Referat Fix Edit
Referat Fix Edit
Preterm Birth
Pembimbing:
dr. Sigit , Sp.OG
Penulis:
Bella Louisa 2016.061.042
Madelina Serenita 2016.061.081
Princella Monica 2016.061.072
1.2 Tujuan
1.4. Manfaat
Bidang akademik
Sebagai salah satu sumber pembelajaran mengenai preterm labor
Bidang sosial-kemasyarakatan
Sebagai bahan rujukan untuk penyuluhan, sosialisasi, atau edukasi kepada masyarakat
mengenai pencegahan preterm birth bagi ibu hamil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Preterm birth didefinisikan sebagai pelahiran sebelum 37 minggu lengkap, yaitu ≤ 36
6/7
minggu.4 Menurut WHO, preterm birth adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan
20 minggu sampai kurang dari 37 minggu, dihitung dari hari pertama haid terakhir pada siklus
28 hari. Definisi ini pertama kali digunakan pada tahun 1976 oleh WHO dan sejak saat itu
digunakan hingga sekarang. Harus dibedakan dengan konsep prematuritas dimana
perkembangan berbagai sistem organ saat lahir masih inkomplit. Sejak 2005, bayi yang lahir
0/7 6/7
antara 34 minggu dan 36 minggu memiliki karakteristi morbiditas dan mortalitas bayi
premature sehingga kelahiran premature dibagi menjadi early preterm dan late preterm. Early
6/7
preterm adalah kelahiran sebelum usia gestasi 33 dan late preterm adalah kelahiran antara
usia gestasi 34 weeks and 0 days -36 weeks 6 days. Bagi yang lahir dengan usia gestasi 37 0/7
sampai 38 6/7 didefinisikan sebagai early term dan 39 minggu 0 hari sampai 40 minggu 6 hari
didefiniskan sebagai term. Menurut ACOG, preterm labor (Preterm Labor) adalah kontraksi
regular uterus yang mengakibatkan perubahan serviks seperti dilatasi dan pendaratan sebelum
37 minggu.1 Hanya mereka yang mempunyai perubahan servikal yang diukur dengan
pemeriksaan serviks didiagnosa dengan preterm birth. Harus dibedakan Preterm Labor dengan
insufisiensi servikal yang mempunyai karakteristik asimptomatik, dilatasi tanpa rasa nyeri and
pendataran serviks.5 Keduanya dapat menyebabkan ancaman partus prematurus terjadi apabila
terdapat kontraksi yang sering yang tidak menunjukkan adanya perubahan serviks yang
konsisten (panjang serviks < 2,5 cm)6
2.2 Epidemiologi
Persentasi preterm labor meningkat dari yang sebelumnya 9,4% pada tahun 1984
menjadi 12,8% pada tahun 2006. Sejak tahun 2006, terjadi penurunan persentasi preterm labor
menurun menjadi 11,7 % pada tahun 2011.4 Angka kejadian menurun oleh karena beberapa
faktor.7,8 Pertama, manajemen perawatan intensif bagi bayi prematur telah banyak
meningkatkan keluaran. Kedua, penggunaan kortikosteroid diberikan pada Ibu yang
mempunyai risiko preterm labor telah menurunkan insidensi sindrom distress pernafasan,
perdarahan intraventricular dan angka morbiditas dan mortalitas. Terakhir, pemberian
profilaksis terhadap infeksi perinatal pada wanita dengan group B streptococcus. Preterm birth
merupakan kondisi yang terjadi pada 6-15% dari semua persalinan dan merupakan penyebab
tersering mortalitas dan morbiditas janin. Preterm labor lebih sering pada ras Afrika Amerika
dibandingkan dengan wanita kaukasia.
Berbagai jenis morbiditas, terutama dikarenakan sistem organ yang imatur, secara
signifikan meningkat pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu dibandingkan
dengan mereka yang dilahirkan aterm. Setelah mencapai berat badan lahir ≥ 1000 gram atau
usia gestasi 28 minggu (untuk perempuan) hingga 30 minggu (untuk laki-laki), tingkat
kelangsungan hidup mencapai 95 persen. 4
2.4 Etiologi
4 penyebab utama preterm birth di Amerika Serikat4
1. Pelahiran atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau bayi dilahirkan
dengan pelahiran caesar prapersalinan
2. Persalinan kurang bulan spontan tak terjelaskan dengan selaput ketuban utuh.
3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik
4. Kelahiran kembar dan multijanin yang lebih banyak
Kehamilan ganda dan hidramnios diketahui meningkatkan resiko kelahiran kurang bulan.
Kehamilan ganda berperan dalam 12 – 25% preterm labor. Distensi uterus dini menginisiasi
ekspresi dari contraction associated proteins (CAPs) di myometrium. Gen CAP dipengaruhi
oleh regangan. Penelitian oleh Tattershell et al. mengatakan bahwa gastrin releasing peptides
(GRPs) meningkat dengan regangan untuk mempromosikan kontraktilitas myometrium dan
GRP antagonis dapat menginhibisi kontraktilitas uterus. Juga terdapat channel potassium yang
diinduksi oleh regangan yaitu TREK 1 yang meningkat selama gestasi dan menurun ketika
kelahiran. Hal ini konsisten dengan relaksasi uterus selama kehamilan. Ekspresi varian
potongan TREK 1 yang menghambat fungsi TREK 1 utuh telah diidentifikasi di myometrium
wanita dengan kelahiran kurang bulan. Regangan uterus berlebihan menyebabkan kehilangan
premature ketenangan myometrium dan menyebabkan aktivasi dini dari kaskade endokrin
plasenta fetal. Hasilnya adalah peningkatan dini maternal corticotropin releasing hormone
(CRH) dan level estrogen dapat meningkatkan ekspresi gen CAP di myometrium. Peningkatan
regangan dan aktivitas endokrin dini dapat menginisiasi kejadian yang merubah waktu dari
aktivasi uterus termasuk pematangan servikal premature. Stress maternal fetal
Stres didefinisikan sebagai kondisi yang mengganggu fisiologi normal dari fungsi psikologis
suatu individu. Terdapat korelasi antara stress psikologis ibu dan aksis endokrin plasenta
adrenal yang memberikan mekanisme potensial untuk kelahiran kurang bulan yang diinduksi
oleh stress. Trimester akhir ditandai dengan peningkatan level serum maternal corticotropin
releasing hormone (CRH) yang berasal dari turunan plasenta. CRH merupakan 41-asam amino
polipeptida yang menstimulasi pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH) oleh hipofise.
Selama kehamilan, plasenta merupakan penghasil utama CRH dan berbeda dengan
hipotalamus, produksi CRH plasenta distimulasi oleh glukokortikoid. Stres menstimulasi
produksi CRH oleh hipotalamus maternal dan meningkatkan sistesis ACTH oleh kelenjar
hipofise yang sebaliknya menstimulasi kelenjar adrenal maternal untuk memproduksi kortisol
yang menstimulasi produksi CRH plasenta. CRH plasenta akan menyebabkan peningkatan
produksi ACTH fetal dengan produksi kortisol dan DHEA oleh adrenal fetal. Kortisol fetal
akan menstimulasi produksi CRH plasental dengan siklus berulang sehingga menghasilkan
semakin banyak CRH, kortisol dan sintesis DHEA. Fetal DHEA lama kelamaan akan di
transformasi menjadi estriol , sebuah molekul yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan
jumlah myometrial gap junctions, meningkatkan densitas reseptor prostaglandin dan oksitosin,
meningkatkan pelepasan oksitosin oleh hipotalamus dan meningkatkan produksi prostaglandin
dari desidua. Prostaglandin akan membuat pematangan servikal dan oksitosin akan
menstimulasi myometrium menimbulkan onset kontraksi.4
2. Infeksi
Infeksi merupakan salah satu penyebab preterm labor dan bertanggungjawab dalam 20-
40% seluruh kasus preterm labor. Invasi microbial traktus reproduksi cukup untuk
menginduksi kelahiran kurang bulan yang dimediasi infeksi. Wanita dengan bakteri pada
cairan amniotic lebih mungkin untuk berkembang menjadi korioamnionitis dan rupture
membrane premature. 4,8-10
Bakteria masuk ke jaringan intrauterine melalui transfer transplasental infeksi sistemik
maternal, infeksi retrograde ke cavitas peritoneal melalui tuba falopi. Atau infeksi ascending
bakteri dari vagina dan serviks. Mekanisme yang paling diterima adalah infeksi ascending.
Menurut teori ini , terjadi kerusakan pada fungsi pertahanan normal yang memisahkan produk
konsepsi dari bakteri flora vaginal. Bakteri vaginal naik dan mengkolonisasi desidua dan
korion dan lama kelamaan akan berproliferasi dan menginvasi cairan amnion dan fetus. Pada
keadaan normalmembran dipisahkan oleh vaginal flora oleh serviks dan mukus endoservikal.
Ada kemungkinan bahwa perubahan servikal memfasilitasi infeksi ascending. Perubahan pada
karakteristik mukus servikal dapat memainkan peran penting dalam memfasilitasi terjadinya
infeksi. Beberapa mikroorganisme misalnya Gardnerella vaginalis, Fusobacterium,
Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dideteksi lebih sering pada cairan amnion
wanita dengan kelahiran kurang bulan.
Respon inisial inflamasi yang ditimbulkan toksin bacterial dimediasi oleh fagosit mononuclear
reseptor spesifik, sel desidual, epithelial cervical dan trofoblas. Reseptor toll like dipengaruhi
ligan seperti LPS bacterial. Reseptor ini meningkatkan kemokin, sitokin dan pelepasan
prostaglandin sebagai bagian respon inflamasi.
Korioamnionitis adalah infeksi membrane janin dan cairan amnion yang mengancam
keselamatan ibu dan janin. Sepsis janin diasosiasikan dengan peningkatan risiko morbiditas
terutama abnormalitas neurologis seperti leukomalasia periventricular dan cerebral palsy.
Pasien dengan infeksi intraamnion sering merasakan demam yang tinggi, takikardia (maternal
dan janin) dan rasa tidak nyaman pada uterus. Jika sudah lanjut dapat ditemukan cairan
purulent pada serviks
2.4.4 Gestasi multifetal
Preterm birth tetap menjadi penyebab utama morbiditas perinatal dan mortalitas dengan
kehamilan multifetal. Efek regangan uterus memiliki peran dalam hal ini dan dihubungkan
dengan peningkatan insiden dilatasi servikal prematur.
Berdasarkan analisis sekunder data dari Uji Evaluasi Risiko Trimester Pertama dan
Kedua (First and Second- Trimester Evaluation of Risk / FASTER Trial), Dolan et al.
menemukan bahwa cacat lahir berkaitan dengan kelahiran kurang bulan dan berat badan
lahir rendah.
2.5.8 Interval antara kehamilan dan kelahiran kurang bulan
Rentang waktu yang pendek antara kehamilan satu dan lainnya telah diketahui selama
beberapa waktu berkaitan dengan hasil perinatal yang buruk. Conde Agudelo et al. dari
hasil meta analisisnya melaporkan bahwa rentang waktu yang lebih pendek dari 18 bulan
dan lebih panjang dari 59 bulan dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran kurang
bulan dan bayi kecil masa kehamilan.
2.5.9 Riwayat kelahiran kurang bulan
Faktor resiko utama persalinan kurang bulan adalah riwayat kelahiran kurang bulan.
Risiko kelahiran kurang bulan berulang, untuk wanita yang pelahiran pertamanya kurang
bulan, meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita yang bayi pertamanya lahir
aterm. Lebih dari sepertiga wanita yang dua kelahiran sebelumnya kurang bulan akan
melahirkan bayi ketiga yang kurang bulan juga.
2.5.10 Infeksi
Infeksi yang dimaksud disini adalah infeksi genital, infeksi intrauterine dan infeksi
ekstrauterine. Goldenberg et al. telah meninjau peran infeksi pada kelahiran kurang bulan Telah
dihipotesiskan bahwa infeksi intrauteri dapat memicu persalinan kurang bulan akibat aktivasi
sistem imun bawaan. Mikroorganisme menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi , seperti -
interleukin dan tumor necrosis factor (TNF) yang kemudian merangsang produksi
prostaglandin dan / atau matrix – degrading enzyme. Prostaglandin merangsang kontraksi
Rahim sedangkan degradasi matriks ekstraseluler pada membrane janin menyebabkan ketuban
pecah dini kurang bulan. Diperkirakan 25 – 40% kelahiran kurang bulan diakibatkan infeksi
intrauteri.
Pada vaginosis bakterial, flora vaginal lactobacillus yang memproduksi hydrogen
peroksida digantikan oleh anaerob termasuk Gardnerella vaginalis , Mobiluncus, Mycoplasma
hominis. Menggunakan pewarnaan Gram, konstentrasi relativF karakteristik bakterial
ditentukan dan dinilai dengan Nugent score. Bakterial vaginosis dihubungan dengan abortus
spontan, kelahiran kurang bulan, PPROM, korioamnionitis dan infeksi cairan amnion. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi bakterial vaginosis. Paparan terhadap stress kronik, perbedaan
etnis dan membersihkan vagina sering atau baru-baru ini. Interaksi gen dan lingkungan
dideskripsikan pada peelitian oleh Macones.et al. Wanita dengan vaginosis bakterial dan TNF
alfa genotipe mempunyai resiko peningkatan insidens kelahiran kurang bulan 9 x lipat.
2.6 Skrining
Identifikasi wanita dengan kehamilan yang memiliki resiko tinggi dapat memungkinkan
perawatan antenatal dengan tujuan mencegah preterm birth. Beberapa sistem skoring faktor
resiko telah dikembangkan namun akurasinya masih rendah salah satunya adalah skoring oleh
Creasy. Penelitian oleh Creasy memprediksi 10% wanita yang di skrining akan memiliki
preterm labour dan preterm birth, dimana akurat dalam memprediksi 1/3 preterm birth dari
sampel yang digunakan. Skrining jarang dilakukan karena masih kurangnya penelitian
mengenai kelebihan yang didapat. 11
Berikut adalah skoring resiko preterm labor oleh Creasy
Riwayat Keadaaan kehamilan
Skoring Karakteristik ibu Kebiasaan
obstetrik sekarang
2 anak
Abortus < 1 Bekerja di
1 Sosioekonomi Kelelahan fisik
tahun terakhir luar rumah
rendah
Merokok > Kenaikan BB < 13 kg
2 Usia < 20 tahun 2 x abortus
10 batang sampai 32 minggu
Sungsang pada
Sosioekonomi sangat Bekerja kehamilan 32
3 3 x abortus
rendah berat minggu
BB ↓ 2kg
Kepala sudah
engaged
Demam
Perdarahan <
12 minggu
Pendataran
Riwayat
4 Usia < 18 tahun - serviks
pyelonephritis
Iritabilitas
uterus
Plasenta previa
Anomali uterus
Hidramnion
Abortus
5 - - Terpapar
trimester 2
dietilstylbestrol
(DES)
Abortus
trimester
2 Hamil kembar
6 - berulang - Operasi
Riwayat abdomen
preterm
birth
2.7 Diagnosis
Persalinan prematur adalah sindrom yang menyebabkan 30% semua kelahiran
prematur. Persalinan prematur didefinisikan sebagai adanya kontraksi uterus yang reguler (≥
4 dalam 20 menit atau ≥ 8 dalam 1 jam) dan perubahan serviks pada wanita dengan ketuban
intak dan usia kehamilan < 37 minggu. Bagaimanapun, usia kehamilan < 36 minggu
merupakan batas prematur yang lebih di terima, dan jarang obstetric meunda kelahiran pada
wanita dengan persalinan prematur ketika sudah mencapai 36 minggu.4
2.7.1 Kontraksi Uterus
Gejala utama kelahiran kurang bulan ialah adanya kontraksi uterus. Kontraksi tersebut
reguler, ≥ 4 dalam 20 menit atau ≥ 8 dalam 1 jam, dan setiap kontraksi harus berlangsung >
40 detik. Persepsi frekuensi kontraksi, intensitas, dan durasi kontraksi oleh tenaga kesehatan
yang berbeda akan menyebabkan objektif yang tidak akurat untuk menentukan frekuensi dan
durasi kontraksi dengan monitor eksternal dengan tokodinamometer.4,6
2.7.2 Pemeriksaan Panggul Digital
Tanda utama dari persalinan, term maupun prematur, ialah adanya perubahan pada
serviks. 4 Maka dari itu, ketika wanita datang ke rumah sakit, mengeluhkan adanya kontraksi
uterus yang ireguler, hal pertama yang harus dilakukan ialah melakukan pemeriksaan panggul
digital. Selama pemeriksaan ini, obstetri perlu memeriksa posisi, panjang, konsistensi, dan
dilatasi serviks, juga perkembangan segmen bawah uterus. 2 pemeriksaan utama yang perlu
diperiksa ialah panjang dan dilatasi serviks. Pemeriksaan adekuat pada pendataran serviks
merupakan hal yang sangat penting, dan sayangnya, tidak terdapat kesepakatan yang jelas atau
acuan mengenai bagaimana efek pada pengukuran tersebut. Pendataran serviks dapat diketahui
dengan epmeriksaan USG, panjang serviks pada term ialah 3-4 cm. Namun, estimasi panjang
serviks pada kehamilan term menurut pendapat obstetric ialah 1 – 4 cm dengan nilai tengah
2,47 cm. Maka itu, 50% pendataran ialah panjang serviks 0,5 cm pada beberapa pendapat, dan
2 cm dari pendapat lain. Tidak terdapat kesepakatan atau petunjuk mengenai bagaimana cara
mengukur panjang serviks. Beberapa melakukannya dengan menempatkan satu jari ke dalam
serviks dan mengestimasi panjang serbviks dari ostium eksternal dan internal. Pengukuran ini
tidak pasti karena terkadang sulit untuk mengenali ostium internal dan tidak mungkin
mengetahui bahwa serviks dalam keadaan tertutup. Beberapa pendapat mengestimasi panjang
serviks dari jarak antara forniks posterior dan ostium serviks eksternal, sebuah pengukuran
yang juga tidak pasti karena pada banyak kasus pada pemeriksaan ini tidak memeriksa portio
supravagina. Di samping keterbatasan ini, pemeriksaan pendataran serviks konsisten
difasilitasi dengan komunikasi antar klinisi. Pada pasien dengan serviks tertutup atau terbuka
minimal, dilakukan pengukutan pendataran dengan mengukur panjang serviks antara forniks
posterior dan ostium serviks eksternal. Apabila panjang serviks lebih dari 1 cm, dituliskan
dalam cm. Apabila < 1 cm, panjangnya di tuliskan dengan pendataran (0,75 cm = 25%
pendataran, 0,5 cm = 50% pendataran, 0,25 cm = 75% pendataran, setipis kertas = 100%
pendataran). Apabila serviks cukup berdilatasi untuk dapat masuk satu jari, panjang serviks
ditentukan dengan estimasi jaraknya dari ujung jari pemeriksa ditempatkan dalam ostium
internal menuju bagian jari yang ada di level ostium eksternal. Ketika pemeriksaan dilakukan
dalam kehamilam 20 sampai 34 minggu, mayoritas pada pasien nulipara memiliki serviks yang
menghadap posterior, tertutup, minimal panjang 2 cm, dan konsistensi lebih keras
dibandingkkan jaringan pada vagina dan uterus. Pada wanita multipara, serviks memiliki
derajat dilatasi yang bervariasi, yang mungkin lebih besar ostium eskternal dibandingkan
internal.
Bagian penting dari pemeriksaan panggul wanita dengan kelahiran kurang bulan ialah
pemeriksaan pada segmen bawah uterus. Semua wanita hamil, mengesampingkan paritas dan
usia kehamilan perlu mengembangkan segmen bawah uterus. Ketika segmen bawah uterus
tidak berkembang, memungkinkan untuk dilakukakan pemriksaan dengan jari pada forniks
vagina. Sebaliknya, ketika segmen bawah uterus berkembang, pemeriksaan menemukan
bahwa bagian 1/3 atas vagina terisi dengan segmen bawah uterus yang lebih tipis. Pada banyak
pasien, perkembangan segmen bawah uterus terjadi secara berurutan dengan engagement dari
bagian presentasi. Temuan serviks yang lembut dan pendek dan berkembanganya segmen
bawah uterus mengindikasikan bahwa serviks siap untuk kelahiran, dan penemuan faktor –
faktor yang menyebabkan perubahan serviks perlu dilakukan.
Ketika pemeriksaan digital mengungkapkan bahwa pendataran serviks >80% dan dilatasi
≥ 1 cm, diagnosis kelahiran kurang bulan menjadi jelas. Namun, derajat dilatasi serviks
bervariasi, dan mungkin untuk membedakan 2 kelompok wanita pada kelahiran kurang bulan:
kelompok dengan dilatasi serviks ≥ 3 cm ialah pada kelahiran kurang bulan lanjut, dan
kelompok dengan dilatasi serviks > 1 cm, < 3 cm pada kelahiran kurang bulan dini.
Kebanyakan wanita dengan fase lanjut diharuskan untuk dilakukan persalinan prematur.
Pemeriksaan digital menunjukan wanita dengan kontraksi uterus sering tidak menunjukan
adanya perubahan serviks dengan definisi kelahiran kurang bulan. Pada kasus ini, pemeriksaan
selanjutnya ialah dengan mengukur panjang serviks dengan ultrasound. Apabila pemeriksaan
ultrasound menunjukan panjang serviks <2,5 cm, wanita tersebut berada dalam ancaman partus
prematurus dan berada pada risiko tinggi pada kelahiran kurang bulan. Apabil apanjang serviks
>2,5 cm, maka menjadi kelahiran palsu, dan risiko terjadinya persalinan prematur menjadi
sama dengan populasi obstetri secara umum.
Ringkasnya, waita dengan kontraksi uterus sering yang reguler, dengan pemeriksaan
digital akan menunjukkan wanita pada kelahiran kurang bulan fase lanjut (pendataran serviks
≥ 80% dan dilatasi serviks ≥ 3 cm) atau pada fase dini (pendataran serviks ≥ 80% dan dilatasi
serviks ≥ 1 cm, < 3 cm). Apabila serviks berdilatasi < 1 cm atau tidak ada pendataran, USG
endovaginal akan menentukan kelompok ketiga pada wanita dengan ancaman partus
prematurus (panjang serviks < 2,5 cm). Manajemen kelahiran kurang bulan akan bergantung
dari diagnosis dan klasifikasi kelahiran kurang bulan fase lanjut, dini, atau ancaman partus
prematurus pada waktu dilakukan pemeriksaan inisial.
2.7.3 Kelahiran Kurang Bulan Fase Lanjut
Pada pendataran serviks ≥ 80% dan dilatasi serviks ≥ 3 cm, maka wanita berada pada
keadaan kelahiran kurang bulan fase lanjut. Kemungkinan untuk menentukan adanya
kehamilan berkepanjangan pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan kehahiran kurang
bulan fase lanjut terbatas. Pada mayoritas pasien ini, perpanjangan kehamilan tidak
menunjukkan adanya keuntungan bagi fetus, karena pada kasus ini, kelahiran kurang bulan
merupakan mekanisme protektif untuk fetus dengan ancaman dengan masalah seperti infeksi
dan insufisiensi plasenta. Karena alasan ini, langkah awal pada manajemen fase lanjut adalah
dengan menentukan pasien manayang membutuhkan persalinan dan pasien mana yang akan
mengalami keuntungan dengan menunda persalinan untuk menerima administrasi steroid.4,6
2.9.4.3Terapi Antimikroba
Usulan pathogenesis mikroba untuk persalinankurang bulan spontan atau
ketuban pecah telah membuat para peneliti supaya memberikan berbagai antimikroba
sebagai upaya untuk mencegah pelahiran.
Terdapat sebuah percobaan untuk mempelajari penatalaksanaan ekspektansi
yang dikombinasi dengan terapi ampisilin, amoksisilin plus eritromisin atau plaseno
selama 7 hari. Para wanita mengalami pecah ketiban antara 24 – 32 minggu. Baik
tokofilik ataupun kortikosteroid tidak diberikan. Wanita yang diterapi dengan
antimikroba secara signifikan lebih sedikit memiliki neonatus dengna sindrom distress
pernapasan, necrotizing entercolitis dan gabungan prognosisyang buruk. Periode laten
secara signifikan lebih lama. Secara khusus 50 persen wanita yang diberikan regimen
antimikroba tetap tidak melahirkan setelah 7 hari pengobatan dibandingkan dengan
hanya 25 persen dari mereka yang diberikan placebo. Terdapat pula kehamilan
memanjang yang signifikan hingga hari ke-14 dan 21. Kolonisasi Streptokokus grup-B
pada servikovaginal tidak mengubah hasil itu.
Penelitian lebih baru telah menguji efektivitas waktu terapi yang lebih singkat
dan kombinasi antimikroba lainnya. Efektivitas terapi 3 hai dibandingkan dengan
regimen 7 hari menggunakan ampisilin atau ampisilin – sulbaktam memberikan hasil
akhir yang setara.
Dapat disimpulkan bahwa administrasi antibiotik mengurangi morbiditas maternal dan
neonatal dengan menunda kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk profilaksis dengan
kortikosteroid prenatal. Pemberian co-amoxiclav pada prenatal dapat menyebabkan neonatal
necrotizing enterocolitis sehingga antibiotik ini tidak disarankan. Pemberian eritromisin atau
penisilin adalah pilihan terbaik. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan digunakan bila
KPD memanjang (> 24 jam):18, 19
Jenis Antibiotik Dosis Rute Frekuensi
Eritromisin 250 mg PO Setiap 6 jam
Benzilpenisilin 1,2 g IV Setiap 4 jam
Klindamisin 600 mg IV Setiap 8 jam
Rekomendasi Antibiotik untuk Ketuban Pecah Dini – Administrasi antibiotik profilaksis mengurangi morbiditas maternal
dan neonatal. Pemberian dipertimbangkan apabila KPD memanjang (>24 jam).
2.9.4.4 Kortikosteroid
National Institute of Health Consensus Development Conference (2000)
merekomendasikan satu paket kortikosteroid selama antenatal untuk wanita dengan
ketiban pecah dini sebelum 32 minggu dan tidak terdapat tanda – tanda korioamnionitis.
Pemberian kortikosteroid berupa betamethasone 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis.
Jika betamethasone tidak tersedia, gunakan dexamethasone 6 mg IM setiap 12 jam
selama 48 jam.19
2.9.4.6Rekomendasi Penatalaksanaan
Skema penatalaksanaan yang direkomendasikan oleh American College of
Obstetricians and Gynecologist (2007)4
2.10.4 Antimikroba
Seperti pada letuban pecah dini kurang bulan, antiimikroba telah diberikan untuk
menahan persalinan kurang bulan. Hasilnya pun telah mengecewakan. Terdapat perbedaan
angka sindrom distress pernapasan atau sepsis neoantus antara kelompok placebo dan
kelompok yang diobati dengan antimikroba. Namun, mereka menemukan peningkatan
morbiditas perinatal pada kelpmpok yang diobatai antimikroba. 4,6
Meskipun sejumlah obat – obatan dan intervensi lainnya telah diupayakan untuk
mencegah atau menghambat peralinan kurang bulan, tidak ada yang telah terbukti benar –
benar efektif. American College od Obstetricians and Gynecologists (2007) telah
menyimpulkan bahwa agen tokolitik tidak secara nyata memperpanjang masa gestasi,
tetapi mungkin menunda pelahiran ada beberapa wanita, setidaknya 48 jam. Hal ini dapat
memfasilitasi perjalanan ke pusat obstetric regional dan memungkinkan kesemparan untuk
pemberian terapi kortikosteroid.
Ini adalah salah satu intervensi yang paling sering dilakukan selama kehamilan, namun
salah satu yang masih sedikit dipelajari. Penelitian oleh Sosa dkk., (2004) menyimpulkan
bahwa bukti yang tersedia tidak mendukung ataupun menyangkal penggunaan tirah baring
untuk mencegah kelahiran kurang bulan.
Helfgott dkk., (1994) membandingkan hidrasi dan sedasi dengan tirah baring pada uji
acak 119 wanita yang terancam persalinan kurang bulan. Wanita yang dipilih secara acak
menerima 500mL kristaloid selama 30 menit dan 8-12 mg morfin sulfat intramuscular
menunjukkan hasil yang sama dengan mereka yang diharuskan tirah baring. Kontraksi
dapat berhenti lebih cepat, dapat keluar rumah sakit jauh lebih awak dibandingkan wanita
yang tidak di terapi, hasil akhir kehamilannya sama.
c. Beta-2-sympathomimetics
Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah ritodrine,
terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol and hexoprenaline. Contoh: Ritodrin (Yutopar)
Dosis: 50 mg dalam 500 ml larutan glukosa 5%. Dimulai dengan 10 tetes per menit dan
dinaikkan 5 tetes setiap 10 menit sampai kontraksi uterus hilang. Infus harus dilanjutkan 12-
48 jam setelah kontraksi hilang. Selanjutnya diberikan dosis pemeliharaan satu tablet (10 mg)
setiap 8 jam setelah makan. Kontraindikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu,
hipertensi, hipotensi, hipertiroid, diabetes, dan perdarahan antepartum. Efek samping yang
dapat terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada muka (flushing), mual, sakit kepala,
nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis, edema paru, hiperglikemi, dan hipoglikemi. Efek samping
pada janin antara lain takikardia, hipoglikemi, hipokalemi, ileus, dan hipotensi.
d. Progesteron
Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi 17-alpha
hydroxyprogesterone caproate (17P) menurunkan persalinan pretern berulang. Dosis 250 mg
IM setiap minggu sampai 37 minggu kehamilan atau sampai persalinan. Pemberian dimulai
16-21 minggu kehamilan.
e. COX-2 inhibitor
Indomethacin
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8 kali pemberian. Jika
pemberian lebih dari dua hari, dapat rnenimbulkan oligohidramnion akibat penurunan aliran
darah ginjal janin. Indometasin direkomendasikan pada kehamilan >32 minggu karena dapat
mempercepat penutupan duktus arteriosus.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan pustaka dan pembahasan tersebut, maka dapat ditarik beberapa
simpulan, yaitu :
1. Partus prematurus atau persalinan prematur merupakan dimulainya kontraksi uterus
yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada
wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259
hari) dari hari pertama haid terakhir.
2. Persalinan preterm menjadi masalah obstetri penting sebab menjadi salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal.
3. Pengenalan faktor resiko dan identifikasi penyebab terjadinya persalinan preterm
adalah penting dalam upaya pencegahan terhadap terjadinya persalinan preterm
yang dapat dijelaskan kepada ibu hamil melalui komunikasi, informasi, dan
edukasi.
4. Wanita yang diketahuin beresiko mengalami persalinan preterm dan mereka yang
diketahui memiliki tanda dan gejala persalinan preterm telah menjadi kandidat
penerima intervensi yang dimaksudkan untuk meningkatkan prognosis neonatus.
Jika tidak ada indikasi ibu atau janin yang mengharuskan pelaksanaan persalinan
yang disengaja, maka intervensi dimaksudkan untuk mencegah persalinan kurang
bulan.
5. Intervensi medik yang dilakukan adalah pemberian tokolisis, kortikosteroid, dan
antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Practice Bulletin No. 171 Summary: Management of Preterm Labor :
Obstetrics & Gynecology [Internet]. [cited 2018 Mar 6]. Available from:
https://journals.lww.com/greenjournal/Abstract/2016/10000/Practice_Bulleti
n_No__171_Summary___Management_of.52.aspx
2. Beck S, Wojdyla D, Say L, Betran AP, Merialdi M, Requejo JH, et al. The
worldwide incidence of preterm birth: a systematic review of maternal
mortality and morbidity. Bull World Health Organ. 2010 Jan;88(1):31–8.
12. Smith EJ, Muller CL, Sartorius JA, White DR, Maslow AS. C-Reactive
Protein as a Predictor of Chorioamnionitis. J Am Osteopath Assoc. 2012
Oct 1;112(10):660–4.
13. Ultrasonographic Cervical Length Assessment in Predicting Preterm
Birth in Singleton Pregnancies - Journal of Obstetrics and Gynaecology
Canada [Internet]. [cited 2018 Mar 6].
15. Klauser CK, Briery CM, Tucker AR, Martin RW, Magann EF, Chauhan
SP, et al. Tocolysis in women with advanced preterm labor: a secondary
analysis of a randomized clinical trial. J Matern Fetal Neonatal Med. 2016
Mar;29(5):696–700.
16. Fetal fibronectin for evaluation of preterm labor in the setting of cervical
cerclage: The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine: Vol 25, No
11 [Internet]. [cited 2018 Mar 6].
17. Caesarean section versus vaginal delivery for preterm birth in singletons -
Alfirevic - 2013 - The Cochrane Library - Wiley Online Library [Internet].
[cited 2018 Mar 6].
18. PNPK dan PPK – POGI [Internet]. [cited 2018 Mar 6]. Available from:
http://pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/