TINJAUAN TEORI
A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yang terdiri dari indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003 dalam A.Wawan dan Dewi M., 2010).
Menurut Drs. Sidi Gazalba yang dikutip oleh Bakhtiar, pengetahuan adalah
apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil
dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik
atau isi pikiran (Bakhtiar, 2012).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010)
pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu”
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap obyek yang dipelajari.
7
8
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan
penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor lingkungan
Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) dalam
A.Wawan dan Dewi M. (2010), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok.
2) Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
11
B. Sikap
1. Pengertian
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak yang terarah pada suatu hal atau suatu objek (Purwanto, 2006). Sikap
sebagai suatu keadaan siap yang dipelajari untuk merespon secara konsisten
terhadap obyek tertentu yang mengarah pada arah yang mendukung (favorable)
dan tidak mendukung (unfavorable).
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan reaksi tehadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,
2014).
2. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmojo (1996) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010) sikap
terdiri dari berbagai tingkatan yakni:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan dimana orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespons (Responding)
Merespons merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah.
12
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mngerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Sifat Sikap
Menurut Heri Purwanto (1998) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010) sikap
dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif:
a. Sikap positif kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyanyangi dan
mengharapkan objek tertentu.
b. Sikap negatif kecendrungan untuk menjauhi, mengindari, membenci dan tidak
menyukai objek tertentu.
berstandar. Cara pengukuran sikap yang banyak digunakan adalah skala yang
dikembangkan oleh Charles E. Osgood.
1. pengertian
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence (kata
bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa.
Adolescence artinya berangsur-angsur menuju kematangan secara fisik, akal,
kejiwaan dan sosial serta emosional. Hal ini mengisyaratkan kepada hakikat
umum, yaitu bahwa pertumbuhan tidak berpindah dari satu fase ke fase lainya
secara tiba-tiba, tetapi pertumbuhan itu berlangsung setahap demi setahap
(Proverawati dan Misaroh, 2009).
Masa remaja (adolescence) adalah periode perkembangan selama di mana
individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa,
biasanya antara usia 13-20 tahun (Potter & Perry, 2006).
Menurut Proverawati dan Misaroh (2009) ciri-ciri pada fase ini pun
didasarkan atas adanya pertumbuhan alat-alat kelamin, baik yang tampak dari luar
maupun yang ada dalam tubuhnya.
a. Ciri-ciri kelamin primer, antara lain :
1) Pada anak putra mulai menghasilkan cairan sperma dan bagi anak putri
menghasilkan sel telur.
2) Anak putra mengalami mimpi basah pertama, dan anak putri mulai mengalami
menstruasi pertama (menarche).
b. Ciri-ciri kelamin sekunder berupa perubahan fisik, terjadi pada laki-laki dan
perempuan. Ciri-ciri kelamin sekunder pada perempuan, antara lain payudara
tumbuh membesar, tumbuhnya rambut di ketiak dan di sekitar alat kelamin,
serta membesarnya panggul. Ciri-ciri kelamin sekunder anak laki-laki adalah
tumbuhnya kumis dan jambang, tumbuhnya rambut di ketiak dan di sekitar alat
kelamin, serta dada menjadi lebih bidang.
16
2) Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain:
a) Mencari identitas diri.
b) Timbulnya keinginan untuk kencan.
c) Mempunyai rasa cinta yang mendalam.
d) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
e) Berkhayal tentang aktivitas seks.
3) Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain:
a) Pengungkapan identitas diri.
b) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya.
c) Mempunyai citra jasmani dirinya.
d) Dapat mewujudkan rasa cinta.
e) Mampu berfikir abstrak.
D. Dismenore
1. Pengertian
Dismenore (dysmenorrhoea) berasal dari bahasa Yunani yang artinya dys
berarti sulit, nyeri; meno yang berarti bulan; dan orrhea berarti aliran. Dismenore
adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid atau menstruasi yang dapat
17
3. Klasifikasi
a. Menurut Proverawati dan Misaroh (2009), ditinjau dari berat-ringannya rasa
nyeri, dismenore dibagi menjadi :
1) Dismenore ringan yaitu dismenore dengan rasa nyeri yang berlangsung
beberapa saat sehingga perlu istirahat sejenak untuk menghilangkan rasa nyeri,
tanpa disertai pemakaian obat.
2) Dismenore sedang yaitu dismenore yang memerlukan obat untuk
menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan aktivitas sehari-hari.
3) Dismenore berat yaitu dismenore yang memerlukan istirahat sedemikian lama
dengan akibat meninggalkan aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih.
Faktor konstitusi: faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut di
atas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap nyeri. Faktor-faktor seperti
anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya
dismenore.
Faktor obstruksi kanalis servikalis: salah satu teori yang paling tua untuk
menerangkan terjadinya dismenore primer ialah stenosis kanalis servikalis.
Pada wanita dengan uterus dalam hiperantefleksi mungkin dapat terjadi
stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai
faktor yang penting sebagai penyebab dismenore. Banyak wanita menderita
dismenore tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi,
namun sebaliknya terdapat banyak wanita tanpa keluhan dismenore, walaupun
ada stenosis kanalis servikalis dan uterus terletak dalam hiperantefleksi atau
hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat
menyebabkan dismenore karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam
usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut.
Faktor endokrin: umunya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada
dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Hal ini
disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi (fase paramenstruasi)
memproduksi prostaglandin F2 alfa yang menyebabkan kontraksi otot polos.
Jumlah prostaglandin F2 alfa berlebihan dilepaskan dalam peredaran darah,
maka selain dismenore, dijumpai pula efek umum seperti diare, mual dan
muntah.
2) Dismenore Sekunder
a) Pengertian
Dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang terjadi karena kelainan
ginekologik, mislanya: endometriosis (sebagian besar), fibroids, adenomyosis.
Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan kongenital atau kelainan
organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja. Dismenore yang tidak dapat
dikaitkan dengan suatu gangguan tertentu biasanya dimulai sebelum usia 20
tahun, tetapi jarang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah menarche.
20
Dismenore merupakan nyeri yang bersifat kolik dan disebabkan oleh kontraksi
uterus oleh progesteron yang dilepaskan saat pelepasan endometrium. Nyeri yang
hebat dapat menyebar dari panggul ke punggung dan paha, seringkali disertai
dengan mual pada sebgaian perempuan (Judha, dkk 2012).
b) Etiologi
Penyebab dismenore sekunder yaitu:
1) kasus infeksi
2) Mioma submucora
3) Polip corpus uteri
4) Endometriosis
5) Stenosis kanalis servikalis
6) tumor ovarium
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba.
Pengetahuan manusia sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmojo,2003 dalam A.Wawan dan Dewi M., 2010).
Menurut Notoatmojo (2003) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010)
disebutkan bahwa untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dapat digunakan
cara tradisional atau non ilmiah yaitu cara coba salah, cara kebiasaan menerima
pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai kekuasaan atau otoritas
dan pengetahuan bisa juga didapat melalui pengalaman pribadi ataupun jalan
pikiran. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ada dua yaitu faktor internal
(pendidikan, pekerjaan, umur) dan faktor eksternal (faktor lingkungan dan sosial
budaya) (Azwar, 2005 dalam A.Wawan dan Dewi M., 2010).
Menurut Purwanto (1998) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010),
menjelaskan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk
berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya.
Pada manusia sebagai makhluk sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari
pengaruh interaksi manusia satu dengan yang lain (eksternal), seperti alat
komunikasi dan media massa baik elektronik maupun non elektronik. Di samping
itu, manusia juga sebagai makhluk individu sehingga apa yang datang dari dalam
dirinya (internal) juga mempengaruhi pembentukan sikap. Adanya informasi baru
mengenai dismenore memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap. Dari
23
informasi tersebut, bila cukup kuat akan memberikan dasar bagi remaja untuk
bersikap yang baik dalam mengatasi dismenore.
Pengetahuan dan sikap merupakan bagian dari domain prilaku kesehatan
Notoatmodjo (2003) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010) membagi prilaku
kedalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, praktek atau tindakan. Dalam
perjalanannya komponen sikap akan selalu berhubungan dengan komponen
pengetahuan dan komponen tersesbut dalam keadaan konsisten. Ketiga domain ini
bisa diukur dari pengetahuan dan sikap seseorang. Terbentuknya suatu perilaku,
dimulai pada domain kognitif dalam arti orang itu tahu terhadap stimulus yang
diberikan, sehingga menimbulkan pengetahuan baru. Dari pengetahuan ini akan
menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap.
Menurut Ki Hajar Dewantoro, ketiga kawasan perilaku ini disebut cipta
(kognisi), rasa (emosi) dan karsa (konasi). Beliau mengajarkan bahwa tujuan
pendidikan adalah membentuk dan meningkatkan kemampuan manusia yang
mencakup seluruh ranah tersebut. Ketiga kemampuan tersebut harus
dikembangkan bersama-sama secara seimbang (Notoatmodjo, 2003 dalam
A.Wawan dan Dewi M., 2010).
Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai suatu
hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif), kemudian diinternalisasikan
ke dalam dirinya (Baron, 2004 dalam Wiretno, 2014). Sikap yang ditunjukkan
remaja putri tergantung dari pengetahuan yang ia miliki. Pengetahuan tentang
dismenore sangat berpengaruh terhadap sikap dalam mengatasi dismenore. Sikap
dalam mengahadapi dismenore merupakan reaksi atau tanggapan remaja putri
tentang nyeri menstruasi. Pengetahuan tentang dismenore akan membawa remaja
putri untuk berfikir dan berusaha supaya dapat mengatasi dismenore.
Menurut Putrie (2014) yang melakukan penelitian dengan judul hubungan
antara tingkat pengetahuan, usia menarche, lama menstruasi dan riwayat keluarga
dengan kejadian dismenore pada siswi di SMP Negeri 2 Kartasura Kabupaten
Sukoharjo, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan kejadian dismenore, tidak ada hubungan antara usia
menarche dengan kejadian dismenore, ada hubungan antara lama menstruasi
24
dengan kejadian dismenore, dan ada hubungan antara riwayat keluarga dengan
kejadian dismenore.
Penelitian yang dilakukan oleh Wiretno (2014) yang berjudul hubungan
antara tingkat pengetahuan menstruasi terhadap upaya penanganan dismenore
pada siswi SMA Negeri 1 Bungku Tengah, didapatkan hasil bahwa ada hubungan
antara tingkat pengetahuan menstruasi dan tingkat nyeri terhadap upaya
penanganan dismenore.
Penelitian purba (2014) meneliti tentang hubungan pengetahuan dengan
perilaku penanganan dismenore di SMA Negeri 7 Manado, didapatkan hasil
bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penanganan dismenore
di SMA Negeri 7 Manado.
Penelitian yang dilakukan Tampake (2014) yang menenliti tentang
pengetahuan dan sikap remaja terhadap dismenorea di SMP PNIEL Manado,
didapatka hasil bahwa ada hubunganan antara pengetahuan dan sikap remaja
terhadap dismenorea di SMP Pniel Manado.
25
F. Kerangka Teori
Remaja
Gambar 2.1. Kerangka Teori Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenore
dengan Sikap Penanganan Dismenore di SMK Negeri 1 Tabanan (Notoadmojo,
2003 dalam A.Wawan dan Dewi M., 2010; Sarwono, 2007).
26
G. Kerangka Konseptual
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenore
dengan Sikap Penanganan Dismenore di SMK Negeri 1 Tabanan.
Keterangan :
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Garis adanya hubungan
27
H. Kerangka Kerja
Populasi
Populasi remaja putri kelas X akutansi, administrasi perkantoran,
pemasaran dan teknologi komunikasi jaringan di SMK Negeri 1 Tabanan
sebanyak 382
Sampling
Tehnik sampling yang digunakanan adalah proportionate stratified random
sampling
Sampel
Besar sampel adalah 195 siswi menggunakan proportionate stratified
random sampling, yang terdiri dari jurusan akutansi sebanyak 94 siswi,
administrasi perkantoran sebanyak 60 siswi, pemasaran sebanyak 33
siswi dan teknologi komunikasi jaringan sebanyak 8 siswi.
Analisa Data
Data dianalisa menggunakan analisa univariat dan bivariat menggunakan
uji spearman rank correlation
Gambar 2.3.Kerangka Kerja Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenore
dengan Sikap Penanganan Dismenore di SMK Negeri 1 Tabanan.
I. Perumusan Hipotesis
J. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah desain
penelitian deskriptif analitik dengan bentuk rancangan cross sectional yaitu jenis
penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel
independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada
tindak lanjut (Nursalam, 2014).