Anda di halaman 1dari 20

ILMU KEDOKTERAN JIWA

(PSIKIATRI)

LAPORAN KASUS
Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Oleh :
Farhani Afifi
H1A 013 022

Pembimbing :
dr. Emmy Amalia, Sp.KJ.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSU PROVINSI NTB/MATARAM
2018

STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Syamsul Hadi
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL/Usia : 30 tahun
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Satpam
Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Dasan Agung, Mataram
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Data diperoleh dari:
 Autoanamnesis pada tanggal 23 Mei 2018 di Bangsal Angsoka RSJ Mutiara Sukma pukul
09.00 WITA
 Alloanamnesis yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2018 dengan cara berkunjung ke
rumah pasien pukul 19.00 WITA
Data Keluarga Pasien:
Nama keluarga : Tn. Muhajidin
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hubungan : Saudara kandung
Alamat : Dasan Agung, Mataram
A. Keluhan Utama
Mudah marah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis
1. Keluhan Utama
Mudah marah dan tidur terganggu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bercerita bahwa ia dibawa ke RSJ Mutiara Sukma oleh kakaknya karena
mudah marah dan tidurnya terganggu, keluhan tersebut dikeluhkan sejak 1 minggu
sebelum dibawa ke RSJ (22 April 2018). Pasien mudah marah dan tersinggung, pasien
menganggap orang lain selalu mengancam atau mengejek dirinya. Pasien mudah
tersinggung dengan siapa saja terutama dengan bos tempat pasien berkerja, menurut
pasien bosnya tidak memiliki hati nurani dan tidak menghargai dia yang sudah bekerja
lama disana karena ketika pasien mengalami kecelakaan bosnya tidak memberikan uang
santunan kepadanya, oleh karena itu pasein sering membawa parang untuk melukai
bosnya tersebut, namun rencananya tidak pernah berhasil karena ada saja yang
mengahalangi niatnya. Selain itu pasien juga marah dengan kakaknya yang menurut
pasien tidak perduli dan kurang memperhatikan pasien. Setiap keluar rumah pasien juga
sering merasa sering dilihat oleh orang-orang sekitarnya dengan pandangan yang aneh
karena pernah dirawat dirumah sakit jiwa. Sehingga saat pasien menegur orang yang
lewat didepan rumahnya, orang-orang tersebut sering tampak acuh, hal tersebut juga
memancing emosi pasien, sehingga pasien marah dan mengejar orang tersebut.
Pasien juga mengeluh tidurnya sering terganggu karena diganggu oleh bisikan-
bisikan. Bisikan-bisikan tersebut sering didengar pasien, bisikan tersebut seperti suara
laki-laki namun pasien tidak mengetahui siapa yang memiliki suara tersebut. Bisikan itu
kadang menyuruh pasien untuk melakukan sesuatu, setiap disuruh pasien kadang
menuruti apa yang disuruh oleh bisikan tersebut, seperti pasien disuruh untuk mengejar
orang-orang yang lewat didepan rumahnya karena orang-orang tersebut mengucilkan
pasien. Saat disuruh oleh bisikan tersebut pasien merasa tidak sadar dan secara spontan
melakukan hal tersebut. Bisikan tersebut sering terdengar dalam 1 minggu sebelum
dibawa ke RSJ. Karena bisikan-bisikan tersebut pasien sering gelisah saat sedang
sendirian sehingga pasien sering keluyuran keluar rumah setiap malam mencari tempat
yang ramai.
Pasien mengeluh dalam 1 bulan ini tidak mau minum obat karena pasien tidak mau
ketergantungan meminum obat seumur hidupnya dan menurut pasien dia sudah tidak
sakit lagi dan tidak perlu minum obat, selain itu pasien juga mengaku bahwa ada seorang
temannya yang merupakan seorang guru menyarankan dia untuk berhenti meminum obat
agar tidak ketergantungan dengan obat.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku saat ini merupakan ke-5 kalinya pasien menjalani rawat inap di
RSJ Mutiara Sukma. Pasien pertama kali MRS yaitu pada tahun 2013. Pasien mengaku
pada saat MRS pertama kali karena mengamuk.
Pada awalnya keluhan pasien mudah marah dimulai saat tahun 2013, pada saat itu
pasien ditinggal menikah oleh kekasihnya, kemudian pasien sering mengamuk apabila
melihat pasangan yang akan menikah. Pada saat itu pasien merasa bahwa dirinya laki-laki
yang paling gagah dan paling kuat, selain itu pasien juga sering mendengar bisikan-
bisikan namun tidak pernah melihat bayangan-bayangan. Oleh karena itu pasien dibawa
ke RSJ Mutiara Sukma untuk yang pertama kalinya.
Pasien menyangkal pernah mengalami kejang-kejang ataupun trauma kepala. Riwayat
penyakit darah tinggi, kencing manis, asma dan penyakit jantung disangkal oleh pasien.
Pasien pernah mengonsumsi alkohol beberapa tahun terakhir. Namun, tidak pernah
mengonsumsi NAPZA.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat
penyakit darah tinggi, kencing manis, asma dan penyakit jantung disangkal oleh pasien.
5. Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak keenam dari 7 bersaudara. Saat ini pasien tinggal bersama
ayahnya. Pasien mengaku pendidikan terakhirnya adalah SMA. Saat ini pasien mengaku
bekerja sebagai petugas keamanan disalah satu masjid di kota Mataram.
Aloanamnesis
Aloanamnesis dilakukan kepada kakak kandung pasien.
1. Keluhan utama
Mengamuk, mudah marah dan keluyuran.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk rumah sakit jiwa dengan keluhan mengamuk, mudah marah dan
keluyuran sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengamuk karena berhenti
mengkonsumsi obat yang diberikan di RSJ.
Menurut kakak dan keluarga pasien sudah melihat tanda-tanda kekambuhan dari
pasien sudah mulai terlihat sekitar dua minggu sebelum kejadian pasien mengamuk,
seperti mudah tersinggung dan merasa dirinya tidak ada yang memerhatikan. Sekitar 1
bulan yang lalu pasien putus berobat karena menurut pasien dia sudah tidak sakit lagi
oleh karena itu tidak perlu minum obat lagi, pasien juga takut ketergantungan meminum
obat seumur hidupnya. Meskipun dari pihak keluarga tetap memantau dan menganjurkan
pasien agar minum obat secara teratur namun pasien selalu marah jika dinasehati
mengenai hal tersebut dan mengira bahwa kakaknya tidak pernah menganggap dia
sembuh.
Pasien di rawap inap untuk yang kelima kalinya setelah sebelumnya MRS pada
tahun 2013 dengan keluhan mengamuk karena ditinggal menikah oleh kekasihnya saat
dia sedang bekerja di kota sebrang. Saat rawap inap yang pertama pasien dirawat kurang
lebih sebulan dan dinyatakan boleh pulang. Sebulan kemudian pasien dirawat inap
selama dua hari kemudian pasien kabur karena tidak betah di RSJ, keesokan harinya
pasien dibawa kembali ke RSJ. Setelah kurang lebih dirawat tiga minggu pasien pulang.
Pasien masuk RSJ untuk ketiga kalinya beberapa bulan kemudian dan yang ke keempat
kalinya pada tahun 2014 lalu. Sekitar kurang lebih 4 tahun dirumah pasien kembali
kambuh dan sekarang pasien di rawat inap di bangsal Angsoka.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien saat ini merupakan yang ke-5 kalinya pasien menjalani rawat inap di RSJ
Mutiara Sukma. Pasien pertama kali MRS yaitu pada tahun 2013 karena pasien
mengamuk karena ditinggal menikah oleh kekasihnya. Pada saat itu pasien merasa bahwa
dirinya laki-laki yang paling gagah dan paling kuat, sehingga apabila melihat wanita yang
lewat didepannya pasien langsung merayunya dan jika tidak ada balasan pasien langsung
mengamuk. Selain itu pasien merasa menjadi pemimpin yang paling kuat di desanya dan
apabila ada sesuatu yang akan dilakukan didesanya tanpa sepengetahuannya, pasien akan
marah-marah, mengamuk dan merusak barang. Kemudian pasien dibawa ke RSJ Mutiara
Sukma. Di rawat inap kurang lebih selama tiga minggu dan kemudian pasien dinyatakan
rawat jalan. Beberapa bulan kemudian pasien kambuh dan mengamuk karena putus obat.
Pasien kembali di rawat inap di RSJ Mutiara Sukma. Untuk kambuh yang keempat pada
tahun 2014 dan kelima pada tahun 2018 dengan masalah yang sama, yaitu putus obat.
4. Riwayat kehidupan pribadi
 Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien merupakan anak keenam dari 7 bersaudara. Kakak pasien mengaku bahwa
selama hamil pasien, ibunya tidak pernah sakit berat dan persalinannya berlangsung
dengan baik. Pasien dikandung selama 9 bulan dan saat persalinan ditolong oleh
dukun. Saat lahir pasien langsung menangis dan tidak memiliki kelainan fisik.
 Masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)
Pasien tumbuh dan berkembang sesuai usia dan seperti anak lainnya. Pasien tidak
pernah mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Riwayat sakit yang berat disangkal. Tidak pernah ada riwayat kejang.
 Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tumbuh dan berkembang seperti anak pada umumnya bergaul dengan teman-
teman sekitar rumah. Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga cukup baik.
 Masa kanak-kanak akhir (11-19 tahun)
Pasien tumbuh dan berkembang seperti anak yang lain. Pasien melewati masa
remajanya dengan cukup baik.
 Dewasa

a. Riwayat Pendidikan
Pasien sekolah sampai tamat SMA. Sejak itu pasien memutuskan untuk langsung
bekerja saja.

b. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai petugas keamanan disalah satu masjid di kota Mataram.

c. Riwayat Agama
Pasien beragama Islam .
d. Aktivitas Sosial
Pasien menceritakan bahwa dirinya mudah bergaul dan memiliki banyak teman
di berbagai daerah.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit
darah tinggi, kencing manis, asma dan penyakit jantung disangkal oleh pasien.

Genogram Keluarga Pasien


Keterangan:

: Ganggua jiwa : Keluarga laki-laki yang telah meninggal

: Keluarga perempuan yang telah meninggal

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Tinggal satu rumah

C. Riwayat Pengobatan:
Menurut keluarga pasien, pasien sempat memperoleh obat saat sepulang MRS,
pasien rajin mengontrolkan diri ke RSJ setiap obat habis. Namun, satu bulan terakhir
pasien tidak lagi mau minum obat karena menurut pasien dia sudah tidak sakit lagi oleh
karena itu tidak perlu minum obat, pasien juga takut ketergantungan meminum obat
seumur hidupnya.
D. Situasi Kehidupan Sekarang:
Sebelum dibawa ke RSJ Mutiara Sukma, pasien tinggal berdua bersama ayahnya.
Sebelum perilaku pasien berubah, pasien bekerja sebegai petugas keamanan disalah satu
masjid di kota Mataram.
E. Persepsi dan Harapan Keluarga:
Menurut kakak pasien, keluarga pasien berharap berharap pasien dapat sembuh dan
mejalani kehidupannya kembali seperti biasa. Untuk kondisi yag sekarang keluarga pasien
memahami pencetus kondisi pasien saat ini karena putus obat.

F. Persepsi dan Harapan Pasien:


Pasien mengetahui bahwa dirinya saat ini berada di RSJ dan saat wawancara
pasien memiliki keinginan untuk segera sembuh dan dapat berkerja kembali, serta pasien
ingin segera menikah.
III. Pemeriksaan Status Mental
A. Deskripsi Umum
1) Penampilan
Pasien seorang laki-laki, tampak sesuai usia, penampilan cukup rapi, perawatan diri
cukup baik, baju bersih.
2) Kesadaran
Komposmentis
3) Psikomotor
Normoaktif
4) Sikap terhadap Pemeriksa
Kooperatif. Kontak mata (+), pasien dapat mengikuti wawancara dengan cukup baik.
5) Pembicaraan
 Kuantitas : verbal cukup, spontan, bisa menjawab pertanyaan.
 Kualitas : nada suara sedikit keras dan intonasi cukup
 Artikulasi : jelas, tidak terbata-bata
B. Alam perasaan dan emosi
 Mood : Eutimik
 Afek : Serasi
C. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik (+)
D. Pikiran
 Bentuk pikir : Realistik
 Arus pikir : Koheren
 Isi pikir : Waham curiga (+), waham kontrol (+)
E. Fungsi Intelektual
a. Taraf pendidikan pengetahuan dan kecerdasan
Pasien menempuh pendidikan sampai SMA kelas 3 sehingga pasien memiliki
tingkat pengetahuan yang cukup.
b. Orientasi :
 Orang  Normal. Pasien mengetahui bahwa yang membawa pasien saat
masuk rumah sakit adalah kakaknya dan pasien dapat menyebutkan nama
dokter muda saat wawancara.
 Tempat Normal. Pasien mengetahui bahwa saat ini dirinya berada di RSJ
Mutiara Sukma.
 Waktu  Normal. Pasien mengetahui waktu saat dilakukan wawancara.
c. Daya Ingat :
 Jangka segera  Normal. Pasien dapat menyebutkan kembali nama
pemeriksa.
 Jangka pendek  Normal. Pasien dapat mengingat aktivitasnya tadi pagi.
 Jangka menengah  Normal. Pasien dapat mengingat berbagai kegiatan
yang dilakukan ketika sedang menjadi petugas keamanan.
 Jangka panjang  Normal. Pasien dapat mengingat bulan dan tahun
lahirnya.
d. Konsentrasi dan Perhatian

Cukup baik, pasien tidak mudah teralihkan perhatiannya dan mampu mengikuti
wawancara dengan cukup baik.
e. Kemampuan Berhitung
Cukup. Pasien hanya dapat menjawab 3 kali pengurangan 100 dikurangi 7.
Namun pasien bisa mengalikan angka seperti 4x5 atau 6x10.
f. Kemampuan Membaca dan Menulis
Baik, pasien dapat membaca dan menulis dengan baik dan lancar.
g. Kemampuan Visuospasial
Buruk, pasien tidak dapat menggambar bentuk segilima berpotongan dan jam
(pukul 10.15).
h. Pikiran Abstrak
Kesan baik, pasien dapat menemukan persamaan buah (apel, jeruk, manggis),
perbedaan kendaraan (mobil, motor, dan sepeda).
i. Intelegensi dan Kemampuan Informasi
Kesan baik, pasien mengetahui nama Walikota di daerahnya saat ini. Tingkat
intelegensi dan kemampuan informasi sesuai dengan taraf pendidikannya.
F. Pengendalian Impuls
Selama wawancara, pasien dapat mengendalikan impuls dengan baik.
G. Daya Nilai dan Tilikan
 Daya Nilai Sosial : baik
 Uji Daya Nilai : baik
 Penilaian Daya Realita (RTA) : baik
 Tilikan : derajat 6
IV. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis :
 Keadaan : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda Vital
o TD : 110/80 mmHg
o Nadi : 78 x/menit
o RR : 19 x/menit
o Suhu : 36,7oC
 Kepala/Leher : dalam batas normal
 Mata : anemis (-/-). ikterus (-/-), refleks pupil (+/+), isokor, perdarahan
subkonjungtiva (-/-)
 THT: telinga dbn, hidung tampak jejas (-), krepitasi (-), deviasi septum (-).
 Leher : struma (-), pembesaran KGB (-).
 Thorax : cor/pulmo dalam batas normal
 Abdomen : dalam batas normal
 Ekstremitas : dalam batas normal
A. Status Neurologis :
 Tanda Rangsang Meningeal : negatif
 Refleks patologis : negatif
 Refleks fisiologis : normal
 Tanda Gangguan Ekstrapiramidal
o Parkinsonism
 Tremor : negatif
 Bradikinesia : negatif
 Rigiditas : negatif
o Akatisia : negatif
o Distonia : negatif
o Tardive diskinesia : negatif
 Motorik : +5/+5
 Sensorik : baik
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 30 tahun, beragama Islam, suku sasak,
status belum menikah, datang dengan keluhan utama mudah marah.Pasien di rawap inap
untuk yang kelima kalinya. Pasien pada awalnya MRS pada tahun 2013 karena
mengamuk karena ditinggal menikah oleh kekasihnya saat dia sedang bekerja di luar
kota. Pada saat itu pasien mendengar suara-suara yang ingin membununya (halusinasi
auditorik). Pasien masuk rumah sakit (MRS) untuk yang kedua kalinya setelah
sebelumnya MRS sebulan yang lalu karena putus obat. Kemudian pasien MRS ketiga,
keempat dan kelima kalinya karena keluhan yang sama. Sekitar 1 bulan yang lalu pasien
putus berobat karena menurut pasien dia sudah tidak sakit lagi oleh karena itu tidak perlu
minum obat lagi, pasien juga takut ketergantungan meminum obat seumur hidupnya.
Meskipun dari pihak keluarga tetap memantau dan menganjurkan pasien agar minum
obat secara teratur namun pasien selalu marah jika dinasehati mengenai hal tersebut dan
mengira bahwa kakaknya tidak pernah menganggap dia sembuh, sehingga pasien sering
keluar rumah pada waktu jamnya minum obat.
Sekitar 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengamuk dan sering
marah-marah karena berhenti mengkonsumsi obat yang diberikan di RSJ. Selain itu
pasien juga mendengarkan bisikan-bisikan. Bisikan itu kadang menyuruh pasien untuk
melakukan sesuatu, setiap disuruh pasien kadang menuruti apa yang disuruh oleh bisikan
tersebut. Saat disuruh oleh bisikan tersebut pasien merasa tidak sadar dan secara spontan
melakukan hal tersebut (waham kontrol). Sebelum kambuh pasien masih bekerja seperti
biasa namun, apabila pasien mulai kambuh pasien tidak bekerja seperti biasanya lagi,
pasien sering tidak masuk kerja.
Menurut penuturan keluarga, pasien merupakan orang yang mudah bergaul,
pasien tidak pernah bermasalah dengan tetangga atau keluarga sebelumnya. Keluarga
menuturkan awalnya pasien bermasalah dengan kekasihnya sehingga pasien ditinggal
menikah hal tersebut merupakan pemicu terjadinya keluhan pasien.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan bahwa penampilan pasien cukup rapi
dan sesuai dengan usianya, dengan perawatan diri yang cukup baik. Sikap terhadap
pemeriksa cukup kooperatif. Bicara pasien spontan dan cukup, psikomotor normoaktif,
konsentrasi cukup baik. Mood iritabel dan afek menyempit. Pasien cenderung terlihat
dapat mengendalikan impuls.
Pada pasien terdapat halusinasi auditorik namun tidak terdapat ilusi dan bentu
pikir pasien nonrealistik. Selain itu, menurut keluarga pasien memiliki riwayat waham
rujukan. Kesadaran compos mentis. Orientasi orang, tempat, dan waktu terkesan baik.
Daya ingat terkesan baik. Konsentrasi/perhatian dan kemampuan visuospasial terkesan
buruk. Kemampuan membaca dan menulis terkesan baik. Pikiran abstrak serta intelegensi
pasien terkesan baik. Daya nilai sosial baik, uji daya nilai baik, RTA terganggu, tilikan
derajat 6. Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan hasil dalam batas normal.
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I : F20.0 Skizofrenia paranoid
 Aksis II : Belum ada diagnosis
 Aksis III : Tidak ada diagnosis
 Aksis IV : Masalah putus obat, masalah pekerjaan, dan masalah dengan lingkungan
 Aksis V : GAF SCALE sekarang 60

VII. DAFTAR MASALAH


A. Organobiologik : ketidak sesuaian neurotransmiter
B. Psikologis dan Perilaku :
 Mudah marah, RTA terganggu
 Halusinasi auditorik
 Waham kontrol
C. Lingkungan dan Sosioekonomi :
 Pasien merasa sering diperhatikan oleh tetangganya karena pernah dirawat di rumah
sakit jiwa.
VIII. RENCANA INTERVENSI
A. Psikofarmaka :
Rencana terapi yang diberikan adalah antipsikosis atipikal golongan
benzisoksazole yaitu risperidon 2x2 mg sebagai dosis inisial. Resperidon merupakan
antipsikosis atipikal atau antipsikosis golongan II. Antipsikosis golongan II merupakan
golongan obat yang memiliki efek untuk mengurangi gejala negatif maupun positif. Jika
dibandingkan dengan antipsikosis golongan I, risperidon mempunyai efektivitas yang
lebih baik dalam mengontrol gejala negatif dan positif. Obat ini mempunyai afinitas
tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah terhadap reseptor
dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta histamin. Sindrom psikosis berkaitan dengan
aktivitas neurotransmitter dopamine yang mengikat (hiperreaktivitas system
dopaminergik sentral), obat ini dapat memblokade dopamine pada reseptor pascasinaptik
neuron di otak, khususnya di system limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D2
receptor antagonis). Dengan demikian obat ini efektif baik untuk gejala positif maupun
gejala negative. Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan
demikian perlu diadakan pengawasan terhadap fungsi hati. Secara umum risperidon
ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat
minimal dibandingkan obat antipsikosis tipikal.
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam 2 bentuk sediaan yaitu tablet dan
cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/ hari dan besoknya dinaikkan menjadi 4
mg/ hari. Sebagian besar orang dengan skizofrenia membutuhkan dosis sekitar 4-6 mg/
hari sehingga saya menganjurkan dosis risperidon sebesar 4 mg/ hari pada pasien, yang
dibagi menjadi 2 kali pemberian pada pagi dan sore hari untuk mengurangi risiko efek
samping ekstra piramidal. Apabila respon risperidon tidak adekuat, dianjurkan untuk
menaikkan dosis hingga 8 mg/hari. Perbaikan dengan risperidon terlihat dalam 8 minggu
pertama dan responnya lebih cepat dari haloperidol.
B. Psikoterapi dan Psikoedukasi :
Selain diberikan obat-obat terapi medikamentosa pasien juga dilakukan terapi
nonmedikamentosa yaitu psikoterapi dan psikoedukasi yang dianjurkan setelah pasien tenang
dengan pemberian dukungan pada pasien dan keluarga agar mempercepat penyembuhan
pasien.
 Pada pasien dilakukan psikoterapi suportif dengan cara mendukung pasien. Sistem
pendukung pasien harus kuat, tidak terlalu mencampuri maupun menjauhi pasien.
Pasien juga diberikan edukasi mengenai penyakitnya, gejala, penyebab, pengobatan,
bagaimana dampak bila tidak kontrol atau tidak minum obat dan bagaimana jika
keluhan kembali muncul.
 Edukasi terhadap pasien :
- Memberi informasi dan edukasi pada pasien mengenai gangguan yang diderita,
mulai gejala, dampak, faktor risiko, pemicu, tingkat kekambuhan, dan tata cara
dan manfaat pengobatan agar pasien tetap taat meminum obat, dan segera
berobat bila mulai timbul gejala serupa.
- Memberi edukasi mengenai keuntungan pengobatan sehingga pasien termotivasi
untuk minum obat secara teratur.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa obat yang diberikan bisa memberikan efek
samping bagi pasien namun dapat diatasi. Dan memberikan pemahaman bahwa
keuntungan akan efek obat lebih besar dibandingkan dengan efek samping obat
yang ditimbulkan sehingga pasien harus tetap meminum obat.
 Edukasi kepada keluarga :
- Memberikan penjelasan tentang penyakit pasien (penyebab, gejala, hubungan
antara gejala dengan perilaku, perjalanan penyakit, serta prognosis). Pada
akhirnya diharapkan keluarga bisa menerima dan memahami keadaan pasien
serta mendukung proses penyembuhannya dan mencegah kekambuhan.
- Menjelaskan bahwa sakit yang diderita oleh pasien merupakan penyakit yang
membutuhkan dukungan dan peran aktif keluarga dalam membantu proses
penyembuhan penyakit.
- Memberikan penjelasan mengenai terapi yang diberikan pada pasien (kegunaan
obat terhadap gejala pasien serta efek samping yang mungkin muncul pada
pengobatan).
- Selain itu juga ditekankan pentingnya pasien kontrol dan minum obat secara
teratur.
IX. PROGNOSIS
Hal yang meringankan prognosis :
1. Pasien menunjukkan gejala perbaikan.
2. Memilki jaminan kesehatan dan keluarga yang mendukung pengobatan.
3. Ada keinginan kuat dari pasien ingin sembuh dan pulang.
4. Fungsi pekerjaan dan sosial pasien sebelum munculnya gejala baik.
Hal yang memperburuk prognosis :
1. Pasien tidak patuh minum obat.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka prognosis pada pasien ini adalah :
1. Qua ad vitam : bonam
2. Qua ad functionam : dubia bonam
3. Qua ad sanationam : dubia malam
X. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis baik alloanamnesis
maupun autoanamnesis, dan pemeriksaan fisik dan status mental pada pasien ditemukan
adanya pola perilaku, dan perasaan yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu
penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Dengan
demikian berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu
gangguan jiwa.1
Berdasarkan keterangan pasien dan keluarga tidak terdapat riwayat trauma kepala,
kejang ataupun kelainan organik lain. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan
diagnosis gangguan mental organik pada pasien (F00-F09). Pasien memiliki riwayat
menggunakan zat psikoaktif, yaitu alcohol. Pasien menggunakan zat psikoaktif sekitar 1
tahun namun sudah 5 tahun tidak lagi menggunakan zat psikoaktif tersebut, selain itu
pasien tidak memiliki riwayat NAPZA sehingga hal ini dapat menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
(F10-F19).1
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dengan pasien dan keluarga, terdapat
halusinasi auditorik dan waham yang jelas, serta menimbulkan perubahan kualitas hidup
yang bermakna sehingga berdasarkan PPDGJ III pasien dapat didiagnosis dalam kategori
psikotik fungsional (F20-F29). Hal ini sudah berlangsung lebih dari 1 bulan. Dari data ini
menjadi dasar diagnosis bahwa pasien menderita skizofrenia sekaligus menyingkirkan
diagnosis psikotik akut (F.20). Dari anamnesis yang dilakukan didapatkan juga adanya
halusinasi auditorik pada pasien serta terdapatnya waham curiga, dan juga waham
kontrol, sehingga dapat disimpulkan pasien menderita skizofrenia paranoid (F20.0).1
Gangguan kepribadian yang bermakna secara klinis saat ini belum dapat
ditentukan, sehingga untuk Aksis II Belum Ada Didiagnosis. Berdasarkan keterangan
keluarga, sebelum perilaku pasien berubah, pasien berperilaku layaknya orang
kebanyakan, dapat bekerja, dan bersosial di lingkungan tempat tinggalnya. Pada pasien
ini tidak ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan fisik, sehingga Aksis III Tidak
Ada Diagnosis.
Pada pasien mengalami masalah putus obat, karena pasien merasa sudah sembuh
dan tidak membutuhkan obat lagi serta pasien tidak mau ketergantungan mengkonsumsi
obat seumur hidupnya. Pasien juga memiliki masalah pekerjaan, dimana pasien merasa
bosnya tidak pernah menghargai dirinya yang sudah bekerja lama disana. Selain itu
pasien juga memiliki masalah dengan lingkungan pasien merasa sering diperhatikan oleh
tetangganya karena pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Sehingga dapat disimpulkan
Aksis IV Masalah putus obat, masalah pekerjaan, dan masalah dengan lingkungan.
Pada Aksis V GAF (Global Assessment of Functioning) Scale pasien pada saat
ini adalah 60 yaitu beberapa gejala sedang dengan disabilitas sedang, dan pada 1 tahun
terakhir adalah 70, yaitu beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi1, namun secara umum masih baik, yang mana pasien pernah hanya menunjukkan
gejala yang ringan dan bisa merawat diri serta berinteraksi normal sebelum mengalami
putus obat.
XI. REFLEKSI KASUS
1. Hal yang menarik dari kasus yang diambil
Hal yang membuat saya tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena pasien
merupakan pasien yang sudah lima kali rawat inap di RSJ Mutiara Sukma dan jarak antara
masuk RSJ yang keempat dan kelima sekitar empat tahun. Namun, setelah MRS yang
keempat kalinya pasien kemudian dapat beraktifitas layaknya orang kebanyakan dan
bahkan sampai bekerja. Pemicu dari gangguan pasien saat ini adalah pasien putus berobat.
Pasien dan keluarga yang bersikap kooperatif juga menjadi pertimbangan pengambilan
kasus ini.
2. Hal yang ingin dipelajari dari kasus yang diambil
Dari kasus pasien dapat dipelajari gejala yang timbul pada pasien dengan
skizofrenia dan gejala yang lebih khas pada pasien dengan skizofrenia paranoid, efek
samping obat anti psikotik dan penatalaksanaannya, serta pilihan terapi anti psikotik pada
pasien dengan skizofrenia. Selain itu juga bahwa hubungan keluarga dan sosial sangat
berpengaruh pada pasien dengan skizofrenia untuk memunculkan gejalanya.
3. Hasil Pembelajaran
1. Gangguan Skizofrenia dan Skizofrenia Paranoid
Berdasarkan PPDGJ III, gangguan skizofrenia dapat ditegakkan apabila
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas), yaitu:
a. Thought
- Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umumnya mengetahuinya.
b. Delusi/ Waham
- Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatantertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara
jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran,
tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik dan
mukjizat.
c. Halusional Auditorik
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
prilaku pasien .
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yangmberbicara atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari salah satu bagian tubuh).
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan
mahluk asing atau dunia lain).
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.
c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor.
d. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.
* Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan
penarikan diri secara sosial.
Kemudian untuk diagnosa skizofrenia paranoid, pasien harus emenuhi kriteria
umum diagnosis skizofrenia dan sebagai tambahan harus terdapat halusinasi atau
waham yang menonjol, seperti:
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
d. Serta gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Terdapat 5 dimensi gejala yang dapat ditemukan pada pasien skizofrenia.
Diantaranya adalah gejala positif, gejala negatif, gejala kognitif, gejala agresif dan
bermusuhan, serta gejala depresi dan cemas4.
Patofisiologi skizofrenia sebenarnya belum diketahui secara pasti, namun
diduga yang paling berperan dalam memunculkan 5 dimensi gejala pada
skizofrenia adalah neurotansmitter dopamin. Terdapat empat jalur dopamin yang
ada di otak diantaranya adalah jalur dopamin mesolimbik, mesokortikal,
nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Jalur yang diduga paling berperan dalam
memunculkan gejala positif adalah jalur dopamin mesolimbik4.
2. Terapi pada Skizofrenia
Pilihan terapi utama pada pasien dengan skizofrenia disesuaikan dengan
konsensus penatalaksanaan gangguan skizofrenia yang dibuat oleh PDSKJI.
Terapi biologik (farmakologi) skizofrenia mengalami kemajuan pesat terutama
setelah ditemukan anti psikotik generasi kedua sehingga anti psikotik generasi
kedua sering menjadi pilihan utama terapi terutama pada pasien skizofrenia yang
menunjukkan gejala negatif yang dominan2,4. Namun, akibat keterbatasan obat
yang tersedia pada pelayanan kesehatan primer, haloperidol masih menjadi
pilihan yang dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala positif yang
dominan dengan sikap yang agresif2,3.
Terapi selama fase stabil bertujuan untuk mempertahankan remisi gejala
atau untuk mengontrol, meminimalisasi risiko, atau konsekuensi kekambuhan dan
mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery). Penggunaan anti
psikotik pada fase stabil dapat mengurangi risiko kekambuhan hingga 30% per
tahun2. Kepatuhan terhadap obat yang digunakan sangat diperlukan.
Penggunaan antipsikotik pada pasien ini didasarkan pada fakta bahwa
antipsikotik dapat membantu mencapai dan memelihara respons klinis yang
diinginkan. Terdapat dua golongan obat antipsikotik, yaitu golongan tipikal dan
atipikal. Antipsikotik tipikal bekerja dengan memblokade reseptor D2 khususnya
di jalur dopamin mesolimbik sehingga memiliki efek mengurangi hiperaktivitas
pada jalur ini yang akan dapat menurunkan gejala positif. Antipsikotik atipikal
memiliki ciri farmakologis tambahan yang memberikan keuntungan terapi pada
gejala negatif dan memperbaiki profil efek samping obatnya. Risperidon adalah
anti psikotik generasi 2 yang paling sering digunakan, ditanggung BPJS dan
ketersediaannya paling baik3,4.
Dosis Risperidone mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran
dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai “dosis efektif’ (mulai timbul peredaan
Sindrom Psikosis, lalu dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan sampai
“dosis optimal” dan dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi), diturunkan
setiap 2 minggu sampai dosis maintenance dipertahankan 6 bulan – 2 tahun
(diselingi “drug holiday” 1-2hari/minggu), tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu) lalu dihentikan2,3.
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam 2 bentuk sediaan yaitu
tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/ hari dan besoknya
dinaikkan menjadi 4 mg/ hari. Sebagian besar orang dengan skizofrenia
membutuhkan dosis sekitar 4-6 mg/ yang dapat dibagi menjadi 2 kali pemberian
pada pagi dan sore hari untuk mengurangi risiko efek samping ekstra piramidal.
Perbaikan dengan risperidon terlihat dalam 8 minggu pertama dan responnya
lebih cepat dari haloperidol.
XII. KURVA PERJALANAN PENYAKIT

2013 2014 2014 2018

MRS MRS MRS MRS


Pertam ke-2 ke-4 ke-5
a (201 (201 (201
(2013) 3) 4) 8)

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan
Gangguan Skizofrenia. 2011.
3. KAPLAN & SADOCK’S Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/ Clinical
Psychiatry. 11th Editi. Goolsby J, Elfrank J, editors. Philadelphia: Wolters Kluwer;
2015.
4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. 1 st ed. Ed: Elvira S and
Hadisukanto G. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2010.

Anda mungkin juga menyukai