Anda di halaman 1dari 77

Homepage RSS

Search:

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE


 HOME
 ALL ARTICLE ( DAFTAR ISI )
 PRIVACY AND POLICY
 ABOUT ME
 MOTTO

Saturday, December 14, 2013

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE


Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN
PENDAHULUAN DIARE

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

A. DEFINISI
 Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroi”
yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja
yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
 Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare
dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari.
Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau
masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia, 2011)
 Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010).
 Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari
dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini
membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009)
 Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat
kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari
seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan
dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong,
2009).
 Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates
definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan
tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila
tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam
PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau
lebih dalam sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
 Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
 Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja
yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3
tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat (Simatupang, 2004).
 Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari
4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih
dari 3 kali (Simatupang, 2004)
 Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal,
dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare
terbagi menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang,
sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan
dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
 Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g
atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
lendir dan darah (Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)
 Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada
bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang
volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume
tinja.

B. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh
sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai
dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan
lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.

C. ETIOLOGI
1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
a. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut :
 Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan
dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
 Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
 Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
 Adenovirus (type 40, 41)
 Small bowel structured virus
 Cytomegalovirus
b. Bakteri :
 Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus
dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi
cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan
kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
 Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya
proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane
mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
 Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus
dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme
timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
 Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella.
Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
 Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2
yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse
di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
 Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk
kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall
antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan
toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan
mungkin menimbulkan watery diarrhea
 Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung
dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan
melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang
infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin
menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe
toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan
histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
 Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang
terjadi.
 V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-
labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang
mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan
zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan
kedalam lumen usus.
 Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin
yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang
menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea
c. Protozoa :
 Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam
empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh
umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas
yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau
tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah
dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual,
nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty
stools,nyeri perut dan gembung.
 Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya
umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang
disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik
dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant.
 Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus
diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada
anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe
watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan
sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan
reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa
jenis antibiotik.
 Microsporidium spp
 Isospora belli
 Cyclospora cayatanensis
d. Helminths :
 Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan
larva, menimbulkan diare.
 Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan
usus..
 Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,
menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri
abdomen.
 Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat
dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a. Infeksi :
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium
perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
Sparidium)
b) Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
c) Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
b. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Alergi: alergi makanan
d. Keracunan :
1) Keracunan bahan-bahan kimia
2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a) Jazad renik, Algae
b) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
Diare
D. EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar
dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat
juga lebih besar.
b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh
Kuman , karena botol susah dibersihkan
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi
kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak,
f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan
bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi
pada manusia.
2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan
lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v
cholerae
b. Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c. Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome )
pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen
dan mungkin juga berlangsung lama,
e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )
3. Faktor lingkungan dan perilaku :
Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan
berinteraksi bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)

E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa
makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi
pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994;
Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah
dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air
sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif
gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit
dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada
dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva,
sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan
tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan
intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan
menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan
gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus.
Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus,
sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang
berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi
cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara
langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut
memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-
hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.
usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti
terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan
yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan
mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada
penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas
menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting
dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan
mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau
overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan
digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi
karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat
memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi
karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus
mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah
diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan
absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas
dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari
hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan
osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.
Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi
karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu
tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus.
Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi
monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan
rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-
molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi
diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai
defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat
terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi
karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa usus. Asam-
asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya tekanan osmotik
dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air..
PATHWAY DIARE
Pathway Diare

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering
2. Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan
yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus,
berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat
naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal
ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi
kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam
sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru
pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
3. Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah
dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan
lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya
asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama
diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.
4. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI, 2001
cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam
basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan
asam basa disebabkan oleh:
1) Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi
cairan.
2) Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
3) Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena anoreksia
atau muntah.
Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
1) Pengeluaran usus yang berlebihan
a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea) karena,
gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
b) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh berkurangnya
kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus
maupun kerusakan mukosa usus.
c) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan
dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya
substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare
karena virus Rota)
2) Masukan cairan yang kurang karena :
a) Anoreksia
b) Muntah
c) Pembatasan makan (minuman)
d) Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
b. Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran berlebihan)
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:
1) Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala penyakit)
atau dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena
ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya
masukan makanan.
2) Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro
maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak
yang kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein.
Juga kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air
maupun yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral
trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
a) Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktase.
b) Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
(1) Fermentasi karbohidrat
(2) Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan
kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan
berkurangnya permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi
karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak
akan dapat memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan
walaupun diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen
hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya 50%.
3) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi
endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan
memberikan dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi
glukagon, serta aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam
darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein.
Proses tersebut dapat memberi peningkatan kebutuhan energy dari penderita dan
akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine,
peluh dan tinja.
4) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan
diare karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa
diare mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
c. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga
dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat
dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus,
yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah
ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan
terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu
yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut
dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.

G. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis
metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga
syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat
sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002;
Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat
setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan
antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah
infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita
infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita
kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot
pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap
belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak
RSUD Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
 Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
 Syok
 Kejang
 Sepsis
 Gagal Ginjal Akut
 Ileus Paralitik
 Malnutrisi
 Gangguan tumbuh kembang

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG LAINNYA


Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai
berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare
kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri
dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika
pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang
tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien
yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric
atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses
malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu
steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per
½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi
jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72
jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic
atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa.
Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm
dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50
mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer
(asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi
bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek.
Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika
feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti
tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan
diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E
Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi
dengan modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan
mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining
awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas
absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK).
Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium
luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin
mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika
malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa
seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin
(medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA
(carcinoid syndrome).
9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses
dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses
terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya.
Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti
MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.

Pemeriksaan Penunjang Lain


1. Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat
dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang
mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c)
Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs
kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada
usus halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu
ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam memeriksa
keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6
jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus
melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan
sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.
5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika
diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi
pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat
membantu dalam mengevaluasi Chron’s disease, Limfoma atau sindroma carcinoid.
Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus
halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada
mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna
pada pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT
Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin
pancreas.
6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
1) The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus
halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah
kurang dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi
pada renal insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2) Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat,
dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen
Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6
jam pada pasien dengan defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan
defisiensi lactase dan insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan
menurunkan Breath hydrogen.
b. Test Menilai Fungsi pancreas
1) Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk pembelahan
B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada insufisiensi pancreas
berat kan menurunkan absorbsi B12. Label yang digunakan adalah Cobalamin (CO)
dengan isotop yang berbeda. CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada
insufisiensi pancreas CO tidak diabsorbsi.
2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK intravena atau
sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat. Cairan
pancreas diaspirasi melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau enzim
pancreas spesifik. Tidak adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas
setelah distimulasi menunjukkan insufisiensi pancreas.
c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum
proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian
ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.

I. PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat
dilakukan adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi.
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam
botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain
yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh
(memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4
kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab
botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun,
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-
buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang
wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang
atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara
lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit
tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.
Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari
tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak
sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan
sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat
sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke
tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan
cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian
rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah
yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat
berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin
harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau
yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

J. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara
untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
 Keadaan Umum : baik
 Mata : Normal
 Rasa haus : Normal, minum biasa
 Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
 Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
 Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
 Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
 Keadaan Umum : Gelisah, rewel
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
 Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
 Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.

ORALIT
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim
ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black,
2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif
terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto
2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
 Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
 Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.

ZINK
3. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya
berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang
minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau
lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
 Diare lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan/minum sedikit
 Timbul demam
 Tinja berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari.

Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak


RSUD Wates (2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
 Mengatasi diare tanpa dehidrasi
 Meneruskan terapi diare di rumah
 Memberikan terapi awal bila anak diare lagi

Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :


1) Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit,
makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan
terus diberikan hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur Ddiberikan Setiap Yang Disediakan
Bab
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml / hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml / hari (3-4
bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml / hari (4-5
bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml / hari
Cara memberikan oralit :
o Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
o Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
o Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih sedikit (sesendok
teh tiap 1-2 menit)
o Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan
lain atau kembali ke petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.
2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
o Teruskan pemberian ASI
o Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan susu
yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
o Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
- Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan
kacang-kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap
porsi.
- Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
- Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu.
- Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak
mengalami : bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan minum
sedikit, demam, tinja berdarah

b. Rencana Pengobatan B
 Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3
jam pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan
dilapangan, berikan oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :
Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa
Jumlah 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml
oralit
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk
melanjutkan pengobatan :
 Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
 Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
 Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c. Rencana Pengobatan C
 Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB
cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa
tidak boleh diberikan).
Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB
< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian
> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam
kemudian
ehidrasi parenteral :
 RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
 D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
 D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
 Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
 Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
 Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
 Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B,
C untuk melanjutkan pengobatan.
2. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein,
opium), adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10
menit sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi
parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan
yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat >
35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus,
minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375
0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban / sungai
/ kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ?
b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman
terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan,
alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan
berlebihan, efek samping obat, jumlah cairan yang masuk selama diare, makan /
minum di warung ?
c. Pola eleminasi
a. Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
b. Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
d. Pola aktifitas dan latihan : travelling
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola persepsi diri dan konsep diri
i. Pola seksual dan reproduksi
DIARE
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional (
keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek
samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi,
proses infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan
kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi
8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen

M. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEP NOC / TUJUAN NIC / INTERVENSI
1. Diare b.d faktor Setelah dilakukanManajemen Diare (0460)
psiko-logis (stress, tindakan perawatan 1. Identifikasi faktor yang mungkin me-
cemas), faktor selama … X 24 jam nyebabkan diare (bakteri, obat,
situasional (kera- pasien tidak me- makanan, selang makanan, dll )
cunan, ngalami diare 2. / Evaluasi efek samping obat
kontaminasi, pem- diare berkurang,3. Ajari pasien menggunakan obat diare
berian makanan dengan criteria : dengan tepat (smekta diberikan 1-2
melalui selang, jam setelah minum obat yang lain)
penyalahgunaan Bowel 4. Anjurkan pasien / keluarga untuk men-
laksatif, efek Elemination (0501) catat warna, volume, frekuensi, bau,
samping obat,
- Frekuensi bab konsistensi feses.
travelling, malab- normal < 3 kali 5. / Dorong klien makan sedikit tapi sering
sorbsi, proses hari (tambah secara bertahap)
infeksi, parasit,
- Konsistensi feses 6. Anjurkan klien menghindari makanan
iritasi) normal (lunak dan yang berbumbu dan menghasilkan
berbentuk) gas.
Batasan - Gerakan usus 7. Sarankan klien untuk menghindari ma-
karakteristik : tidak me-ningkat kanan yang banyak mengandung
- Bab > 3 x/hari (terjadi tiap 10 -30 laktosa.
- Konsistensi encer detik) 8. Monitor tanda dan gejala diare
/ cair - Warna feses9. Anjurkan klien untuk menghubungi pe-
- Suara usus normal tugas setiap episode diare
hiperaktif - Tidak ada lendir, 10. Observasi turgor kulit secara teratur
- Nyeri perut darah 11. Monitor area kulit di daerah perianal
- Kram - Tidak ada nyeri dari iritasi dan ulserasi
- Tidak ada diare 12. Ukur diare / keluaran isi usus
- Tidak ada kram 13. Timbang Berat Badan secara teratur
- Gambaran 14. Konsultasikan dokter jika tanda dan
peristaltic tidak gejala diare menetap.
tampak 15. Kolaborasi dokter jika ada peningkatan
- Bau fese normal suara usus
(tidak amis, bau 16. Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala
busuk) diare menetap.
17. Anjurkan diet rendah serat
18. Anjurkan untuk menghindari laksatif
19. Ajari klien / keluarga bagaimana
meme-lihara catatan makanan
20. Ajari klien teknik mengurangi stress
21. Monitor keamanan preparat makanan
Manajemen Nutrisi (1100)
1. Hindari makanan yang membuat
alergi
2. Hindari makanan yang tidak bisa di-
toleransi oleh klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan kalori dan
jenis makanan yang dibutuhkan
4. Berikan makanan secara selektif
5. Berikan buah segar (pisang) atau jus
buah
6. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan kien dan ba-
gaimana cara makannya

Bowel Incontinence Care (0410)


1. Tentukan faktor fisik atau psikis yang
menyebabkan diare.
2. Terangkan penyebab masalah dan
alasan dilakukan tindakan.
3. Diskusikan prosedur dan hasil yang
diharapkan dengan klien / keluarga
4. Anjurkan klien / keluarga
untuk mencatat keluaran feses
5. Cuci area perianal dengan sabun dan
air dan keringkan setiap setelah habis
bab
6. Gunakan cream di area perianal
7. Jaga tempat tidur selalu bersih dan
kering

Perawatan Perineal (1750)


1. Bersihkan secara teratur dengan teknik
aseptik
2. Jaga daerah perineum selalu kering
3. Pertahankan klien pada posisi yang
nyaman
4. Berikan obat anti nyeri / inflamasi
dengan tepat

2. Hipertermi b.d Setelah dilakukan Pengaturan Panas (3900)


dehidrasi, tindakan perawatan1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
peningkatan selama … X 24 jam 2. Monitor tekanan darah, nadi dan
metabolik, suhu badan klien respirasi
inflamasi usus normal, dengan3. Monitor suhu dan warna kulit
criteria : 4. Monitor dan laporkan tanda dan
Batasan gejala hipertermi
karakteristik : Termoregulasi 5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang
- Suhu tubuh > (0800) adekuat
normal - Suhu kulit normal 6. Ajarkan klien bagaimana mencegah
- Kejang - Suhu badan panas yang tinggi
- Takikardi 35,9˚C- 37,3˚C 7. Berikan obat antipiretik
- Respirasi
- Tidak ada sakit 8. Berikan obat untuk mencegah atau
meningkat kepala mengontrol menggigil
- Diraba hangat - Tidak ada nyeri
- Kulit memerah otot Pengobatan Panas (3740)
- Tidak ada1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
perubahan war-na 2. Monitor IWL
kulit 3. Monitor suhu dan warna kulit
- 4. Monitor tekanan darah, nadi dan
Nadi, respirasi
dalam ba-tas respirasi
normal 5. Monitor derajat penurunan kesadaran
- Hidrasi adekuat 6. Monitor kemampuan aktivitas
- 7. Monitor leukosit, hematokrit
Pasien
menyatakan nya- 8. Monitor intake dan output
man 9. Monitor adanya aritmia jantung
- Tidak menggigil 10. Dorong peningkatan intake cairan
- Tidak iritabel 11.
/ Berikan cairan intravena
gragapan / kejang 12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
kipas angin
13. Dorong atau lakukan oral hygiene
14. Berikan obat antipiretik untuk
mencegah pasien menggigil / kejang
15. Berikan obat antibiotic untuk
mengobati penyebab demam
16. Berikan oksigen
17. Kompres dingin diselangkangan, dahi
dan aksila bila suhu badan 39˚C atau
lebih
18. Kompres hangat diselangkangan, dahi
dan aksila bila suhu badan < 39˚C
19. Anjurkan klien untuk tidak memakai
selimut
20. Anjurkan klien memakai baju
berbahan dingin, tipis dan menyerap
keringat

Manajemen Lingkungan (6480)


1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi
2. Berikan tempat tidur dan kain / linen
yang bersih dan nyaman
3. Batasi pengunjung

Mengontrol Infeksi (6540)


1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan
sebelum makan
2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan perawatan
4. Ganti tempat infuse dan bersihkan
sesuai dengan SOP
5. Berikan perawatan kulit di area yang
odem
6. Dorong klien untuk cukup istirahat
7. Lakukan pemasangan infus dengan
teknik aseptik
8. Anjurkan koien minum antibiotik sesuai
advis
dokter

3. Kekurangan Setelah dilakukan M Monitor Cairan (4130)


volume ca-iran tindakan perawatan 1. Tentukan riwayat jenis dan banyaknya
b.d intake kurang, selama … X intake cairan dan kebiasaan eleminasi
kehilangan volume 24 jam2. Tentukan faktor resiko yang
cairan aktif, kebutuhan cairan menyebabkan ketidakseimbangan
kegagalan dalam dan elektrolit cairan (hipertermi, diu-retik, kelainan
mekanisme adekuat, dengan ginjal, muntah, poliuri, diare,
pengaturan kriteria : diaporesis, terpapar panas, infeksi)
3. Menimbang BB secara teratur
Batasan Hidrasi (0602) 4. Monitor vital sign
karakteristik : - Hidrasi kulit
5. Monitor intake dan output
- Kelemahan adekuat 6. Periksa serum, elektrolit dan
- Haus - Tekanan darah membatasi cairan bila diperlukan
- Penurunan dalam ba-tas7. Jaga keakuratan catatan intake dan
turgor kulit normal output
- Membran mucus -/ Nadi teraba 8. Monitor membrane mukosa, turgor kulit
kulit kering - Membran mukosa dan rasa haus
- Nadi meningkat, lembab 9. Monitor warna dan jumlah urin
te-kanan - Turgor kulit normal10. Monitor distensi vena leher,
darah menu-run,
- Berat badan stabil krakles, odem perifer dan peningkatan
tekanan nadi dan dalam batas berat badan.
menurun normal 11. Monitor akses intravena
- Penurunan
- Kelopak mata tidak 12. Monitor tanda dan gejala asites
pengisian kapiler ce-kung 13. Catat adanya vertigo
- Perubahan status- Fontanela tidak 14. Pertahankan aliran infuse sesua advis
mental cekung dokter
- Penurunan urin - Urin output normal
out-put - Tidak demam Manajemen Cairan (4120)
- Peningkatan
- Tidak ada rasa Timbang berat badan dan monitor ke-
1.
konsen-trasi urin haus yang sangat cenderungannya.
- Peningkatan suhu - Tidak ada napas 2. Timbang popok
tubuh pendek / kusmaul 3. Pertahankan keakuratan catatan intake
- Hematokrit dan output
mening-kat Balance Cairan 4. Pasang kateter bila perlu
- Kehilangan berat (0601) 5. Monitor status hidrasi (kelembaban
ba-dan mendadak.- Tekanan darah membrane mukosa, denyut nadi,
normal tekanan darah)
- Nadi perifer teraba6. Monitor vital sign
- Tidak terjadi
7. Monitor tanda-tanda overhidrasi / ke-
ortostatik lebihan cairan (krakles, edema perifer,
hypotension distensi vena leher, asites, edema
- Intake-output pulmo)
seimbang dalam 248. Berikan cairan intravena
jam 9. Monitor status nutrisi
- Serum, elektrolit 10. Berikan intake oral selama 24 jam
dalam batas 11. Berikan cairan dengan selang (NGT)
normal. bila perlu
- Hmt dalam batas 12. Monitor respon pasien terhadap terapi
normal elektrolit
- Tidak ada suara 13. Kolaborasi dokter jika ada tanda dan
napas tambahan gejala kelebihan cairan
- BB stabil
- Tidak ada asites,Manajemen Hipovolemia (4180)
edema perifer 1. Monitor status cairan intake dan
- Tidak ada distensi output
vena leher 2. Pertahankan patensi akses intravena
- Mata tidak cekung3. Monitor Hb dan Hct
- Tidak bingung 4. Monitor kehilangan cairan (muntah
- Rasa haus tidak dan diare)
berlebih-an 5. Monitor tanda vital
- Membrane 6. Monitor respon pasien terhadap
mukosa lem-bab perubahan cairan
- Hidrasi 7. Berikan cairan isotonic / kristaloid
kulit
adekuat (Na-Cl, RL, Asering) untuk rehidrasi
eks-traseluler
8. Monitor tempat tusukan intravena dari
tanda infiltrasi atau infeksi
9. Monitor IWL (misalnya : diaporesis)
10. Anjurkan klien untuk menghindari
meng-ubah posisi dengan cepat, dari
tidur ke duduk atau berdiri
11. Monitor berat badan secara teratur
12. Monitor tanda-tanda dehidrasi ( turgor
kulit menurun, pengisian kapiler
lambat, membrane mukosa kering,
urin output menurun, hipotensi, rasa
haus meningkat, nadi lemah.
13. Dorong intake oral (distribusikan
cairan selama 24 jam dan beri cairan
diantara waktu makan)
14. Pertahankan aliran infus
15. Posisi pasien Trendelenburg / kaki
elevasi lebih tinggi dari kepala ketika
hipotensi jika perlu

Monitoring Elektrolit (2020)


1. Monitor elektrolit serum
2. Kolaborasi dokter jika ada ketidak-
seimbangan elektrolit
3. Monitor tanda dan gejala ketidak-
seimbangan elektrolit (kejang, kram
perut, tremor, mual dan muntah,
letargi, cemas, bingung, disorientasi,
kram otot, nyeri tulang, depresi
pernapasan, gangguan ira-ma
jantung, penurunan kesadaran : apa-
tis, coma)

Manajemen Elektrolit (2000)


1. Pertahankan cairan infuse yang me-
ngandung elektrolit
2. Monitor kehilangan elektrolit lewat suc-
tion nasogastrik, diare, diaporesis
3. Bilas NGT dengan normal salin
4. Berikan diet makanan yang kaya
kalium
5. Berikan lingkungan yang aman bagi
klien yang mengalami gangguan
neurologis atau neuromuskuler
6. Ajari klien dan keluarga tentang tipe,
penyebab, dan pengobatan ketidakse-
imbangan elektrolit
7. Kolaborasi dokter bila tanda dan gejala
ketidakseimbangan elektrolit menetap.
8. Monitor respon klien terhadap terapi
elektrolit
9. Monitor efek samping pemberian su-
plemen elektrolit.
10. Kolaborasi dokter pemberian obat
yang mengandung elektrolit (aldakton,
kalsium glukonas, Kcl).
11. Berikan suplemen elektrolit baik lewat
oral, NGT, atau infus sesuai advis
dokter

4. PK: Syok Setelah dilakukan 1. Kaji dan catat status perfusi perifer.
hipovolemia b.d tindak-an / Laporkan temuan bermakna :
dehidrasi penanganan sela ekstremitas dingin dan pucat,
ma 1 penurunan amplitude nadi, pengisian
jam diharapkan kapiler lambat.
klien mempunyai2. Pantau tekanan darah pada interval
perfusi yang sering ; waspadai pada pembacaan
adekuat, dengan lebih dari 20 mmHg di bawah rentang
criteria : normal klien atau indicator lain dari
hipotensi : pusing, perubahan mental,
Kriteria hasil : keluaran urin menurun.
- Amplitudo nadi 3.Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien
perifer meningkat pada posisi telentang untuk
- Pengisian kapiler meningkatkan aliran balik vena. Ingat
singkat (< 2 detik) bahwa tekanan darah > atau = 80/60
- Tekanan darah mmHg untuk perfusi koroner dan arteri
dalam rentang ginjal yang adekuat.
normal 4.Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk
- CVP > atau = 5 cm menentukan keadekuatan aliran balik
H2O vena dan volume darah; 5-10 cm H2O
- Frekuensi jantung biasanya dianggap rentang yang
teratur adekuat. Nilai mendekati 0
- Berorientasi menunjukkan hipovolemia, khususnya
terhadap waktu, bila terkait dengan keluaran urin
tempat, dan orang menurun, vasokonstriksi, dan
- Keluaran urin > peningkatan frekuensi jantung yang
atau = 30 ml/jam ditemukan pada hipovolemia.
- Akral hangat 5. Observasi terhadap indicator perfusi
- Nadi teraba serebral menurun : gelisah, konfusi,
- Membran mukosa penurunan tingkat kesadaran. Bila
lembab indicator positif terjadi, lindungi klien
- Turgor kulit normal dari cidera dengan meninggikan
- Berat badan stabil pengaman tempat tidur dan
dan dalam batas menempatkan tempat tidur pada posisi
normal paling rendah. Reorientasikan klien
- Kelopak mata tidak sesuai indikasi.
cekung 6.Pantau terhadap indicator perfusi arteri
- Tidak demam koroner menurun : nyeri dada,
- Tidak ada rasa frekuensi jantung tidak teratur.
haus yang sangat 7. Pantau hasil laboratorium terhadap
- Tidak ada napas BUN (>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5
pen-dek /kusmaul mg/dl) meninggi ; laporkan
peningkatan.
8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti
ketidak seimbangan , terutama
Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5
mEq/L). Waspadai tanda hiperkalemia
: kelemahan otot, hiporefleksia,
frekuensi jantung tidak teratur. Juga
pantau tanda hipernatremia, retensi
cairan dan edema.
9. Berikan cairan sesuai program untuk
meningkatkan volume vaskuler. Jenis
dan jumlah cairan tergantung pada
jenis syok dan situasi klinis klien : RL,
Asering
10. Siapkan untuk pemindahan klien ke
ICU/PICU

5 Takut b.d tindakan Setelah dilakukan Coping enhancement (5230)


inva-sif, tindak-an 1. Kaji respon takut pasien : data objektif
hospitalisasi, keperawatan dan subyektif
penga-laman selama … X 24 jam 2. Jelaskan klien / keluarga tentang
lingkungan yang rasa takut klien proses penyakit
kurang bersahabat. berkurang, dengan 3. Terangkan klien / keluarga tentang
(00148) criteria : semua pemeriksaan dan pengobatan
4. Sampaikan sikap empati (diam,
Batasan Fear control memberikan sen-tuhan, mengijinkan
karakteristik : (1404) : mena-ngis, berbicara dll)
- Panik - Klien tidak
5. Dorong orang tua untuk selalu
- Teror menyerang atau menemani anak
- Perilaku menghindari 6. Berikan pilihan yang realistis tentang
menghindar atau sumber yang aspek perawatan
menyerang menakutkan 7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas
- Impulsif - Klien sosial dan komunitas
- menggunakan tek- 8. Dorong penggunaan sumber spiritual
Nadi, respirasi, nik relaksasi untuk
TD sistolik me-ngurangi takut Anxiety Reduction (5820)
meningkat - Klien mampu 1. Jelaskan semua prosedur termasuk
- Anoreksia mengontrol respon perasaan yang mungkin dialami
- Mual, muntah takut selama menjalani prosedur
- Pucat - Klien tidak
2. Berikan objek yang memberikan rasa
- Stimulus sebagai melarikan diri aman
an-caman - Durasi 3. Berbicara dengan pelan dan tenang
takut
- Lelah menurun 4. Membina hubungan saling percaya
- Otot tegang - Klien kooperatif 5. Jaga peralatan pengobatan di luar
- Keringat saat di-lakukan penglihatan klien
meningkat perawatan 6. Dengarkan klien dengan penuh
dan
- Gempar pengobatan perhatian
- Ketegangan 7. Dorong klien mengungkapkan
mening-kat Anxiety control perasaan, persepsi dan takut secara
- Menyatakan takut (1402) verbal
- Menangis - Tidur pasien8. Berikan aktivitas / peralatan yang
- Protes adekuat meng-hibur untuk mengurangi
- Melarikan diri - Tidak ada ketegangan
manifestasi fisik 9. Anjurkan klien menggunakan teknik
- Tidak ada relaksasi
manifestasi perilaku 10. Anjurkan orang tua untuk
- Klien mau membawakan mainan kesukaan dari
berinteraksi sosial rumah
11. Mengusahakan untuk tidak mengulang
pengambilan darah
12. Libatkan orang tua dalam perawatan
dan pengobatan
13. Berikan lingkungan yang tenang
14. Batasi pengunjung

6. Cemas orang tua Setelah dilakukan Coping enhancement (5230)


b.d tindakan 1. Kaji respon cemas orang tua
perkembangan pe keperawatan 2. Jelaskan orang tua tentang proses
nyakit anaknya selama … X per- penyakit anaknya
(diare, muntah, temuan 3. Bantu orang tua untuk mengenali
panas, kembung) kecemasan orang penyebab diare.
tua berkurang,4. Terangkan orang tua tentang prosedur
Batasan dengan criteria: pemeriksaan dan pengobatan
karakteristik : 5. Beritahu dan jelaskan setiap perkem-
- Orang tua sering Anxiety control bangan penyakit anaknya
bertanya (1402) 6. Dorong penggunaan sumber spiritual
- Orang tua meng- - Tidur adekuat
ungkapkan - Tidak ada Anxiety Reduction (5820)
perasaan cemas manifestasi fisik 1 Jelaskan semua prosedur termasuk
- Khawatir - Tidak ada pera-saan yang mungkin dialami
- Kewaspadaan me- manifestasi perilaku selama men-jalani prosedur
ningkat - Mencari informasi 2 Berikan objek yang dapat memberikan
- Mudah untuk mengurangi ra-sa aman
tersinggung cemas 3 Berbicara dengan pelan dan tenang
- Gelisah - Menggunakan 4 Membina hubungan saling percaya
- Wajah tegang, teknik 5 Dengarkan dengan penuh perhatian
re-laksasi
me-merah untuk mengurangi 6 Ciptakan suasana saling percaya
- Kecenderungan cemas 7 Dorong orang tua mengungkapkan
me-nyalahkan - Berinteraksi sosial pera-saan, persepsi dan cemas secara
orang lain verbal
Aggression 8 Berikan peralatan / aktivitas
Control (1401) yang meng-hibur untuk mengurangi
- Menghindari kata ketegangan
yang meledak- 9 Anjurkan untuk menggunakan teknik
ledak re-laksasi
- Menghindari 10 Berikan lingkungan yang tenang,
perilaku yang batasi pengunjung
merusak
- Mampu
mengontrol ung-
kapan verbal

Coping (1302)
- Mampu
mengidentifikasi
pola koping yang
efektif dan tidak
efektif
- Mampu
mengontrol ver-bal
- Melaporkan stress
/ ce-masnya
berkurang
- Mengungkapkan
mene-rima
keadaan
- Mencari informasi
ber-kaitan dengan
penyakit dan
pengobatan
- Memanfaatkan
dukungan social
- Melaporkan
penurunan stres
fisik
- Melaporkan
peningkatan
kenyamanan
psikisnya
- Mengungkapkan
membu-tuhkan
bantuan
- Melaporkan
perasaan ne-
gatifnya berkurang
- Menggunakan
strategi ko-ping
efektif

7 Kurang Setelah dilakukan Teaching : Disease Process (5602)


pengetahuan kli-en penjelasan selama 1. Berikan penilaian tentang tingkat
/ orang tua tentang … X pertemuan pengetahuan klien / orang tua tentang
diare b.d kurang klien / orang tua proses penyakitnya
informa-si, mengetahui dan
2. Jelaskan patofisiologi diare dan ba-
keterbatasan memahami tentang gaimana hal ini berhubungan dengan
kognisi, tak familier penya-kitnya, ana-tomi dan fisiologi dengan cara
dengan sum- dengan criteria : yang sesuai.
ber informasi. 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
Knowledge : biasa muncul pada diare dengan cara
Batasan Disease Process yang sesuai
Karakteristik : (1803) : 4. Gambarkan proses penyakit diare
- Mengungkapkan - Mengetahui jenis / dengan cara yang sesuai
ma-salah nama penyakitnya 5. Identifikasi kemungkinan penyebab de-
- Tidak tepat
- Mampu ngan cara yang tepat
mengiku-ti perintah menjelaskan pro- 6. Bantu klien / orang tua mengenali
- Tingkah laku yang ses penyakit faktor penyebab diare
berlebihan - Mampu 7. Berikan informasi upaya-upaya
(histeris, menjelaskan fak-tor mencegah diare : selalu merebus air
bermusuhan, resiko minum, mencuci tangan sebelum
agitasi, apatis) - Mampu makan, tidak makan di sembarang
menjelaskan efek tempat, merebus dot / botol susu
penyakit sebelum digunakan, memperhatikan
- Mampu kebersihan lingkungan dll
menjelaskan tan-da 8. Berikan informasi pada klien / orang
dan gejala penyakit tua tentang kondisi / perkembangan
- Mampu kesehatan dengan tepat
menjelaskan 9. Sediakan informasi tentang
komplikasi pengukuran diagnostik yang tersedia
- Mampu 10. Diskusikan perubahan gaya hidup
menjelaskan ba- yang mungkin diperlukan untuk
gaimana mencegah mencegah komplikasi di masa yang
kom-plikasi akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Knowledge 11.
: Diskusikan pilihan terapi atau
Health be-havors penanganan
(1805) 12. Gambarkan pilihan rasional
- Mampu rekomendasi manajemen terapi /
menjelaskan pola penanganan
nutisi yang sehat 13. Dukung klien/ orang tua untuk meng-
- Mampu eksplorasikan atau mendapatkan
menjelaskan ak- second opinion dengan cara yang
tifitas yang tepat
bermanfaat 14. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
- Mampu dukungan dengan cara yang tepat
menjelaskan cara 15. Instruksikan klien / orang tua
pencegahan diare mengenai tanda dan gejala untuk
- Mampu melaporkan pada pemberi perawatan
menjelaskan tek-nik 16. Kuatkan informasi yang disediakan tim
manajemen stress kesehatan yang lain dengan cara yang
- Mampu tepat
menjelaskan efek
zat kimia Teaching Procedur / Treatment (5618)
- Mampu 1. Informasikan kepada klien dan orang
menjelaskan ba- tua kapan prosedur pengobatan akan
gaimana di-laksanakan
mengurangi re-siko 2. Informasikan seberapa lama prosedur
sakit pengobatan akan dilakukan
- Mampu Informasikan tentang peralatan yang
3.
menjelaskan ba- akan digunakan dalam pengobatan
gaimana 4. Informasikan kepada orang tua siapa
menghindari yang akan melakukan prosedur
lingkungan pengobatan
yang berba-haya 5. Jelaskan tujuan dan alasan dilakukan
(sanitasi kurang) prosedur pengobatan
- Mampu 6. Anjurkan kepada klien untuk kooperatif
menjelaskan cara saat dilakukan prosedur pengobatan
pemakaian obat7. Jelaskan tentang perasaan yang
sesuai resep mungkin akan dialami selama
dilakukan prosedur pengobatan

8. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Airway manajemen ( 3140)


efektif tindakan perawatan
1 Buka jalan napas, gunakan teknik chin
b.d hiperventilasi selama … X lift atau jaw thrust bila perlu
24 jam pola nafas2 Posisikan klien untuk memaksimalkan
Batasan efektif, dengan ventilasi
karakteristik : criteria : 3 Identifikasi pasien perlunya
- Penurunan pemasangan jalan napas buatan
tekanan inspirasi / Respiratory status
4 Pasang mayo bila perlu
ekspirasi : Airway patency 5 Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Penurunan (0410) : 6 Keluarkan secret dengan batuk atau
ventilasi per menit- Suara napas suction
- Penggunaan otot bersih 7 Auskultasi suara napas , catat adanya
na-fas tambahan - Tidak ada sianosis suara tambahan
- Pernafasan nasal - Tidak sesak napas8 Kolaborasi pemberian bronkodilator
fla-ring - Irama napas dan bila perlu
- Dispneu frekuensi napas 9 Monitor respirasi dan status oksigen
- Ortopneu dalam rentang nor-
- Penyimpangan mal Respirasi Monitoring (3350)
dada - Pasien 1 Monitor rata-rata, ritme, kedalaman,
tidak
- Nafas pendek merasa ter-cekik dan usaha napas
- Posisi tubuh
- Tidak ada sianosis2 Catat gerakan dada apakah simetris,
menun-jukkan - Tidak gelisah ada penggunaan otot tambahan, dan
posisi 3 poin - Sputum berkurang retraksi
- Nafas pursed-lip 3 Monitor crowing, suara ngorok
(de-ngan bibir) Respiratory status 4 Monitor pola napas : bradipneu,
- Ekspirasi : ventilation (0403) takipneu, kusmaull, apnoe
memanjang - Respirasi dalam 5 Dengarkan suara napas : catat area
- Peningkatan rentang normal yang ventilasinya menurun / tidak ada
diame-ter anterior-- Ritme dalam batas dan catat adanya suara tambahan
posterior normal 6 K/p suction dengan mendengarkan
- Frekuensi nafas - Ekspansi dada suara ronkhi atau crakles
 Bayi : < 25 atau > simetris 7 Monitor peningkatan gelisah,
60 - Tidak ada sputum cemas, air hunger
 1-4 th : < 20 atau > di jalan napas 8 Monitor kemampuan klien untuk batuk
30 - Tidak ada efektif
 5-14 th : < 14 atau > penggunaan otot- 9 Catat karakteristik dan durasi batuk
25 otot tambahan 10 Monitor secret di saluran napas
 > 14 th : < 11 - Tidak ada retraksi 11 Monitor adanya krepitasi
atau > 24 dada 12 Monitor hasil roentgen thorak
- Kedalaman nafas- Tidak ditemukan 13 Bebaskan jalan napas dengan chin lift
 Volume tidal de- dispneu atau jaw thrust bila perlu
wasa saat istira-hat
- Dispneu 14 Resusitasi bila perlu
saat
500 ml aktivitas ti-dak15 Berikan terapi pengobatan sesuai
 Volume tidal ba-yi ditemukan advis (oral, injeksi, atau terapi in-
6-8 ml/kg BB - Napas pendek- halasi)
- Penurunan pendek ti-dak
kapasitas vital ditemukan Cough Enhancement (3250)
- Timing rasio - Tidak ditemukan 1 Monitor fungsi paru-paru, kapasitas
taktil fremitus vital, dan inspirasi maksimal
- Tidak ditemukan 2 Dorong pasien melakukan nafas
suara napas dalam, ditahan 2 detik lalu batuk 2-3
tambahan kali
3 Anjurkan klien nafas dalam beberapa
kali, dikeluarkan dengan pelan-pelan
dan ba-tukkan di akhir ekspirasi

Terapi Oksigen (3320)


1. Bersihkan secret di mulut, hidung dan
tra-khea / tenggorokan
2. Pertahankan patensi jalan nafas
3. Jelaskan pada klien / keluarga tentang
pentingnya pemberian oksigen
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
5. Pilih peralatan sesuai kebutuhan
: kanul nasal 1-3 l/mnt, head box 5-10
l/mnt, dll
6. Monitor aliran oksigen
7. Monitor selang oksigen
8. Cek secara periodik selang oksigen,
air humidifier, aliran oksigen
9. Observasi tanda kekurangan oksigen :
gelisah, sianosis dll
10. Monitor tanda keracunan oksigen
11. Pertahankan oksigen selama dalam
trans-portasi
12. Anjurkan klien / keluarga untuk
menga-mati persediaan oksigen, air
humidifier, jika habis laporkan petugas

9. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan


Activity therapy (4310)
b.d tindakan 1 Catat frekuensi jantung irama,
ketidakseimbangan keperawatan perubahan tekanan darah sebelum,
suplai dan selama … x 24 selama, setelah beraktivitas sesuai
kebutuhan O2, jam, klien indikasi
kelemahan mampu mencapai2: Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
activity toleransi , dan berikan aktivitas senggang yang
Batasan dengan indikator : tidak berat
Karakteristik : 3 Batasi pengunjung
- Laporan kerja : Activity tolerance4 Monitor / pantau respon emosi, fisik,
kele-lahan dan (0005) sosial dan spiritual
kelemahan - Saturasi oksigen 5 Jelaskan pola peningkatan aktivitas
- Respon terhadap dalam batas normal secara bertahap
akti-vitas ketika beraktivitas 6 Bantu klien mengenal aktivitas dengan
menunjukkan na-di - HR dalam batas penuh arti
dan tekanan darah normal ketika 7 Bantu klien mengenal pilihan untuk
abnormal beraktivitas baktivitas
- Perubahan EKG - Respirasi dalam 8 Bantu klien mengenal dan memperoleh
me-nunjukkan batas normal saat akal, sumber yang dibutuhkan untuk
aritmia / disritmia beraktivitas keinginan beraktivitas
- Dispneu dan
- Tekanan darah 9 Tentukan kien komitmen untuk me-
ketidak-nyamanan sistolik dalam batas ningkatkan frekuensi dan atau jarak
yang sangat normal saat un-tuk aktivitas
- Gelisah beraktivitas 10 Kolaborasi yang berhubungan dengan
- Tekanan darah fisik, terapi rekreasi, pengawasan
diastolik dalam program aktivitas yang tepat
batas normal saat 11 Bantu klien membuat rencana yang
beraktivitas khusus untuk pengalihan aktivitas rutin
- EKG dalam batas tiap hari
normal 12 Bantu klien / keluarga mengenal ke-
- Warna kulit kurangan mutu aktivitas
- Usaha 13 Latih klien / keluarga mengenai peran
bernafas saat fisik, sosial, spiritual , pengertian
beraktivitas aktivitas didalam pemeliharaan
- Berjalan di kesehatan
ruangan 14 Bantu klien / keluarga menyesuaikan
- Berjalan jauh ling-kungan dengan keinginan aktivitas
- Naik tangga 15 Berikan aktivitas yang meningkatkan
- Kekuatan ADL perhatian dalam jangka waktu tertentu
- 16 Fasilitasi penggantian aktivitas ketika
Kemampuan klien sudah melewati batas waktu,
berbicara saat energi dan pergerakan
latihan 17 Berikan lingkungan yang
tidak berbahaya untuk berjalan sesuai
indikasi
18 Berikan bantuan yang positif untuk
partisipasi didalam aktivitas
19 Bantu klien menghasilkan motivasi
sendiri
20 Monitor emosi, fisik, sosial, dan
spiritual dalam aktivitas
21 Bantu klien / keluarga monitor men-
apatkan kemajuan untuk mencapai
tujuan

Dysrhythmia management (4090)


Aktivitas :
1. Mengetahui dengan pasti klien dan
ke-luarga yang mempunyai riwayat
penyakit jan-ung
2. Monitor dan periksa kekurangan
oksigen keseimbangan asam basa,
elektrolit.
3. Rekam EKG
4. Anjurkan istirahat setiap terjadi
serangan.
5. Catat frekuensi dan lamanya serangan
.
6. Monitor hemodinamik.

DAFTAR PUSTAKA

AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org


Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal preschool
children of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal Epidemiology,
No. 22, 40–46.
Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of Enterotoxigenic Escherichia coli in
an Outbreak of Cholera Caused by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad,
India. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 3241–3246.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku
Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito. Yogyakarta:
MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan
komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi
dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI.
Tjaniadi, Periska, dkk. 2003. ANTIMICROBIAL RESISTANCE OF BACTERIAL PATHOGENS
ASSOCIATED WITH DIARRHEAL PATIENTS IN INDONESIA. Am. J. Trop. Med.
Hyg., 68(6) pp. 666–670.
The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada
www.healthinfotranslations.com

Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.
Share this article :
Tweet

Artikel Terkait : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap


Title: LAPORAN PENDAHULUAN DIARE; Written by wiwing setiono; Rating: 5 dari 5
Diposkan oleh wiwing setiono Jam 9:18 AM
Label: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap

0 Comments

0 Comments
nt.fb admin wiwing setiono
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Popular Posts

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA)

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY


DISEASE (CKD)

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Blog Archive
 ► 2017 (1)

 ► 2014 (47)

 ▼ 2013 (43)
o ▼ December (24)
 LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS (SIROSIS
HATI)...
 LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
 LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN GIZI
BURUK
 LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN
GANGGUAN PERTU...
 LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA
SEKO...
 LANJUT USIA (LANSIA)
 TERAPI MUSIK PADA DIMENSIA ALZHEIMER
 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PENGLIHATAN
 LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA
 LAPORAN PENDAHULUAN TBC (TUBERKULOSIS)
 LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
 LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
 LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
 TERAPI BERMAIN
 LAPORAN PENDAHULUAN MASA NIFAS/ POST PARTUM
(PUERP...
 MANAJEMEN NYERI PERSALINAN
 TUBEKTOMI/ MOW (MEDIS OPERASI WANITA)
 KEHAMILAN POST DATE
 HISTEREKTOMY
 CONTOH INTERPRETASI ASAM BASA
 INTERPRETASI ASAM BASA
 CONTOH GAMBARAN EKG ABNORMAL
 INTERPRETASI EKG
o ► November (19)

Search her

Author
 Benksquarz
 wiwing setiono
 wiwing setiono.skep.ns
Hak Cipta Oleh LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LENGKAP
Homepage RSS
Search:

Homepage RSS Search: LAPORAN PENDAHULUAN DIARE HOME ALL ARTICLE (


DAFTAR ISI ) PRIVACY AND POLICY ABOUT ME MOTTO Saturday, December 14,
2013 LAPORAN PENDAHULUAN DIARE Browse » Home » Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN DIARE LAPORAN
PENDAHULUAN DIARE LAPORAN PENDAHULUAN DIARE A. DEFINISI § Diare
atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroi” yang berarti
mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu frekuen
(Yatsuyanagi, 2002). § Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran),
serta pada kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare
dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun,
diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang
berat (Yayasan Spiritia, 2011) § Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan
konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24
jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10
g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010). § Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam
satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan
orang tua (USAID, 2009) § Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang
lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian
pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi.
Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis),
kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai
diare akut dan kronis (Wong, 2009). § Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit
diare. Menurut Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari
frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit
diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal
PPM dam PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam
sehari) (Sinthamurniwaty, 2006). § Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air
tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. § Menurut World
Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang
mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering
dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak
bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004). § Di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang
encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi
buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan
anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004) § Diare adalah suatu keadaan
meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya
cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau
tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut
berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu.
Selanjutnya pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi
2003) § Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Guerrant,
2001; Ciesla, 2003) § Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit
yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3
tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja. B.
KLASIFIKASI 1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan : a.
Lama waktu diare 1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari
normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit
kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi
(Wong, 2009). 2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. b.
Mekanisme patofisiologik 1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare
sekretorik. 2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi. 3) Malabsorbsi asam empedu. 4) Defek
sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit. 5) Motilitas dan waktu
transport usus abnormal. 6) Gangguan permeabilitas usus. 7) Inflamasi dinding usus, disebut
diare inflamatorik. 8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi. c. Penyakit infektif atau
non-infektif. d. Penyakit organik atau fungsional 2. Menurut WHO (2005) diare dapat
diklasifikasikan kepada: a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. b.
Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah. c. Diare persisten, yaitu diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari. d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang,
2004). 3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi a. Akut apabila
kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu. Lebih dari 90%
penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam
dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan
kondisi lain. b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut,
penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan
lain-lain. 4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa
berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi
menjadi : a. Diare tanpa dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi
karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi. b.
Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3
kali atau lebih, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu
makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia
yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal. c. Diare dengan dehidrasi sedang
(5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor
kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang
dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat. d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%) Pada keadaan ini, penderita sudah banyak
kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi
dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada
penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air
mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat. C.
ETIOLOGI 1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum,
2002) a. Virus : Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa
jenis virus penyebab diare akut : § Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3
dan 4 didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
§ Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water borne
transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person. § Astrovirus, didapati pada anak
dan dewasa § Adenovirus (type 40, 41) § Small bowel structured virus § Cytomegalovirus b.
Bakteri : § Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu
faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan
enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan
elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush
border atau menginvasi mukosa. § Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya
diare belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan
kerusakan dari membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan
aktifitas disakaridase. § Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana
mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
§ Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella. Seperti
Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon. §
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang
disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon.
Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome. § Shigella spp. Shigella
menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan
timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk :
smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta
membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik
dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea § Campylobacter jejuni
(helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas,
anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makanan yang
terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui
kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi
kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan
heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative
colitis. § Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjadi. §
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile
toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai
karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens
toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus. §
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang
dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan
terjadi bloody diarrhea c. Protozoa : § Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus.
Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan
metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite
dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan
endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan
atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 –
8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan
anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.
§ Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya di
seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki
dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik
(E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai
disentri yang fulminant. § Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5
– 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery
diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan
tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan
diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. § Microsporidium spp §
Isospora belli § Cyclospora cayatanensis d. Helminths : § Strongyloides stercoralis. Kelainan
pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare. § Schistosoma spp.
Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk intestinal dengan
berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus.. § Capilaria philippinensis. Cacing
ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan
gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen. § Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup
di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri
abdomen. 2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar,
tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi
dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut:
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002) a. Infeksi : 1)
Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium
perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas) 2) Virus (Rotavirus, Norwalk
+ Norwalk like agent, Adenovirus) 3) Parasit a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia
Lambia, Balantidium Coli, Crypto Sparidium) b) Cacing perut (Ascaris, Trichuris,
Strongyloides, Blastissistis Huminis) c) Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens b.
Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein. c. Alergi: alergi makanan
d. Keracunan : 1) Keracunan bahan-bahan kimia 2) Keracunan oleh racun yang dikandung
dan diproduksi : a) Jazad renik, Algae b) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran e.
Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll f. Sebab-sebab lain: Faktor
lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE Diare D. EPIDEMIOLOGI 1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare Kuman
penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/minuna
yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku
tersebut antara lain : a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar
dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat juga lebih
besar. b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh
Kuman , karena botol susah dibersihkan c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman
akan berkembang biak, d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah
tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air
pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. e. Tidak mencuci tangan sesudah buang
air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak, f. Tidak
membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa tinja bayi
tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar
sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. 2. Faktor penjamu
yang meningkatkan kerentanan terhadap diare Beberapa faktor pada penjamu dapat
meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah : a.
Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi
kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v cholerae b. Kurang gizi
beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang
menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk. c. Campak diare dan desentri
sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam
waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita. d.
Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang berlangsung lama
seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome ) pada anak imunosupresi
berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen dan mungkin juga berlangsung
lama, e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % ) 3.
Faktor lingkungan dan perilaku : Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis
lingkungan dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua
faktor ini akan berinteraksi bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian
penyakit diare. (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002) E.
PATOFISIOLOGI Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk
keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa
makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan
yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit
Sinthamurniwaty 2006) 1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus. 2. Proses
pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut 3. Proses penelanan makanan (diglution) :
gerakan makanan dari mulut ke gaster 4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan
secara mekanik, percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim 5.
Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir usus
ke dalam. sirkulasi darah dan limfe. 6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa
gelombang kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal. 7. Berak
(defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja. Dalam keadaan normal dimana
saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr
sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan
mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal
bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang
berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva,
sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap
usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa
kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja. Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk: 1.
Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum 2. Mencampur khim
dengan enzim pankreas dan empedu 3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak. Faktor-
faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan lainnya.
Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan terangsangnya usus
secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat
waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim
dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami
gangguan. Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa : 1.
Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin) Gangguan reabsorpsi pada
sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi.
Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam
empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu.
Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon,
serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan
asam dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora
usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-
hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa. usus
manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan
PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma
Zollinger Ellison atau pada Jejunitis. 2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen
usus (invasive diarrhea) Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila
bolus makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan
yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa
usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus
kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat
hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus
merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan local mukosa usus.
Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara
berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus,
menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin;
dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga
dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus
mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat
bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa
usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks. 3. Kelainan tekanan osmotik dalam
lumen usus (virus). Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi
dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan
osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi
hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim
laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis
dan kurang di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah
laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik
dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-
molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi diare.
Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai defisiensi
disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat terjadi pada setiap
kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat
pada brush border epitel mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat
menyebabkan tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam
air.. PATHWAY DIARE Pathway Diare Pathway Diare F. MANIFESTASI KLINIS 1.
Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu a. Sering buang air besar dengan
konsistensi tinja cair atau encer b. Kram perut c. Demam d. Mual e. Muntah f. Kembung g.
Anoreksia h. Lemah i. Pucat j. Urin output menurun (oliguria, anuria) k. Turgor kulit
menurun sampai jelek l. Ubun-ubun / fontanela cekung m. Kelopak mata cekung n. Membran
mukosa kering 2. Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003) Diare akut
karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus,
hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan
di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi
nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis
metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base
excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria.
Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut,
yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis
metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan
yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
3. Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu: Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah
bayi dan anak menjadi gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin
disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat
yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah
dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi : a. Diare tanpa
dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi. b. Diare dengan dehidrasi
ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas
sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal. c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%) Pada
keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung tidak
ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa
pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat. d.
Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%) Pada keadaan ini, penderita sudah banyak
kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi
dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada
penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air
mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat. 4.
Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI, 2001 cit
Sinthamurniwaty 2006) a. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan
keseimbangan asam basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan
keseimbangan asam basa disebabkan oleh: 1) Previous Water Losses : kehilangan cairan
sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi cairan. 2) Nomial Water Losses : kehilangan cairan
karena fungsi fisiologik. 3) Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu
pengelolaan. 4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena
anoreksia atau muntah. Kekurangan cairan pada diare terjadi karena: 1) Pengeluaran usus
yang berlebihan a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea)
karena, gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli). b) Berkurangnya penyerapan
selaput lendir usus, yang disebabkan oleh berkurangnya kontak makanan dengan dinding
usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan mukosa usus. c) Difusi
cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan dalam lumen usus
yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya substansi reduksi dari fermentasi
laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota) 2) Masukan cairan yang
kurang karena : a) Anoreksia b) Muntah c) Pembatasan makan (minuman) d) Keluaran yang
berlebihan (panas tinggi, sesak nafas) b. Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang
dan keluaran berlebihan) Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena: 1)
Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala penyakit) atau
dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena ketidaktahuan. Muntah juga
merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya masukan makanan. 2) Gangguan absorpsi.
Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro maupun makro. Malabsorpsi
karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak yang kemudian dapat berkembang
menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi
vitamin baik yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat
dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn). Gangguan absorpsi ini terjadi karena: a)
Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktase. b) Bakteri
tumbuh lampau, menimbulkan: (1) Fermentasi karbohidrat (2) Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan kemudian
terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan berkurangnya
permukaan mukosa usus. Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan
absorpsi karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak
akan dapat memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan walaupun
diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen hanya akan mencapai
76% dan absorpsi lemak hanya 50%. 3) Katabolisme Pada umumnya infeksi sistemik akan
mempengaruhi metabolisme dan fungsi endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi
kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis,
peningkatan sekresi glukagon, serta aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon
tiroid. Dalam darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein.
Proses tersebut dapat memberi peningkatan kebutuhan energy dari penderita dan akan selalu
disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan tinja. 4)
Kehilangan langsung Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein
loosing enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan
diare karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare
mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita. c. Perubahan ekologik dalam
lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus Kejadian diare akut pada umumnya disertai
dengan kerusakan mukosa usus keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan
karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang
tercerna sehingga dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi
karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen
usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah
ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan terjadinya
dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu yang dapat
menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut dapat pula disertai
dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan oleh
kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus. G. KOMPLIKASI Kehilangan
cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan
anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi
shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke
hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003) Pada kasus-
kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi
sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang
selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan
pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan,
2001; Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004) Haemolityc uremic Syndrome (HUS)
adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita
gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan
antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain – Barre, suatu
demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi
enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 %
nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita
kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan.
Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI
(2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu: §
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic § Syok § Kejang § Sepsis §
Gagal Ginjal Akut § Ileus Paralitik § Malnutrisi § Gangguan tumbuh kembang H.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG LAINNYA Pemeriksaan
Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut : 1. Lekosit Feses
(Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses
menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti
Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat
antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa. 2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat
lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab
diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus
dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare
tanpa malabsorbsi lemak. 3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika
berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses
malabsorbstif. 4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan
suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½
lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien
diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya
dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi
mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas. 5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan
dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan
Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses
adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai
normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer
(asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri
terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal
mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum
osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang
rendah biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan
suatu diare osmotic. 6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan
adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang
dideteksi dengan modifikasi noda asam. 7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi
ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin
rendah akan mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal.
Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas
absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan
darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada
mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol
mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah
mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti
serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid
carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome). 9.
Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan
NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab
lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat
mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4. Pemeriksaan
Penunjang Lain 1. Biopsi Usus Halus Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan
diare yang tidak dapat dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat
dijelaskan yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c)
Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu
menidentifikasi lesi pada usus halus. 3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus mikroskopik,
melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif. 4. Rangkaian
Pemeriksaan Usus Halus Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui
segala sesuatu ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam
memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6
jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus melewati
ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2
liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan. 5. Imaging Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas
melalui pemeriksaan imaging jika diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal
dapat mengkonfirmasi pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis
dapat membantu dalam mengevaluasi Chron’s disease, Limfoma atau sindroma carcinoid.
Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus halus
berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa. Endoskopi
dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien AIDS,
Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT Abdpminal dapat
menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin pancreas. 6. Beberapa Tes
Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003) a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas
Mukosa 1) The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di
usus halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah kurang
dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal
insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID. 2) Breath Hidrogen Test : Hidrogen
dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat, dimana akan meningkat pada
pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen Breath Test akan mencapai pucaknya 2
jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien dengan defisiensi lactase atau
insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan insufisiensi pancreas, pemberian
enzim pancreas akan menurunkan Breath hydrogen. b. Test Menilai Fungsi pancreas 1)
Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk pembelahan B12
sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada insufisiensi pancreas berat kan
menurunkan absorbsi B12. Label yang digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop
yang berbeda. CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi pancreas CO
tidak diabsorbsi. 2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK
intravena atau sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat.
Cairan pancreas diaspirasi melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau enzim
pancreas spesifik. Tidak adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah
distimulasi menunjukkan insufisiensi pancreas. c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri Kultur
bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum proksimal kemudian
diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian ddiaspirasi. Terdapatnya >105
bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri. I. PENCEGAHAN DIARE Kegiatan
pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah: (Kementrian
Kesehatan RI, 2011) 1. Perilaku Sehat a. Pemberian ASI ASI adalah makanan paling baik
untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk
dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa
ini. ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain
yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor.
Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif). Bayi harus
disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya,
pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses
menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada
bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus
bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko
tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk. b. Makanan
Pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping
ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping
ASI diberikan. Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping
ASI, yaitu: 1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih.
Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua
makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila
mungkin. 2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. 3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan
dan meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih. 4) Masak makanan dengan benar,
simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan
kepada anak. c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup Penularan kuman infeksius penyebab
diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam
mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari
tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko
menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air
yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah. Yang harus diperhatikan oleh keluarga : 1) Ambil air dari sumber air
yang bersih 2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air. 3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk
mandi anak-anak 4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih) 5) Cuci
semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup. d. Mencuci
Tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%). e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai
dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga : 1) Keluarga harus mempunyai jamban yang
berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga. 2) Bersihkan jamban secara
teratur. 3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar. f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena
tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus
dibuang secara benar. Yang harus diperhatikan oleh keluarga: 1) Kumpulkan segera tinja bayi
dan buang di jamban 2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya. 3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun. 4) Bersihkan dengan benar setelah buang air
besar dan cuci tangan dengan sabun. g. Pemberian Imunisasi Campak Pemberian imunisasi
campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak.
Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga
dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur
9 bulan. 2. Penyehatan Lingkungan a. Penyediaan Air Bersih Mengingat bahwa ada beberapa
penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis,
penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih
baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-
hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya
penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.
Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan. b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti
lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan
gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang
tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah
penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan
setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh
pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar. c. Sarana Pembuangan Air Limbah Air limbah
baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa agar tidak
menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi
syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air
limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga
tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk. J.
PENATALAKSANAAN Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita
adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga
menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah
Tuntaskan Diare) yaitu: 1. Berikan Oralit Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat
dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila
tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat
ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus
segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Derajat
dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi : a. Diare tanpa dehidrasi Tanda diare tanpa dehidrasi,
bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih : § Keadaan Umum : baik § Mata : Normal §
Rasa haus : Normal, minum biasa § Turgor kulit : kembali cepat Dosis oralit bagi penderita
diare tanpa dehidrasi sbb : § Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret § Umur 1
– 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret § Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap
kali anak mencret b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang,
bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih: § Keadaan Umum : Gelisah, rewel § Mata :
Cekung § Rasa haus : Haus, ingin minum banyak § Turgor kulit : Kembali lambat Dosis
oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan
pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. c. Diare dehidrasi berat Diare dehidrasi berat,
bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih: § Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak
sadar § Mata : Cekung § Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum § Turgor kulit :
Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik) Penderita diare yang tidak dapat minum harus
segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus. Laporan Pendahuluan Diare Laporan
Pendahuluan Diare ORALIT 2. Berikan obat Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien
yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti
mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek
protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita: § Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10
hari § Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama
10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc: Larutkan tablet dalam 1
sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. Laporan
Pendahuluan Diare ZINK 3. Pemberian ASI / Makanan : Pemberian makanan selama diare
bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan
tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih
sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan. 4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi Antibiotika
tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang
disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh
diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah
tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang
bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare
disebabkan oleh parasit (amuba, giardia). 5. Pemberian Nasehat Ibu atau pengasuh yang
berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang : a. Cara memberikan cairan dan
obat di rumah b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila : § Diare
lebih sering § Muntah berulang § Sangat haus § Makan/minum sedikit § Timbul demam §
Tinja berdarah § Tidak membaik dalam 3 hari. Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000)
dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates (2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu: 1.
Resusitasi cairan dan elektrolit a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk : § Mengatasi
diare tanpa dehidrasi § Meneruskan terapi diare di rumah § Memberikan terapi awal bila anak
diare lagi Tiga cara dasar rencana Pengobatan A : 1) Berikan lebih banyak cairan daripada
biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit, makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan
ini sebanyak anak mau dan terus diberikan hingga diare berhenti. Kebutuhan oralit per
kelompok umur Umur Ddiberikan Setiap Bab Yang Disediakan < 12 bulan 50-100 ml 400 ml
/ hari (2 bungkus) 1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml / hari (3-4 bungkus) > 5 tahun 200-300
ml 800-1000 ml / hari (4-5 bungkus) Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml / hari Cara
memberikan oralit : o Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun o Berikan
beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua o Bila anak muntah, tunggu 10 menit,
kemudian berikan cairan lebih sedikit (sesendok teh tiap 1-2 menit) o Bila diare belanjut
setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain atau kembali ke
petugas untuk mendapatkan tambahan oralit. 2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang
gizi : o Teruskan pemberian ASI o Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan
padat dapat diberikan susu yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari. o Bila
anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat : - Berikan bubur atau campuran
tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging, tam-bahkan
1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi. - Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk
menambah kalium - Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari - Berikan
makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan setiap hari selama
2 minggu. - Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak
mengalami : bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan minum sedikit,
demam, tinja berdarah b. Rencana Pengobatan B § Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang);
rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3 jam pertama atau bila berat badan anak tidak
diketahui dan atau memudahkan dilapangan, berikan oralit sesuai tabel : Jumlah oralit yang
diberikan 3 jam pertama : Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa Jumlah oralit 300 ml
600 ml 1.200 ml 2.400 ml Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau
C untuk melanjutkan pengobatan : § Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A § Bila ada
dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan makanan, susu dan
sari bu-ah seperti rencana A § Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C c. Rencana
Pengobatan C § Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100
ml/kg BB cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa
tidak boleh diberikan). Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB < 12 bulan 1 jam pertama 5 jam
kemudian > 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam kemudian Rehidrasi parenteral : § RL atau
Asering untuk resusitasi / rehidrasi § D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan) §
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan) § Ulangi bila nadi masih lemah atau
tidak teraba § Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan
infuse § Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) § Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian
pilih rencana A, B, C untuk melanjutkan pengobatan. 2. Obat-obat anti diare meliputi
antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein, opium), adsorben (norit, kaolin, smekta). 3.
Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin 4. Antibiotik hanya diberikan
untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50 mg/kgBB/hari 5. Hiponatremia (Na >
155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per
hari karena bisa menyebabkan edema otak 6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi
dengan RL atau NaCl 7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas
perlahan-lahan 5-10 menit sambil memantau detak jantung 8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L),
dikoreksi dengan KCl K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Identitas Perlu diperhatikan
adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi
adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap
infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena
infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari
adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya . 2. Keluhan Utama BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam. 3.
Riwayat Penyakit Sekarang BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau
lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis). 4. Riwayat
Penyakit Dahulu Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak. 5. Riwayat Nutrisi Pada anak usia toddler
makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari
dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan, 6. Riwayat Kesehatan Keluarga Ada salah satu keluarga yang mengalami diare. 7.
Riwayat Kesehatan Lingkungan Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal. 8. Pemeriksaan Fisik a. pengukuran panjang badan,
berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun. c. Kepala : ubun-
ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih d. Mata :
cekung, kering, sangat cekung e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi
abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa
minum f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan) g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah,
tensi menurun pada diare sedang . h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun >
2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill
time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal. i. Sistem perkemihan : urin produksi
oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit. j.
Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima. 9. Pola Fungsi Kesehatan a. Pola persepsi
dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban / sungai / kebun, personal
hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ? b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual,
muntah, makanan / minuman terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa /
belum pernah dimakan, alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah
makan, makan berlebihan, efek samping obat, jumlah cairan yang masuk selama diare, makan
/ minum di warung ? c. Pola eleminasi a. Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir,
darah b. Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria d. Pola aktifitas dan
latihan : travelling e. Pola tidur dan istirahat f. Pola kognitif dan perceptual g. Pola toleransi
dan koping stress h. Pola nilai dan keyakinan i. Pola hubungan dan peran j. Pola persepsi diri
dan konsep diri i. Pola seksual dan reproduksi LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
DIARE L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Diare b.d
factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional ( keracunan,
penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek samping obat, kontaminasi,
traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas, parasit) 2.
Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi 3. Kekurangan
volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi 5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya 6.
Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang menyenangkan. 7.
Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan kognisi, tidak
familiar dengan sumber informasi 8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi 9.
Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah 10. Pola nafas tidak efektif b.d
hiperventilasi 11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen M. PERENCANAAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEP NOC / TUJUAN
NIC / INTERVENSI 1. Diare b.d faktor psiko-logis (stress, cemas), faktor situasional (kera-
cunan, kontaminasi, pem-berian makanan melalui selang, penyalahgunaan laksatif, efek
samping obat, travelling, malab-sorbsi, proses infeksi, parasit, iritasi) Batasan karakteristik : -
Bab > 3 x/hari - Konsistensi encer / cair - Suara usus hiperaktif - Nyeri perut - Kram Setelah
dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam pasien tidak me-ngalami diare / diare
berkurang, dengan criteria : Bowel Elemination (0501) - Frekuensi bab normal < 3 kali / hari
- Konsistensi feses normal (lunak dan berbentuk) - Gerakan usus tidak me-ningkat (terjadi
tiap 10 -30 detik) - Warna feses normal - Tidak ada lendir, darah - Tidak ada nyeri - Tidak
ada diare - Tidak ada kram - Gambaran peristaltic tidak tampak - Bau fese normal (tidak
amis, bau busuk) Manajemen Diare (0460) 1. Identifikasi faktor yang mungkin me-
nyebabkan diare (bakteri, obat, makanan, selang makanan, dll ) 2. Evaluasi efek samping obat
3. Ajari pasien menggunakan obat diare dengan tepat (smekta diberikan 1-2 jam setelah
minum obat yang lain) 4. Anjurkan pasien / keluarga untuk men-catat warna, volume,
frekuensi, bau, konsistensi feses. 5. Dorong klien makan sedikit tapi sering (tambah secara
bertahap) 6. Anjurkan klien menghindari makanan yang berbumbu dan menghasilkan gas. 7.
Sarankan klien untuk menghindari ma-kanan yang banyak mengandung laktosa. 8. Monitor
tanda dan gejala diare 9. Anjurkan klien untuk menghubungi pe-tugas setiap episode diare 10.
Observasi turgor kulit secara teratur 11. Monitor area kulit di daerah perianal dari iritasi dan
ulserasi 12. Ukur diare / keluaran isi usus 13. Timbang Berat Badan secara teratur 14.
Konsultasikan dokter jika tanda dan gejala diare menetap. 15. Kolaborasi dokter jika ada
peningkatan suara usus 16. Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala diare menetap. 17.
Anjurkan diet rendah serat 18. Anjurkan untuk menghindari laksatif 19. Ajari klien / keluarga
bagaimana meme-lihara catatan makanan 20. Ajari klien teknik mengurangi stress 21.
Monitor keamanan preparat makanan Manajemen Nutrisi (1100) 1. Hindari makanan yang
membuat alergi 2. Hindari makanan yang tidak bisa di-toleransi oleh klien 3. Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori dan jenis makanan yang dibutuhkan 4.
Berikan makanan secara selektif 5. Berikan buah segar (pisang) atau jus buah 6. Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan kien dan ba-gaimana cara makannya
Bowel Incontinence Care (0410) 1. Tentukan faktor fisik atau psikis yang menyebabkan
diare. 2. Terangkan penyebab masalah dan alasan dilakukan tindakan. 3. Diskusikan prosedur
dan hasil yang diharapkan dengan klien / keluarga 4. Anjurkan klien / keluarga untuk
mencatat keluaran feses 5. Cuci area perianal dengan sabun dan air dan keringkan setiap
setelah habis bab 6. Gunakan cream di area perianal 7. Jaga tempat tidur selalu bersih dan
kering Perawatan Perineal (1750) 1. Bersihkan secara teratur dengan teknik aseptik 2. Jaga
daerah perineum selalu kering 3. Pertahankan klien pada posisi yang nyaman 4. Berikan obat
anti nyeri / inflamasi dengan tepat 2. Hipertermi b.d dehidrasi, peningkatan metabolik,
inflamasi usus Batasan karakteristik : - Suhu tubuh > normal - Kejang - Takikardi - Respirasi
meningkat - Diraba hangat - Kulit memerah Setelah dilakukan tindakan perawatan selama …
X 24 jam suhu badan klien normal, dengan criteria : Termoregulasi (0800) - Suhu kulit
normal - Suhu badan 35,9˚C- 37,3˚C - Tidak ada sakit kepala - Tidak ada nyeri otot - Tidak
ada perubahan war-na kulit - Nadi, respirasi dalam ba-tas normal - Hidrasi adekuat - Pasien
menyatakan nya-man - Tidak menggigil - Tidak iritabel / gragapan / kejang Pengaturan Panas
(3900) 1. Monitor suhu sesuai kebutuhan 2. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi 3.
Monitor suhu dan warna kulit 4. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi 5.
Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat 6. Ajarkan klien bagaimana mencegah panas
yang tinggi 7. Berikan obat antipiretik 8. Berikan obat untuk mencegah atau mengontrol
menggigil Pengobatan Panas (3740) 1. Monitor suhu sesuai kebutuhan 2. Monitor IWL 3.
Monitor suhu dan warna kulit 4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi 5. Monitor derajat
penurunan kesadaran 6. Monitor kemampuan aktivitas 7. Monitor leukosit, hematokrit 8.
Monitor intake dan output 9. Monitor adanya aritmia jantung 10. Dorong peningkatan intake
cairan 11. Berikan cairan intravena 12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin 13.
Dorong atau lakukan oral hygiene 14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah pasien
menggigil / kejang 15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam 16. Berikan
oksigen 17. Kompres dingin diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu badan 39˚C atau lebih
18. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu badan < 39˚C 19. Anjurkan
klien untuk tidak memakai selimut 20. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin, tipis
dan menyerap keringat Manajemen Lingkungan (6480) 1. Berikan ruangan sendiri sesuai
indikasi 2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan nyaman 3. Batasi
pengunjung Mengontrol Infeksi (6540) 1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum
makan 2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan perawatan 4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP 5.
Berikan perawatan kulit di area yang odem 6. Dorong klien untuk cukup istirahat 7. Lakukan
pemasangan infus dengan teknik aseptik 8. Anjurkan koien minum antibiotik sesuai advis
dokter 3. Kekurangan volume ca-iran b.d intake kurang, kehilangan volume cairan aktif,
kegagalan dalam mekanisme pengaturan Batasan karakteristik : - Kelemahan - Haus -
Penurunan turgor kulit - Membran mucus / kulit kering - Nadi meningkat, te-kanan darah
menu-run, tekanan nadi menurun - Penurunan pengisian kapiler - Perubahan status mental -
Penurunan urin out-put - Peningkatan konsen-trasi urin - Peningkatan suhu tubuh -
Hematokrit mening-kat - Kehilangan berat ba-dan mendadak. Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama … X 24 jam kebutuhan cairan dan elektrolit adekuat, dengan kriteria :
Hidrasi (0602) - Hidrasi kulit adekuat - Tekanan darah dalam ba-tas normal - Nadi teraba -
Membran mukosa lembab - Turgor kulit normal - Berat badan stabil dan dalam batas normal
- Kelopak mata tidak ce-kung - Fontanela tidak cekung - Urin output normal - Tidak demam -
Tidak ada rasa haus yang sangat - Tidak ada napas pendek / kusmaul Balance Cairan (0601) -
Tekanan darah normal - Nadi perifer teraba - Tidak terjadi ortostatik hypotension - Intake-
output seimbang dalam 24 jam - Serum, elektrolit dalam batas normal. - Hmt dalam batas
normal - Tidak ada suara napas tambahan - BB stabil - Tidak ada asites, edema perifer -
Tidak ada distensi vena leher - Mata tidak cekung - Tidak bingung - Rasa haus tidak berlebih-
an - Membrane mukosa lem-bab - Hidrasi kulit adekuat M Monitor Cairan (4130) 1.
Tentukan riwayat jenis dan banyaknya intake cairan dan kebiasaan eleminasi 2. Tentukan
faktor resiko yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan (hipertermi, diu-retik, kelainan
ginjal, muntah, poliuri, diare, diaporesis, terpapar panas, infeksi) 3. Menimbang BB secara
teratur 4. Monitor vital sign 5. Monitor intake dan output 6. Periksa serum, elektrolit dan
membatasi cairan bila diperlukan 7. Jaga keakuratan catatan intake dan output 8. Monitor
membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus 9. Monitor warna dan jumlah urin 10. Monitor
distensi vena leher, krakles, odem perifer dan peningkatan berat badan. 11. Monitor akses
intravena 12. Monitor tanda dan gejala asites 13. Catat adanya vertigo 14. Pertahankan aliran
infuse sesua advis dokter Manajemen Cairan (4120) 1. Timbang berat badan dan monitor ke-
cenderungannya. 2. Timbang popok 3. Pertahankan keakuratan catatan intake dan output 4.
Pasang kateter bila perlu 5. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, denyut
nadi, tekanan darah) 6. Monitor vital sign 7. Monitor tanda-tanda overhidrasi / ke-lebihan
cairan (krakles, edema perifer, distensi vena leher, asites, edema pulmo) 8. Berikan cairan
intravena 9. Monitor status nutrisi 10. Berikan intake oral selama 24 jam 11. Berikan cairan
dengan selang (NGT) bila perlu 12. Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit 13.
Kolaborasi dokter jika ada tanda dan gejala kelebihan cairan Manajemen Hipovolemia (4180)
1. Monitor status cairan intake dan output 2. Pertahankan patensi akses intravena 3. Monitor
Hb dan Hct 4. Monitor kehilangan cairan (muntah dan diare) 5. Monitor tanda vital 6.
Monitor respon pasien terhadap perubahan cairan 7. Berikan cairan isotonic / kristaloid (Na-
Cl, RL, Asering) untuk rehidrasi eks-traseluler 8. Monitor tempat tusukan intravena dari
tanda infiltrasi atau infeksi 9. Monitor IWL (misalnya : diaporesis) 10. Anjurkan klien untuk
menghindari meng-ubah posisi dengan cepat, dari tidur ke duduk atau berdiri 11. Monitor
berat badan secara teratur 12. Monitor tanda-tanda dehidrasi ( turgor kulit menurun, pengisian
kapiler lambat, membrane mukosa kering, urin output menurun, hipotensi, rasa haus
meningkat, nadi lemah. 13. Dorong intake oral (distribusikan cairan selama 24 jam dan beri
cairan diantara waktu makan) 14. Pertahankan aliran infus 15. Posisi pasien Trendelenburg /
kaki elevasi lebih tinggi dari kepala ketika hipotensi jika perlu Monitoring Elektrolit (2020)
1. Monitor elektrolit serum 2. Kolaborasi dokter jika ada ketidak-seimbangan elektrolit 3.
Monitor tanda dan gejala ketidak-seimbangan elektrolit (kejang, kram perut, tremor, mual
dan muntah, letargi, cemas, bingung, disorientasi, kram otot, nyeri tulang, depresi
pernapasan, gangguan ira-ma jantung, penurunan kesadaran : apa-tis, coma) Manajemen
Elektrolit (2000) 1. Pertahankan cairan infuse yang me-ngandung elektrolit 2. Monitor
kehilangan elektrolit lewat suc-tion nasogastrik, diare, diaporesis 3. Bilas NGT dengan
normal salin 4. Berikan diet makanan yang kaya kalium 5. Berikan lingkungan yang aman
bagi klien yang mengalami gangguan neurologis atau neuromuskuler 6. Ajari klien dan
keluarga tentang tipe, penyebab, dan pengobatan ketidakse-imbangan elektrolit 7. Kolaborasi
dokter bila tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit menetap. 8. Monitor respon klien
terhadap terapi elektrolit 9. Monitor efek samping pemberian su-plemen elektrolit. 10.
Kolaborasi dokter pemberian obat yang mengandung elektrolit (aldakton, kalsium glukonas,
Kcl). 11. Berikan suplemen elektrolit baik lewat oral, NGT, atau infus sesuai advis dokter 4.
PK: Syok hipovolemia b.d dehidrasi Setelah dilakukan tindak-an / penanganan selama 1 jam
diharapkan klien mempunyai perfusi yang adekuat, dengan criteria : Kriteria hasil : -
Amplitudo nadi perifer meningkat - Pengisian kapiler singkat (< 2 detik) - Tekanan darah
dalam rentang normal - CVP > atau = 5 cm H2O - Frekuensi jantung teratur - Berorientasi
terhadap waktu, tempat, dan orang - Keluaran urin > atau = 30 ml/jam - Akral hangat - Nadi
teraba - Membran mukosa lembab - Turgor kulit normal - Berat badan stabil dan dalam batas
normal - Kelopak mata tidak cekung - Tidak demam - Tidak ada rasa haus yang sangat -
Tidak ada napas pen-dek /kusmaul 1. Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan
bermakna : ekstremitas dingin dan pucat, penurunan amplitude nadi, pengisian kapiler
lambat. 2. Pantau tekanan darah pada interval sering ; waspadai pada pembacaan lebih dari 20
mmHg di bawah rentang normal klien atau indicator lain dari hipotensi : pusing, perubahan
mental, keluaran urin menurun. 3. Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi
telentang untuk meningkatkan aliran balik vena. Ingat bahwa tekanan darah > atau = 80/60
mmHg untuk perfusi koroner dan arteri ginjal yang adekuat. 4. Pantau CVp (bila jalur
dipasang) untuk menentukan keadekuatan aliran balik vena dan volume darah; 5-10 cm H2O
biasanya dianggap rentang yang adekuat. Nilai mendekati 0 menunjukkan hipovolemia,
khususnya bila terkait dengan keluaran urin menurun, vasokonstriksi, dan peningkatan
frekuensi jantung yang ditemukan pada hipovolemia. 5. Observasi terhadap indicator perfusi
serebral menurun : gelisah, konfusi, penurunan tingkat kesadaran. Bila indicator positif
terjadi, lindungi klien dari cidera dengan meninggikan pengaman tempat tidur dan
menempatkan tempat tidur pada posisi paling rendah. Reorientasikan klien sesuai indikasi. 6.
Pantau terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun : nyeri dada, frekuensi jantung tidak
teratur. 7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl)
meninggi ; laporkan peningkatan. 8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan
, terutama Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L). Waspadai tanda hiperkalemia :
kelemahan otot, hiporefleksia, frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda
hipernatremia, retensi cairan dan edema. 9. Berikan cairan sesuai program untuk
meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan jumlah cairan tergantung pada jenis syok dan
situasi klinis klien : RL, Asering 10. Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU 5 Takut
b.d tindakan inva-sif, hospitalisasi, penga-laman lingkungan yang kurang bersahabat. (00148)
Batasan karakteristik : - Panik - Teror - Perilaku menghindar atau menyerang - Impulsif -
Nadi, respirasi, TD sistolik meningkat - Anoreksia - Mual, muntah - Pucat - Stimulus sebagai
an-caman - Lelah - Otot tegang - Keringat meningkat - Gempar - Ketegangan mening-kat -
Menyatakan takut - Menangis - Protes - Melarikan diri Setelah dilakukan tindak-an
keperawatan selama … X 24 jam rasa takut klien berkurang, dengan criteria : Fear control
(1404) : - Klien tidak menyerang atau menghindari sumber yang menakutkan - Klien
menggunakan tek-nik relaksasi untuk me-ngurangi takut - Klien mampu mengontrol respon
takut - Klien tidak melarikan diri - Durasi takut menurun - Klien kooperatif saat di-lakukan
perawatan dan pengobatan Anxiety control (1402) - Tidur pasien adekuat - Tidak ada
manifestasi fisik - Tidak ada manifestasi perilaku - Klien mau berinteraksi sosial Coping
enhancement (5230) 1. Kaji respon takut pasien : data objektif dan subyektif 2. Jelaskan klien
/ keluarga tentang proses penyakit 3. Terangkan klien / keluarga tentang semua pemeriksaan
dan pengobatan 4. Sampaikan sikap empati (diam, memberikan sen-tuhan, mengijinkan
mena-ngis, berbicara dll) 5. Dorong orang tua untuk selalu menemani anak 6. Berikan pilihan
yang realistis tentang aspek perawatan 7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas sosial dan
komunitas 8. Dorong penggunaan sumber spiritual Anxiety Reduction (5820) 1. Jelaskan
semua prosedur termasuk perasaan yang mungkin dialami selama menjalani prosedur 2.
Berikan objek yang memberikan rasa aman 3. Berbicara dengan pelan dan tenang 4.
Membina hubungan saling percaya 5. Jaga peralatan pengobatan di luar penglihatan klien 6.
Dengarkan klien dengan penuh perhatian 7. Dorong klien mengungkapkan perasaan, persepsi
dan takut secara verbal 8. Berikan aktivitas / peralatan yang meng-hibur untuk mengurangi
ketegangan 9. Anjurkan klien menggunakan teknik relaksasi 10. Anjurkan orang tua untuk
membawakan mainan kesukaan dari rumah 11. Mengusahakan untuk tidak mengulang
pengambilan darah 12. Libatkan orang tua dalam perawatan dan pengobatan 13. Berikan
lingkungan yang tenang 14. Batasi pengunjung 6. Cemas orang tua b.d perkembangan
penyakit anaknya (diare, muntah, panas, kembung) Batasan karakteristik : - Orang tua sering
bertanya - Orang tua meng-ungkapkan perasaan cemas - Khawatir - Kewaspadaan me-
ningkat - Mudah tersinggung - Gelisah - Wajah tegang, me-merah - Kecenderungan me-
nyalahkan orang lain Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X per-temuan
kecemasan orang tua berkurang, dengan criteria: Anxiety control (1402) - Tidur adekuat -
Tidak ada manifestasi fisik - Tidak ada manifestasi perilaku - Mencari informasi untuk
mengurangi cemas - Menggunakan teknik re-laksasi untuk mengurangi cemas - Berinteraksi
sosial Aggression Control (1401) - Menghindari kata yang meledak-ledak - Menghindari
perilaku yang merusak - Mampu mengontrol ung-kapan verbal Coping (1302) - Mampu
mengidentifikasi pola koping yang efektif dan tidak efektif - Mampu mengontrol ver-bal -
Melaporkan stress / ce-masnya berkurang - Mengungkapkan mene-rima keadaan - Mencari
informasi ber-kaitan dengan penyakit dan pengobatan - Memanfaatkan dukungan social -
Melaporkan penurunan stres fisik - Melaporkan peningkatan kenyamanan psikisnya -
Mengungkapkan membu-tuhkan bantuan - Melaporkan perasaan ne-gatifnya berkurang -
Menggunakan strategi ko-ping efektif Coping enhancement (5230) 1. Kaji respon cemas
orang tua 2. Jelaskan orang tua tentang proses penyakit anaknya 3. Bantu orang tua untuk
mengenali penyebab diare. 4. Terangkan orang tua tentang prosedur pemeriksaan dan
pengobatan 5. Beritahu dan jelaskan setiap perkem-bangan penyakit anaknya 6. Dorong
penggunaan sumber spiritual Anxiety Reduction (5820) 1 Jelaskan semua prosedur termasuk
pera-saan yang mungkin dialami selama men-jalani prosedur 2 Berikan objek yang dapat
memberikan ra-sa aman 3 Berbicara dengan pelan dan tenang 4 Membina hubungan saling
percaya 5 Dengarkan dengan penuh perhatian 6 Ciptakan suasana saling percaya 7 Dorong
orang tua mengungkapkan pera-saan, persepsi dan cemas secara verbal 8 Berikan peralatan /
aktivitas yang meng-hibur untuk mengurangi ketegangan 9 Anjurkan untuk menggunakan
teknik re-laksasi 10 Berikan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung 7 Kurang
pengetahuan kli-en / orang tua tentang diare b.d kurang informa-si, keterbatasan kognisi, tak
familier dengan sum-ber informasi. Batasan Karakteristik : - Mengungkapkan ma-salah -
Tidak tepat mengiku-ti perintah - Tingkah laku yang berlebihan (histeris, bermusuhan,
agitasi, apatis) Setelah dilakukan penjelasan selama … X pertemuan klien / orang tua
mengetahui dan memahami tentang penya-kitnya, dengan criteria : Knowledge : Disease
Process (1803) : - Mengetahui jenis / nama penyakitnya - Mampu menjelaskan pro-ses
penyakit - Mampu menjelaskan fak-tor resiko - Mampu menjelaskan efek penyakit - Mampu
menjelaskan tan-da dan gejala penyakit - Mampu menjelaskan komplikasi - Mampu
menjelaskan ba-gaimana mencegah kom-plikasi Knowledge : Health be-havors (1805) -
Mampu menjelaskan pola nutisi yang sehat - Mampu menjelaskan ak-tifitas yang bermanfaat
- Mampu menjelaskan cara pencegahan diare - Mampu menjelaskan tek-nik manajemen
stress - Mampu menjelaskan efek zat kimia - Mampu menjelaskan ba-gaimana mengurangi
re-siko sakit - Mampu menjelaskan ba-gaimana menghindari lingkungan yang berba-haya
(sanitasi kurang) - Mampu menjelaskan cara pemakaian obat sesuai resep Teaching : Disease
Process (5602) 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien / orang tua tentang
proses penyakitnya 2. Jelaskan patofisiologi diare dan ba-gaimana hal ini berhubungan
dengan ana-tomi dan fisiologi dengan cara yang sesuai. 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada diare dengan cara yang sesuai 4. Gambarkan proses penyakit diare dengan
cara yang sesuai 5. Identifikasi kemungkinan penyebab de-ngan cara yang tepat 6. Bantu
klien / orang tua mengenali faktor penyebab diare 7. Berikan informasi upaya-upaya
mencegah diare : selalu merebus air minum, mencuci tangan sebelum makan, tidak makan di
sembarang tempat, merebus dot / botol susu sebelum digunakan, memperhatikan kebersihan
lingkungan dll 8. Berikan informasi pada klien / orang tua tentang kondisi / perkembangan
kesehatan dengan tepat 9. Sediakan informasi tentang pengukuran diagnostik yang tersedia
10. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi
di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit 11. Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan 12. Gambarkan pilihan rasional rekomendasi manajemen terapi /
penanganan 13. Dukung klien/ orang tua untuk meng-eksplorasikan atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat 14. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan
dengan cara yang tepat 15. Instruksikan klien / orang tua mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan 16. Kuatkan informasi yang disediakan tim kesehatan
yang lain dengan cara yang tepat Teaching Procedur / Treatment (5618) 1. Informasikan
kepada klien dan orang tua kapan prosedur pengobatan akan di-laksanakan 2. Informasikan
seberapa lama prosedur pengobatan akan dilakukan 3. Informasikan tentang peralatan yang
akan digunakan dalam pengobatan 4. Informasikan kepada orang tua siapa yang akan
melakukan prosedur pengobatan 5. Jelaskan tujuan dan alasan dilakukan prosedur
pengobatan 6. Anjurkan kepada klien untuk kooperatif saat dilakukan prosedur pengobatan 7.
Jelaskan tentang perasaan yang mungkin akan dialami selama dilakukan prosedur pengobatan
8. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi Batasan karakteristik : - Penurunan tekanan
inspirasi / ekspirasi - Penurunan ventilasi per menit - Penggunaan otot na-fas tambahan -
Pernafasan nasal fla-ring - Dispneu - Ortopneu - Penyimpangan dada - Nafas pendek - Posisi
tubuh menun-jukkan posisi 3 poin - Nafas pursed-lip (de-ngan bibir) - Ekspirasi memanjang -
Peningkatan diame-ter anterior-posterior - Frekuensi nafas Ø Bayi : < 25 atau > 60 Ø 1-4 th :
< 20 atau > 30 Ø 5-14 th : < 14 atau > 25 Ø > 14 th : < 11 atau > 24 - Kedalaman nafas Ø
Volume tidal de-wasa saat istira-hat 500 ml Ø Volume tidal ba-yi 6-8 ml/kg BB - Penurunan
kapasitas vital - Timing rasio Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam pola
nafas efektif, dengan criteria : Respiratory status : Airway patency (0410) : - Suara napas
bersih - Tidak ada sianosis - Tidak sesak napas - Irama napas dan frekuensi napas dalam
rentang nor-mal - Pasien tidak merasa ter-cekik - Tidak ada sianosis - Tidak gelisah - Sputum
berkurang Respiratory status : ventilation (0403) - Respirasi dalam rentang normal - Ritme
dalam batas normal - Ekspansi dada simetris - Tidak ada sputum di jalan napas - Tidak ada
penggunaan otot-otot tambahan - Tidak ada retraksi dada - Tidak ditemukan dispneu -
Dispneu saat aktivitas ti-dak ditemukan - Napas pendek-pendek ti-dak ditemukan - Tidak
ditemukan taktil fremitus - Tidak ditemukan suara napas tambahan Airway manajemen (
3140) 1 Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2 Posisikan klien
untuk memaksimalkan ventilasi 3 Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan napas
buatan 4 Pasang mayo bila perlu 5 Lakukan fisioterapi dada bila perlu 6 Keluarkan secret
dengan batuk atau suction 7 Auskultasi suara napas , catat adanya suara tambahan 8
Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu 9 Monitor respirasi dan status oksigen
Respirasi Monitoring (3350) 1 Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas 2 Catat
gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot tambahan, dan retraksi 3 Monitor
crowing, suara ngorok 4 Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe 5
Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya menurun / tidak ada dan catat adanya
suara tambahan 6 K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau crakles 7 Monitor
peningkatan gelisah, cemas, air hunger 8 Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif 9
Catat karakteristik dan durasi batuk 10 Monitor secret di saluran napas 11 Monitor adanya
krepitasi 12 Monitor hasil roentgen thorak 13 Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw
thrust bila perlu 14 Resusitasi bila perlu 15 Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral,
injeksi, atau terapi in-halasi) Cough Enhancement (3250) 1 Monitor fungsi paru-paru,
kapasitas vital, dan inspirasi maksimal 2 Dorong pasien melakukan nafas dalam, ditahan 2
detik lalu batuk 2-3 kali 3 Anjurkan klien nafas dalam beberapa kali, dikeluarkan dengan
pelan-pelan dan ba-tukkan di akhir ekspirasi Terapi Oksigen (3320) 1. Bersihkan secret di
mulut, hidung dan tra-khea / tenggorokan 2. Pertahankan patensi jalan nafas 3. Jelaskan pada
klien / keluarga tentang pentingnya pemberian oksigen 4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
5. Pilih peralatan sesuai kebutuhan : kanul nasal 1-3 l/mnt, head box 5-10 l/mnt, dll 6.
Monitor aliran oksigen 7. Monitor selang oksigen 8. Cek secara periodik selang oksigen, air
humidifier, aliran oksigen 9. Observasi tanda kekurangan oksigen : gelisah, sianosis dll 10.
Monitor tanda keracunan oksigen 11. Pertahankan oksigen selama dalam trans-portasi 12.
Anjurkan klien / keluarga untuk menga-mati persediaan oksigen, air humidifier, jika habis
laporkan petugas 9. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2,
kelemahan Batasan Karakteristik : - Laporan kerja : kele-lahan dan kelemahan - Respon
terhadap akti-vitas menunjukkan na-di dan tekanan darah abnormal - Perubahan EKG me-
nunjukkan aritmia / disritmia - Dispneu dan ketidak-nyamanan yang sangat - Gelisah Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, klien mampu mencapai : activity
toleransi , dengan indikator : Activity tolerance (0005) - Saturasi oksigen dalam batas normal
ketika beraktivitas - HR dalam batas normal ketika beraktivitas - Respirasi dalam batas
normal saat beraktivitas - Tekanan darah sistolik dalam batas normal saat beraktivitas -
Tekanan darah diastolik dalam batas normal saat beraktivitas - EKG dalam batas normal -
Warna kulit - Usaha bernafas saat beraktivitas - Berjalan di ruangan - Berjalan jauh - Naik
tangga - Kekuatan ADL - Kemampuan berbicara saat latihan Activity therapy (4310) 1 Catat
frekuensi jantung irama, perubahan tekanan darah sebelum, selama, setelah beraktivitas
sesuai indikasi 2 Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan berikan aktivitas senggang yang
tidak berat 3 Batasi pengunjung 4 Monitor / pantau respon emosi, fisik, sosial dan spiritual 5
Jelaskan pola peningkatan aktivitas secara bertahap 6 Bantu klien mengenal aktivitas dengan
penuh arti 7 Bantu klien mengenal pilihan untuk baktivitas 8 Bantu klien mengenal dan
memperoleh akal, sumber yang dibutuhkan untuk keinginan beraktivitas 9 Tentukan kien
komitmen untuk me-ningkatkan frekuensi dan atau jarak un-tuk aktivitas 10 Kolaborasi yang
berhubungan dengan fisik, terapi rekreasi, pengawasan program aktivitas yang tepat 11 Bantu
klien membuat rencana yang khusus untuk pengalihan aktivitas rutin tiap hari 12 Bantu klien
/ keluarga mengenal ke-kurangan mutu aktivitas 13 Latih klien / keluarga mengenai peran
fisik, sosial, spiritual , pengertian aktivitas didalam pemeliharaan kesehatan 14 Bantu klien /
keluarga menyesuaikan ling-kungan dengan keinginan aktivitas 15 Berikan aktivitas yang
meningkatkan perhatian dalam jangka waktu tertentu 16 Fasilitasi penggantian aktivitas
ketika klien sudah melewati batas waktu, energi dan pergerakan 17 Berikan lingkungan yang
tidak berbahaya untuk berjalan sesuai indikasi 18 Berikan bantuan yang positif untuk
partisipasi didalam aktivitas 19 Bantu klien menghasilkan motivasi sendiri 20 Monitor emosi,
fisik, sosial, dan spiritual dalam aktivitas 21 Bantu klien / keluarga monitor men-apatkan
kemajuan untuk mencapai tujuan Dysrhythmia management (4090) Aktivitas : 1. Mengetahui
dengan pasti klien dan ke-luarga yang mempunyai riwayat penyakit jan-ung 2. Monitor dan
periksa kekurangan oksigen keseimbangan asam basa, elektrolit. 3. Rekam EKG 4. Anjurkan
istirahat setiap terjadi serangan. 5. Catat frekuensi dan lamanya serangan . 6. Monitor
hemodinamik. DAFTAR PUSTAKA AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada
www.aidsinfonet.org Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute
diarrhoea in tribal preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric and
Perinatal Epidemiology, No. 22, 40–46. Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant
Infection of Enterotoxigenic Escherichia coli in an Outbreak of Cholera Caused by Vibrio
cholera O1 and O139 in Ahmedabad, India. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY
Vol. 39, No. 9 p. 3241–3246. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. Johnson,
M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR.
Sardjito. Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Mattingly,
David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin.,
and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik
dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta:
Sagung Seto. Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Tjaniadi, Periska, dkk. 2003. ANTIMICROBIAL
RESISTANCE OF BACTERIAL PATHOGENS ASSOCIATED WITH DIARRHEAL
PATIENTS IN INDONESIA. Am. J. Trop. Med. Hyg., 68(6) pp. 666–670. The Ohio State
University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada www.healthinfotranslations.com
Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.
Share this article : Tweet Artikel Terkait : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan
Lengkap Title: LAPORAN PENDAHULUAN DIARE; Written by wiwing setiono; Rating: 5
dari 5 Diposkan oleh wiwing setiono Jam 9:18 AM Label: Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan Lengkap 0 Comments 0 Comments nt.fb admin wiwing setiono Newer Post
Older Post Home Subscribe to: Post Comments (Atom) Popular Posts LAPORAN
PENDAHULUAN DIABETES MELITUS LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO
CAESARIA) LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) LAPORAN
PENDAHULUAN APENDISITIS Blog Archive ► 2017 (1) ► 2014 (47) ▼ 2013 (43) ▼
December (24) LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS (SIROSIS HATI)...
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN LAPORAN PENDAHULUAN
KELUARGA DENGAN GIZI BURUK LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA
DENGAN GANGGUAN PERTU... LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN
ANAK USIA SEKO... LANJUT USIA (LANSIA) TERAPI MUSIK PADA DIMENSIA
ALZHEIMER LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PENGLIHATAN LAPORAN
PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN TBC (TUBERKULOSIS)
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI TERAPI BERMAIN LAPORAN
PENDAHULUAN MASA NIFAS/ POST PARTUM (PUERP... MANAJEMEN NYERI
PERSALINAN TUBEKTOMI/ MOW (MEDIS OPERASI WANITA) KEHAMILAN POST
DATE HISTEREKTOMY CONTOH INTERPRETASI ASAM BASA INTERPRETASI
ASAM BASA CONTOH GAMBARAN EKG ABNORMAL INTERPRETASI EKG ►
November (19) Author Benksquarz wiwing setiono wiwing setiono.skep.ns Flag Counter Hak
Cipta Oleh LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LENGKAP
Homepage RSS Search:

Anda mungkin juga menyukai