BAB II Alpin
BAB II Alpin
ANALISA KASUS
1. Pasien Ny. F usia 24 tahun didiagnosis spondylitis tuberculosis tipe early onset
paresis derajat 4 berdasarkan anamnesis langsung pada pasien dan keluarga pasien.
Pada autoanamnesis dan aloanamnesis didapatkan keluhan merasakan lemah dan
kebas pada kedua tungkai sejak 3 bulan SMRS, tidak dapat duduk maupun berdiri
dikarenakan rasa nyeri di bagian pinggang, terdapat nyeri tekan dan ketuk di vertebra
area torakhal. Pasien juga mengeluhkan adanya demam menjelang malam hari dan
berkeringat berlebih yang dicetus oleh rasa nyeri hebat di pinggang terlebih dahulu.
Pasien memiliki riwayat operasi benjolan di lapang dada kiri yang kemungkinan
adalah cold abses yang merupakan tanda klasik penderita tuberculosis.
2. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan kedua anggota gerak
bawah, nyeri tekan dan ketuk pada vertebra torakal setinggi Th 10, bentuk kifosis
pada vertebra torakal, nyeri pinggang bila menopang tubuh (duduk, dan berdiri),
adanya rasa hangat dibagian tulang yang menonjol, dan pasien sering mengalami
demam, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis didapatkan adanya gangguan
pada vertebra pasien berupa reaksi inflamasi pada vertebra torakal. Pada pasien juga
ditemukan demam menjelang malam hari, dan keringat berlebih di malam hari,
berdasarkan temuan tersebut pasien memenuhi kriteria penyakit tuberculosis. Hasil
pemeriksaan penunjang beruba foto thorax memiliki kesan adanya kesan fibroinfiltrat
lapang paru kiri, maka karena adanya focus primer tuberculosis ada kemungkinan
penyebaran bakteri Mycobacterium tuberculosa dimulai dari paru dan telah sampai di
vertebra torakalis yang menyebabkan timbulnya infeksi peradangan.
3. Nyeri tekan dan nyeri ketuk vertebra setinggi Th 10 disebabkan karena adanya gibus
di lokasi fokus infeksi dari Mycobacterium tuberculosa karena sudah menyebabkan
dekompresi vertebra
4. Demam sore hari menjelang malam disebabkan oleh adanya reaksi inflamasi pada
area yang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosa yaitu vertebra torakalis
5. Kedua tungkai lemah dikarenakan infeksi pada vertebra setinggi Th 10 telah
menyebabkan lesi akibat penekanan pada radiks motorik pada sehingga terputusnya
rangsangan motorik pada kedua tungkai oleh sebab itu pasien tidak dapat
menggerakkan kedua tungkai, hal itu disebut paraplegia. Diagnosis paraplegia (Pott’s
Paraplegia) berdasarkan Sorrel – Dejerine pada kasus spondilitis :
Early onset paresis
Manifestasi klinis timbul setelah < 2 tahun sejak onset penyakit
Late onset paresis
Manifestasi klinis timbul setelah > 2 tahun sejak onset penyakit
6. Rangsangan sensorik pada region dari umbilicus sampai kedua ujung kaki menurun
dikarenakan lesi yang disebabkan oleh infeksi pada area vertebra setinggi Th 10
menyebabkan kerusakan pada jaras sensorik di radiks posterior, penurun sensitibilitas
sesuai dengan perjalanan dermatom yaitu untuk area umbilicus dipersarafi oleh jaras
sensorik dari medulla spinalis setinggi Th 10
7. Pasien kesulitan defekasi dan miksi disebabkan kerusakan sistem saraf otonom pada
area vertebra yang menyebabkan adanya tahanan pada saat defekasi dan tidak dapat
menahan miksi
8. Penurunan tonus pada kedua anggota gerak disebabkan karena penekanan pada
medulla spinalis di vertebra telah menyebabkan gangguan pada saraf motorik
sehingga tonus otot menjadi lemah.
9. Penurunan refleks kedua tungkai disebabkan karena penekanan pada medulla spinalis
di vertebra, penurunan refleks fisiologis khas pada lesi di Lower Motor Neuron
10. Penonjolan di vertebra setinggi Th 10, disebabkan karena proses inflamasi sudah
berlangsung 3 bulan maka menyebabkan dekompresi vertebra sehingga dapat
berbentuk kifosis yang disebut gibus. Selain itu terdapat abses yang dapat diraba
sebagai pembengkakan di tepi vertebra, pembengkakan tersebut berasal dari focus
inflamasi yang terjadi di diskus invertebralis
Operatif
Untuk mengevakuasi pus atau hasil proses inflamasi yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosa agar tidak terjadi penekanan dan kerusakan yang
lebih parah pada tulang vertebra sehingga tidak mengakibatkan kerusakan parah
terhadap saraf
12. Prognosis
- Prognosis ad vitam : dubia ad bonam
Karena pemeriksaan tanda vital, keadaan umum dan kesadaran pasien
dalam keadaan stabil.
- Prognosis ad fungsionam : dubia ad malam
Karena fungsi dari pasien ini tidak dapat kembali seperti semula hanya
dapat diperbaiki dengan kontrol ke poli saraf.
- Prognosis ad sanationam : dubia ad malam
Karena spondilitis tuberkulosis adalah penyakit peradangan yang
disebabkan oleh infeksi dari bakteri Mycobacterium tuberculosa yang merusak
tulang dan tidak dapat diperbaiki seperti semula. Kerusakan tulang dapat
bertambah luas dan infeksi dapat menyebar ke organ tubuh lain bila pasien
tidak rutin minum obat TB serta konsul ke dokter.