Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengetahuan

1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yang terdiri dari indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003 dalam A.Wawan dan Dewi M., 2010).
Menurut Drs. Sidi Gazalba yang dikutip oleh Bakhtiar, pengetahuan adalah
apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil
dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik
atau isi pikiran (Bakhtiar, 2012).

2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010)
pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,
termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu”
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap obyek yang dipelajari.

7
8

c. Aplikasi (Application)
Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan
penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan


Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoatmodjo (2003)
dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010) adalah sebagai berikut:
a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1) Cara coba salah (Trial and Eror)
Cara paling tradisional yang digunakan manusia untuk memperoleh
pengetahuan dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah
dan bila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain
sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan yang diperoleh otoritas atau kepuasan baik tradisi, otoritas
pemerintah, agama maupun ahli ilmu kebenarannya berdasarkan fakta atau
9

berdasarkan penalaran sendiri. Metode ini berpendapat bahwa pemegang otoritas


seperti pemimpin pemerintah, tokoh agama maupun ahli ilmu pengetahuan pada
prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan
sehingga orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang
mempunyai otoritas tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan
kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Kemampuan untuk menyimpulkan pengetahuan, aturan dan
membuat prediksi berdasarkan observasi adalah penting untuk pola penalaran
manusia. Upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi masa lalu.

b. Cara modern atau cara ilmiah


Pendekatan yang paling tepat untuk materi suatu kebenaran karena didasari
pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis serta dapat mengumpulkan dan
menganalisa data yang didasarkan pada prinsip rehabilitas dan reabilitas. Perlu
adanya kombinasi yang logis dengan mendekatkan induktif maupun deduktif
mampu menciptakan suatu pemecahan masalah lebih akurat dan tepat. Cara baru
atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan ilmiah.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


a. Faktor internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal
yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut
YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2003) dalam A.Wawan dan Dewi M.
(2010), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
10

seseorang untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003)


dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010) pada umumnya makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003) dalam A.Wawan dan
Dewi M. (2010), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah
sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan banyak tantangan.
3) Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003) dalam A.Wawan dan
Dewi M. (2010), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun. Menurut Huclok (1998) dalam A.Wawan dan Dewi M.
(2010) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Hal ini sebagai pengalaman dan kematangan jiwa.

b. Faktor Eksternal
1) Faktor lingkungan
Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) dalam
A.Wawan dan Dewi M. (2010), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok.
2) Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
11

5. Kriteria Tingkat Pengetahuan


Menurut Arikunto (2006) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010)
pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang
bersifat kualitatif, yaitu :
a. Baik, bila nilai akumulasi >75%
b. Cukup, bila nilai akumulasi 60%-75 %
c. Kurang, bila nilai akumulasi < 60 %

B. Sikap

1. Pengertian
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak yang terarah pada suatu hal atau suatu objek (Purwanto, 2006). Sikap
sebagai suatu keadaan siap yang dipelajari untuk merespon secara konsisten
terhadap obyek tertentu yang mengarah pada arah yang mendukung (favorable)
dan tidak mendukung (unfavorable).
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan reaksi tehadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,
2014).

2. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmojo (1996) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010) sikap
terdiri dari berbagai tingkatan yakni:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan dimana orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespons (Responding)
Merespons merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah.
12

c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mngerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Sifat Sikap
Menurut Heri Purwanto (1998) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010) sikap
dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif:
a. Sikap positif kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyanyangi dan
mengharapkan objek tertentu.
b. Sikap negatif kecendrungan untuk menjauhi, mengindari, membenci dan tidak
menyukai objek tertentu.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap


Menurut Azwar (2005) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010) faktor-faktor
yang mempengaruhi sikap yaitu:
a. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi melibatkan faktor
emosional.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara
lain motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk mengindari
konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
c. Pengaruh kebudayaan
Tanpa di sadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita
terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
13

masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-


individu masyarakat asuhannya.
d. Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi
lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung
dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap
konsumennya.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama
sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika pada
gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
f. Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang di dasari
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme perubahan ego.

5. Cara Pengukuran Sikap


Menurut A.Wawan dan Dewi M (2010) secara garis besar, pengukuran
sikap dibedakan menjadi dua cara, yaitu :
a. Pengukuran secara langsung
Pengukuran secara langsung merupakan pengukuran sikap, dimana subjek
secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah.
Dimana jenis-jenisnya meliputi pengukuran langsung berstruktur dan pengukuran
langsung tak berstruktur.
1) Pengukuran langsung berstruktur
Pengukuran langsung berstruktur yaitu pengukuran sikap dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam
suatu alat yang telah ditentukan dan langsung diberikan kepada subjek yang
diteliti. Contoh pengukuran langsung berstruktur adalah :
a) Pengukuran sikap dengan skala Bogardus yaitu pengukuran dengan menyusun
pernyataan berdasarkan jarak sosial.
14

b) Pengukuran sikap dengan skala Thurston yaitu pengukuran dengan


menggunakan skala yang telah disusun sedemikian rupa sehingga merupakan
range dari yang menyenangkan (favorable) sampai tidak menyenangkan
(unfovorable). Nilai skala bergerak dari 0,0 merupakan ekstrem bawah sampai
dengan 11,0 sebagai ekstrem atas.
c) Pengukuran sikap dengan skala Likert. Dikenal dengan teknik ”Summated
Rating” responden diberikan pernyataan-pernyataan dengan kategori jawaban
yang telah dituliskan dan pada umumnya 1 sampai dengan 5 kategori jawaban.
Sebagai contoh seorang perawat sebaiknya tidak memelihara kuku panjang dan
pada penderita diabetes mellitus dapat mencegah komplikasi dengan
melakukan pengaturan makan. Kuesioner dinilai dengan memberikan skor
pada pernyataan yang bersifat positif, jawaban Sangat Setuju (SS) mendapat
nilai 5, Setuju (S) bernilai 4, Ragu-ragu (RR) bernilai 3, Tidak Setuju (TS)
bernilai 2, Sangat Tidak Setuju (STS) bernilai 1. Pernyataan yang bersifat
negatif, Sangat Setuju (SS) mendapat nilai 1, Setuju (S) bernilai 2, Ragu-ragu
(RR) bernilai 3, Tidak Setuju (TS) bernilai 4, Sangat Tidak Setuju (STS)
bernilai 5.
Kemudian nilai diakumulasikan :
 Baik, bila nilai akumulasi >75%
 Cukup, bila nilai akumulasi 60%-75 %
 Kurang, bila nilai akumulasi <60 %

2) Pengukuran langsung tak berstruktur


Pengukuran langsung tak berstruktur merupakan pengukuran sikap yang
sederhana dan tidak diperlukan persiapan yang cukup mendalam, misalnya
mengukur sikap dengan wawancara bebas atau free interview, pengamatan
langsung atau survey.

b. Pengukuran secara tidak langsung


Pengukuran sikap secara tidak langsung merupakan cara pengukuran sikap
dengan menggunakan tes. Umumnya digunakan skala sematik diferensial yang
15

berstandar. Cara pengukuran sikap yang banyak digunakan adalah skala yang
dikembangkan oleh Charles E. Osgood.

C. Konsep Dasar Remaja

1. pengertian
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence (kata
bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa.
Adolescence artinya berangsur-angsur menuju kematangan secara fisik, akal,
kejiwaan dan sosial serta emosional. Hal ini mengisyaratkan kepada hakikat
umum, yaitu bahwa pertumbuhan tidak berpindah dari satu fase ke fase lainya
secara tiba-tiba, tetapi pertumbuhan itu berlangsung setahap demi setahap
(Proverawati dan Misaroh, 2009).
Masa remaja (adolescence) adalah periode perkembangan selama di mana
individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa,
biasanya antara usia 13-20 tahun (Potter & Perry, 2006).
Menurut Proverawati dan Misaroh (2009) ciri-ciri pada fase ini pun
didasarkan atas adanya pertumbuhan alat-alat kelamin, baik yang tampak dari luar
maupun yang ada dalam tubuhnya.
a. Ciri-ciri kelamin primer, antara lain :
1) Pada anak putra mulai menghasilkan cairan sperma dan bagi anak putri
menghasilkan sel telur.
2) Anak putra mengalami mimpi basah pertama, dan anak putri mulai mengalami
menstruasi pertama (menarche).

b. Ciri-ciri kelamin sekunder berupa perubahan fisik, terjadi pada laki-laki dan
perempuan. Ciri-ciri kelamin sekunder pada perempuan, antara lain payudara
tumbuh membesar, tumbuhnya rambut di ketiak dan di sekitar alat kelamin,
serta membesarnya panggul. Ciri-ciri kelamin sekunder anak laki-laki adalah
tumbuhnya kumis dan jambang, tumbuhnya rambut di ketiak dan di sekitar alat
kelamin, serta dada menjadi lebih bidang.
16

2. Tahap Perkembangan Remaja


Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung
antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja
awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18-21 tahun adalah masa
remaja akhir (Proverawati dan Misaroh, 2009). Menurut tahap perkembangan,
masa remaja dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu:
1) Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain:
a) Lebih dekat dengan teman sebaya.
b) Ingin bebas.
c) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

2) Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain:
a) Mencari identitas diri.
b) Timbulnya keinginan untuk kencan.
c) Mempunyai rasa cinta yang mendalam.
d) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.
e) Berkhayal tentang aktivitas seks.

3) Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain:
a) Pengungkapan identitas diri.
b) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya.
c) Mempunyai citra jasmani dirinya.
d) Dapat mewujudkan rasa cinta.
e) Mampu berfikir abstrak.

D. Dismenore

1. Pengertian
Dismenore (dysmenorrhoea) berasal dari bahasa Yunani yang artinya dys
berarti sulit, nyeri; meno yang berarti bulan; dan orrhea berarti aliran. Dismenore
adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid atau menstruasi yang dapat
17

mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri


atau rasa sakit di daerah perut bawah maupun punggung (Judha, dkk 2012).
Dismenore adalah nyeri di perut bawah, menyebar ke daerah pinggang,
dan paha. Dismenore adalah nyeri kram (tegang) daerah perut mulai terjadi pada
24 jam sebelum terjadinya perdarahan haid dan dapat bertahan selama 24-36 jam
meskipun beratnya hanya berlangsung selama 24 jam pertama. Nyeri ini timbul
tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan
berlangsung untuk beberapa jam, walaupun beberapa kasus dapat berlangsung
beberapa hari sebelum, sesudah dan selama menstruasi (Wiknjosastro, 2007 dalam
Dewi 2014).
Keadaan nyeri saat haid atau dismenore merupakan akibat terjadinya
menstruasi, dimana menstruasi merupakan peristiwa perdarahan bulanan yang
terjadi jika sel telur tidak dibuahi, maka lapisan dinding bagian dalam dari
kandungan yang disiapkan untuk penempelan hasil pembuahan akan terkelupas
dan terjadilah perdarahan. Rentang siklus menstruasi biasanya berkisar selama 28
hari, siklus terpendek 18 hari atau terpanjang 40 hari masih dianggap normal
(Ethel, 2003 dalam Dewi, 2014). Biasanya remaja putri mengalami menstruasi
pertama yang disebut dengan menarche pada umur antara 10-16 tahun.
Pemahaman tentang dismenore merupakan bagian dari pendidikan kesehatan
reproduksi remaja.

2. Tanda dan gejala


Menurut Proverawati dan Misaroh (2009) tanda dan gejala dari dismenore
yaitu:
a. Nyeri pada perut bagian bawah sampai ke pinggang dan paha
b. Rasa mual bahkan sampai muntah
c. Sakit kepala
d. Perasaan mau pingsan
e. Emosi labil
18

3. Klasifikasi
a. Menurut Proverawati dan Misaroh (2009), ditinjau dari berat-ringannya rasa
nyeri, dismenore dibagi menjadi :
1) Dismenore ringan yaitu dismenore dengan rasa nyeri yang berlangsung
beberapa saat sehingga perlu istirahat sejenak untuk menghilangkan rasa nyeri,
tanpa disertai pemakaian obat.
2) Dismenore sedang yaitu dismenore yang memerlukan obat untuk
menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan aktivitas sehari-hari.
3) Dismenore berat yaitu dismenore yang memerlukan istirahat sedemikian lama
dengan akibat meninggalkan aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih.

b. Menurut Proverawati dan Misaroh (2009) berdasarkan ada tidaknya kelainan


ginekologis, dismenore dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Dismenore Primer
a) Pengertian
Dismenore primer adalah nyeri menstruasi tanpa kelainan organ reproduksi
(tanpa kelainan ginekologik). Dismenore primer terjadi sesudah 12 bulan atau
lebih pasca menarche (menstruasi yang pertama kali). Hal ini karena siklus
menstruasi pada bulan pertama menarche biasanya bersifat anovulatoir yang tidak
disertai dengan nyeri. Rasa nyeri timbul sebelum atau bersamaan dengan
menstruasi dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus
dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sifat nyeri adalah kejang yang
berjangkit, biasanya terbatas di perut bawah, tetapi dapat merambat ke daerah
pinggang dan paha. Menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja
sebagian besar disebabkan oleh dismenore primer (Judha, dkk 2012).
b) Etiologi
Menurut Judha, dkk (2012) penyebab dismenore primer antara lain:
 Faktor kejiwaan: pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi
jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah
timbul dismenore primer.
19

 Faktor konstitusi: faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut di
atas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap nyeri. Faktor-faktor seperti
anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya
dismenore.
 Faktor obstruksi kanalis servikalis: salah satu teori yang paling tua untuk
menerangkan terjadinya dismenore primer ialah stenosis kanalis servikalis.
Pada wanita dengan uterus dalam hiperantefleksi mungkin dapat terjadi
stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai
faktor yang penting sebagai penyebab dismenore. Banyak wanita menderita
dismenore tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi,
namun sebaliknya terdapat banyak wanita tanpa keluhan dismenore, walaupun
ada stenosis kanalis servikalis dan uterus terletak dalam hiperantefleksi atau
hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat
menyebabkan dismenore karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam
usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut.
 Faktor endokrin: umunya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada
dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Hal ini
disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi (fase paramenstruasi)
memproduksi prostaglandin F2 alfa yang menyebabkan kontraksi otot polos.
Jumlah prostaglandin F2 alfa berlebihan dilepaskan dalam peredaran darah,
maka selain dismenore, dijumpai pula efek umum seperti diare, mual dan
muntah.

2) Dismenore Sekunder
a) Pengertian
Dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang terjadi karena kelainan
ginekologik, mislanya: endometriosis (sebagian besar), fibroids, adenomyosis.
Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan kongenital atau kelainan
organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja. Dismenore yang tidak dapat
dikaitkan dengan suatu gangguan tertentu biasanya dimulai sebelum usia 20
tahun, tetapi jarang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah menarche.
20

Dismenore merupakan nyeri yang bersifat kolik dan disebabkan oleh kontraksi
uterus oleh progesteron yang dilepaskan saat pelepasan endometrium. Nyeri yang
hebat dapat menyebar dari panggul ke punggung dan paha, seringkali disertai
dengan mual pada sebgaian perempuan (Judha, dkk 2012).
b) Etiologi
Penyebab dismenore sekunder yaitu:
1) kasus infeksi
2) Mioma submucora
3) Polip corpus uteri
4) Endometriosis
5) Stenosis kanalis servikalis
6) tumor ovarium

4. Faktor penyebab dismenore


Menurut Proverawati dan Misaroh (2009) ada beberapa faktor resiko yang
menimbulkan dismenore, yakni:
a. Menstruasi pertama (menarche) di usia dini (kurang dari 12 tahun)
b. Wanita yang belum pernah melahirkan
c. Periode menstruasi yang lama
d. Merokok
e. Adanya riwayat nyeri menstruasi pada keluarga
f. Obesitas atau kegemukan

5. Cara Penanganan Dismenore


Menurut Sarwono (2007) penanganan dismenore yaitu:
a. Penerangan dan nasihat
Perlu dijelaskan pada penderita bahwa dismenore adalah gangguan yang
tidak berbahaya untuk kesehatan. Nasihat-nasihat mengenai makanan sehat,
istirahat yang cukup, olahraga mungkin berguna.
21

b. Pemberian obat analgesik


Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin,
fenasetin dan kafein. Obat-obat paten yang beredar di pasaran antara lain
novalgin, ponstan, acet-aminhopen dan sebagainya.
c. Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal ini ialah menekan ovulasi. Tujuan ini dapat dicapai
dengan pemberian salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.
d. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
Termasuk indometasin, ibuprofen, dan naproksen, dalam kurang lebih 70%
penderita dapat disembuhkan atau mengalami perbaikan. Hendaknya pengobatan
diberikan sebelum haid mulai dari satu sampai tiga hari sebelum haid dan pada
hari pertama haid.
e. Dilatasi kanalis servikalis
Dapat memberi keringanan karena memudahkan pengeluaran darah haid
dan prostaglandin di dalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan urat saraf
sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat) ditambah dengan neurektomi
ovarial (pemotongan urat saraf sensorik yang ada di ligamentum infundibulum)
merupakan tindakan terakhir, apabila usaha-usaha lain gagal.
Menurut Aulia (2009) ada beberapa cara sederhana untuk mengatasi
gangguan ketika mengalami nyeri pada saat menstruasi, antara lain:
1) Kompres dengan botol panas (hangat) tepat pada bagian yang terasa kram bisa
perut atau pinggang bagian belakang) bisa dengan cara diletakkan saja atau
dengan cara diusap.
2) Mandi dengan air hangat, selain itu bisa juga dengan menggunakan aroma
terapi untuk menenangkan diri dan menjadikan suasana menjadi lebih santai
dan lebih rileks.
3) Minum minuman hangat yang mengandung kalsium tinggi.
4) Apabila nyeri yang dirasakan tidak wajar, bisa melakukan gerakan posisi
menungging sehingga rahim tergantung di bawah, hal ini bisa membantu
relaksasi dan mengurangi rasa sakit yang dirasakan.
22

5) Menggosok-gosok perut atau pinggang yang sakit (massage).


6) Tarik nafas dalam-dalam secara perlahan dan dengan beraturan untuk relaksasi.

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenore dengan


Sikap Penanganan Dismenore

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba.
Pengetahuan manusia sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmojo,2003 dalam A.Wawan dan Dewi M., 2010).
Menurut Notoatmojo (2003) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010)
disebutkan bahwa untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dapat digunakan
cara tradisional atau non ilmiah yaitu cara coba salah, cara kebiasaan menerima
pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai kekuasaan atau otoritas
dan pengetahuan bisa juga didapat melalui pengalaman pribadi ataupun jalan
pikiran. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ada dua yaitu faktor internal
(pendidikan, pekerjaan, umur) dan faktor eksternal (faktor lingkungan dan sosial
budaya) (Azwar, 2005 dalam A.Wawan dan Dewi M., 2010).
Menurut Purwanto (1998) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010),
menjelaskan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk
berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya.
Pada manusia sebagai makhluk sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari
pengaruh interaksi manusia satu dengan yang lain (eksternal), seperti alat
komunikasi dan media massa baik elektronik maupun non elektronik. Di samping
itu, manusia juga sebagai makhluk individu sehingga apa yang datang dari dalam
dirinya (internal) juga mempengaruhi pembentukan sikap. Adanya informasi baru
mengenai dismenore memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap. Dari
23

informasi tersebut, bila cukup kuat akan memberikan dasar bagi remaja untuk
bersikap yang baik dalam mengatasi dismenore.
Pengetahuan dan sikap merupakan bagian dari domain prilaku kesehatan
Notoatmodjo (2003) dalam A.Wawan dan Dewi M. (2010) membagi prilaku
kedalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, praktek atau tindakan. Dalam
perjalanannya komponen sikap akan selalu berhubungan dengan komponen
pengetahuan dan komponen tersesbut dalam keadaan konsisten. Ketiga domain ini
bisa diukur dari pengetahuan dan sikap seseorang. Terbentuknya suatu perilaku,
dimulai pada domain kognitif dalam arti orang itu tahu terhadap stimulus yang
diberikan, sehingga menimbulkan pengetahuan baru. Dari pengetahuan ini akan
menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap.
Menurut Ki Hajar Dewantoro, ketiga kawasan perilaku ini disebut cipta
(kognisi), rasa (emosi) dan karsa (konasi). Beliau mengajarkan bahwa tujuan
pendidikan adalah membentuk dan meningkatkan kemampuan manusia yang
mencakup seluruh ranah tersebut. Ketiga kemampuan tersebut harus
dikembangkan bersama-sama secara seimbang (Notoatmodjo, 2003 dalam
A.Wawan dan Dewi M., 2010).
Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai suatu
hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif), kemudian diinternalisasikan
ke dalam dirinya (Baron, 2004 dalam Wiretno, 2014). Sikap yang ditunjukkan
remaja putri tergantung dari pengetahuan yang ia miliki. Pengetahuan tentang
dismenore sangat berpengaruh terhadap sikap dalam mengatasi dismenore. Sikap
dalam mengahadapi dismenore merupakan reaksi atau tanggapan remaja putri
tentang nyeri menstruasi. Pengetahuan tentang dismenore akan membawa remaja
putri untuk berfikir dan berusaha supaya dapat mengatasi dismenore.
Menurut Putrie (2014) yang melakukan penelitian dengan judul hubungan
antara tingkat pengetahuan, usia menarche, lama menstruasi dan riwayat keluarga
dengan kejadian dismenore pada siswi di SMP Negeri 2 Kartasura Kabupaten
Sukoharjo, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan kejadian dismenore, tidak ada hubungan antara usia
menarche dengan kejadian dismenore, ada hubungan antara lama menstruasi
24

dengan kejadian dismenore, dan ada hubungan antara riwayat keluarga dengan
kejadian dismenore.
Penelitian yang dilakukan oleh Wiretno (2014) yang berjudul hubungan
antara tingkat pengetahuan menstruasi terhadap upaya penanganan dismenore
pada siswi SMA Negeri 1 Bungku Tengah, didapatkan hasil bahwa ada hubungan
antara tingkat pengetahuan menstruasi dan tingkat nyeri terhadap upaya
penanganan dismenore.
Penelitian purba (2014) meneliti tentang hubungan pengetahuan dengan
perilaku penanganan dismenore di SMA Negeri 7 Manado, didapatkan hasil
bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penanganan dismenore
di SMA Negeri 7 Manado.
Penelitian yang dilakukan Tampake (2014) yang menenliti tentang
pengetahuan dan sikap remaja terhadap dismenorea di SMP PNIEL Manado,
didapatka hasil bahwa ada hubunganan antara pengetahuan dan sikap remaja
terhadap dismenorea di SMP Pniel Manado.
25

F. Kerangka Teori

Remaja

Faktor penyebab Cara Penanganan


dismenore: Menstruasi dismenore:
1. Kejiwaan 1. Penerangan dan
2. Konstitusi nasihat
3. Obstruksi Pelepasan prostaglandin 2. Pemberian obat
Kanalis analgesik
Servikalis 3. Terapi hormonal
4. Faktor Tingkat nyeri haid (Dismenore) 4. Terapi dengan
Endokrin obat nonsteroid
antiprostaglandin
5. Dilatasi kanalis
Pengetahuan Sikap servikalis

Faktor yang Faktor yang mempengaruhi


mempengaruhi sikap:
pengetahuan: 1. Pengalaman pribadi
1. Faktor internal 2. Pengaruh orang lain
a. Pendidikan yang dianggap penting
b. Pekerjaan 3. Pengaruh kebudayaan
c. Umur 4. Media massa
2. Faktor Eksternal 5. Lembaga pendidikan dan
a. Faktor lembaga agama
lingkungan 6. Faktor emosional
b. Sosial budaya

Gambar 2.1. Kerangka Teori Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenore
dengan Sikap Penanganan Dismenore di SMK Negeri 1 Tabanan (Notoadmojo,
2003 dalam A.Wawan dan Dewi M., 2010; Sarwono, 2007).
26

G. Kerangka Konseptual

Variabel independen Variabel dependen


(Pengetahuan remaja putri tentang (Sikap penanganan dismenore)
dismenore)

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan:


1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Faktor lingkungan
4. Sosial budaya

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenore
dengan Sikap Penanganan Dismenore di SMK Negeri 1 Tabanan.

Keterangan :
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Garis adanya hubungan
27

H. Kerangka Kerja

Populasi
Populasi remaja putri kelas X akutansi, administrasi perkantoran,
pemasaran dan teknologi komunikasi jaringan di SMK Negeri 1 Tabanan
sebanyak 382

Sampling
Tehnik sampling yang digunakanan adalah proportionate stratified random
sampling

Sampel
Besar sampel adalah 195 siswi menggunakan proportionate stratified
random sampling, yang terdiri dari jurusan akutansi sebanyak 94 siswi,
administrasi perkantoran sebanyak 60 siswi, pemasaran sebanyak 33
siswi dan teknologi komunikasi jaringan sebanyak 8 siswi.

Membagikan kuesioner kepada remaja putri yang pernah mengalami


dismenore sesuai dengan sampel di SMK
Negeri 1 Tabanan

Analisa Data
Data dianalisa menggunakan analisa univariat dan bivariat menggunakan
uji spearman rank correlation

Penyajian Hasil Penelitian

Gambar 2.3.Kerangka Kerja Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenore
dengan Sikap Penanganan Dismenore di SMK Negeri 1 Tabanan.

I. Perumusan Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan tingkat


pengetahuan remaja putri tentang dismenore dengan sikap penanganan dismenore
di SMK Negeri 1 Tabanan.
28

J. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah desain
penelitian deskriptif analitik dengan bentuk rancangan cross sectional yaitu jenis
penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel
independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada
tindak lanjut (Nursalam, 2014).

Anda mungkin juga menyukai