Search:
A. DEFINISI
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroi”
yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja
yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare
dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari.
Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau
masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia, 2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari
dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini
membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat
kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari
seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan
dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong,
2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates
definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan
tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila
tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam
PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau
lebih dalam sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja
yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3
tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari
4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih
dari 3 kali (Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal,
dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare
terbagi menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang,
sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan
dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g
atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
lendir dan darah (Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada
bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang
volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume
tinja.
B. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh
sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai
dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan
lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.
C. ETIOLOGI
1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
a. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan
dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
b. Bakteri :
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus
dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi
cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan
kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya
proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane
mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus
dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme
timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella.
Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2
yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse
di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk
kedalam alian darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall
antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan
toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan
mungkin menimbulkan watery diarrhea
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung
dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan
melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang
infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. C.jejuni mungkin
menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe
toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan
histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang
terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-
labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang
mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan
zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan
kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin
yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang
menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea
c. Protozoa :
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam
empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh
umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas
yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau
tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah
dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual,
nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty
stools,nyeri perut dan gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya
umur,dan teranak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang
disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik
dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus
diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada
anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe
watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan
sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan
reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa
jenis antibiotik.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
d. Helminths :
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan
larva, menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan
usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,
menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri
abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat
dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a. Infeksi :
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium
perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
Sparidium)
b) Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
c) Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
b. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Alergi: alergi makanan
d. Keracunan :
1) Keracunan bahan-bahan kimia
2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a) Jazad renik, Algae
b) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
Diare
D. EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar
dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat
juga lebih besar.
b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh
Kuman , karena botol susah dibersihkan
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi
kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak,
f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan
bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi
pada manusia.
2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan
lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v
cholerae
b. Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c. Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome )
pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen
dan mungkin juga berlangsung lama,
e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )
3. Faktor lingkungan dan perilaku :
Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan
berinteraksi bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa
makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi
pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994;
Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah
dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air
sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif
gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit
dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada
dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva,
sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan
tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan
intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan
menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan
gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus.
Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus,
sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang
berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi
cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara
langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut
memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-
hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.
usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti
terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan
yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan
mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada
penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas
menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting
dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan
mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau
overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan
digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi
karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat
memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi
karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus
mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah
diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan
absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas
dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari
hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan
osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.
Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi
karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu
tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus.
Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi
monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan
rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-
molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi
diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai
defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat
terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi
karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa usus. Asam-
asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya tekanan osmotik
dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air..
PATHWAY DIARE
Pathway Diare
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering
2. Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan
yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus,
berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat
naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal
ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi
kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam
sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru
pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
3. Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah
dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan
lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya
asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama
diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.
4. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI, 2001
cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam
basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan
asam basa disebabkan oleh:
1) Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi
cairan.
2) Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
3) Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena anoreksia
atau muntah.
Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
1) Pengeluaran usus yang berlebihan
a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea) karena,
gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
b) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh berkurangnya
kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus
maupun kerusakan mukosa usus.
c) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan
dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya
substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare
karena virus Rota)
2) Masukan cairan yang kurang karena :
a) Anoreksia
b) Muntah
c) Pembatasan makan (minuman)
d) Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
b. Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran berlebihan)
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:
1) Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala penyakit)
atau dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena
ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya
masukan makanan.
2) Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro
maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak
yang kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein.
Juga kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air
maupun yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral
trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
a) Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktase.
b) Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
(1) Fermentasi karbohidrat
(2) Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan
kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan
berkurangnya permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi
karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak
akan dapat memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan
walaupun diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen
hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya 50%.
3) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi
endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan
memberikan dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi
glukagon, serta aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam
darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein.
Proses tersebut dapat memberi peningkatan kebutuhan energy dari penderita dan
akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine,
peluh dan tinja.
4) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan
diare karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa
diare mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
c. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga
dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat
dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus,
yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah
ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan
terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu
yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut
dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.
G. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis
metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga
syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat
sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002;
Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat
setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan
antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah
infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita
infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita
kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot
pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap
belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak
RSUD Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
I. PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat
dilakukan adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi.
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam
botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain
yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh
(memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4
kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab
botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun,
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-
buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang
wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang
atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara
lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit
tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.
Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari
tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak
sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan
sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat
sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke
tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan
cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian
rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah
yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat
berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin
harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau
yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
J. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara
untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.
ORALIT
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim
ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black,
2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif
terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto
2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.
ZINK
3. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya
berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang
minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau
lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.
b. Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3
jam pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan
dilapangan, berikan oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :
Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa
Jumlah 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml
oralit
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk
melanjutkan pengobatan :
Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c. Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB
cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa
tidak boleh diberikan).
Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB
< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian
> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam
kemudian
ehidrasi parenteral :
RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B,
C untuk melanjutkan pengobatan.
2. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein,
opium), adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10
menit sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi
parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan
yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat >
35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus,
minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375
0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban / sungai
/ kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ?
b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman
terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan,
alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan
berlebihan, efek samping obat, jumlah cairan yang masuk selama diare, makan /
minum di warung ?
c. Pola eleminasi
a. Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
b. Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
d. Pola aktifitas dan latihan : travelling
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola persepsi diri dan konsep diri
i. Pola seksual dan reproduksi
DIARE
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional (
keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek
samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi,
proses infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan
kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi
8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
M. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEP NOC / TUJUAN NIC / INTERVENSI
1. Diare b.d faktor Setelah dilakukanManajemen Diare (0460)
psiko-logis (stress, tindakan perawatan 1. Identifikasi faktor yang mungkin me-
cemas), faktor selama … X 24 jam nyebabkan diare (bakteri, obat,
situasional (kera- pasien tidak me- makanan, selang makanan, dll )
cunan, ngalami diare 2. / Evaluasi efek samping obat
kontaminasi, pem- diare berkurang,3. Ajari pasien menggunakan obat diare
berian makanan dengan criteria : dengan tepat (smekta diberikan 1-2
melalui selang, jam setelah minum obat yang lain)
penyalahgunaan Bowel 4. Anjurkan pasien / keluarga untuk men-
laksatif, efek Elemination (0501) catat warna, volume, frekuensi, bau,
samping obat,
- Frekuensi bab konsistensi feses.
travelling, malab- normal < 3 kali 5. / Dorong klien makan sedikit tapi sering
sorbsi, proses hari (tambah secara bertahap)
infeksi, parasit,
- Konsistensi feses 6. Anjurkan klien menghindari makanan
iritasi) normal (lunak dan yang berbumbu dan menghasilkan
berbentuk) gas.
Batasan - Gerakan usus 7. Sarankan klien untuk menghindari ma-
karakteristik : tidak me-ningkat kanan yang banyak mengandung
- Bab > 3 x/hari (terjadi tiap 10 -30 laktosa.
- Konsistensi encer detik) 8. Monitor tanda dan gejala diare
/ cair - Warna feses9. Anjurkan klien untuk menghubungi pe-
- Suara usus normal tugas setiap episode diare
hiperaktif - Tidak ada lendir, 10. Observasi turgor kulit secara teratur
- Nyeri perut darah 11. Monitor area kulit di daerah perianal
- Kram - Tidak ada nyeri dari iritasi dan ulserasi
- Tidak ada diare 12. Ukur diare / keluaran isi usus
- Tidak ada kram 13. Timbang Berat Badan secara teratur
- Gambaran 14. Konsultasikan dokter jika tanda dan
peristaltic tidak gejala diare menetap.
tampak 15. Kolaborasi dokter jika ada peningkatan
- Bau fese normal suara usus
(tidak amis, bau 16. Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala
busuk) diare menetap.
17. Anjurkan diet rendah serat
18. Anjurkan untuk menghindari laksatif
19. Ajari klien / keluarga bagaimana
meme-lihara catatan makanan
20. Ajari klien teknik mengurangi stress
21. Monitor keamanan preparat makanan
Manajemen Nutrisi (1100)
1. Hindari makanan yang membuat
alergi
2. Hindari makanan yang tidak bisa di-
toleransi oleh klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan kalori dan
jenis makanan yang dibutuhkan
4. Berikan makanan secara selektif
5. Berikan buah segar (pisang) atau jus
buah
6. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan kien dan ba-
gaimana cara makannya
4. PK: Syok Setelah dilakukan 1. Kaji dan catat status perfusi perifer.
hipovolemia b.d tindak-an / Laporkan temuan bermakna :
dehidrasi penanganan sela ekstremitas dingin dan pucat,
ma 1 penurunan amplitude nadi, pengisian
jam diharapkan kapiler lambat.
klien mempunyai2. Pantau tekanan darah pada interval
perfusi yang sering ; waspadai pada pembacaan
adekuat, dengan lebih dari 20 mmHg di bawah rentang
criteria : normal klien atau indicator lain dari
hipotensi : pusing, perubahan mental,
Kriteria hasil : keluaran urin menurun.
- Amplitudo nadi 3.Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien
perifer meningkat pada posisi telentang untuk
- Pengisian kapiler meningkatkan aliran balik vena. Ingat
singkat (< 2 detik) bahwa tekanan darah > atau = 80/60
- Tekanan darah mmHg untuk perfusi koroner dan arteri
dalam rentang ginjal yang adekuat.
normal 4.Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk
- CVP > atau = 5 cm menentukan keadekuatan aliran balik
H2O vena dan volume darah; 5-10 cm H2O
- Frekuensi jantung biasanya dianggap rentang yang
teratur adekuat. Nilai mendekati 0
- Berorientasi menunjukkan hipovolemia, khususnya
terhadap waktu, bila terkait dengan keluaran urin
tempat, dan orang menurun, vasokonstriksi, dan
- Keluaran urin > peningkatan frekuensi jantung yang
atau = 30 ml/jam ditemukan pada hipovolemia.
- Akral hangat 5. Observasi terhadap indicator perfusi
- Nadi teraba serebral menurun : gelisah, konfusi,
- Membran mukosa penurunan tingkat kesadaran. Bila
lembab indicator positif terjadi, lindungi klien
- Turgor kulit normal dari cidera dengan meninggikan
- Berat badan stabil pengaman tempat tidur dan
dan dalam batas menempatkan tempat tidur pada posisi
normal paling rendah. Reorientasikan klien
- Kelopak mata tidak sesuai indikasi.
cekung 6.Pantau terhadap indicator perfusi arteri
- Tidak demam koroner menurun : nyeri dada,
- Tidak ada rasa frekuensi jantung tidak teratur.
haus yang sangat 7. Pantau hasil laboratorium terhadap
- Tidak ada napas BUN (>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5
pen-dek /kusmaul mg/dl) meninggi ; laporkan
peningkatan.
8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti
ketidak seimbangan , terutama
Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5
mEq/L). Waspadai tanda hiperkalemia
: kelemahan otot, hiporefleksia,
frekuensi jantung tidak teratur. Juga
pantau tanda hipernatremia, retensi
cairan dan edema.
9. Berikan cairan sesuai program untuk
meningkatkan volume vaskuler. Jenis
dan jumlah cairan tergantung pada
jenis syok dan situasi klinis klien : RL,
Asering
10. Siapkan untuk pemindahan klien ke
ICU/PICU
Coping (1302)
- Mampu
mengidentifikasi
pola koping yang
efektif dan tidak
efektif
- Mampu
mengontrol ver-bal
- Melaporkan stress
/ ce-masnya
berkurang
- Mengungkapkan
mene-rima
keadaan
- Mencari informasi
ber-kaitan dengan
penyakit dan
pengobatan
- Memanfaatkan
dukungan social
- Melaporkan
penurunan stres
fisik
- Melaporkan
peningkatan
kenyamanan
psikisnya
- Mengungkapkan
membu-tuhkan
bantuan
- Melaporkan
perasaan ne-
gatifnya berkurang
- Menggunakan
strategi ko-ping
efektif
DAFTAR PUSTAKA
Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.
Share this article :
Tweet
0 Comments
0 Comments
nt.fb admin wiwing setiono
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
Popular Posts
Blog Archive
► 2017 (1)
► 2014 (47)
▼ 2013 (43)
o ▼ December (24)
LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS (SIROSIS
HATI)...
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN GIZI
BURUK
LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN
GANGGUAN PERTU...
LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA
SEKO...
LANJUT USIA (LANSIA)
TERAPI MUSIK PADA DIMENSIA ALZHEIMER
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PENGLIHATAN
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA
LAPORAN PENDAHULUAN TBC (TUBERKULOSIS)
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
TERAPI BERMAIN
LAPORAN PENDAHULUAN MASA NIFAS/ POST PARTUM
(PUERP...
MANAJEMEN NYERI PERSALINAN
TUBEKTOMI/ MOW (MEDIS OPERASI WANITA)
KEHAMILAN POST DATE
HISTEREKTOMY
CONTOH INTERPRETASI ASAM BASA
INTERPRETASI ASAM BASA
CONTOH GAMBARAN EKG ABNORMAL
INTERPRETASI EKG
o ► November (19)
Search her
Author
Benksquarz
wiwing setiono
wiwing setiono.skep.ns
Hak Cipta Oleh LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LENGKAP
Homepage RSS
Search: