Anda di halaman 1dari 8

NAMA : FADHLY FARHIMSYAH

NIM : A31116520

Model bisnis abad ke-21 tengah bergerak ke arah dimensi baru, dengan pelayanan dan
pengiriman produk baru, hubungan kemitraan dan pelanggan baru, serta rumusan strategi dan
penciptaan nilai baru. Oleh karena itu model bisnis baru di abad ke 21 akan berbeda dari
model bisnis abad sebelumnya, terutama dalam tiga bidang utama, yakni:

1. Jaringan dan digital. Munculnya telekomunikasi modern (ICT) dan pergeseran ke arah
ekonomi berbasis pelayanan telah menuntut model bisnis melalui pengelolaan
jaringan, dimana proses digitalisasi dan dokumentasi telah mengubah model interaksi,
aplikasi dan transaksi bisnis;
2. Holistik dan meluas. Perkembangan teknologi telah mendorong model evolusi
organisasi bisnis yang holistik dan meluas, dalam suatu hubungan kemitraan yang
terintegrasi; dan
3. Rekayasa dan penciptaan nilai. Adalah model bisnis yang digerakkan dan direkayasa
secara real-time untuk penciptaan nilai strategik dan mencapai keselarasan antara
tujuan dengan ideologi bisnis.

Perkembangan Jaringan dan digital abad ke-20 yang lalu tidak hanya ditandai oleh
penemuan mikroprosesor, namun juga kemampuan komputer untuk menghubungkan aplikasi
dengan data-informasi, dan menjalankan kegiatan bisnis bersama mitra bisnis melalui
jaringan. Era digital telah membawa terobosan komputasi bisnis yang “always on” dan
“around-the-clock”, yang menghubungkan semua perangkat elektronik ke dalam aplikasi di
bidang penjualan, persediaan dan peramalan penjualan, dan Customer Relationship
Management (CRM) untuk menjalin ikatan dengan para pelanggan. Digitalisasi juga
merupakan media yang cair bagi proses bisnis, yaitu digitalisasi dokumen, protokol jaringan
terbuka, dan sekaligus platform aplikasi yang memungkinkan bisnis dapat menciptakan
model-model yang memfasilitasi hubungan, ketimbang memaksa suatu hubungan untuk
mengikuti model. Model-model baru tersebut termasuk tren pelayanan web, electronic data
interchange (EDI), dimana eXtensible Markup Language (XML) digunakan untuk membuat
deskripsi dokumen bisnis yang memungkinkan bagi aplikasi apapun guna memproses input
dari para pemasok dan konsumen, dengan menggunakan teknologi middleware untuk
menghubungkan aplikasi bisnis yang ada. Pasokan dan rantai nilai telah berubah menjadi
perdagangan kolaboratif atau c-commerce, dimana transmisi informasi telah memungkinkan
dilakukannya collaborative, planning, forecasting, dan replenishment (CPFR) untuk melayani
konsumen. Para kolaborator tidak perlu membeli aplikasi baru, melainkan cukup fokus pada
proses pemetaan dan business process re-engineering (BPR). Contoh terbaik dari model
bisnis baru ini adalah peran yang dimainkan oleh pasar dan pertukaran sebagai perantara
guna menyangga risiko penyimpanan persediaan yang berlebih.
Pasar digital telah meningkatkan visibilitas pembeli dan pemasok, dan juga telah
membuat penyatuan produk dan pelayanan yang dapat dengan cepat disampaikan, sambil
mempertahankan nilai atau volume penjualan untuk pemasok dan produsen. Pada sisi yang
lain, pasar digital juga telah menciptakan agregat suplai atau penawaran dan permintaan,
menciptakan efisiensi pasar serta membuka peluang entitas bisnis yang lebih berskala kecil
untuk berpartisipasi. Model bisnis holistik dan perluasan adalah pengembangan bisnis baru
untuk menangkap peluang bisnis baru.

Banyak bisnis berbasis web telah memperkenalkan model baru perdagangan


langsung, dis-intermediasi, dengan jaringan rantai nilai yang kompleks. Sekitar 2000
organisasi bisnis global telah memahami dengan baik tentang peran EDI, ERP, dan IT
outsourcing untuk meningkatkan peluang dan fokus pada kompetensi inti. Namun entitas-
web juga sedang digantikan oleh mereka yang menawarkan pendekatan holistik campuran,
yakni suatu gabungan dari faktor fisik dan digital.

Sistem yang mengintegrasikan dunia maya dengan dunia fisik sering disebut sebagai
cyber physical system (CPS). Komponen komputasi dan sistem fisik tersebut erat saling
berhubungan dan terkoordinasi untuk bekerja sama secara efektif, dan konvergensi dari CPS
tersebut dapat menghasilkan banyak keuntungan. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus
komputasi tersebut dapat mendeteksi dan merespon dengan lebih cepat dan lebih tepat
ketimbang manusia, tidak pernah bosan, atau masuk kedalam zona yang berbahaya bagi
manusia. CPS adalah generasi baru ‘sistem pintar’ yang berdampak sangat besar terhadap
ekonomi. Suatu teknologi yang menggabungkan dunia maya dan dunia fisik telah
memberikan mesin inovasi bagi berbagai industri di Amerika Serikat (AS), dan telah
menciptakan pasar yang sama sekali baru dan platform untuk pertumbuhan. Penggunaan CPS
akan membutuhkan pendekatan yang cepat dan terpadu. Sementara aplikasi yang
menguntungkan telah diidentifikasi, sehingga rentang waktu 20 tahun adalah penelitian yang
mungkin terlalu panjang dan terlambat untuk menyadari besarnya peluang. Kolaborasi akan
dibutuhkan untuk menghadapi masa kritis yang diperlukan untuk memindahkan teknologi
maju, setidaknya di beberapa wilayah pasar. Mekanisme baru akan dibutuhkan untuk
kolaborasi lintas sektor, dimana model kolaborasi yang sudah ada mungkin tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan masa depan cyber physical system (CPS). Faktor-faktor penting bagi
keberhasilan kolaborasi adalah pengembangan R&D untuk CPS, termasuk
mengkomunikasikan pentingnya CPS, menetapkan prioritas, fokus pada prioritas yang
berdampak tinggi, dan mengembangkan hubungan kolaboratif yang memperhitungkan luas,
perspektif dan kepentingan yang beragam.

Model c-commerce dan strategi “Partner Relationship Management” (PRM),


merupakan gambaran perubahan dari model bisnis yang telah mengintegrasikan informasi
dan proses bisnis secara sinergik guna menciptakan hubungan yang meluas ke pihak
pelanggan. Model rekayasa untuk penciptaan nilai bisnis dapat dirancang untuk
memungkinkan bisnis mencapai tujuan yang selaras dengan ideologi bisnisnya, yang
memberikan nilai abadi (infinit) terhadap para pelanggan dalam perspektif kompetitif. Bagian
yang paling sulit beradaptasi dengan ekonomi abad ke-21, adalah
memahami bagaimana para teknikus menciptakan nilai bagi semua pemangku kepentingan
(stakeholders) dengan meluasnya berbagai kepentingan, baik para pelanggan, pemegang
saham, mitra bisnis, dan tenaga kerja. Model bisnis yang sukses terbukti memiliki proses
jaringan terpadu strategik yang paling cocok untuk penciptaan nilai dan kelangsungan proses,
transaksi, hubungan ke pihak pelanggan, bisnis, pasar, dan bahkan aplikasi dalam jaringan
peer-to-peer (P to P).

Dengan demikian, bisnis kedepan akan didorong oleh rekayasa nilai strategik melalui
campuran hubungan bisnis fisik dan digital, yakni suatu era yang ditandai oleh hubungan
terpadu antara para pelanggan, mitra bisnis, tenaga kerja, dan aplikasi dalam semua aspek
proses dan ideologi bisnis.

Meskipun model bisnis yang didasarkan pada fundamentalisme pasar dan kedaulatan
pemegang saham mungkin masih diakui keberadaannya dalam standar bisnis global, namun
karena krisis keuangan yang berawal dari Amerika Serikat dan menyebar ke seluruh dunia,
mengakibatkan ortodoksi bisnis demikian mulai dipertanyakan. Pertanyaan yang paling
mendasar adalah apakah model bisnis demikian masih kompatibel dengan tujuan yang lebih
luas dari keberlangsungan bisnis sebagai tantangan penting abad ke-21? Disaat dunia dilanda
krisis keuangan, bersamaan dengan terobosan teknologi informasi yang sedemikian cepat,
sebagian orang mulai menoleh pada ide-ide bisnis Asia yang berakar pada ide-ide kuno yang
telah menyarankan ideologi bisnis baru ke depan.

Diantara organisasi bisnis yang cukup sering dibicarakan adalah Tata Group,
konglomerat terbesar di India dengan bisnis andalannya Tata Motors. Kisah Tata dimulai
dengan pendiri bisnis, Jamsetji Tata (1839-1904), yang lahir dari keluarga Parsi Zoroaster di
negara bagian barat Gujarat, Jamsetji memulai dengan bisnis perdagangan sendiri pada tahun
1868, pada usia 29 tahun, dan dari sana bercabang ke industri tekstil, baja, listrik, dan hotel.
Kerajaan bisnis Jamsetji diturunkan ke anak sulungnya Dorabji Tata dan selanjutnya
diteruskan ke Nowroji Saklatwal, JRD Tata, dan akhirnya Ratan Tata, sebagai pemimpin
grup tata. Setelah itu Tata Group tumbuh menjadi konglomerat terbesar di India, dan terlibat
pada hampir setiap sektor industri, termasuk bahan kimia, kilang minyak, barang elektronik,
mobil, obat-obatan, pupuk, kosmetik, percetakan, pakaian siap pakai, teh, real estate, dan
keuangan. Pada saat ini Tata Group memiliki tiga bisnis intinya, yaitu Tata Steel, Tata
Motors, dan bisnis solusi perangkat lunak Tata Consultancy Cervices (TCS).

Ketika Jamsetji memulai usahanya, India memasuki tahap akhir penjajahan Inggris.
Biografi Tata menjelaskan secara rinci dan lengkap tentang perjuangan untuk menciptakan,
membina, dan mempertahankan bisnis yang berkembang dalam lingkungan bisnis dan politik
yang keras pada saat itu. Bertemu dengan obstruksi, pelecehan dan kebijakan non-kooperasi
dari pejabat kolonial Inggris, dilihat oleh Jamsetji bukanlah sebagai hambatan, bahkan telah
menumbuhkan kepercayaan pada kekuatan yang tinggi dan ideal. Dikatakan ideal,
dikarenakan gagasannya bahwa bisnis harus menguntungkan bagi sebanyak mungkin orang
dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain, bahwa suatu tujuan bisnis tidak hanya
mengejar keuntungan pribadi semata. Sebagaimana nilai yang diletakkan oleh Jamsetji Tata
sendiri, “bahwa dalam kebebasan berbisnis, masyarakat tidak hanya sebagai pemangku
kepentingan lain dalam bisnis, tetapi mereka adalah tujuan yang sebenarnya.”
Ketika perdebatan tentang kedaulatan pemegang saham mencapai puncaknya, para kritikus
sering memberi tekanan pada kepentingan stakeholders dan bukanlah hanya pada
kepentingan para pemegang saham. Alasan mereka adalah bahwa bisnis memiliki tanggung
jawab yang tidak sederhana, yakni tidak hanya memaksimalkan nilai pemegang saham
semata, akan tetapi juga perlu melakukan apa yang dianggap benar oleh para pemangku
kepentingan, termasuk para pelanggan, mitra bisnis, para pekerja, dan masyarakat setempat.
Dalam kaitan tersebut, Jamsetji memiliki perspektif yang lebih holistik, ia tidak hanya
melihat “sebatang pohon”, akan tetapi juga “hutan”nya. Bukan hanya melihat pemangku
kepentingan individual semata, akan tetapi melihat masyarakat dalam arti luas. Sama seperti
hutan sangat penting bagi pelestarian keanekaragaman hayati, maka masyarakat sangat
penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagaimana keragaman spesies dalam hutan
adalah penopang bagi ekosistem secara keseluruhan, maka keragaman kelompok, sosio-
budaya dan etnis (heterogenitas) dalam masyarakat sangat penting untuk kelangsungan hidup
umat manusia.

Sebaliknya, seolah telah digerakkan oleh alam, pasar justru berorientasi ke arah
homogenitas ketimbang keragaman (heterogenitas), dan katakanlah demi efisiensi semua hal
dapat dikesampingkan, meskipun hal ini telah menjadi fungsi penting bagi pembangunan
ekonomi. Namun demikian, manusia adalah makhluk yang sangat kompleks, sehingga
permasalahan mereka tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme pasar semata. Apalagi jika
kekuatan pasar justru telah membiarkan manusia terkekang, hubungan antar manusia dalam
masyarakat rusak, dengan memainkan mekanisme imbalan, hukuman dan kepatuhan yang
memperlebar kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin. Dunia bisnis tidak bisa
menempatkan diri mereka pada belas kasih kekuatan pasar, namun menggunakan pasar bagi
keuntungan yang terbaik, dengan melihat keterbatasan fungsionalnya. Hal ini merupakan ide
dasar yang melandasi “nilai-nilai Tata.” “Nilai-nilai Tata” adalah cita-cita Jamsetji Tata yang
ditanamkan selama bertahun-tahun oleh penerusnya dan para pemimpin lain dari Tata Group.
Nilai-nilai ini telah diekspresikan secara eksplisit kedalam koleksi tulisan, termasuk
peringatan, kata-kata mutiara, anekdot, dan analogi. Berikut ini adalah prinsip-prinsip
panduan dari JRD Tata, yang memimpin konglomerasi tata selama 53 tahun, antara tahun
1938-1991, yakni:

1. Sesuatu yang pernah dicapai menjadi tidak berharga tanpa dilakukan pemikiran yang
mendalam dan kerja keras;
2. Kita selamanya perlu berusaha untuk mencapai suatu keunggulan, atau bahkan
kesempurnaan, dalam setiap tugas betapapun kecilnya, dan jangan pernah puas
dengan terbaik kedua;
3. Tidak ada keberhasilan atau prestasi material yang berharga, kecuali melayani
kebutuhan atau keinginan masyarakat, bangsa dan negara yang dicapai dengan cara
yang adil dan jujur; dan
4. Hubungan antar manusia yang baik tidak hanya membawa manfaat pribadi yang
besar, akan tetapi juga sangat penting bagi keberhasilan bisnis apapun.
Dengan menyerap prinsip-prinsip tersebut diatas adalah suatu penghormatan terhadap
kebesaran jiwa dan kemanusiaan.

Gagasan yang hendak dipesankannya adalah bahwa nilai sebenarnya hanya dapat dicapai
oleh mereka yang percaya pada potensi manusia, berpikir secara mendalam dan bekerja
dengan tekun, berusaha untuk kebaikan masyarakat, dan hidup secara selaras antara satu
dengan lainnya, dalam suatu kaidah bisnis humanistik. Dalam suatu retrospektif, nilai
humanistik ini sempat terkikis oleh ledakan ekonomi di Jepang pada tahun 1980-an. Tata
kelola bisnis atas dasar kepatuhan, laporan triwulanan, dan sejumlah pengawasan yang
berlebihan telah menciptakan suatu sistem yang didasarkan pada rasa saling curiga di antara
manusia, ketika semua orang mendasarkan keputusan mereka pada perhitungan obyektif
sempit semata, yang terlalu fokus pada “pohon”nya dan tidak pada “hutan”nya. Kita
menyadari bahwa perilaku bisnis seperti demikian dapat menimbulkan risiko mematikan,
yakni kehilangan pelanggan, mitra bisnis, para pekerja, masyarakat setempat, dan masyarakat
yang lebih besar yang merupakan jumlah total dari para pemangku kepentingan. Yaitu
mereka yang selama ini rela melakukan bisnis dan bersedia membeli barang dan/atau jasa
dari kita.
a) Berdasarkan pengamatan para pakar terhadap bisnis berusia panjang di Jepang dan India,
dapat disimpulkan adanya 8 prinsip “rahasia umur panjang” bisnis sebagai berikut,
yakni: Adanya suatu sistem bisnis dengan nilai, visi, dan misi yang jelas
Bisnis yang berumur panjang memiliki prinsip-prinsip yang jelas mengenai tujuan dan
sifat mereka sebagai sebuah entitas, dan mereka memanfaatkan prinsip-prinsip tersebut
kedalam pengelolaan bisnis mereka. Prinsip-prinsip tersebut dapat disimpan pada
memori korporasi dalam bentuk kutipan dan anekdot tentang pendiri, falsafah atau
piagam keluarga, sebagaimana contoh pada Tata Group, yang diabadikan dalam etika
bisnis yang mencakup segala hal yang mengekspresikan nilai-nilai, perilaku, protokol,
dan sebagainya, dimana para pekerja ditanamkan dan dibentuk oleh nilai-nilai yang tegas
terkait dengan filosofi dan budaya bisnisnya.

b) Fokus pada tujuan bisnis jangka panjang


Bisnis yang paling lama hidup umurnya adalah bisnis non publik dan bebas dari tirani
fluktuasi harian harga saham, laporan laba kuartalan, dan tekanan para pemegang saham
yang menuntut keuntungan dibagikan sebagai dividen. Karena mereka fokus pada
kesehatan bisnis dan pertumbuhan jangka panjang, maka kegiatan bisnis dapat melaju ke
arah tujuan yang jelas, dengan investasi yang diarahkan untuk pertumbuhan yang
berkelanjutan sekaligus komitmen bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM),
yang kesemuanya terimbali dengan membuatnya lebih kompetitif. Disamping itu,
pengelola bisnis juga menempatkan prioritas tinggi pada kepercayaan dan reputasi bisnis
yang sama-sama dibangun melalui orientasi jangka panjang.

c) Mengutamakan Sumber Daya Manusia (SDM) Humanistik


Mereka yang mencita-citakan kelangsungan bisnisnya berlangsung lama adalah mereka
yang menempatkan SDM pada prioritas pertama, yang lebih tinggi daripada sumber daya
lainnya, apakah berupa barang material atau uang. Mereka akan melihat bahwa SDM
bukan sebagai komponen mesin yang setiap saat dapat diganti, akan tetapi sebagai entitas
yang mampu tumbuh. Dengan sendirinya, mereka akan mampu mengembangkan sistem
pelatihan yang efektif untuk memaksimalkan pertumbuhan SDM dan kesejahteraan
mereka. Karena banyak bisnis yang dikelola oleh keluarga, maka para eksekutif mereka
biasanya mampu menginvestasikan waktu dalam memilih dan melatih penggantinya.
Dalam beberapa kasus mereka juga telah memiliki mekanisme untuk menggeser posisi
eksekutif yang tidak kompeten.

d) Berorientasi pada pelanggan


Dasar dari setiap bisnis adalah pelanggan. Ketika bisnis secara konsisten menempatkan
pelanggan pada prioritas pertama, maka akan semakin banyak orang secara alami akan
mencari barang dan/atau jasa yang ditawarkannya, dimana peningkatan nilai penjualan
dan laba akan tumbuh sebagai hasilnya. Dalam momen seperti inilah suatu bisnis dapat
menciptakan nilai. Suatu bisnis yang mengabaikan reputasi mereka, pada gilirannya akan
kehilangan para pelanggan dan kesempatan meraup keuntungan yang lebih tinggi, dan
membuat jalan bagi kehancurannya sendiri. Bisnis yang berumur panjang memiliki
mekanisme untuk mempertahankan budaya dimana para pekerja tidak pernah melupakan
prinsip dasar bisnis dan tetap sadar setiap saat bahwa nasib bisnisnya berada di tangan
para pelanggan.

e) Kesadaran sosial
Melaksanakan “Corporate Social Responsibility” (CSR) bukan sekedar mengikuti arahan
atau formalisme dari anjuran pemerintah semata. Hal tersebut harus lahir dari kesadaran
mendasar, bahwa bisnis yang dijalankan telah menerima banyak manfaat dari
masyarakat, karenanya pengelola bisnis memiliki kewajiban untuk memberikan kembali
manfaat yang telah diterimanya tersebut terhadap masyarakat. Mendalami kesadaran
sosial ini tidak melulu bergantung atau sekedar memenuhi konsesi pada pemerintah.
Sebaliknya, motivasi pengelola bisnis untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat
berasal dari prinsip kemerdekaan mereka.

f) Inovasi berkelanjutan dan reformasi internal


Pengelola bisnis yang mampu bertahan hidup, tidak beristirahat pada kemenangan atau
terjerumus pada rasa puas diri, sebaliknya mereka akan selalu beradaptasi dengan dunia
yang terus berubah. Sementara mereka mengkonsolidasikan kekuatan internal yang ada,
mereka juga melakukan reformasi dan melakukan pemangkasan terhadap beban bisnis
yang berlebihan.

g) Berhemat
Pengelola bisnis perlu menabung atau mencadangkan dana untuk masa depan mereka,
sehingga ketika ada suatu kesempatan mereka dapat melakukan suatu investasi yang
berani dalam bisnis baru. Dalam kaitan ini, mereka membutuhkan upaya berhemat dan
menempuh setiap langkah yang masuk akal guna menabung setiap hari. Penghematan
juga akan membantu menumbuhkan sikap yang serius terhadap para pekerja dengan
tumbuhnya motivasi untuk memproduksi barang dan/atau jasa dengan lebih baik.
h) Membangun budaya organisasi berdasarkan pada prinsip butir 1 sampai 7.
Sebagian besar bisnis yang berumur panjang telah menggunakan berbagai mekanisme,
perangkat, prosedur, dan protokol untuk menegaskan kembali praktik sistem nilai mereka
sendiri, etos kerja, dan memori korporasi, tidak terlena oleh keberhasilan pendahulu
mereka dan warisan yang telah diterimanya.

Suatu bisnis yang ingin mewujudkan delapan prinsip tersebut diatas, tentunya tidak
mengadopsi entitas tersebut secara mekanik. Sebagaimana ekosistem hutan belantara, dimana
secara organik semua unsur terkait bersama-sama untuk menciptakan dan mempertahankan
suatu ekosistem, atau katakanlah sebagai sebuah komunitas.

Dengan melihat delapan prinsip di atas, sejumlah orang mungkin berpendapat bahwa
hal tersebut juga merupakan arah yang dituju oleh model bisnis Barat dalam beberapa tahun
terakhir ini. Model bisnis di Barat juga tengah bekerja keras untuk membangun budaya bisnis
yang mendukung etika bisnis sesuai dengan “pergeseran nilai-nilai” yang tengah berlangsung
pada era globalisasi ini. Gagasan menempatkan para pelanggan sebagai prioritas utama juga
ditemukan dalam kredo dan kode etik di banyak korporasi yang sangat baik di Barat? Dan
kesadaran sosial pada dasarnya identik dengan gagasan CSR yang telah menjadi begitu modis
dalam beberapa tahun terakhir ini?
Tidak diragukan lagi bahwa terdapat sejumlah kesamaan antara prinsip-prinsip bisnis Timur
(Asia) dan Barat.
Namun pada konsep Jamsetji Tata terdapat keinginan yang kuat untuk menjembatani
segala perbedaan yang masih ada. Untuk Jamsetji, bisnis adalah jalan untuk membantu
sesama manusia dan membantu masyarakat, yang bisa disebut juga sebagai “kapitalisme
sosialis”, guna mempertemukan antara aktivitas bisnis dengan “jalan Bodhisattva”. Manusia
tidak dapat bertindak hanya berdasarkan logika atau uang semata, sehingga ide bisnis
altruistik sebagai sarana berbuat baik bagi sesama manusia, pasti akan menghadapi
perlawanan dari para eksekutif bisnis Barat, meskipun mereka memiliki komitmen terhadap
CSR. “Bisnis tidak filantropi,” demikian mereka berpendapat. “Jika anda ingin melibatkan
ide filantropi dalam bisnis, maka lakukanlah seperti Bill Gates dengan mendirikan sebuah
yayasan.”
Ide-ide Shosan, seorang biksu Zen, dan pedagang Omi, dari keduanya dapat ditelusuri
kembali tentang adanya pengaruh ajaran Buddha. Dan pandangan dasar
dari Buddhis akan terus mempengaruhi orang Jepang saat ini, meskipun pada tingkat bawah
sadar. Agama Jamsetji adalah Zoroastrianisme, tetapi karena mereka tinggal di India, maka
Tata Group tumbuh bersama masyarakat India, dan mereka tidak bisa mengelak dari
pengaruh ajaran Hindu. Resonansi filosofi bisnis Jepang dan India berasal dari pandangan
mereka tentang dunia yang mendasarinya, dan hal tersebut dapat dilacak pada pemikiran
Jepang dan India kuno, yang menekankan pada adanya keterkaitan dari semua makhluk.
Orang Jepang dan India telah menemukan suatu benang merah falsafah bisnis yang serupa
dan telah melampaui batas ruang dan waktu, dimana capaian yang diperoleh adalah suatu
karma, demikian juga sebaliknya.
Last but not least, era digital telah membawa terobosan revolusioner terhadap praktik
bisnis abad 21 ini, namun identitas, keunikan, dan keragaman manusia tidak dapat diredusir
kedalam homoginitas masyarakat sebagaimana dikehendaki oleh pasar. Secara fitrah manusia
perlu mengukuhkan jati dirinya sebagai manusia utuh yang berbudaya dan beradab.
Sepanjang kemajuan teknologi diatas bermanfaat bagi kemaslahatan dan kesejahteraan
masyarakat seluas-luasnya, maka sumber daya manusia (SDM) akan tetap merupakan aset
utama yang tidak tergantikan. Kedelapan prinsip diatas merupakan nilai yang perlu kita
dalami secara seksama, guna menyikapi berbagai perubahan dan perkembangan global yang
tengah terjadi, sebagai dampak dari perubahan ekonomi dan teknologi komunikasi dan
informasi (ICT).

Anda mungkin juga menyukai