Anda di halaman 1dari 18

Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks)

10 Januari 2010 by apotekmiami-drsatyadeng 4 Komentar

4 Votes

PENDAHULUAN

Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher
rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker
serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari
sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil
lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. [4] Karsinoma serviks biasanya
timbul pada zona transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel sel
kolumnar.

Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit
kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program
skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai
sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel
serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan
terapi utama penyakit ini di masa mendatang.

Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi,
atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker
serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk
dipahami.

Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara
berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker servik merupakan penyebab utama kematian
wanita dan kasusnya turun secara drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap
smear oleh Papanikolau. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi
memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker
serviks masih tetap tinggi.

Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini
mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga saat
ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari
beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomatis”
karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel.
Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.

Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit secara anatomis
dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran. Penentuan pilihan
terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru
harus berdasarkan pada perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya
penyebaran penyakit melalui sistem stadium. [1]

ETIOLOGI

Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang mengalami mutasi
genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan pembelahan sel
yang tidak terkendali, immortal dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang
menyebabkan mutasi genetic yang tidak dapat diperbaiki ini akan menyebabkan terjadinya
pertumbuhan kanker ini.

Penyebab utama kanker serviks ini adalah infeksi virus HPV ( Human Papilloma Virus ).
Lebih dari 90 % kanker jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50% kanker
serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan
seksual. Factor lain yang berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual yang
terlalu muda ( <16 tahun ), jumlah pasangan seksual yang tinggi ( >4 orang ), dan adanya
riwayat infeksi berpapil. Karena hubungannya yang erat dengan infeksi HPV, wanita yang
mendapat atau menggunakan penekanan kekebalan (immunosuppressive) dan penderita HIV
beresiko menderita kanker serviks.
Bahan karsinogenik dari tembakau juga dapat dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok.
Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV
mencetuskan transformasi maligna. [1]

American Cancer Society menyebutkan beberapa factor resiko antara lain infeksi HPV,
merokok, infeksi HIV, infeksi clamydia, dietary factor, kontrasepsi hormonal, kehamilan
multiple, pemakaian obat-obat hormonal diethylstilbestrol ( DES ) dan riwayat keluarga
terhadap kanker serviks. Ada suatu factor resiko secara genetic yang berhubungan dengan
HLA-B7. Beberapa peneliti masih memperdebatkan bahwa melakukan sirkumsisi pada laki-
laki adalah salah satu cara untuk menekan angka resiko terjadinya kanker serviks pada
partner seksual mereka di masa datang.[3]. Insiden kanker serviks jarang dijumpai pada
masyarakat yang suaminya dilakukan sirkumsisi. [2]

PERANAN HPV [1] [6]

Virus HPV termasuk family papovirus suatu virus DNA. Virus ini menginfeksi membrane
basalis pada daerah metaplasia dan zona transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel
serviks sebagai upaya untuk berkenbang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi
genomnya pada sel inang. Genom HPV berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak
terintegrasi dengan DNA inang) dijumpai pada CIN dan berintegrasi dengan DNA inang pada
kanker invasive. Pada percobaan invitro HPV terbukti mengubah sel menjadi immortal.

Dari hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda hingga saat ini dikenal lebih dari 200
tipe HPV. Kebanyakan infeksi HPV bersifat jinak. Tiga puluh diantaranya ditularkan melalui
hubungan seksual dengan masing-masing kemampuan mengubah sel epitel serviks. Tipe
resiko rendah seperti tipe 6 dan tipe 11 berhubungan dengan kondiloma dan dysplasia ringan.
Sebaliknya tipe resiko tinggi seperi tipe 16,18,31,33 dan 35 berhubungan dengan dysplasia
sedang sampai karsinoma in situ. Tipe virus resiko tinggi menghasilkan protein yang dikenal
dengan protein E6 dan E7 yang mampu berikatan dan menonaktifkan protei p53 dan pRb
epitel serviks. p53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat
kelangsungan siklus sel. Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat
infeksi HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya. Ikatan
E6 dan E7 serta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker.

Infeksi terjadi melalui kontak langsung. Pemakaian kondom tidak cukup aman untuk
mencegah penyebaran virus ini.karena kondom hanya menutupi sebagian organ genital saja
sementara labia, skrotum dan daerah anal tidak terlindungi.

PATOLOGI

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ).
Histologik antara epitel gepeng berlapis ( squamos complex ) dari portio dengan epitel
kuboid/silindris pendek berlapis silia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ
ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur >35 tahun, SCJ berada
di dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan Pap smear yang efektif, yang dapat
mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat
khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan.
Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi
skuamosa) yang fisiologik atau patologik.
Tumor dapat tumbuh : 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa
proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis; 2) endofitik mulai dari SCJ
tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung mengadakan infiltrasi menjadi ulkus; 3)
ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan
awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosio) akibat saling desak
mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang
erosive (metaplasi skuamosa) yang semula faali/fisiologik dapat berubah menjadi patologik
(displastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I,II,III dan KIS untuk akhirnya menjadi
karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan
berjalan terus.

Periode laten (dari NIS I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh.penderita.umumnya fase
prainvasif berkisar antara 2-30 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel displastik
serviks secara kontinu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan
pengobatan/ tanpa diobati itu dikenal dengan unitarian concept dari Richard. Histopatologik
sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau squamos cell carcinoma, sisanya
adenokarsinoma, clearcell carcinoma/ mesophrenoid carcinoma, dan yang paling jarang
adalah sarcoma. [2]

Keadaan Prekanker Pada Serviks [4]

Sel-sel pada permukaan serviks kadang tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan
yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel serviks merupakan langkah awal dari
serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa
menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan
prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.

Saat ini telah digunakan istilah yang berbeda untuk perubahan abnormal pada sel-sel di
permukaan serviks, salah satu diantaranya adalah lesi skuamosa intraepitel (lesi artinya
kelainan jaringan, intraepitel artinya sel-sel yang abnormal hanya ditemukan di lapisan
permukaan).

Perubahan pada sel-sel ini bisa dibagi ke dalam 2 kelompok:

1. Lesi tingkat rendah : merupakan perubahan dini pada ukuran, bentuk dan jumlah sel
yang membentuk permukaan serviks. Beberapa lesi tingkat rendah menghilang
dengan sendirinya. Tetapi yang lainnya tumbuh menjadi lebih besar dan lebih
abnormal, membentuk lesi tingkat tinggi.
Lesi tingkat rendah juga disebut displasia ringan atau neoplasia intraepitel servikal 1
(NIS 1).
Lesi tingkat rendah paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 25-35 tahun,
tetapi juga bisa terjadi pada semua kelompok umur.
2. Lesi tingkat tinggi : ditemukan sejumlah besar sel prekanker yang tampak sangat
berbeda dari sel yang normal. Perubahan prekanker ini hanya terjadi pada sel di
permukaan serviks. Selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sel-sel tersebut
tidak akan menjadi ganas dan tidak akan menyusup ke lapisan serviks yang lebih
dalam.
Lesi tingkat tinggi juga disebut displasia menengah atau displasia berat, NIS 2 atau 3,
atau karsinoma in situ.
Lesi tingkat tinggi paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 30-40 tahun.

Jika sel-sel abnormal menyebar lebih dalam ke dalam serviks atau ke jaringan maupun organ
lainnya, maka keadaannya disebut kanker serviks atau kanker serviks invasif.
Kanker serviks paling sering ditemukan pada usia diatas 40 tahun.

TINGKATAN PRA-MALIGNA [2]

Porsio yang erosif dengan ektropion bukanlah termasuk lesi pramaligna, selama tidak ada
bukti adanya perubahan displastik dari SCJ. Penting untuk dapat menggaet sel-sel dari SCJ
untuk pemeriksaan eksfoliatif sitologi, meskipun pada pemeriksaan ini ada kemungkinan
terjadi false negative atau false positive. Perlu ditekankan bahwa penanganan/ terapi hanya
dapat dilakukan atas dasar bukti histopatologik. Oleh sebab itu, untuk konfirmasi hasil Pap
smear, perlu tindak lanjut upaya diagnostik biopsi serviks.

PENYEBARAN [2]

Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah : a) ke arah
fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c) ke arah parametrium dan dalam
tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih.

Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar
ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh
darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah
panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang
menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm
dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah
terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh
limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma
serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian
disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif,
penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum
(menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada
tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui
ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan
seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia
di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.

Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-perdarahan


yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter di tempat
ureter masuk ke dalam kandung kencing.[2]

GAMBARAN KLINIK

Walaupun telah terjadi invasi tumor ke dalam stroma, kanker serviks masih mungkin tidak
menimbulkan gejala.Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Getah yang
keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami sehabis
senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-
80%). [2]

Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang, atau perdarahan bercak
setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Dengan makin tumbuhnya penyakit, tanda
menjadi semakin jelas. Perdarahan menjadi semakin banyak, lebih sering, dan berlangsung
lebih lama. Namun, terkadang keadaan ini diartikan penderita sebagai perdarahan yang sering
dan banyak. Juga dapat dijumpai sekret vagina yang berbau terutama dengan massa nekrosis
lanjut. Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi dengan
pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang cukup.
Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan non spesifik. [1]

Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering
terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi
pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat
eksofitik.pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual, atau janda
yang sudah mati haid (menopause) bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat
datang meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat berdefekasi terjadi akibat tergesernya
tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya
perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai adanya karsinoma serviks
tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia
akan menyertai sebagai akibat dari perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat
infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan
pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding
sklerotik yang meradang. Gejala lain yang dapat timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan
oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat
perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal Failure) akibat
infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi
total. Membuat diagnosa karsinoma serviks uterus yang sudah agak lanjut tidaklah sulit.
Yang menjadi masalah ialah, bagaimana mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal,
misalnya pada tingkat pra-invasif, lebih baik jika dapat menangkapnya dalam tingkat pra-
maligna (displasia/diskariosis serviks).

Hasil pemeriksaan sitologi eksploratif dari ekto dan endo-serviks yang positif tidak boleh
dianggap diagnosis pasti. Diagnosis harus dapat dipastikan dengan pemeriksaan
histopatologik dari jaringan yang diperoleh dengan melakukan biopsi. [2]

PEMBAGIAN TINGKAT KEGANASAN

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi


jaringan biopsi, ditentukan dengan penentuan stadium. Penentuan stadium klinis ini harus
mempunyai hubungan dengan kondisi klinis, didukung oleh bukti-bukti klinis, dan sederhana.

Pemeriksaan stadium kanker menurut FIGO masih berdasarkan pemeriksaan klinis


praoperatif ditambah dengan foto thorak serta sitoskopi dan rektoskopi. Penggunaan alat
bantu seperti CT-scan, MRI, ataupun PET tidak dijadikan standar karena sebagian kasus
berada di negara berkembang dengan fasilitas peralatan kesehatan yang masih minim. Sekali
stadium ditetapkan tidak boleh berubah lagi walaupun apa pun hasil akhir terapi yang
diberikan.

Temuan dengan pemeriksaan CT-scan, MRI, atau PET tidak mengubah stadium, tetapi dapat
digunakan sebagai informasi untuk rencana terapi yang akan dilakukan. Kecurigaan adanya
anak sebar ke kelenjar getah bening pelvis atau para aorta (adenopati) jangan dilanjutkan
dengan biopsi kelenjar karena terlalu bahaya.

Stadium Ia yang hanya dapat diketahui dari pemeriksaan mikroskopi, ke dalam invasi sel
tumor ke stroma diukur dari membran basalis atau permukaan kelenjar darimana tumor ini
berasal. Adanya invasi sel tumor ke dalam pembuluh darah atau limfe tidak mempengaruhi
stadium. [1]

Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000 [1]

Stadium 0 Kasinoma in situ, karsinoma intra epitel

Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan)

Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang
dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superficial dikelompokkan
sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5mm dan lebarnya lesi tidak
lebih dari 7mm

Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm dan lebar tidak
lebih dari 7mm

Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm tapi kurang dari 5mmm
dan lebar tidak lebih dari 7mm
Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis tidak lebih dari Ia

Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm

Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm

Stadium II Telah melibatkan vagina, tapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke
parametrium belum mencapai dinding panggul

Stadium IIa Telah melibatkan vagina, tapi belum melibatkan parametrium

Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul

Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding
panggul. Dengan hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini,
kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.

Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai
dinding panggul

Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau gangguan
fungsi ginjal

Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduktif

Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum

Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

Stadium kanker seviks menurut sistem TNM [2]

T Tak ditemukan tumor primer

T1S Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)

T1 Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun ada perluasan ke korpus uteri)

T1a Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan histologik

T1b Secara klinis jelas karsinoma yang invasif

T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau
karsinoma telah menjalar sampai dinding vagina, tetapi belum sampai 1/3 distal

T2a Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium

T2b Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium

T3 Karsinoma telah melibatkan 1/3 distal vagina atau telah mencapai dinding panggul (tidak
ada celah bebas antara dinding panggul)
NB : Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena infiltrasi
tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu
seharusnya masuk kategori yang lebih rendah

T4 Karsinoma telah menginfiltrasi mukusa rektum atau kandung kemih, atau meluas sampai
panggul. (Ditemukannya edema bulosa tidak cukup bukti untuk mengklasifikasi sebagai T4)

T4a Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan secara histologik

T4b Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul

NB: Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4

NX Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan histologik,
jadi : NX + atau NX –

N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi

N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara-cara


diagnostik yang tersedia ( misalnya limfografi, CT-scan panggul)

N2 Teraba massa yang padat san melekat pada dinding panggul dengan celah bebas
infiltrat diantara massa ini dengan tumor

M0 Tidak ada metastsis berjarak jauh

M1 Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio arteri
iliaka komunis

DIAGNOSIS [4]

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:

1. Pap smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dan
dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker
servikspun menurun sampai lebih dari 50%.
Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun,
sebaiknya menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali
berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2-
3tahun.
Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
– Normal
– Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
– Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
– Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
– Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke
organ tubuh lainnya).
1. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka
pada serviks, atau jika Pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.
2. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
3. Tes Schiller
Serviks diolesi dengan lauran yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi
coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.

Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan berikut:


– Sistoskopi
– Rontgen dada
– Urografi intravena
– Sigmoidoskopi
– Scanning tulang dan hati
– Barium enema.

TERAPI

Pengobatan lesi prekanker [4]

Pengobatan lesi prekanker pada serviks tergantung kepada beberapa faktor berikut:
– tingkatan lesi (apakah tingkat rendah atau tingkat tinggi)
– rencana penderita untuk hamil lagi
– usia dan keadaan umum penderita.

Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah
yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Tetapi penderita
harus menjalani pemeriksaan Pap smear dan pemeriksaan panggul secara rutin.

Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa:

 Kriosurgeri (pembekuan)

 Kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi)

Pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan
yang sehat di sekitarnya

 LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.


Setelah menjalani pengobatan, penderita mungkin akan merasakan kram atau nyeri lainnya,
perdarahan maupun keluarnya cairan encer dari vagina.

Pada beberapa kasus, mungkin perlu dilakukan histerektomi (pengangkatan rahim), terutama
jika sel-sel abnormal ditemukan di dalam lubang serviks. Histerektomi dilakukan jika
penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi.

Pengobatan untuk kanker serviks

Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor,
stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi.
1. Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker
seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap
smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan.
Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi.

Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya


(prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.
Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.

1. Terapi penyinaran

Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas
pada daerah panggul.
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya.
Ada 2 macam radioterapi:
– Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5
hari/minggu selama 5-6 minggu.
– Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke
dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah:


– iritasi rektum dan vagina
– kerusakan kandung kemih dan rektum
– ovarium berhenti berfungsi.

1. Kemoterapi

Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi.
Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.

Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan
periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.

1. Terapi biologis

Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam
melawan penyakit.
Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan
kemoterapi. [4]
Pada tingkat klinik (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi,
bedah kryo (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali yang menangani seorang ahli
dalam koloskopi dan penderita masih muda dan belum mempunyai anak. Dengan biopsi
kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostik acapkali menjadi terapeutik. Ostium uteri
internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderitanya telah cukup tua, atau sudah
mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar tidak kambuh (relaps) dapt
dilakukan histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy). [2]

Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif.
Bilamana kedalaman invasi kurang dari atau hanya 1mm dan tidak meliputi area yang luas
serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan
seperti KIS di atas.

Pada stadium Ia2, kasus dengan invasi stroma lebih dari 3mm, tetapi kurang dari 5mm,
kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe sekitar 7%. Kasus pada stadium ini harus
dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis atau
radiasi bila ada kontraindikasi operasi. Untuk mengurangi komplikasi operasi, tindakan
pembedahan kurang radikal karena kemungkinan penyebaran parametrium sangat kecil.
Bahkan, limfadenektomi dapat diabaikan bila tidak ada kecurigaan anak sebar. Bagi penderita
yang masih ingin hamil dapat dilakukan trakhelektomi. Jenis pembedahan lebih bersifat
individual. Bila dijumpai invasi limfe atau vaskular sebaiknya dilakukan histerektomi atau
radiasi karena kemungkinan adanya anak sebar ke kelenjar getah bening.

Pada stadium Ib pengobatannya adalah histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar


getah bening pelvis dengan/ tanpa kelenjar getah bening paraaorta memberikan hasil yang
efektif. Sama dengan diberikan terapi radiasi. Pada penderita usia muda operasi radikal lebih
disukai karena kita dapat mempertahankan fungsi ovarium. Bagi penderita yang masih ingin
hamil dengan ukuran lesi <2cm dapat dilakukan operasi trakhelektomi radikal asalkan tidak
dijumpai anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis. Disamping dapat mempertahankan
fungsi hormonal, keunggulan lain terapi operatif tidak terjadi stenosis vagina akibat radiasi
yang mengganggu aktivitas seksual penderita muda.di samping itu, tidak mungkin terjadi
kekambuhan pada serviks dan uterus. Pemilihan terapi radiasi lebih ditujukan pada kasus
dengan indikasi kontrasepsi.

Pada IIa, jenis terapinya sangat individual, bergantung pada perluasan tumor ke vagina.
Keterlibatan vagina yang minimal dapat dilakukan histerektomi radikal, limfadenektomi
pelvis, dan vaginektomi bagian atas. Terapi optimal pada kebanyakn stadium IIa adalah
kombinasi radiasi eksternal dan radiasi intrakaviter. Operasi radikal dengan pengangkatan
kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta serta pengangkatan vagina bagian atas dapat
memberikan hasil yang optimal asalkan tepi sayatan bebas dari invasi sel tumor.

Pada kasus-kasus stadium IIb, III dan IVa ini tidak mungkin lagi dilakukan tindakan operatif
karena tumor telah menyebar jauh dari luar serviks. Pada bulan Februari 1999 National
Cancer Institute (NCI) di Amerika Serikat mengumumkan kemoradiasi berbasis platinum
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan radiasi saja untuk penderita kanker serviks
stadium IIb-IVa, stadium Ia2 –IIa resiko tinggi dan stadium Ib2 lesi besar (bulky tumor).
Pemberian sisplatin tunggal sama efektifnya dengan kombinasi ifosfamid , tetapi samping
tentunya sampai 30 %. Bagi penderita dengan gangguan fungsi ginjal tidak dianjurkan
pemberian sisplatin dan sayangnya sampai saat ini belum ada kemoterapi penggantinya. Luas
lapangan radiasi bergantung pada besar tumor serta jauhnya keterlibatan vagina. Bila dari
hasil pemeriksaan imagine dicurigai anak sebar sampai kelenjar getah bening paraaorta,
lapangan radiasi harus diperluas sampai mencakup daerah ini.

Khusus stadium IVa dengan penyebaran hanya ke mukosa kandung kemih lebih disukai
operasi eksenterasi daripada radiasi. Terapi eksenterasi juga menjadi pilihan terapi kuratif
atau paliatif pada kasus persisten sentral setelah mendapat kemoradiasi ataupun bila ada
komplikasi fistula rekto-vaginal atau vesiko-vaginal.

Pada stadium IVb, kasus dengan stadium terminal ini prognosisnya sangat jelek, jarang dapat
bertahan hidup sampai setahun semenjak didiagnosis. Penderita stadium IVb bila keadaan
umum memungkinkan dapat diberikan kemoradiasi konkomitan, tetapi hanya bersifat paliatif.
[1]

Kemoterapi [5]

Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-
zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker. Prinsip kerja obat kemoterapi
(sitostatika) terhadap kanker.

Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama
terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut
berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif,
sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini disebut
Kemoresisten.

Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :

1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst
golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut
tidak bisa melakukan replikasi.

2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat
menghambat sintesis DNA.

3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada


gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.

4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis


protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.

Pola pemberian kemoterapi :

v Kemoterapi Induksi

Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh
pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah
seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.

v Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya
adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada
(micro metastasis).

v Kemoterapi Primer

Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang
bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya
bedah atau radiasi.

v Kemoterapi Neo-Adjuvan

Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau


penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk
mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.

Cara pemberian obat kemoterapi.

v Intra vena (IV)

Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar
2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24
jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.

v Intra tekal (IT)

Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak
(liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.

v Radiosensitizer

yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek
radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere,
Hydrea.

v Oral

Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-
netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.

v Subkutan dan intramuskular

Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini
sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang
dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin

v Topikal

v Intra arterial
v Intracavity

v Intraperitoneal/Intrapleural

Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker
ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam
cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk
mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin.

Tujuan pemberian kemoterapi :

 Pengobatan.
 Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
 Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
 Mengurangi komplikasi akibat metastase.[7]

Efek samping pengobatan [4]

Selain membunuh sel-sel kanker, pengobatan juga menyebabkan kerusakan pada sel-sel yang
sehat sehingga seringkali menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan. Efek
samping dari pengobatan kanker sangat tergantung kepada jenis dan luasnya pengobatan.
Selain itu, reaksi dari setiap penderita juga berbeda-beda.

Metoda untuk membuang atau menghancurkan sel-sel kanker pada permukaan serviks sama
dengan metode yang digunakan untuk mengobati lesi prekanker.
Efek samping yang timbul berupa kram atau nyeri lainnya, perdarahan atau keluar cairan
encer dari vagina.

Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian
bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri.
Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar.
Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter.
Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan
berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali
dilakukan dalam waktu 4-8 minggu.

Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi.


Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan
hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah
histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan penderita
merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi.

Selama menjalani radioterapi, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa,
terutama seminggu sesudahnya. Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi
dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif.

Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit
menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah
yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar
matahari dan penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah
yang disinari.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual.
Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebih sempit dan kurang lentur, sehingga bisa
menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita
diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga
bisa timbul diare dan sering berkemih.

Efek samping dari kemoterapi sangat tergantung kepada jenis dan dosis obat yang digunakan.
Selain itu, efek sampingnya pada setiap penderita berlainan.
Biasanya obat anti-kanker akan mempengaruhi sel-sel yang membelah dengan cepat,
termasuk sel darah (yang berfungsi melawan infeksi, membantu pembekuan darah atau
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh). Jika sel darah terkena pengaruh obat anti-kanker,
penderita akan lebih mudah mengalami infeksi, mudah memar dan mengalami perdarahan
serta kekurangan tenaga.

Sel-sel pada akar rambut dan sel-sel yang melapisi saluran pencernaan juga membelah
dengan cepat. Jika sel-sel tersebut terpengaruh oleh kemoterapi, penderita akan mengalami
kerontokan rambut, nafsu makannya berkurang, mual, muntah atau luka terbuka di mulut.

Terapi biologis bisa menyebabkan gejala yang menyerupai flu, yaitu menggigil, demam,
nyeri otot, lemah, nafsu makan berkurang, mual, muntah dan diare.
Kadang timbul ruam, selain itu penderita juga bisa mudah memar dan mengalami perdarahan.

Karsinoma serviks uterus dalam kehamilan [2]

Tumor ganas di serviks tidak menghalangi untuk adanya kehamilan. Terdapat 1 diantara 3000
kehamilan. Tidak ada perbedaan antara karsinoma serviks di dalam dan di luar kehamilan,
mengenai perjalanan penyakitnya, dalam rasio kesembuhan pada tingkat klinik yang sama.
Untuk penanganan primer dipilih pembedahan, karena penyinaran, mempunyai efek samping
yang merugikan penderita yang berusia muda.

Dalam menghadapi wanita hamil dengan kanker leher-rahim perlu dibedakan 3 hal, yakni
tuanya kehamilan, umur penderita, dan jumlah anak. Penanganan sirurgik didasarkan atas
tingkat klinik penyakit dan umur kehamilan. Pada tingkat 0 kehamilan diteruskan sampai
partus berlangsung spontan, dan bila 3 bulan pasca persalinan masih tetap ada, maka
ditangani seperti kondisi tidak hamil dengan memperhatikan tingkatan klinik yang ada saat
itu.

Pada tingkat klinik I,II,III ke atas dengan kehamilan :

1. Trimester I dan awal trimester II : histerektomi radikal dengan limfadenektomi


panggul dengan janin in utero
2. Trimester II lanjut : ditunggu sampai janin viable (dapat hidup di luar rahim
(kehamilan >34 minggu). Dikerjakan seksio sesarea klasik/korporal, diteruskan
dengan histerektomi radikal dan limfadenektomi panggul
3. Pasca persalinan : histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul.

Pengamatan lanjut
Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama kemudian tiap 6 bulan, tergantung dari keadaan. Jangan
dilupakan meraba kelenjar inguinal dan supraklavikular, perabaan abdomen, perabaan
abdomino-vaginal, dan abdomino-rektal, pemeriksaan sitologi puncak vagina dan foto
rontgen toraks (tiap 6 bulan). Kolposkopi sangat penting untuk meneliti puncak vagina, untuk
menemukan bentuk-bentuk pra-maligna. Rektoskopi, sitoskopi dan pemeriksaan lain seperti
renogram, IVP (Intravenous Pyelography) dan CT-scan panggul atau limfografi dilakukan
menurut indkasi. Dewasa ini MRI dapat digunakan pula.

PROGNOSIS [1][2]

Prognosis kanker serviks sangat bergantung pada seberapa dini kasus ini terdiagnosis dan
dilakukan terapi yang adekuat. Terapi yang tidak adekuat baik berupa tindakan pembedahan
maupun radiasi yang oleh alasan tertentu tidak sesuai dengan jadual akan mengurangi tingkat
keberhasilan terapi. Anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis sangat mempengaruhi
pelvis. Terapi biasanya tidak memuaskan baik pembedahan maupun radiasi.

Faktor-faktor yang menentukan prognosis ialah1) umur penderita, 2) keadaan umum 3)


tingkat klinis keganasan, 4) ciri-ciri histologik sel tumor, 5) kemampuan ahli atau tim ahli
yang menangani, 6) sarana pengobatan yang ada. Di antara faktor resiko ini yang paling
penting ialah invasi KGB. Kelangsungan hidup penderita dengan invasi KGB walau telah
mendapat terapi ajuvan tetap lebih buruk daripada penderita tanpa invasi KGB.

Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional adalah sebagai berikut :

TINGKAT AKH-5 tahun


T1S Hampir 100 %

T1 70 – 85 %

T2 40 – 60 %

T3 30 – 40 %

T4 < 10 %

Sumber :UICC / clinical Oncology; Springer-Verlag, New York, Hiedelberg, Berlin;1973,


p:218

KESIMPULAN

Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit
kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program
skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Hal terpenting menghadapi penderita
kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang
efektif sekaligus prediksi prognosisnya.

Membuat diagnosa karsinoma serviks uterus yang sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang
menjadi masalah ialah, bagaimana mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal, misalnya
pada tingkat pra-invasif, lebih baik jika dapat menangkapnya dalam tingkat pra-maligna.
Sayang , hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara berkembang,
hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.

. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau
kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini. Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi
masih dalam tahap penelitian. Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya
penyebaran penyakit secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan
teknologi kedokteran.

DAFTAR PUSTAKA

1. Edianto Deri. Kanker Serviks. Dalam Aziz Farid M, Andrijono, Saifuddin AB. Buku
Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo. Jakarta, 2006; 33: 442-455.
2. Mardjikoen Praswoto. Tumor Ganas Alat Genital, subbagian Karsinoma Servisis
Uteri. Dalam Ilmu Kandungan ed.2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
Jakarta, 1999; 14:380-390.
3. Wikipedia. Cervical Cancer. Didapatkan dari URL : http://en.wikipedia.org/wiki/ca
cervix/Cervical cancer – Wikipedia, the free encyclopedia.htm. Diunduh tanggal 11
Oktober 2008
4. Blogs Noenk. Carcinoma Cervix Uteri. Didapatkan dari URL : http://ca
cervix/NOENk BLOGs » Blog Archive » CARCINOMA CERVIX UTERI.mht.
Diunduh tanggal 11 Oktober 2008.
5. Rohmat Ratih. Penanganan CA Cervix. Didapatkan dari URL : http://ca
cervix/Penanganan CA Cervix « Ratihrochmat’s Weblog.mht. Diunduh tanggal
11 Oktober 2008.
6. O’Hanlan Kate. Carcinoma of the Cervix Uteri. Didapatkan dari URL : http:/ca
cervix/Displasia of the Cervix.mht. Diunduh tanggal 11 Oktober 2008.
7. Lawalangy Jejak, Wuto Koemo, Liwu Sumanomo. Kanker Serviks. Didapatkan dari
URL : http:/ca cervix/Hasil Penelusuran Gambar Google untuk http–
upload_wikimedia_org-wikipedia-commons-e-e3-Fem_isa_2_gif.mht. Diunduh
tanggal 11 Oktober 2008.
8. Ocviyanti Dwiana. HPV dan Kanker Serviks. Power Point IVA. Jakarta,2008.
9. Google images. Carcinoma of the Cervix. Geneva Foundation for Medical Education
and Research. Didapatkan dari URL : http://en.google_images/ca cervix/Carcinoma
of the cervix/cervix images.htm. Diunduh tanggal 11 Oktober 2008.

Anda mungkin juga menyukai