PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam
mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.
Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang
merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan tarif kesejahteraan
masyarakat. Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat
diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan
nasional
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Pasal 28 Bagian H, ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam pasal 34 ayat (3) dinyatakan
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak Dalam undang-undang No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagai
mana dimaksud pada ayat (1) bahwa persyaratan minimal bangunan rumah sakit
diantaranya adalah harus memiliki ruang oprasi. Dalam bagian ketiga tentang
bangunan, pasal 9 butir (b) menyebutkan bahwa persyaratan teknis bangunan rumah
sakit, sesuai dengan fungsi kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut Dalam rangka mendukung
Undang-Undang No. 44 tersebut, maka perlu disusun pedoman teknis bangunan
rumah sakit ruang oprasi yang memenuhi standar pelayanan, keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan. Disamping itu pula, ruang oprasi
merupakan tempat diselenggaranya tindakan pembedahan secara elektif maupun
akut, hal mana membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya yang harus di
capai sesuai pedoman.
Pradigma pelayanan kesehatan secara komprehensif sudah menjadi tuntutan
masyarakat terhadap akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan terstandar,
sehingga masyarakat akan mencari pelayanan kesehatan yang tidak hanya
mempunyai mutu dan terstandar tetapi berupa penyediaan sumber daya manusia
sebagai penyelenggara kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan tenaga kesehatan
yang betul-betul professional dan berkompetensi dalam menghadapi era globalisasi.
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan harus di mulai dari
1
2
Sejak pertama kali anastesi ditemukan oleh William Thomas Green Morton
pada tahun 1846, anestesi terus berkembang pesat hingga sekarang. Saat itu ia
sedang memperagakan pemakaian dietil eter untuk menghilangkan kesadaran dan
rasa nyeri pada pasien yang ditanganinya. Ia berhasil melakukan pembedahan tumor
rahang pada seorang pasien tanpa memperlihatkan gejala kesakitan. Karena pada
saat itu eter merupakan obat yang cukup aman, memenuhi kebutuhan, mudah
digunakan, tidak memerlukan obat lain, cara pembuatan mudah, dan harganya
murah. Oleh karena itu eter terus dipakai, tanpa ada usaha untuk mencari obat yang
lebih baik. Setelah mengalami stagnasi dalam perkembangannya selama 100 tahun
setelah penemuan morton barulah kemudian banyak dokter tertarik untuk
memperlajari bidang anestesiologi, dan barulah obat-obat anestesi generasi baru
muncul satu-persatu (Mangku dan Senapathi, 2010) Anastesi berasal dari bahasa
Yunani yaitu An berati tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi. Sehingga
anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai
dengan hilangnya kesadaran. Anestesi adalah keadaan tanpa rasa (without
sensation) tetapi bersifat sementara dan dapat kembali kepada keadaan semula.
(Sudisma et al., 2006)
Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen yaitu hipnotik (tidak
sadarkan diri = “mati ingatan’), analgesi (bebas nyeri = “mati rasa”), dan relaksasi
otot rangka (“mati gerak”) (Mangku dan Senapathi, 2010) Untuk mencapai ke tiga
target tersebut dapat digunakan hanya dengan mempergunakan satu jenis obat,
misalnya eter atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai
efek khusus seperti tersebut di atas, yaitu obat yang khusus sebagai hipnotik, khusus
sebagai analgesi, dan khusus sebagai obat pelumpuh otot. Ketiga target anestesia
tersebut populer disebut dengan “Trias anestesi” (Mangku dan Senapathi, 2010)
Dalam perkembangannya, anestesi digunakan secara luas, dalam bidang
kedokteran hewan untuk menghilangkan nyeri dan kesadaran, juga digunakan untuk
melakukan pengendalian hewan (restraint), keperluan penelitian biomedis,
pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar, pemotongan hewan yang
humanis, dan untuk melakukan ruda paksa (euthanasia). Tujuan anestesi dapat
dicapai dengan pemberian obat anestesi secara tunggal maupun dengan balanced
anesthesia yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestesi maupun dengan agen
preanestesi (McKelvey dan Hollingshead, 2003; Tranquilli et al., 2007).
Menurut Alex, (2010) balanced anesthesia dalam konteks ini meliputi yaitu
a).Obat diberikan sebelum induksi anestesi (Premedikasi), b).Obat diberikan selama
induksi anestesi, c).Obat diberikan selama maintenance anestesi. Anestesi
merupakan tahapan yang paling penting dalam tindakan pembedahan, karena
tindakan pembedahan belum dapat dilakukan bila anestesi belum diberikan (Pretto,
2002). Anestesi memiliki resiko yang jauh lebih besar dari prosedur tindakan
4
pembedahan karena nyawa pasien yang dianestesi dapat terancam. Untuk pemilihan
anestesi yang ideal dibutuhkan dalam menghasilkan sifat analgesi, sedasi, relaksasi,
Unconsciousness (hilang kesadaran), keamanan dan kenyamanan untuk sistem vital,
ekonomis, dan mudah dalam aplikasi baik di lapangan ataupun di ruang operasi.
Namun, sampai saat ini anestesi yang memenuhi kriteria yang ideal belum ada
(Fossum 1997).
Anestesia merupakan tindakan yang dilakukan untuk membuat pasien dari
sadar menjadi tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian anestesi
dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri saat pembedahan (Latief, Suryadi, dan
Dachlan, 2007).Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu
anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar
tanpa nyeri yang reversible akibat pemberian obat-obatan, serta menghilangkan rasa
sakit seluruh tubuh secara sentral. Perbedaan dengan anestesi lokal adalah anestesi
pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri tanpa kehilangan kesadaran (Morgan et
al, 2006).Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan keselamatan
pasien. Salah satu faktor penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama
tindakan induksi anestesi dilakukan (Hug et al, 1993 dalam Lestari dan Nurcahyo,
2010).
Stabilitas hemodinamik merupakan indikator penting dari suatu tindakan
anestesi yang ideal dan berpengaruh terhadap rencana pengelolaan anestesi (Gallo
et al, 1988 dalam Lestari, 2010). Penggunaan obat untuk induksi anestesi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas hemodinamik. Zat
anestetik sebagian besar bekerja dengan menekan aktivitas simpatis sehingga
kontraksi jantung menurun, terjadi vasodilatasi perifer dan hipotensi (Morgan, 2002
dan Stoelting, 1999 dalam Lestari, 2010). Efek anestesi ini bisa berlanjut menjadi
komplikasi yang tidak diinginkan. Komplikasi anestesi pada kardiovaskuler dapat
berupa hipertensi, hipotensi, disritmia, PONV (Post Operative Nausea and Vomiting)
(Julien, 1994 dan Glyn, 1999 dalam Lestari, 2010).
B. TUJUAN DIKLAT
1. Tujuan umum
Melaksanakan Life Support dengan benar
2. Tujuan khusus
a. Dilaksanakan life support gawat darurat yang mengancam jiwa
b. Dilaksanakan life support pada pemberian anestesi dan pembedahan
c. Dilaksanakan perawatan dan prosedur untuk life support
d. Dilaksanakan bantuan hidup dasar, bantuan hidup lanjut, dan pemberian
obat-obatan life support
5