Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL PENELITIAN

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keteraturan Minum Obat


Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Modayag,
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

Factors Associated With Take Drug Regularity of Patients Pulmonary TB In


the Work Area of Modayag Public Health Center, East Bolaang Mongondow
District

Ni Wayan Ariani 1) A. J. M. Rattu 2) B. Ratag 2)


1)
Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado
2)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Abstrak
Abstract
Penyakit Tuberkulosis paru merupakan
penyakit kronik. Prevalensi Tb paru di Sulawesi Pulmonary tuberculosis disease is a chronic
Utara menurut data Riskesdas tahun 2014 sebesar disease. Prevalence of pulmonary Tb in North
0.3 % dari jumlah penduduk, dengan kata lain, rata- Sulawesi, according to data Riskesdas 2014 0.3%
rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 of the population, in other words, average of each
orang yang didiagnosis kasus Tb paru. Berdasarkan 100,000 population Indonesia there are 400 people
laporan tahunan yang dibuat oleh Dinas Kesehatan which were diagnosed cases of pulmonary Tb.
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, insiden Based on the annual report prepared by Health
kasus Tb paru pada tahun 2011 terdapat 60 Office of East Bolaang Mongondow, the incidence
penderita yang didiagnosa (+) menderita Tb paru, of pulmonary Tb cases in 2011 there were 60
kemudian meningkat pada tahun 2014 terdapat 102 patients which were diagnosed (+) suffered from
penderita yang dinyatakan secara klinis dengan pulmonary Tb, then increased in 2014 were 102
BTA (+) menderita Tb paru. Penelitian ini patients with clinically expressed by BTA (+) suffer
bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang pulmonary Tb. The aim of the study was analyzing
berhubungan dengan keteraturan minum obat factors associated with take drug regularity of
penderita Tb paru di Wilayah Kerja Puskesmas patients with pulmonary TB in the work area of
Kecamatan Modayag Kabupaten Bolaang Modayag Public Health Center, East Bolaang
Mongondow Timur. Penelitian ini menggunakan Mongondow District. This study used method
metode cross sectional study. Besar sampel yaitu of cross sectional study. The sample size are all
semua penderita Tb paru yang telah didiagnosis pulmonary Tb patients who have been diagnosed
oleh dokter berdasarkan hasil sputum BTA positif by a doctor based on the results of sputum smear
dan yang tercantum dalam data rekam medik yang positive and contained in medical records that exist
ada di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan in Modayag Public Health Center, East Bolaang
Modayag Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Mongondow District totaling 41 people.
yang berjumlah 41 Orang. Yang menjadi variabel Independent variables are age, sex, occupation,
bebas ialah umur, jenis kelamin, pekerjaan, knowledge, attitudes and the role of supervisor
pengetahuan, sikap, serta peran petugas menelan taking medication, while take drug regularity of
obat (PMO), sedangkan keteraturan minum obat patients pulmonary Tb is dependent variable.
penderita tuberkulosis paru merupakan variabel Primary data was obtained from 41 respondents
terikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada through direct interview. The results shows that
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, there is a significant relationship between sex,
sikap dan pengetahuan terhadap keteraturan minum attitudes, knowledge with take drug regularity.
obat. Hasil analisis multivariat menunjukkan Multivariate analysis showed that knowledge is the
bahwa pengetahuan merupakan variabel yang most dominant variable affecting take drug
paling dominan mempengaruhi keteraturan minum regularity of patients pulmonary Tb.
obat penderita Tb paru. .

Keywords : IMD, Midwives.


Kata Kunci : Keteraturan Minum Obat,
Tuberkulosis

157
Ariani, Rattu dan Ratag, Faktor-faktor yang Berhubungan

Pendahuluan tubuh, seperti human immunodeficiency


virus (HIV) dan diabetes, termasuk
Penyakit Tuberkulosis (Tb) paru meningkatkan kerentanan terhadap Tb
merupakan penyakit menular langsung paru, seperti pengobatan
yang disebabkan oleh kuman immunosupressive (Ladefoged et al,
Mycobacterium Tuberculosis (M.Tb), 2011).
ditularkan melalui udara yaitu percikan Status kesehatan merupakan hasil
dahak penderita Tb paru (Anonim, 2012). interaksi dari berbagai faktor, baik faktor
Waktu pengobatan yang panjang dengan dari dalam diri manusia (internal) maupun
jenis obat lebih dari satu menyebabkan dari luar diri manusia (eksternal). Faktor
penderita sering terancam putus berobat internal ini terdiri dari faktor fisik dan
selama masa penyembuhan dengan psikis individu, Sedangkan faktor eksternal
berbagai alasan, antara lain merasa sudah antara lain sosial ekonomi, sosial budaya,
sehat atau karena faktor ekonomi. lingkungan, politik, pengetahuan,
Akibatnya pola pengobatan harus dimulai pendidikan dan sebagainya. Green juga
dari awal serta menghabiskan waktu menganalisis perilaku manusia dari tingkat
berobat yang lebih lama. Alasan ini kesehatan. Faktor-faktor yang masih
menyebabkan situasi tuberkulosis di dunia mempengaruhi perilaku seseorang dalam
semakin memburuk dengan jumlah kasus menjalani pengobatannya antara lain umur,
yang terus meningkat serta banyak yang pekerjaan, peran PMO, pelayanan
tidak berhasil disembuhkan, World Health kesehatan, dukungan dari keluarga serta
Organization (WHO) menyatakan terdapat diskriminasi yang diterima oleh pasien
22 negara dikategorikan sebagai high (Green, 2005). Berdasarkan hasil
burden countries terhadap tuberkulosis. penelitian oleh (Sutarji, 2006) bahwa
Indonesia termasuk peringkat keempat faktor umur, pendidikan, pengetahuan,
setelah India, Cina dan Afrika selatan sikap, pekerjaan, pendapatan, jarak
dalam menyumbang Tb paru didunia pelayanan, motivasi dan dukungan
(Anonim, 2013). pengawas menelan obat (PMO) berkaitan
Penyakit Tb paru merupakan penyakit dengan kepatuhan penderita Tb paru untuk
kronik, melemahkan tubuh dan sangat minum obat anti Tuberkulosis (OAT).
menular serta memerlukan diagnosis Perilaku berobat akan terjadi bila
akurat, pemeriksaan mikroskopis, hilangnya atau kurangnya gejala penyakit
pengobatan jangka panjang dengan sudah merupakan ukuran kesembuhan bagi
keteraturan meminum obat anti Tb dalam penderita menghentikan pengobatannya,
mencapai kesembuhan (Utomo, 2005). tapi dengan menggunakan strategi DOTS,
Penyakit Tb menimbulkan kerugian sosial- maka keteraturan minum obat sebagai
ekonomi luar biasa memerlukan waktu kontrol pasien akan dapat diatasi karena
pengobatan jangka panjang yang harus adanya petugas menelan obat (PMO) dan
diikuti dengan manajemen kasus dan petugas kesehatan yang selalu memberikan
tatalaksana pengobatan yang baik bimbingan kepada PMO dan penderita,
(Anonim, 2007a). Tb paru sehingga individu tersebut akan
dipertimbangkan sebagai penyakit sosial, mengalami perubahan perilaku dari dalam
membutuhkan pengendalian terhadap maupun dari luar, aspek-aspek yang
sosial, ekonomi dan intervensi lingkungan. mempengaruhi perilaku dari dalam
Jadi kemiskinan, kepadatan dan sanitasi individu tersebut yaitu persepsi, sikap,
yang buruk sudah dihubungkan dengan motivasi dan emosi (Pasaribu, 2005).
tuberkulosis paru. Faktor resiko lainnya
adalah penyalahgunaan alkohol, rokok dan Situasi Tb global terdapat sekitar 9,2
malnutrisi. Penyakit dengan dampak juta kasus baru Tb paru dan kira-kira 1,7
signifikan terhadap mekanisme daya tahan juta (25/100.000) kematian karena Tb pada

158
JIKMU, Suplemen Vol, 5. No, 1 Januari 2015

tahun 2006, sedangkan di Indonesia Puskesmas Kotabunan 17 penderita.


terdapat hampir 600 kasus tuberkulosis Berdasarkan data diatas Puskesmas
baru setiap tahunnya, atau kira-kira 280 Modayag menduduki rangking ke-1 kasus
kasus baru per 100.000 penduduk, Tb paru dari 5 Puskesmas yang ada di
termasuk 126 kasus baru BTA + per Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
100.000 (Anonim, 2004a). Prevalensi (Anonim, 2014a).
nasional Tb (berdasarkan diagnosis tenaga Mengingat dampak merugikan yang
kesehatan dan keluhan responden) adalah akan dialami oleh masyarakat akibat
0,99% (Anonim, 2007b). penyakit Tb paru terutama bila tidak
WHO mengembangkan strategi teratur minum obat maka sangat penting
Directly Observed Treatment Short-course untuk mengetahui perilaku masyarakat
(DOTS). Strategi ini akan memutuskan terhadap program pemberantasan penyakit
penularan Tb paru dan dengan demikian menular Tb paru. Hal ini dimaksudkan
menurunkan insidens Tb paru agar dapat mengurangi dampak yang dapat
dimasyarakat. Menemukan dan ditimbulkan oleh penyakit Tb paru guna
menyembuhkan penderita merupakan cara meningkatkan derajat kesehatan
terbaik dalam upaya pencegahan penularan masyarakat.
Tb paru (Anonim, 2011). Berdasarkan masalah tersebut di atas
Prevalensi Tb paru di Sulawesi Utara maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih
menurut data Riskesdas tahun 2013 adalah jauh mengenai faktor-faktor yang
0.4 % dari jumlah penduduk, dengan kata berhubungan dengan keteraturan minum
lain, rata-rata tiap 100.000 penduduk obat penderita Tb paru di wilayah kerja
Indonesia terdapat 400 orang yang Puskesmas Modayag Kabupaten Bolaang
didiagnosis kasus Tb paru, tidak berbeda Mongondow Timur. Tujuan yang akan
dengan Tahun 2007. Lima provinsi dengan dicapai dari penelitian ini adalah untuk
Tb paru tertinggi adalah Jawa Barat menganalisis faktor-faktor yang
(0.7%), Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), berhubungan dengan keteraturan minum
Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan obat penderita Tb paru di Wilayah Kerja
Papua Barat (0.4%), sedangkan Sulawesi Puskesmas Kecamatan Modayag
Utara sebesar (0,3%), persentasinya sama Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
dg provinsi Aceh, Bangka Belitung,
Jogjakarta, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat dan Kalimantan Tengah.
(Anonim, 2013). Metode Penelitian
Menurut laporan tahunan yang dibuat Penelitian ini merupakan penelitian
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bolaang observasional analitik dengan desain yang
Mongondow Timur, insiden kasus Tb paru digunakan yaitu cross sectional study.
yang didiagnosa (+) menderita Tb paru Penelitian dilakukan di wilayah kerja
pada tahun 2011 terdapat 60 penderita, Puskesmas Kecamatan Modayag
Tahun 2012 terdapat 81 penderita, Tahun Kabupaten Bolaang Mongondouw Timur
2013 terdapat 74 penderita. Kemudian pada bulan November 2014 – Januari
pada Tahun 2014 terjadi puncak jumlah 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah
penderita Tb paru yang didiagnosis (+) seluruh penderita Tb paru yang telah di
menderita Tb paru dalam 4 Tahun terakhir diagnosis oleh dokter berdasarkan hasil
mencapai 102 penderita. Puskesmas pemeriksaan sputum (BTA positif) dan
Modayag sebanyak 41 penderita, yang tercantum dalam data rekam medik
Puskesmas Moyongkota 13 penderita, yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Puskesmas Nuangan 23 penderita, Modayag Kabupaten Bolaang Mongondow
Puskesmas Tutuyan 8 penderita dan Timur yang berjumlah 41 responden.

159
Ariani, Rattu dan Ratag, Faktor-faktor yang Berhubungan

Besar sampel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan pengawas menelan
keseluruhan unit populasi. Variabel obat) yang paling dominan berhubungan
penelitian ini terdiri dari independent dengan variabel dependen (keteraturan
variable (variabel bebas), yaitu umur minum obat Tb paru). Analisis dilakukan
responden, jenis kelamin responden, dengan regresi logistik.
pekerjaan responden, pengetahuan
responden, sikap responden, serta peran
petugas menelan obat (PMO) dan
dependent variable (variabel terikat) yaitu Hasil dan Pembahasan
keteraturan minum obat penderita
tuberkulosis paru. Untuk melihat a. Hubungan Antara Umur Dengan
hubungan antara variabel independen dan Keteraturan Minum Obat
dependen digunakan uji Chi Square. Hubungan antara umur dengan
Analisis multivariat digunakan untuk keteraturan minum obat dapat dilihat
mengetahui variabel-variabel independen pada tabel 1.
(umur, jenis kelamin, pekerjaan,

Tabel. 1. Hubungan Antara Umur Dengan Keteraturan Minum Obat


Umur Keteraturan Minum Obat Nilai OR
Tidak teratur Teratur Total p
n % n % n %
 60 8 19,5 1 2,4 9 22
≤ 60 17 41,5 15 36,6 32 78 0,066 0,142

Total 25 61 16 39 41 100
Ket: p = 0,066 (continuity correction)
Berdasarkan tabulasi silang yang tergantung pertahanan tubuh dan ini sangat
dilakukan antara umur dengan keteraturan dipengaruhi oleh umur penderita. Awal
minum obat, diperoleh data bahwa jumlah kelahiran pertahanan tubuh sangat lemah
responden yang tidak teratur minum obat dan akan meningkat secara perlahan
yaitu sebanyak 25 orang (61%) dengan sampai umur 10 tahun, setelah masa
rincian yang berumur ≤ 60 sebanyak 17 pubertas pertahanan tubuh lebih baik
orang (41,5%) dan yang berumur  60 dalam mencegah penyebaran infeksi
sebanyak 8 orang (19,5%); sedangkan melalui darah, tetapi lemah dalam
jumlah responden yang teratur minum obat mencegah penyebaran infeksi di paru.
sebanyak 16 orang (39%) dengan rincian Tingkat umur penderita dapat
yang berumur ≤ 60 sebanyak 15 orang mempengaruhi kerja efek obat, karena
(36,6%) dan yang berumur  60 sebanyak metabolisme obat dan fungsi organ tubuh
1 orang (2,4%). Berdasarkan hasil analisis kurang efisien pada bayi yang sangat
uji Chi-Square didapatkan hasil dengan mudah dan pada orang tua, sehingga dapat
nilai p = 0,066 > 0,05 yang menunjukkan menimbulkan efek yang lebih kuat dan
tidak terdapat hubungan yang bermakna lama pada kedua kelompok umur ini
antara umur dengan keteraturan minum (Croffton, 2009).
obat, dengan nilai OR sebesar 0,142.
Jumlah penderita Tb paru di Indonesia
diperkirakan 75% adalah usia produktif
yaitu 15 hingga 50 tahun (Anonim, 2006).
Kekuatan untuk melawan infeksi adalah

160
JIKMU, Suplemen Vol, 5. No, 1 Januari 2015

b. Hubungan Antara Jenis Kelamin Hubungan antara jenis kelamin dengan


Dengan Keteraturan Minum Obat keteraturan minum obat dapat dilihat pada
tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Keteraturan Minum Obat


Jenis Keteraturan Minum Obat Nilai OR
Kelamin Tidak Teratur Total p
Teratur
n % n % n %
Laki-laki 20 48,8 6 14,6 26 63,4
Perempuan 5 12,2 10 24,4 15 36,6 0,015 6,667
Total 25 61 16 39 41 100
Ket: p = 0,015 (continuity correction)

Berdasarkan tabulasi silang yang perempuan penyakitnya lebih berat pada


dilakukan antara jenis kelamin dengan saat datang ke Rumah Sakit. Perempuan
keteraturan minum obat, diperoleh data lebih sering terlambat datang kesarana
bahwa jumlah responden yang tidak teratur pelayanan kesehatan di bandingkan
minum obat yaitu sebanyak 25 orang dengan laki-laki. Hal ini mungkin lebih
(61%) dengan rincian yang berjenis sering berhubungan dengan aib dan rasa
kelamin laki-laki sebanyak 20 orang malu dirasakan oleh perempuan
(48,8%) dan yang berjenis kelamin dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan
perempuan sebanyak 5 orang (12,2%); juga lebih sering mengalami kekuatiran
sedangkan jumlah responden yang teratur akan dikucilkan dari keluarga dan
minum obat sebanyak 16 orang (39%) lingkungan akibat penyakitnya. Hambatan
dengan rincian yang berjenis kelamin laki- ekonomi dan faktor sosio-ekonomi
laki sebanyak 6 orang (14,6%) dan yang kultural turut berperan termasuk pemahan
berjenis kelamin perempuan sebanyak 10 tentang penyakit Tb paru (Syafrizal, 2008).
orang (24,4%). Berdasarkan hasil analisis WHO melaporkan bahwa setiap tahunnya
uji Chi-Square didapatkan hasil dengan penderita Tb paru lebih banyak pada laiki-
nilai p = 0,015 < 0,05 yang menunjukkan laki dibandingkan dengan perempuan.
terdapat hubungan yang bermakna antara Secara umum perbandingan antara
jenis kelamin dengan keteraturan minum perempuan dan laki-laki berkisar 1/1,5 -
obat, dengan nilai OR sebesar 6,667. 2,1. Kebanykan terjadi di negara miskin,
dilaporkan 2/3 kasus Tb terjadi pada laki-
Erawatyningsih (2009), menyebutkan
laki dan 1/3 terjadi pada perempuan.
bahwa wanita adalah berkemungkinan
Perempuan lebih banyak melaporkan
lebih rentan terkena penyakit Tb paru,
gejala penyakitnya dan berkonsultasi
karena beban kerja mereka yang berat,
dengan dokter karena perempuan
berkombinasi dengan kurangnya mobilitas
cenderung memiliki perilaku yang lebih
dan sumber daya finansial. Secara
tekun dari pada laki-laki.
epidemiologi dibuktikan terdapat
perbedaan jenis kelamin antara laki-laki
dan perempuan dalam hal prevalensi c. Hubungan Antara Pekerjaan Dengan
infeksi, progresitivi penyakit, insiden dan Keteraturan Minum Obat
kematian akibat Tb. Perkembangan
penyakit juga mempunyai perbedaan Hubungan antara pekerjaan dengan
antara laki-laki dan perempuan yaitu pada keteraturan minum obat dapat dilihat
pada tabel 3.

161
Ariani, Rattu dan Ratag, Faktor-faktor yang Berhubungan

Tabel 3. Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Keteraturan Minum Obat


Pekerjaan Keteraturan Minum Obat Nilai OR
Tidak Teratur Total p
Teratur
n % n % n %
Bekerja 10 24,4 5 12,2 15 36,6
Tidak bekerja 15 36,6 11 26,8 26 63,4 0,814 0,682
Total 25 61 16 39 41 100
Ket: p = 0,814 (continuity correction)

Berdasarkan tabulasi silang yang tambang terkait dengan pekerjaan


dilakukan antara pekerjaan dengan dipertambangan (Sutrisna, 2010).
keteraturan minum obat, diperoleh data Pekerjaan merupakan suatu aktifitas
bahwa jumlah responden yang tidak teratur yang dilakukan untuk mencari nafkah.
minum obat yaitu sebanyak 25 orang Faktor lingkungan kerja mempengaruhi
(61%) dengan rincian yang tidak bekerja seseorang untuk terpapar suatu penyakit.
sebanyak 15 orang (36,6%) dan yang Lingkungan kerja yang buruk mendukung
bekerja sebanyak 10 orang (24,4%); untuk terinfeksi Tb Paru antara lain supir,
sedangkan jumlah responden yang teratur buruh, tukang becak dan lain-lain
minum obat sebanyak 16 orang (39%) dibandingkan dengan orang yang bekerja
dengan rincian yang tidak bekerja
di daerah perkantoran. Penyebab pasien
sebanyak 11 orang (26,8%) dan yang yang tidak bekerja cenderung tidak teratur
bekerja sebanyak 5 orang (12,2%). berobat karena didasari oleh pendapat
Berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square mereka yang mengatakan bahwa berobat
didapatkan hasil dengan nilai p = 0,814 > ke puskesmas harus mengeluarkan biaya
0,05 yang menunjukkan tidak terdapat untuk transportasi dan difokuskan untuk
hubungan yang bermakna antara pekerjaan memenuhi kebutuhan sehari-hari dari pada
dengan keteraturan minum obat, dengan untuk pengobatan. Tetapi obat yang
nilai OR sebesar 0,682. diberikan oleh pihak puskesmas gratis.
Jenis pekerjaan dapat berperan di Sehingga tidak ada alasan bagi pasien
dalam timbulnya penyakit melalui hal untuk tidak teratur berobat walaupun tidak
berikut, yakni: adanya faktor lingkungan bekerja. Hendaknya pasien maupun
yang langsung dapat menimbulkan keluarga pasien membuka usaha kecil-
kesakitan seperti bahan kimia, gas kecilan untuk menambah pendapatan guna
beracun, radiasi, benda fisik yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
menimbulkan kecelakaan dan sbagainya:
situasi pekerjaan yang penuh dengan
stress: ada tidaknya “gerak badan” di
dalam pekerjaan: tinggal dan hidup d. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan
berkerumun dalam satu tempat yang relatif Keteraturan Minum Obat
sempit dan padat, maka dapat terjadi Hubungan antara pengetahuan dengan
proses penularan penyakit antara para keteraturan minum obat dapat dilihat pada
pekerja, serta penyakit karena cacing tabel 4.

162
JIKMU, Suplemen Vol, 5. No, 1 Januari 2015

Tabel 4. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Keteraturan Minum Obat


Pengetahuan Keteraturan Minum Obat Nilai p OR
Teratur Tidak Total
Teratur
n % n % n %
Baik 2 4,9 14 34,1 25 61
Kurang baik 14 34,1 11 26,8 16 39 0,014 8,909
Total 16 39 25 61 41 100
Ket: p = 0,014 (continuity correction)
Berdasarkan tabulasi silang yang tersebut ditunjang oleh tingkat pendidikan
dilakukan antara pengetahuan dengan yang tinggi sehingga mereka mengerti
keteraturan minum obat, diperoleh data benar tentang bahaya penyakit Tb Paru
bahwa jumlah responden yang tidak teratur dan pada akhirnya akan cenderung
minum obat yaitu sebanyak 25 orang berperilaku patuh berobat demi
(61%) dengan rincian yang kesembuhan penyakitnya. Pengetahuan
berpengetahuan kurang baik sebanyak 14 tentang penyakit Tb dan kepercayaan
orang (34,1%) dan yang berpengetahuan tentang kemanjuran pengobatan akan
baik sebanyak 11 orang (26,8%); mempengaruhi penderita mau atau tidak
sedangkan jumlah responden yang teratur memilih untuk menyelesaikan
minum obat sebanyak 16 orang (39%) pengobatannya. Selain itu, kepercayaan
dengan rincian yang berpengetahuan kultural biasanya mendukung penggunaan
kurang baik sebanyak 2 orang (4,9%) dan penyembuhan tradisional.
yang berpengetahuan baik sebanyak 14
orang (34,1%). Berdasarkan hasil analisis
uji Chi-Square didapatkan hasil dengan e. Hubungan Antara Sikap Dengan
nilai p = 0,014 < 0,05 yang menunjukkan Keteraturan Minum Obat
terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan keteraturan minum Hubungan antara sikap dengan
obat, dengan nilai OR sebesar 8,909. keteraturan minum obat dapat dilihat pada
tabel 5.
Hal ini karena responden / penderita
yang mempunyai pengetahuan baik

Tabel 5. Hubungan Antara Sikap Dengan Keteraturan Minum Obat


Sikap Keteraturan Minum Obat Nilai OR
Teratur Tidak teratur Total p
n % n % n %
baik 5 12,2 20 48,8 25 61
Kurang baik 11 26,8 5 12,2 16 39 0,005 8,800
Total 16 39 25 61 41 100
Ket: p = 0,005 (continuity correction)

Berdasarkan tabulasi silang yang sebanyak 20 orang (48,8%) dan yang


dilakukan antara Sikap dengan Keteraturan memiliki sikap baik sebanyak 5 orang
Minum Obat, diperoleh data bahwa jumlah (12,2%); sedangkan jumlah responden
responden yang tidak teratur minum obat yang teratur minum obat sebanyak 16
yaitu sebanyak 25 orang (61%) dengan orang (39%) dengan rincian yang memiliki
rincian yang memiliki sikap kurang baik sikap kurang baik sebanyak 5 orang

163
Ariani, Rattu dan Ratag, Faktor-faktor yang Berhubungan

(12,2%) dan yang memiliki sikap baik Merujuk pada teori Green yang
sebanyak 11 orang (26,8%). Berdasarkan menyatakan bahwa sikap merupakan
hasil analisis uji Chi-Square didapatkan faktor predisposisi untuk terjadinya suatu
hasil dengan nilai p = 0,005 < 0,05 yang perilaku seseorang, maka sikap negatif
menunjukkan terdapat hubungan yang atau kurang setuju terhadap suatu
bermakna antara sikap dengan keteraturan pengobatan akan mendorong penderita
minum obat, dengan nilai OR sebesar tersebut untuk berperilaku tidak patuh
8,800. dalam berobat baik dalam hal berobat
ulang maupun dalam hal minum obat.
Sikap penderita tuberkulosis paru
tentang keteraturan minum obat Menurut
Rifqatussa’adah (2008), sikap responden
f. Hubungan Antara Petugas Menelan
yang mau menerima untuk melakukan Obat (PMO) Dengan Keteraturan Minum
sesuatu yang dianggap benar akan Obat
mempengaruhi perilakunya. Semakin
setuju penderita yang minum obat secara Hubungan antara PMO dengan
teratur, maka penderita semakin keteraturan minum obat dapat
meningkatkan keteraturan minum obat. dilihat pada tabel 6.

Tabel 5. Hubungan Antara PMO Dengan Keteraturan Minum Obat


PMO Keteraturan Minum Obat Nilai p OR
Teratur Tidak Total
teratur
n % n % n %
Aktif 1 2,4 7 17,1 8 19,5
Tidak aktif 15 36,6 18 43,9 33 80,5 0,120 5,833
Total 16 39 25 61 41 100
Ket: p = 0,120 (continuity correction)

Berdasarkan tabulasi silang yang keteraturan minum obat, dengan nilai OR


dilakukan antara PMO dengan keteraturan sebesar 5,833.
minum obat, diperoleh data bahwa jumlah
Perilaku individu dipengaruhi oleh
responden yang tidak teratur minum obat pengetahuan dan keyakinan, sikap mental,
yaitu sebanyak 25 orang (61%) dengan tingkat kebutuhan, tingkat keterikatan
rincian yang mendapatkan pengawasan dalam kelompok dan tingkat kemampuan
tidak aktif sebanyak 7 orang (17,1%) dan yang dimiliki individu. .Pengawas
yang mendapatkan pengawasan aktif menelan obat merupakan faktor eksternal
sebanyak 18 orang (43,9%); sedangkan yang ada di lingkungan individu yang akan
jumlah responden yang teratur minum obat berpengaruh terhadap perilakunya.
sebanyak 16 orang (39%) dengan rincian
yang mendapatkan pengawasan tidak aktif
sebanyak 1 orang (2,4%) dan yang g. Analisis Multivariat
mendapatkan pengawasan aktif sebanyak
15 orang (36,6%). Berdasarkan hasil Analisis multivariat dilakukan dengan
analisis uji Chi-Square didapatkan hasil menggunakan uji regresi logistik. Tahap
dengan nilai p = 0,120 > 0,05 yang sebelum dilakukan uji regresi logistik
menunjukkan tidak terdapat hubungan adalah menentukan variabel bebas yang
yang bermakna antara PMO dengan mempunyai p  0,05 dalam uji hubungan
dengan variabel terikat (uji Chi Square)

164
JIKMU, Suplemen Vol, 5. No, 1 Januari 2015

dalam uji bivariat tersebut di atas. sikap memiliki nilai p ≤ 0,05 sehingga
Berdasarkan uji bivariat, dari keenam ketiga variabel tersebut dimasukkan dalam
variabel bebas (umur, jenis kelamin, analisis selanjutnya. Hasil uji seperti
pekerjaan, pengetahuan, sikap dan PMO); terlihat pada tabel 7.
variabel jenis kelamin, pengetahuan, dan

Tabel 7. Hasil analisis regresi logistik


B Wald Sig. Exp.(B)
Jenis kelamin 1,921 4,264 0,039 6,829
Pengetahuan 2,122 4,344 0,037 8,347
Sikap 1,471 2,927 0,087 4,355

Selanjutnya ketiga variabel bebas di akan membuat penderita mau minum obat
atas yang masuk dalam kriteria diuji secara teratur. Apabila penderita sudah
dengan menggunakan p  0,25. memahami tentang keteraturan minum
Berdasarkan tabel 4.16 di atas ketiga obat Tb paru secara benar maka penderita
variabel memiliki nilai p  0,25; sehingga akan mengaplikasikan pengetahuan
dilakukan analisis multivariat selanjutnya tersebut melalui sikap yang positif.
terhadap ketiga variabel tersebut. Hasil Rifqatussa’adah (2008) mengatakan
analisis menunjukkan bahwa ketiga bahwa adanya pengetahuan yang baik akan
variabel berpengaruh signifikan terhadap mempengaruhi penderita Tb paru untuk
variabel keteraturan minum obat, yang dapat melakukan sesuatu dengan teratur
ditunjukkan oleh nilai p < 0,05. sehingga dapat mempengaruhi
Berdasarkan nilai statistik Wald ataupun perilakunya. Semakin baik pengetahuan
Exp. (B) yang terbesar, maka pengetahuan tentang cara minum obat secara teratur,
merupakan variabel yang paling dominan maka penderitta semakin meningkatkan
mempengaruhi keteraturan minum obat. keteraturan minum obat dan pada akhirnya
Berdasarkan kemenkes (2011) bahwa akan cenderung berperilaku patuh berobat
keteraturan minum obat adalah tindakan demi kesembuhan penyakitnya.
penderita untuk meminum obat Tb paru Pengetahuan yang baik akan
secara teratur untuk kesembuhan terutama memunculkan sikap untuk bereaksi
untuk memutuskan rantai penularan. terhadap objek dengan menerima,
Keteraturan minum obat dikategorikan memberikan respon, menghargai dan
teratur minum obat apabila tidak pernah membahasnya dengan orang lain dan
lalai atau lupa minum OAT selama 14 hari mengajak untuk mempengaruhi atau
berturut-turut pada fase awal (2 bulan) dan menganjurkan orang lain merespon
14 hari berturut-turut pada fase lanjutan (4 terhadap apa yang telah diyakininya.
bulan). Tidak teratur apabila penderita (Notoatmodjo, 2007). Peran serta petugas
pernah lalai atau lupa minum OAT selama kesehatan dan PMO bagi penderita Tb
14 hari berturut-turut pada fase awal dan paru sangat berperan penting dalam
pada fase lanjutan. keteraturan minum obat. Dengan
Pengetahuan (knowledge) sangat mengetahui dan menyadari peran PMO
penting peranannya pada penderita Tb dalam proses penyembuhan penyakitnya,
paru karena dengan mengetahui, maka penderita Tb paru akan memberikan
memahami tentang pengobatan dan respon dan sikap yang positif untuk
penyakit Tb paru serta efek samping, minum obat secara teratur demi
resiko resistensi obat dan resiko penularan kesembuhan penyakitnya, dengan minum

165
Ariani, Rattu dan Ratag, Faktor-faktor yang Berhubungan

obat secara teratur penderita akan terhindar 4. Terdapat hubungan yang bermakna
dari resiko resistensi yaitu penderita gagal antara pengetahuan dengan keteraturan
menjalankan pengobatan dan akan kembali minum obat penderita tuberkulosis
berobat dari awal pengobatan, sehingga paru di Puskesmas Modayag Bolaang
akan membuat jangka waktu pengobatan Mongondow Timur.
lebih lama dan dengan terapi pengobatan 5. Terdapat hubungan yang bermakna
yang lebih dari terapi pengobatan awal, antara sikap dengan keteraturan minum
selain resiko penularan kepada keluarga obat penderita tuberkulosis paru di
atau orang terdekat yang sering ditemui Puskesmas Modayag Bolaang
penderita. Mongondow Timur.
Notoadmodjo (2007) mengatakan
6. Tidak terdapat hubungan yang
bahwa sikap merupakan faktor bermakna antara PMO dengan
predisposisi untuk terjadinya suatu keteraturan minum obat penderita
perilaku seseorang, maka sikap negatif tuberkulosis paru di Puskesmas
atau kurang setuju terhadap suatu Modayag Bolaang Mongondow Timur.
pengobatan akan mendorong penderita
tersebut untuk berperilaku tidak patuh 7. Jenis kelamin, pengetahuan, dan sikap
dalam berobat, baik dalam berobat ulang berpengaruh signifikan terhadap
atau dalam hal minum obat, dengan keteraturan minum obat penderita
pengetahuan yang baik tentang Tb paru, tuberkulosis paru di Puskesmas
penderita akan melakukan sikap yang baik Modayag Bolaang Mongondow Timur.
tentang pengobatan Tb paru, dengan Pengetahuan merupakan variabel yang
demikian akan termotivasi untuk minum paling dominan mempengaruhi
obat secara teratur keteraturan minum obat penderita
tuberkulosis paru di Puskesmas
Modayag Bolaang Mongondow Timur.

Saran
Kesimpulan Saran yang dapat diberikan dengan melihat
hasil penelitian ini adalah:
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan tersebut, maka dapat 1. Dinas Kesehatan dan Puskesmas
disimpulkan sebagai berikut : Modayag Bolaang Mongondow Timur,
perlu meningkatkan sosialisasi tentang
1. Tidak terdapat hubungan yang Program Pemberantasan Penyakit
bermakna antara umur dengan Menular Tuberkulosis Paru terutama
keteraturan minum obat penderita dalam hal keteraturan minum obat bagi
tuberkulosis paru di Puskesmas pasien tuberkulosis paru supaya bisa
Modayag Bolaang Mongondow Timur. sembuh dan tidak menimbulkan efek
2. Terdapat hubungan yang bermakna merugikan dalam hal ini masyarakat
antara jenis kelamin dengan dapat lebih diberdayakan seperti
keteraturan minum obat penderita menjadi PMO (Petugas menelan obat)
tuberkulosis paru di Puskesmas bagi pasien Tuberkulosis paru.
Modayag Bolaang Mongondow Timur.
2. Pemerintah Kabupaten Bolaang
3. Tidak terdapat hubungan yang Mongondow Timur dapat berperan aktif
bermakna antara pekerjaan dengan terutama dalam mendukung kegiatan
keteraturan minum obat penderita Program Pemberantasan Penyakit
tuberkulosis paru di Puskesmas Tuberkulosis Paru, misalnya dengan
Modayag Bolaang Mongondow Timur. meningkatkan motivasi kerja pada

166
JIKMU, Suplemen Vol, 5. No, 1 Januari 2015

petugas kesehatan baik di Dinas minum obat Tb paru. Faktor lain yang
Kesehatan maupun di Puskesmas untuk dapat diteliti yaitu faktor pemungkin
kegiatan penyuluhan baik melalui (jarak ketempat pelayanan, ketersediaan
media cetak maupun elektronik. obat dan sosial ekonomi).
3. Instansi Pendidikan. Pengembangan
ilmu agar peneliti selanjutnya dapat
meneliti berbagai faktor lain yang
Daftar Pustaka
menyebabkan kurangnya keteraturan
Green, L.W., dan Kreuter, M.W. 2000.
Anonim, 2006. Departemen Kesehatan RI. Health Promotion Planning; An
Pedoman nasional penanggulangan Educational and Environmental
tuberkulosis. Jakarta: Direktur Jenderal Approach, second edition, Mayfield
PP dan PL. Publishing Company, London.
Anonim, 2007a. Pedoman Nasional Ladefoged, K., T. Rendal., T. Skifte., M.
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Anderson., B. Soborg, And A. Koch,
2011. Risk factors for tuberculosis in
Greenland : Case control study.
Anonim, 2007b. Riset Kesehatan Dasar. Departement of Epidemiology
Jakarta. Research, Statents serum institute,
Anonim, 2011. Pedoman Nasional Copenhagen, Denmark.
Pengendalian Tuberkulosis Direktorat Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan
Jenderal Pengendalian Penyakit dan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka
Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Cipta. Hal 20-21. 139. 142-143, 160-
Kementerian Kesehatan Republik 161.
Indonesia. Hal 1-6, 8, 21-23.
Pasaribu, 2005. Identifikasi dan eksplorasi
Anonim, 2013. WHO. Epidemiological faktor-faktor yang mempengaruhi
Research in Tuberculosis Control: rendahnya case detection rate dalam
updating TB Prevalence. New Delhi. program tuberkulosis Di Kelurahan
India. Cipinang, Jakarta Timur. Buletin
Anonim, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Penelitian Kesehatan 2005 (33): 1-2.
Badan Penelitian dan Pengembangan Rifqatussa'adah. 2008. Faktor – Faktor
Kesehatan, Jakarta: Kementerian Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Kesehatan Republik Indonesia. Minum Obat Secara Teratur Pada
Anonim, 2014. Profil Dinas Kesehatan Penderita Tuberkulosis ( TB ) Paru
Kabupaten Bolaang Mongondow Dewasa di Puskesmas Kecamatan
Timur 2014. Tutuyan: Dinas Kemayoran Jakarta Pusat. Jurnal
Kesehatan Kabupaten Bolaang Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol.
Mongondow. 3 (6) : 233-235

Croffton’s, 2009. Clinical Tuberculosis. Sutrisna, B. 2010. Pengantar Metode


Third Edition. International Union Epidemiologi. Dian Rakyat.
Agains Tuberculosis and Lung Jakarta.Hal.15-17.
Disease. Macmillan-Africa, Malaysia. Syafrizal, T., M. Hadianto dan H. Basri.
Erawatyningsih, E. 2009. Faktor-faktor 2008. Pengelolaan Penanganan
yang mempengaruhi ketidakpatuhan Pengobatan Tuberkulosis di RS Dr. M.
berobat pada penderita Tuberkulosis Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Paru. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat Nasional. Vol. 3 (6) : 233-
Masyarakat, Vol.25, No.3. 235

167
Ariani, Rattu dan Ratag, Faktor-faktor yang Berhubungan

Utomo. 2005. Tantangan Pencapaian Indonesia. Jurnal Kesehatan


Millenium Development Goals Masyarakat Nasional. Vol. 2 (6) : 133-
(MDGs) Bidang Kesehatan di 205.

168

Anda mungkin juga menyukai