OKSIGEN
Pemberian oksigen secara terus menerus, produk gas sisa dari fotosintesis
tumbuhan, esensial untuk mempertahankan metabolisme selular pada semua
organisme aerobik, termasuk manusia. Oksigen merupakan gas yang sangat reaktif
yang dapat bersatu dengan kebanyakan elemen karena aviditasnya yang menarik
elektron. Proses ini dapat terjadi perlahan-lahan dan secara berurutan, sebagaimana
yang terlihat pada karatan besi, atau secara cepat dan katastrofik, sebagaimana yang
terjadi saat kebakaran hutan. Oksidasi terkontrol dari glukosa, dan substrat lainnya,
berkarbondioksida dengan pengurangan oksigen menjadi air merupakan dasar
metabolisme seluler aerobik, salah satu tanda penting fisiologi vertebra.
Reactive Oxygen Species (ROS), juga dikenal sebgai radikal bebas oksigen,
mengandung satu atau lebih elektron tak berpasangan dan, sebagaimana namanya,
lebih reaktif daripada bentuk yang non radikal. Mereka begenerasi dalam
mitokondria selama metabolisme seluler normal. Generasi ROS dapat dipercepat
dalam beberapa kondisi termasuk hiperoksia dan, kebalikannya, hipoksia.
Ketidakseimbangan antara generasi dan pemecahan ROS berakhir dengan
penambahan jaringan jenis ROS yang berujung stress oksidatif dan berpotensi
memberikan kerugian. Pertahanan terhadap kerusakan hiperoksik telah menjadi
tema utama dari evolusi hewan. Integrasi endosimbiotik dari bakteri primitif
menjadi organisme uniseluller menyebabkan evolusi mitokondria menjadi organel
interseluler. Penggabungan yang tidak biasa ini dari spesies yang berbeda keduanya
memberikan perlindungan terhadap level oksigen atmosfer yang meningkat
(melalui metabolisme ROS) dan respirasi terfasilitasi pada sel inang yang
sebelumnya bergantung pada glikolisis dan fermentasi sebgaai sumber energi
kimianya. Hubungan ini menjembatani evolusi organisme multiseluer,
pertumbuhan yang dapat dianggap sebagai respons yang memuaskan dari tantangan
pertahanan terhadap hiperoksia sel.
Oksigen merupakan obat yang paling sering digunakan dalam anestesi dan
pada perawatan akut di rumah sakit umum. Lebih dari 15% admisi rumah sakit di
UK diberikan oksigen. Sangat sedikit pasien yang menerima anestesi umum atau
masuk ke ICU tanpa mendapatkan oksigen dan diperkirakan lebih dari 15 juta
prosedur operasi mayor membutuhkan anestesi setiap tahunnya di UK dan lebih
dari 235.000 perwatan kritis. Selain itu, kebanyakan pasien dengan kondisi
pulmonary akut (>2,5 juta pasien rumah sakit di UK) atau pasien jantung (>450.000
pasien setiap tahun di UK) akan diberikan oksigen selama dirawat di rumah sakit.
Lebih dari sepertiga pasien dibawah ke rumah sakit dengan ambulans diberikan
oksigen. Pada akhirnya, pasien yang sakit parah, dan oleh karena itu mereka dengan
resiko yang lebih besar, sangat besar kemungkinannya untuk diberikan terapi
oksigen.
Perawatan Perioperatif
Beberapa studi baru-baru ini telah mengevalusi potensi manfaat oksigen
pada penyembuhan luka postoperatif. Studi sebelumnya menunjukan bahwa
konsentrasi fraksional tinggi dari oksigen yang dihirup FiO2 menurunkan infeksi
pada tempat operasi setelah operasi besar, tapi studi metanalisis terbaru dari tujuh
penelitian acak memasukkan 2728 pasien menyimpulkan bahwa tidak ada bukti
manfaatnya, walaupun ada hasil yang menunjukkan manfaat pada dua subgrup
(anestesi umum dan operasi kolorektal). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh RCT terbesar di area ini (uji PROXI) dimana tidak mengidentifikasi
efek apapun pada tingkat infeksi tempat operasi pada pasien yang mendapatkan
oksigen perioperatif dengan FiO2 80% dibandingkan dengan mereka yang
mendapatkan FiO2 30%. Menariknya, follow up jangka panjang pasien (median 2.3
tahun) dengan kanker selama studi ini menunjukkan penurunan angka survival pada
grup FiO2 yang tinggi. Hasil ini menunjukkan keduanya baik potensinya
memberikan kerugian pada terapi oksigen tinggi pada beberapa grup pasien dan
juga keragaman respons antara grup pasien.
Perawatan Kritis
Kita baru-baru ini telah mengulas pustaka mengenai terapi oksigen pada
pasien kritis. Hipoksemia merupakan masalah klinis yang umum pada pasien kritis
dan beberapa pasien kritis yang tidak terkena hipoksia sel. Namun, kebalikan
dengan pasien yang telah di operasi besar, pasien kritis mungkin telah mendapatkan
paparan yang lebih berkelanjutan terhadap hipoksemia, yang meningkatkan
kemungkinan bahwa mereka telah beradaptasi dengan cara analog dengan
aklimatisasi yang terjadi pada individu yang sehat meningkat hingga ke altitud
tinggi. Toksisitas oksigen pulmonar, cedera paru ventilator-associated, dan
pendarahan otak setelah oksigenasi membran diakui konsekuensi yang merugikan
strategi untuk membalikkan hipoksemia dan menormalkan nilai oksigen darah.
Dalam kasus seperti itu, usaha untuk menormalkan oksigenasi arteri mungkin
menimbulkan lebih banyak bahaya daripada manfaat sebagai intervensi yang
digunakan dan memiliki risiko yang signifikan, dan bukti-bukti manfaat pemulihan
menjadi normoxaemia masih terbatas.
Sebagai aspek dari ketidakpastian mengenai hubungan antara oksigenasi
arteri dan hasil klinis pada pasien kritis, terdapat kekurangan bukti yang
mendukung hasil dengan oksigenasi yang lebih baik. Hal ini mungkin merupakan
hasil dari interaksi biologikal kompleks pada pasien kritis yang menghambat
pemisahan ‘sinyal’ dari ‘suara’ dalam kelompok yang heterogen. Bahkan pada studi
cidera paru akut dan acute respiratory distress syndrome (ARDS), tidak ada
manfaat yang jelas dari peningkatan oksigenasi. Hal ini tidak mengejutkan ketika
dipertimbangkan bahwa oksigen suplemental merupakan terapi suportif dan
memiliki efek langsung yang minimal terhadap patofisiologi yang mendasari. Lebih
jauh lagi, hipoksemia dan hipoksia sel bukan merupakan hal yang menonjol
terhadap kematian akibat ARDS. Bagaimanapun, penemuan terbaru menunjukkan
bahwa hipoksemia mungkin merupakan faktor resiko dari perkembangan
ketidakmampuan kognitif dan psikiatrik jangka panjang setelah ALI/ARDS dan hal
ini membutuhkkan penelitian lebih jauh.
Resusitasi
Walaupun data yang tersedia terbatas pada resusitasi orang dewasa, data
pada neonatus sudah cukup untuk menugubah pedoman klinis. Ada beberapa studi
yang menunjukkan resusitasi pada neonatus dengan oksigen 100% meningkatkan
mortalitas, cidera miokardial dan renal, dan berhubungan dengan efek samping
pada fungsi serebral. Bahkan ada beberapa data yang menunjukkan hubungan
dengan resiko yang lebih tinggi dari leukimia dan kanker pada anak. Sebagai
akibatnya, pedoman resusitasi neonatus sekarang telah dimandatkan untuk
menyarankan bahwa resusitasi awal adalah dengan udara ruangan, dan oksigen
suplemen harus di titrasi berdasarkan respons klinis untuk menghindari hipoksemia.
Pada 6000 pasien dewasa yang diresusitasi setalah henti jantung, hasil lebih
buruk didapatkan setelah hipoksemia (Pao2>300 mmHg/40kPa) daripada
normoksemia (60-300 mmHg/8-40kPa). Penulis dari studi retrospektif (observasi)
ini berspekulasi bahwa kerusakan iskemik-perfusi terhadap sistem nervus sentral
mungkin merupakan kunci utama dari hasil yang buruk setalah hiperoksemia.
Kondisi untuk terapi oksigen yang lebih tepat
Beberapa alur kerja dibutuhkan untuk mengembangkan alat agar PCAO dan
PH sampai dengan aman dan efektif. Hal ini termasuk identifikasi dan
pengembangan biomarker yang menilai toleransi atas hipoksia dan hiperoksia,
kerugian biomarker hipoksia (dan hiperoksia) sebagai pedoman terapi yang sedang
berlangsung, dan pengembangan monitor yang efektif tentang hipoksia seluler.
Pengembangan pengiriman oksigen servo-controlled dapat membantu untuk
mencapai PCAO. Penelitian sebelumnya mengidentifikasi biomarker manusia pada
adaptasi biomarker telah dilakukan pada relawan kesehatan yang bekerja pada
lingkungan hipoksia dengan altitud tinggi, tapi studi klinis hanya merupakaan
permulaannya.
PH dan PCAO adalah salah satu strategi kandidat rasional yang kami
percaya untuk meningkatkan hasil klinik. Klinis dan keefektifan harga dari strategi
ini belum tepat dan menyaratkan evaluasi yang hati-hati. Sementara implementasi
PCAO konsisten dengan pedoman klinis saat ini dan cenderung diasosiasikan
dengan bahaya, implementasi PH lebih spekulatif (lebih berpotensi berbahaya) dan
evaluasi keamanan dan kemungkinan yang terjadi dari pendekatan ini dalam
pengaturan perawatan perioperatif dan kritis dibutuhkan sebelum percobaan klinik
dimaksudkan. Perkembangan biomarkers kerentanan dan toleransi hypoxia,
termasuk monitor oksigenasi sel dan tekanan oxidatif, akan dibutuhkan untuk
mendukung pembelajaran ini. Menangani masalah ini seharusnya menjadi prioritas
riset untuk masyarakat kita.