Anda di halaman 1dari 2

A.

EPIDEMIOLOGI
Saat ini sekitar 40% populasi penduduk dunia beresiko tertular malaria, termasuk
malaria knowlesi (Hay dan Snow, 2006). Dilihat dari riwayat penderita malaria knowlesi
maka distribusi parasit ini tersebar di Malaysia (Sarawak dan Sabah), Thailand,
perbatasan Myanmar dan Cina, Filipina, Singapura, selain itu juga ditemukan di Vietnam
dan wilayah Kalimantan di Indonesia (Figtree et al., 2010; Singh et al., 2004; Marchand
et al., 2011).
Distribusi penderita menurut asal negara didominasi oleh negara-negara yang
merupakan endemis malaria knowlesi, serta dari negara Asia lainnya. Namun penderita
yang telah dikonfirmasi malaria knowlesi juga berasal dari negara di luar Asia seperti
Amerika Serikat, Swedia, Finlandia, Spanyol, Belanda, Australia, Selandia Barn,
Perancis, dan Jerman, dengan riwayat berpergian (sebelum menderita penyakit) ke
negara- negara seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Indonesia (Muller dan
Schlagenhauf, 2014).
Kasus terbanyak ditemukan di Malaysia, terutama di negara bagian yang terletak di
pulau Kalimantan. Bahkan, kasus malaria akibat infeksi Plasmodium knowlesi
bertanggungjawab terhadap lebih dari 50% kasus malaria yang dirawat di rumah sakit di
Wilayah Kapit, Negara Bagian Serawak (Singh B dan Daneshvar C, 2013). Pada mulanya
berdasarkan pemeriksaan mikroskopis, kasus malaria tersebut diduga disebabkan oleh
Plasmodium malariae. Tetapi ketika diperiksa dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Reaction (PCR), diketahui bahwa sebagian besar kasus disebabkan oleh Plasmodium
knowlesi. Kasus infeksi Plasmodium knowlesi tidak hanya terbatas pada Malaysia Timur,
tetapi juga terjadi di Semenanjung Malaysia, walaupun jumlah kasusnya lebih sedikit
(Yusof R et al., 2014). Selain di Malaysia, di negara Asia Tenggara lainnya juga
dilaporkan terjadi kasus malaria akibat infeksi Plasmodium knowlesi. Negara tersebut
adalah Indonesia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Filipina, dan Singapura (Paisal dan
Liestiana, 2014).
Data kasus infeksi Plasmodium knowlesi kebanyakan berasal dari rumah sakit dan
diduga bahwa jumlah infeksi yang sebenarnya jauh lebih besar (Hoosen, A. dan Shaw,
M.T., 2011). Penderita malaria knowlesi umumnya adalah mereka yang beraktifitas di
dalam hutan maupun mereka yang tinggal di sekitar hutan (Jiram AI et al.,2011). Selain
warga lokal, warga asing dari negara yang bukan endemis juga dapat terkena saat
berkunjung ke wilayah dimana ada penularan malaria knowlesi, contohnya dari Australia,
Selandia Baru, Skotlandia, Belanda, Spanyol, Swedia, Finlandia. Ditinjau dari jenis
pekerjaan, yang banyak terserang adalah petani atau pekerja perkebunan (Cordina, CJ et
al.,2014). Sedangkan dari segi usia penderita, malaria knowlesi dilaporkan dapat
mengenai bayi berusia 6 bulan sampai dengan orang tua berusia 82 tahun. Walaupun
demikian, usia yang banyak terinfeksi adalah antara 16-45 tahun. Tinjauan dari segi jenis
kelamin, laki-laki lebih banyak menderita malaria knowlesi dibandingkan dengan wanita.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktifitas di hutan atau kebun lebih banyak
dilakukan oleh laki-laki dan mereka yang berusia dewasa. Dari segi waktu, penularan
malaria knowlesi tinggi pada bulan tertentu. Jiram et al melaporkan bahwa penularan
tertinggi terjadi pada November 2007 dan Januari 2008 (Indriati et al., 2014) .
Laju penyebaran parasit ini dapat menjadi lebih cepat sebagai dampak arus
perpindahan penduduk antar negara. Contoh yang konkrit adalah banyaknya warga
negara Indonesia yang bekerja di luar negeri seperti Malaysia sebagai wilayah endemis
malaria knowlesi.
Penyebaran P.knowlesi di wilayah Kalimantan (Indonesian Borneo) juga terjadi,
tepatnya di Kalimantan Selatan karena kasusnya yang banyak ditemui juga di wilayah
Sarawak dan Sabah (Malaysian Borneo). Seorang warga negara Australia yang
didiagnosis malaria knowlesi terindikasi tertular malaria di Kalimantan Selatan dimana
gejala mulai muncul pada hari ke-13 setelah meninggalkan wilayah tersebut. Pasien ini
berada di Kalimantan Selatan rata- rata 10 hari setiap bulan selama 18 bulan danbekerja
di area hutan (Sulistyaningsih et al., 2010).

Anda mungkin juga menyukai