Anda di halaman 1dari 8

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lanjut Usia (Lansia) merupakan tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia yang merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dihindari

oleh setiap individu (Maryam, 2008). Menurut Depkes RI (2006) Lansia perlu

mendapatkan perhatian karena kelompok lanjut usia merupakan kelompok berresiko

tinggi mengalami berbagai masalah kesehatan khususnya penyakit degenerative.

Salah satu penyakit degenerative pada lansia yaitu penyakit Diabetes Mellitus (DM)

(Riskesdas, 2013).

Tingginya angka kejadian DM merupakan permasalahan yang terjadi di

seluruh dunia dan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun. Distribusi usia

pada orang dengan IGT (impaired glucose tolerance) berusia dibawah 50 tahun yaitu

orang dewasa dengan usia 20-79 tahun, dengan kata lain penderita DM tipe 2 tidak

hanya diderita orang dengan usia 45 tahun ke atas akan tetapi saat ini DM tipe 2 juga

bisa terjadi pada usia muda, remaja atau anak-anak (IDF, 2017). WHO (2006)

mengeluarkan resolusi dengan nomor 61/225 yang mendeklarasikan bahwa epidemik

DM merupakan ancaman global dan serius. Resolusi tersebut juga menyatakan bahwa

DM merupakan salah satu penyakit tidak menular yang harus dititik-beratkan pada

pencegahan dan pelayanan diabetes di seluruh dunia (Departemen Kesehatan, 2009:

2). Seseorang dengan diabetes berresiko terkena berbagai komplikasi kesehatan,

1
2

komplikasi DM terbagi atas 2 kelompok besar yaitu komplikasi akut dan komplikasi

kronis. Hipoglikemia merupakan komplikasi akut DM yang dapat terjadi secara

berulang dan dapat memperberat penyakit diabetes bahkan menyebabkan kematian.

Komplikasi kronis terdiri dari komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan

neuropati (Damayanti, 2015).

Menurut data World Health Organisation (WHO, 2013), diperkirakan 347

juta orang di dunia menderita DM dan jika ini terus dibiarkan tanpa adanya

pencegahan yang dilakukan dapat dipastikan jumlah penderita DM bisa meningkat.

Menurut Internasional of Diabetes Ferderation (IDF, 2017) tingkat prevalensi global

penderita DM 1 dari 11 orang dewasa pada tahun 2017 sebesar 425 juta. Tingginya

angka kesakitan itu menjadikan Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah

Amerika Serikat, India, dan China (Wild et al., 2004). Berdasarkan Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) (2013), dilaporkan prevelensi DM di Indonesia pada tahun 2013

(2,1%) mengalami kenaikan dibanding tahun 2007 (1,1%). Dan untuk prevalensi DM

di Pulau Jawa khususnya di Provinsi Jawa Timur sebesar 1,1% pada tahun 2007 dan

mengalami kenaikan sebesar 2,5% pada tahun 2013. Berdasarkan data dari

Puskesmas Pucang Sewu Surabaya didapatkan data selama tiga bulan terakhir mulai

dari bulan September – November 2017 jumlah pengunjung lansia yang menderita

DM semakin meningkat setiap bulannya. Pada bulan September didapatkan 16,47%,

pada bulan Oktober didapatkan 17,44%, dan pada bulan November didapatkan

19,47%.
3

Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena

diartikan dengan proses kemunduran prestasi kerja dan penurunan kapasitas fisik

seseorang. Akibatnya kaum lansia menjadi kurang produktif, rentan terhadap

penyakit dan banyak bergantung pada orang lain. Ketidakaktifan secara fisik dapat

mengakibatkan buruknya profil serum lipoprotein dan meningkatnya resistensi

insulin perifer (Asiehsadat et al., 2013 dalam Ramadhani, 2016). Menurut hasil

penelitian Handayani (2003) faktor–faktor resiko DM tipe 2 meliputi inaktivitas,

riwayat keluarga DM, umur ≥45 tahun dan praktik yang buruk dalam mencegah DM.

sedangkan menurut Bazzano (2005) faktor–faktor resiko DM tipe 2 yang dapat

dimodifikasi terdiri dari obesitas, asupan alkohol, merokok, inaktivitas fisik, dan

faktor diet seperti asupan lemak, serat, serta beban glikemik. Salah satu penyakit DM

yang sering diderita oleh lansia adalah DM tipe 2 yang mana jumlah insulin normal,

malah mungkin lebih banyak, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada

permukaan sel yang kurang sehingga glukosa di dalam pembuluh darah akan

meningkat, keadaan ini disebut resistensi insulin (Nabyl, 2012). Dampak jangka

panjang apabila resistensi insulin tidak diatasi akan menyebabkan komplikasi

mikrovaskuler, komplikasi makrovaskuler, dan komplikasi neuropatik (Damayanti,

2015).

Upaya untuk mengatasi peningkatan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2

bisa dilakukan dengan terapi farmakologis dan non farmakologis, upaya terapi

farmakologis misalnya, dengan pemberian Glibenklamid, Metformin, Glimepirid,

sedangkan terapi non farmakologis dapat dikontrol dengan pengubahan gaya hidup
4

yang sehat, yaitu dengan mengubah pola makan atau diet, mengindarkan diri dari

stress, dan latihan jasmani seperti olahraga (Sutanto, 2013). Menurut Penelitian

Hawari (2008) terapi non farmakologis bisa juga dilakukan dengan cara latihan

jasmani seperti olah raga, misalnya jalan pagi, lari pagi, ataupun senam yang dapat

dilakukan setiap hari atau paling tidak 2 kali seminggu. Salah satu senam yang dapat

dilakukan adalah senam ergonomik. Senam ergonomik adalah senam fundamental

yang gerakannya sesuai dengan susunan dan fungsi fisiologis tubuh sehingga tetap

dalam keadaan bugar (Sagiran, 2012). Senam ergonomik merupakan kombinasi

gerakan otot dan teknik pernafasan. Teknik pernafasan yang dilakukan secara sadar

dan menggunakan diafragma memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada

mengembang penuh. Teknik pernafasan tersebut mampu memberikan pijatan pada

jantung akibat dari naik turunnya diafragma, membuka sumbatan-sumbatan dan

memperlancar aliran darah ke jantung dan aliran darah ke seluruh tubuh

(Wratsongko, 2006). Gerakan otot yang dilakukan bisa membuat permeabilitas

membran sel terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi, sehingga

memperlancar masuknya gula darah kedalam sel yang akan menyebabkan penurunan

gula darah (Kurniadi, 2014). Senam ergonomis berfungsi untuk mengembalikan atau

mengontrol gula darah dalam keadaan normal (Wratsongko, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Endah (2015) yang berjudul “Pengaruh Senam

Ergonomis Terhadap Depresi pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Lerep

Kecamatan Unggaran Barat Kabupaten Semarang” berhasil membuktikan bahwa: 1)

Skor depresi sesudah melakukan senam ergonomis pada kelompok perlakuan dengan
5

jumlah responden 17 pasien, depresi berubah menjadi depresi ringan sejumlah 8

orang, depresi sedang 7 orang dan normal 2 orang. 2) Terdapat perbedaan depresi

pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah melakukan senam ergonomis

di Desa Lerep Kecamatan Unggaran Barat Kabupaten Semarang. 3) Terdapat

pengaruh senam ergonomis terhadap perubahan depresi pada penderita diabetes

mellitus di Desa Lerep Kecamatan Unggaran Barat Kabupaten Semarang.

Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2016) yang berjudul “Senam

Ergonomik Meningkatkan Sensitivitas Kaki pada Penderita Diabetes Mellitus Di

Kelurahan Purwosari Kecamatan Laweyan Kota Surakarta” berhasil membuktikan

bahwa: 1) Terdapat pengaruh senam ergonomik terhadap tingkat sensitivitas kaki

pada penderita diabetes mellitus pada masing-masing kelompok. 2) Terdapat

perbedaan antara kelompok A dan kelompok B terhadap pengaruh senam ergonomik

terhadap tingkat sensitivitas kaki pada penderita diabetes mellitus di Kelurahan

Purwosari Kecamatan Laweyan Kota Surakarta.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan intervensi yang sama berupa Senam Ergonomik untuk menurunkan Kadar

Gula Darah pada Lansia Diabetes Tipe 2, salah satunya adalah faktor stress dan

kurangnya aktivitas fisik pada lansia. Selain itu berdasarkan studi pendahuluan di

Wilayah Kerja Puskesmas Pucang Sewu Surabaya pada bulan November 2017

diperoleh jumlah lansia DM yang melakukan kunjungan ke puskesmas mulai bulan

Januari – November 2017 sebanyak 3.298 orang. Kejadian tertinggi lansia yang

menderita DM terdapat di kelurahan Barata Jaya, dari survey awal yang telah
6

dilakukan di posyandu lansia didapatkan 32 lansia mengalami hiperglikemi.

Kebanyakan penderita DM datang ke Puskesmas hanya sebatas memeriksakan kadar

gula darah selanjutnya hanya meminum obat. Dari hasil wawancara yang dilakukan

pada ketua kader posyandu lansia RW 07 kelurahan Barata Jaya, mengatakan bahwa

penderita DM belum pernah mendapatkan latihan fisik senam ergonomik terhadap

penurunan kadar gula darah pada lansia diabetes tipe 2. Dari uraian di atas, peneliti

tertarik untuk meneliti apakah ada Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan

Kadar Gula Darah pada Lansia Diabetes Tipe 2 di Posyandu Lansia RW 07 Barata

Jaya Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, yaitu:

“Adakah pengaruh Senam Ergonomik Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada

Lansia Diabetes Tipe 2 di Posyandu Lansia RW 07 Kelurahan Barata Jaya

Surabaya?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menjelaskan Pengaruh Senam Ergonomik Terhadap Penurunan Kadar

Gula Darah pada Lansia Diabetes Tipe 2 di Posyandu Lansia RW 07 Kelurahan

Barata Jaya Surabaya.


7

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kadar gula darah sebelum dilakukan Senam Ergonomik pada

Lansia Diabetes Tipe 2 di Posyandu Lansia RW 07 Kelurahan Barata Jaya

Surabaya.

2. Mengidentifikasi kadar gula darah sesudah dilakukan Senam Ergonomik pada

Lansia Diabetes Tipe 2 di Posyandu Lansia RW 07 Kelurahan Barata Jaya

Surabaya.

3. Menganalisis perbedaan kadar gula darah sebelum dan sesudah dilakukan

Senam Ergonomik pada Lansia Diabetes Tipe 2 di Posyandu Lansia RW 07

Kelurahan Barata Jaya Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya literatur ilmu keperawatan dan

dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Praktis

1. Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti

terhadap pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar gula darah

pada lansia diabetes tipe 2 serta menambah pengalaman peneliti dalam

melakukan penelitian
8

2. Bagi Perawat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai langkah awal untuk

penelitian selanjutnya dalam bidang ilmu keperawatan khususnya menyangkut

peran perawat sebagai edukator.

3. Bagi Institusi Kesehatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang

pengaruh senam ergonomik terhadap penurunan kadar gula darah sebagai

upaya kontrol gula darah.

4. Bagi Masyarakat

a. Membantu lansia untuk meningkatkan pengetahuan tentang DM.

b. Membantu lansia dalam meningkatkan pengetahuan tentang senam

ergonomik terhadap penurunan kadar gula darah.

c. Menambah wawasan masyarakat tentang penyakit diabetes dan senam

ergonomik untuk menurunkan kadar gula darah.

Anda mungkin juga menyukai