan harian yang disarankan
jika diasumsikan bahwa satu porsi penyajian sayur kalakai adalah sebesar 50
gram.
41
B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk perbaikan penelitian selanjutnya adalah
sebagai berikut :
Dilakukan penelitian jangka panjang mengenai pengaruh kondisi lahan
terhadap kandungan beberapa nutrisi dalam tumbuhan.
Dilakukan uji mengenai bioavailabilitas mineral dari beberapa sayuran
yang memiliki jumlah mineral sangat tinggi.
Dilakukan penelitian kandungan mineral kalakai pada lahan yang
memiliki keasaman sangat tinggi (pH < 3), karena adanya kemungkinan
kadar aluminium pada taraf yang membahayakan.
Dilakukan penelitian mengenai pengaruh iklim terhadap kandungan
mineral tumbuhan. Tanaman kalakai bagus dikonsumsi jika tumbuh pada
saat musim penghujan.
DAFTAR PUSTAKA
Gupta, V.B., S. Anita, M.L. Hedge, L. Zecca, R.M. Garruto, R. Ravid, S.K.
Shanka, P. Shanmugavelu, dan K.S.J. Rao. 2005. Alumunium in
Alzheimer’s disease : are we stilt at a crossroad. CMLS. Cell. Mol. Life. Sci
62 :143-158.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Harper, H.A., B.J. Deaton. dan J.A. Driskel. 1985. Pangan Gizi dan Pertanian
(terjemahan). UI Press. Jakarta.
Hattori, H., M. Chino. 2001. Growth, Cadmium, and Zinc Contents of Wheat
Grown on Various Soils Enriched with Cadmium And Zinc. Developments
in Plant and Soil Sciences 92: 462–463.
Indrarjo, G. 1986. Perbandingan Kiserit dan Dolomit Sebagai Sumber Mg pada
Tiga Takaran TSP dengan Parameter Pertumbuhan Kacang Tanah, Serapan
Hara, dan Sifat Kimia Latosol Darmaga [Skripsi]. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Irawan, D., C.H. Wijaya. S.H. Limin, Y. Hashidoko, M. Osaki, dan I.P. Kulu.
2006. Ethnobotanical Study and Nurient Potency of Some Local Traditional
Vegetable in Central Kalimantan. Di dalam : Mitsuru Osaki et al. (Ed).
Prosiding of The International Symposium on Land Management and
Biodiversity in Southeast Asia. Bali, Indonesia, 17-20 September 2002.
Tropics Journal 15 (4) : 441-448.
Iswanto, S. 2005. Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Gambut pada Lahan Bekas
Terbakar di Tegakan Acacia crassicarpa PT. Budidaya Hutan [Skripsi].
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
44
Jones, H.F. dan S.T. Beckett. (1995). Fruits and Vegetable. Di dalam : S.T.
Beckett. 1995. Physico-Chemical Aspects of Food Processing. Blackie
Academic and Professional. London.
Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soil in The Tropics. A Wiley
Interscience Publication. New York
Schrimshaw, N.S. (1991). Iron deficiency. Di dalam : Fennema, OR. 1996. Food
Chemistry 3rd edition. Marcel Dekker Inc. New York.
Sehgal, S. dan S.K. Yadav. 1999. Effect of Domestic Processing on Total and
Extractable Ca dan Zn Content of Bathua (Chenopodium album) and
Fenugreek (Trigonella foenum graecum) Leaves. Plant Food for Human
Nutrition 53 : 255-263.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu
Pendekatan Biometrik. Terjemahan Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Subeki. 1998. Pengaruh Cara Pemasakan terhadap Kandungan Antioksidan
Beberapa Macam Sayuran serta Daya Serap dan Retensinya pada Tikus
Percobaan [Thesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Suryadiputra, Alue dohong, R.S.B. Waspodo, Lili Muslihat, I.R. Lubis, F.
Hasudungan dan I.T.C. Wibisono. 2005. Panduan Penyekatan Parit dan
Saluran di Lahan Gambut Bersama Masyarakat. Wetland-International-
Indonesia Programme and Wildlife Habit Cannada. Bogor.
Sutcliffe, J.F. dan D.A. Baker. 1974. Plant and Mineral Salts. Edward Arnold
Publishing. London.
Suwardi, B. Sumawinata, B. Mulyanto, dan G. Djajakirana. 1999. Peranan
Kualitas Air Irigasi untuk Tanaman Padi Sawah pada Tanah Berpotensi
46
Lampiran 4 Hasil analisis sidik ragam untuk pengaruh jenis tanah tempat tumbuh
sampel terhadap kadar air (g/100g) kalakai
Lampiran 5 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk pengaruh
jenis tanah tempat tumbuh sampel terhadap kadar abu (g/100g) kalakai
Subset
Sampel N 1 2
Aluvial 2 8,1150
pasir kuarsa 2 8,3550
sulfat masam 2 9,2100
bergambut 2 2 9,2550
bergambut 1 2 9,2600
Sig. ,346 ,841
51
Lampiran 6 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan untuk pengaruh cara
pemasakan terhadap kadar abu (g/100g) kalakai yang tumbuh pada lima jenis
tanah
Tanah bergambut 1
Dependent Variable: Kadar_abu
Type III
Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected
,151(a) 3 ,050 20,431 ,007
Model
Intercept 3,632 1 3,632 1474,726 ,000
Perlakuan ,151 3 ,050 20,431 ,007
Error ,010 4 ,002
Total 3,792 8
Corrected Total ,161 7
Subset
Perlakuan N 1 2
2 2 ,5000
4 2 ,5950
3 2 ,7400
1 2 ,8600
Sig. ,128 ,073
Tanah bergambut 2
Dependent Variable: Kadar_abu
Type III
Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected
,239(a) 3 ,080 909,857 ,000
Model
Intercept 55091,57
4,821 1 4,821 ,000
1
Perlakuan ,239 3 ,080 909,857 ,000
Error ,000 4 8,75E-005
Total 5,060 8
Corrected Total ,239 7
Subset
Perlakuan N 1 2 3 4
2 2 ,5400
4 2 ,7050
3 2 ,8550
1 2 1,0050
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000
52
Subset
Perlakuan N 1 2
2 2 ,4750
4 2 ,5950
3 2 ,8400
1 2 ,9250
Sig. ,176 ,309
Subset
Perlakuan N 1 2 3
2 2 ,5100
4 2 ,6800
3 2 ,8150 ,8150
1 2 ,9200
Sig. 1,000 ,068 ,126
53
Tanah aluvial
Dependent Variable: Kadar_abu
Type III
Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected
,159(a) 3 ,053 15,515 ,011
Model
Intercept 3,393 1 3,393 994,289 ,000
Perlakuan ,159 3 ,053 15,515 ,011
Error ,014 4 ,003
Total 3,566 8
Corrected Total ,172 7
Subset
Perlakuan N 1 2
2 2 ,4600
4 2 ,5750
3 2 ,7600
1 2 ,8100
Sig. ,120 ,440
54
pH tanah rata-rata
Asal sampel
1 2 3
Bergambut 1 - - - -
Bergambut 2 6,16 6,05 5,96 6,05
Sulfat masam 5,65 5,57 5,59 5,60
Pasir kuarsa - - - -
Aluvial - - - -
pH tanah
Asal sampel rata-rata
1 2 3
Bergambut 1 5,79 6,08 6,37 6,08
Bergambut 2 5,79 5,85 5,87 5,84
Sulfat masam 5,81 5,85 4,93 5,53
Pasir kuarsa 5,99 5,87 5,84 5,90
Aluvial 5,9 5,88 5,87 5,88