Hidup sehat adalah dambaan bagi setiap individu, karena sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/ cacat. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat, orang yang tidak berpenyakit pun belum tentu dikatakan sehat. Mestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental. Maupun sosial. Kembali lagi, sehat adalah berawal dari kebiasaan baik yang sudah ditanamkan sejak dini dan harus berawal dari lingkungan yang baik. Pola hidup dan gaya hidup yang sehat saat ini sangat sulit didapatkan, dengan kesibukan dan segala macam aktivitas yang membuat kita tidak mampu memenuhi kriteria hidup sehat. Banyak faktor pencetus terjadinya penyakit yang kini dapat kita temui dimana-mana. Salah satu penyakit yang kita mudah dapatkan adalah seperti penyakit Hipertensi, Diabetes Melitus, Stroke, Gagal Ginjal dan penyakit mematikan lainnya. Diabetes Melitus menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011 adalah penyakit gangguan metabolism yang bersifat kronis dengan karakteristik hipergliemia. Berbagai komplikasi dapat timbul akibat kadar gula yang tidak terkontrol, misalnya neuropati, hipertensi, jantung coroner, retinopati, nefropati dan gangrene. Diabetes menurut WHO merupakan salah satu dari empat prioritas penyakitt yang tidak menular, diabetes merupakan penyebab utama untuk kebutaan, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan amputasi kaki. 80 % diabetetes dapat dicegah dengan tatalaksana pengobatan yang optimal. Diabetes Melitus didunia terdapat estimasi jumlah pasien diseluruh dunia per regional di tahun 2015 dan 2040 (Umur 20-79). Di antaranya Amerika Utara dan Karibia dengan jumlah 44.3 juta jiwa (2015) dan 60.5 juta jiwa (2040). Amerika Selatan dan Tengah dengan jumlah 29.6 juta jiwa (2015) dan 48.8 juta jiwa (2040). Afrika dengan jumlah 14.2 juta jiwa (2015) dan 34.2 juta jiwa (2040). Timur Tengah dan Afrika Utara dengan jumlah 35.4 juta jiwa (2015) dan 72.1 juta jiwa (2040). Pasifik Barat dengan jumlah 153.2 juta jiwa dan 214.8 juta jiwa (2040). Dan terakhir Eropa dengan jumlah 59.8 juta jiwa (2015) dan 71.1 juta jiwa (2040). Dengan total jumlah didunia pada tahun 2015 sebesar 415 juta jiwa dan diperkirakan persentasi pengidap diabetes melitus pada tahun 2040 sebanyak 642 juta jiwa. Sementara di Asia Tenggara Indonesia menduduki urutan ke-2 persentase kematian akibat diabetes mellitus setelah Sri Langka di urutan ke-1 dan disusul negara Thailand dengan urutan ke-3. Pada tahun 2015, hampir 80% orang diabetes ada dinegara berpenghasilan rendah dan menengah dan persentase orang dewasa dengan diabetes adalah sejumlah 8.5 % ( 1 di antaranya 11 orang dewasa menyangdang diabetes). Pada tahun 2013,salah satu beban pengeluaran kesehatan terbesar di dunia adalah diabetes yaitu sekitar 612 miliar dolar, di estimasikan sekitar 11 % dari total pembelanjaan untuk langsung kesehatan dunia. Pada tahun 2014, terdapat 96 juta jiwa orang dewasa dengan diabetes di 11 negara anggota di wilayah regional Asia Tenggara, setenganya tidak terdiagnosis dengan diabetes. Pravalensi diabetes di antara orang dewasa di wilayah regional Asia Tenggara meningkat dari 4.1 % di tahun 1980-an menjadi 8.6% ditahun 2014. Tahun 2012, sekitar 1 juta orang dewasa di wilayah regional Asia Tenggara meniggal karena konsekuensi dari gula darah tinggi. Termasuk didalamnya kematian akibat langsung dari diabetes (contoh koma diabetikum), maupun kematian karena komplikasi dan konsekuensi dari diabetes, seperti gagal ginjal, jantung dan pembuluh darah maupun tuberkolosis. Lebih dari 60% laki-laki dan 40% perempuan meninggal dibawah 70 tahun diwilayah regionan Asia Tenggara. Populasi dari wilayah tersebutmemang rentan terhadap faktor diabetogenik lingkungan, sehingga memiliki ambang lebih rendah terhadap faktor resiko seperti usia, kelebihan berat badan dan distribusi lemak tubuh. Diabetes menjadi 10 tahun lebih cepat diwilayah regional Asia Tenggara disbanding Eropa, pada usia dimana merupakan masa paling produktif. Di Indonesia, Diabetes Melitus pada tahuun 2015 menempati peringkat ke tujuh dunia untuk pravalensi penderita diabetes tertinggi didunia bersama China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta (ADF Atlas, 2015). Diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia (SRS, 2014). Persentasi kematian akibat diabetes merupakan yang kedua tertinggi setelah Sri Langka. Pravalensi kecendrungan penderita diabetes meningkat yaitu dari 5.7 % (2007) menjadi 6.9 % (2013) dan 2/3 orang Indonesia tidak mengetahui dirinya menderita diabetes dan berpotensi untuk mengakses layanan kesehatan dalam kondisi terlambat (sudah dengan komplikasi). Pravalensi berat badan berlebih atau overweight (13.5% Riskesdas 2013) dan Obesitas 915.4% Riskesdas 2013) yang merupakan salah satu faktor resiko terbesar diabetes meningkat terus dibandingkan Riskesdas 2007 dan 2010. Adapun, jumlah pravalensi diabetes di Indonesia adalah menurut Riskesdas pada tahun 2007 yaitu 5.7 % dan pada tahun 2016 meningkat 6.9%. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi diabetes yang terdiagnosis oleh dokter sebesar 2,1% dimana prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Provinsi Yogyakarta 2,6% DKI Jakarta 2,5% Selawesi Utara 2,4% dan Kalimantan Timur 2,3% (Muflihatin, 2015). Bertambahnya pravalensi tersbut adalah berkaitan dengan meningkatnya status sosial yang di ikuti perubahan pol ahidup menjadi kurang sehat, antara lain kurang kegiatan fisik, makan berlebih, dengan akibat terjadinya kegemukan (obesitas) yang menyebabkan resistensi insulin. Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel - sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin, 2001). Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa. International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensiDiabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes me litus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%. Tingginya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan merokok tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang dan umur. Diabetes Mellitus disebut dengan The Silent Killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan.Untuk menurunkan kejadian dan keparahan dari Diabetes Melitus tipe 2 maka dilakukan pencegahan seperti modifikasi gaya hidup dan pengobatan seperti obat oral hiperglikemik dan insulin. Diabetes Melitus harus segera ditangani karena menjadi bahaya, sebagai akibat dari lamanya penanganan adalah salah satu contohnya ekstermitas seperti kaki sulit merasakan sensasi ketika menginjak sesuatu yang berbahaya dan menimbulkan luka sehingga membuat luka, disamping itu juga pada pasien diabetes mellitus sirkulasi perifer kurang baik dan luka menjadi terambat untuk sembuh atau bisa saja sama sekali tidak mendapatkan aliran dari sirkulasi perifer dan timbulan gangrene atau pembusukan pada jaringan luka tersebut. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah dan mengontrol terjadinya komplikasi dalam penatalaksanaan DM. Perawatan kaki adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sirkulasi darah perifer. Spa kaki diabetik merupakan serangkaian kegiatan perawatan kaki yang di dalamnya terdapat kegiatan senam kaki, pembersihan dengan air hangat, dan pemijatan (Purwanto, 2014). Kegiatan-kegiatan tersebut selain dapat melancarkan aliran darah, juga membuat pasien merasa nyaman dan rileks. Perawat dapat memberikan edukasi dan melatih keluarga untuk melakukan spa kaki di rumah, sehingga pasien diabetes tertarik dan rutin melakukan spa kaki agar dapat mencegah terjadinya luka gangrene. Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang dalam 1 tahun yaitu 2017 didapatkan penderita diabetes mellitus tipe II tanpa gangrene sebanyak 1.370 penderita dan di ruang Mawar sebanyak 86 penderita. Sedangkan, diabetes mellitus dengan gangrene sebanyak 246 penderita dalam satu rumah sakit dan 36 orang diruang Mawar. Berdasarkan data yang peneliti kumpulkan, peneliti bermaksud untuk meneliti terkait penanganan pasien diabetes mellitus tipe II dengan spa kaki diabetic terhadap sirkulasi perifer diruang Mawar RSU Kabupaten Tangerang tahun 2018.
1.2 Rumusan Masalah
Menurut peneliti pencegahan terjadinya gangrene atau luka pada pasien diabetes mellitus memiliki banyak cara selain menjaga pola makan dan gaya hidup, ada pula dengan berbagai jenis cara yang bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah perifer seperti senam kaki diabetes, message kaki dan spa kaki. Pada penelitian ini, maka peneliti tertarik terhadap “Pengaruh Spa Kaki Diabetic terhadap Sirkulasi Perifer pada pasien Diabetes Melitus Tipe II di Ruang Mawar RSU Kabupaten Tangerang tahun 2018.
1.3 Tujuan Makalah
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Spa Kaki Diabetik terhadap Sirkulasi Perifer pada pasien Diabetes Melitus Tipe II di Ruang Mawar RSUD Kabupaten Tangerang Tahun 2018. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Melakukan asuhan keperawatan danpada intervensi pasien Diabetes Melitus Tipe II di Ruang Mawar RSU Kabupaten Tangerang 2. Mengetahui nilai sirkulasi perifer dengan penilaian Ankle Brachial Index (ABI) pada pasien Diabetes Melitus Tipe II di Ruang Mawar RSU Kabupaten Tangerang 3. Mengetahui dan mengevaluasi adanya pengaruh Spa Diabetik terhadap Sirkulasi Perifer terhadap pasien Diabetes Melitus Tipe II di Ruang Mawar RSU Kabupaten Tangerang
1.4 Manfaat Makalah
1.4.1 Bagi Akademis
Sebagai referensi bagi mahasiswa/I untuk dijadikan pengetahuan terkait kasus diabetes mellitus tipe II dan implementasi yang telah dilakukan. Selanjutnya, sebagai panduan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Lahan Praktik
Karena banyaknya penderita diabetes mellitus disetiap tahunnya, diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat membantu perawat diruangan untuk melakukan penyuluhan dan memperdalam hasil penelitian ini, dimaksudkan untuk mengurangi angka kejadian pasien diabetes mellitus dengan resiko gangguan sirkulasi perifer bertujuan mencegah timbulnya luka gangren atau Ulkus Diabetes.
1.4.3 Bagi Pasien Kelolaan
Dari banyaknya pasien penderita diabetes mellitus, kebanyak mereka tidak tahu tentang komplikasi yang terjadi dalam jangka panjang. Perawat menyarankan untuk menggali lagi informasi terkait penyakit diabetes mellitus, dengan mendatangi rumah sakit atau klinik terdekat mengecek kadar gula darah dan tidak lelah untuk berperilaku hidup sehat serta menjaga kadar gula darah dengan berolah raga kecil secara teratur didukung nutrisi cukup.