TAHUN 2017
Disusun Oleh :
RATNAIMASINDRIYANI
NIM. 1409010
BEKASI
2017
2
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Disusun Oleh:
RATNAIMASINDRIYANI
NIM. 1409010
AnjaniKhairunnisa,S.ST NiNyomanSuabdiS.Kep
NIK : 0424108830 NIP: 196806061991032012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi Baru Lahir (BBL) disebut dengan neonatus yang merupakan individu
yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus
dapat melakukan penyesuaian dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan usia
kehamilan 37-42 minggu dan berat badan antara 2500-4000 gram (Vivian,
Nanny. 2013 : 1).
Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya kira-kira
3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi
ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak
57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat
satu bayi meninggal. Penyebab kematian BBL di indonesia adalah BBLR 29%,
Asfiksia 27%, trauma lahir, Tetanus Neonatorum, infeksi lain dan kelainan
kongenital. (Chapter. 2015)
Di Indonesia, kematian bayi baru lahir (neonatal) masih menjadi
permasalahan kesehatan. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah
32/1000 kelahiran hidup dan kematian neonatal 19/1000 kelahiran hidup
(SDKI, 2012) . Saat ini, kelainan bawaan mempunyai kontribusi yang cukup
besar sebagai penyebab kematian neonatal.
Data laporan Riskesdas tahun 2007 menyatakan bahwa sebesar 1,4%
bayi baru lahir usia 0-6 hari pertama kelahiran dan 18,1% bayi baru lahir usia
7-28 hari meninggal disebabkan karena kelainan bawaan. (Kemenkes RI.
2016)
Jumlah kematian ibu dan bayi di Jawa Barat setiap tahun menurun meski
tidak signifikan dan masih di peringkat ketiga setelah Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Meskipun demikian, capaian Jabar masih jauh dari target nasional
Millennium Development Goals (MDG’s) karena kurangnya kesadaran
pemerintah daerah. jumlah kematian bayi pada 2010 sebanyak 4.982 kasus,
pada 2011 sebanyak 5.142 kasus, pada 2012 sebanyak 4.803 kasus, pada
2013 sebanyak 4.306 kasus, dan pada 2014 sebanyak 3.979 kasus. (Budiman,
Asep. 2016)
Sedangkan menurut Dinas Kesehatan Kota Bekasi pada 2013 tercatat
kematian ibu melahirkan sebanyak 38 orang dan kematian bayi ada 98 orang.
(Djamhari. 2013)
Kematian bayi sering terjadi karena disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan orangtua mengenai gizi pada bayi, perawatan bayi seperti menjaga
kebersihan bayi, perawatan tali pusat yang benar, dan pemberian ASI
Eksklusif.
Dari hasil Riskesdas 2013 menyatakan bahwa persentase proses mulai
mendapat ASI kurang dari satu jam Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada anak
umur 0-23 bulan di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 34,5%. Persentase
proses mulai mendapat ASI antara 1–6 jam sebesar 35,2%, persentase proses
mulai mendapat ASI antara 7–23 jam sebesar 3,7%, sedangkan persentase
proses mulai mendapat ASI antara 24 – 47 jam sebesar 13,0% dan persentase
proses mulai mendapat ASI lebih dari 47 jam sebesar 13,7%. (KEMENKES
RI, 2014 : 93)
Kemudian persentase cara perawatan tali pusat pada anak usia 0-59
bulan dengan tidak diberi apa-apa meningkat dari 2010 (11,6%) menjadi 24,1
persen di 2013, tetapi yang diberi betadine/alkohol masih lebih besar
(68,9%). Persentase pernah disunat pada anak perempuan usia 0-11 tahun
sebesar 51,2 persen. (Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Kemenkes
RI. 2013 : xv)
Dari hasil presentasi tersebut kurang baiknya penanganan bayi baru lahir
yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang mengakibatkan cacat
seumur hidup, bahkan kematian. Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus
dilakukan dalam penanganan neonatal sehingga neonatus sebagai individu
yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine
dapat bertahan dengan baik karena periode neonatal adalah
2
periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi
(Nanny, Vivian.2010:12)
Untuk mewujudkan hal ini, salah satu upaya dalam penurunan AKB
adalah dengan memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
baik dan sesuai dengan manajemen asuhan kebidanan, serta memberikan
suatu pengetahuan informasi kepada ibu maupun keluarga mengenai
pentingnnya melakukan perawatan pada bayi baru lahir agar tidak terjadi
sesuatu yang tidak di inginkan. (Chapter. 2015)
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk menyusun
Laporan Kasus dengan judul Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir terhadap
By.Ny.D di Puskesmas Bojong Rawalumbu, Bekasi.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan manajemen
SOAP dengan pola piker varney yang tepat pada bayi baru lahir dan sesuai
dengan standar pelayanan kebidanan.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian dan pengumpulan data secara subjektif
dan objectif pada bayi baru lahir.
b. Mampu menginterprestasikan data yang terkumpul baik dalam bentuk
diagnosa serta masalah dan kebutuhan terhadap bayi baru ahir
c. Mampu mengindentifikasi masalah secara potensial
d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan dan melakukan intervensi dan
kolaborasi
e. Mampu membuat rencana, pelaksanaan, dan evaluasi asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir.
3
C. Manfaat
1. Bagi penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan untuk penulis dalam
menangani asuhan kebidanan pada bayi baru lahir sehingga dapat
meninggkatkan pelayanan kesehatan, serta melakukan asuhan kebidanan
sesuai dengan standar yang ditetapkan.
4. Bagi klien
Menambah pengetahuan dan meningkatkan kesadaran pasien akan
pentingnya perawatan pada bayi baru lahir.
4
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
C. APGAR Score
Penilaian keadaan umum bayi dinilai 1 menit setelah bayi lahir dengan
penggunaan nilai APGAR. Penilaian ini perlu untuk menilai apakah bayi
menderita asfiksia atau tidak. Bila nilai APGAR dalam 2 menit tidak
mencapai 7, maka harus dilakukan tindakan resusitasi lebih lanjut karena
kalau bayi menderita asfiksia lebih dari 5 menit kemungkinan terjadi gejala-
gejala neurologic lanjutan dikemudian hari akan lebih besar, maka penilaian
APGAR selain dilakukan pada menit pertama juga dilakukan pada menit ke-5
setelah bayi lahir.
6
Tabel 2.1 Perhitungan APGAR
Penilaian Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2 Jumlah
NA
Appearance Pucat Badan merah, Seluruh tubuh
(warna kulit) ekstremitas kemerah-
biru merahan
Setelah bayi lahir, BBL harus mampu beradaptasi dari keadaan yang
sangat tergantung (plasenta) mebjadi mandiri secara fisiologis. Setelah lahir,
bayi harus mendapatkan oksigen melalui system sirkulasi pernapasannya
sendiri, mendapatkan nutrisi per oral untuk mempertahankan kadar gula
darah yang cukup, mengatur suhu tubuh, dan melawan setiap
penyakit/infeksi.
Periode adaptasi ini disebut sebagai periode transisi yaitu dari kehidupan
di dalam rahim ke kehidupan diluar rahim. Periode ini berlangsung sampai 1
bulan atau lebih.
1. Adaptasi Pernapasan
7
Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari pertukaran gas
melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru-
paru.
a. Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx
yang bercabang, dan kemudian bercabang kembali membentuk
struktur percabangan bronkus proses ini terus berlanjut sampai usia
sekitar 8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveoulus sepenuhnya
berkembang, walaupun jannin memperlihatkan adanya gerakan napas
sepanjang trimester II dan III.
Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi kelangsungan
hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini disebabkan karena
keterlambatan permukaan alveolus, ketidakmatangan system kapiler
paru-paru, dan tidak tercukupinya jumlah surfaktan.
8
d) Perubahan suhu
Keadaan dingin akann merangsang pernapasan.
9
2. Adaptasi system peredaran darah
Setelah lahir, darah BBL harus melewati paru untuk mengambil
oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan
oksigen ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik, kehidupan
diluar rahim harus terjadi 2 perubahan besar:
a. Penutupan firamen ovale pada atrium jantung
b. Perubahan duktus anteriosus antara paru-paru dan aorta.
Perubahan sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh
system pembuluh. Oksigen menyebabkan system pembuluh mengubah
tekanan dengan cara mengurangi/meningkatkan resistensinya,
sehingga mengubah aliran darah. Peristiwa yang meubah tekanan
dalam system pembuluh darah:
a) Pemotongan tali pusat, aliran darah dari plasenta melalui vena
cava inferior dan foramen oval eke atrium kiri terhenti.
b) Pernapasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah paru-
paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan.
c) Dengan pernapasan, kadar oksigen dalam darah meningkat yang
menyebabkan duktus arteriosus mengalami kontriksi dan
menutup.
(Tando, Naomy Marie.2013 :135-140)
3. Adaptasi suhu
Empat kemungkinan mekanisme yang dapat menyebabkan bayi baru
lahir kehilangan panas tubuhya.
a. Konduksi
Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya yang kontak
langsung dengan tubuhh bayi (pemindahan panas dari tubuh bayi ke
objek lain melalui kontak langsung). Sebagai contoh, konduksi bias
terjadi ketika meninmbang bayi tanpa alas timbangan, memegang bayi
saat tangan dingin, dan menggunakan stetoskop dingin untuk
pemeriksaan BBL.
10
10
b. Konveksi
Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang bergerak
(jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan dan suhu
udara). Sebgaai contoh, konveksi dapat terjadi ketika membiarkan atau
menempatkan BBL dekat jendela, atau membiarkan BBL diruangan
yang terpasang kipas angin.
c. Radiasi
Panas dipancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke lingkungan yang
lebih dingin (pemindahan panas antara 2 objek yang mempunyai suhu
berbeda). Sebgai contoh, membiarkan BBL dalam ruangan AC tanpa
diberikan pemanas (radiant warmer), membiarkan BBL dalam
keadaan telanjang, atau menidurkan BBL berdekatan dengan ruangan
dingin (dekat tembok).
d. Evaporasi
Panas hilang melalui proses penguapan yang bergantung pada kecepatan
dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan cara mengubah
cairan menjadi uap). Evaporasi ini dipengaruhi oleh jumlah panas yang
dipakai, tingkat kelembapan udara, dan aliran udara yang melewati.
Apabila BBL dibiarkan dalam suhu kamar 25 0C, maka bayi akan
kehilangan panas melalui konveksi, radiasi, dan evaporasi yang
11
11
b) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih yang kering dan
hangat
c) Tutup bagian kepala bayi
d) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
e) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahr.
f) Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
(Nanny, Vivian.2010:13-14)
12
12
c) Membantu ibu mengatasi stress sehingga ibu merasa lebih tenang
dan tidak nnyeri pada saat plasenta lahir dan prosedur pasca persalinan
lainnya.
2. Pengaruh prolaktin :
a) Meningkatkan produksi ASI.
b) Menunda ovulasi
F. Rawat gabung
Rawat gabung adalah suatu cara perawatan yang menyatukan ibu beserta
bayinya dalam satu ruangan, kamar, atau suatu tempat secara bersama-sama
dan tidak dipisahkan selama 24 jam penuh dalam seharinya. (Nanny, Vivian.
2013 : 18).
Ibu dan bayi harus tidur dalam satu ruangan selama 24 jam. Idealnya
BBL ditempatkan di tempat tidur yang sama dengan ibunya. Ini adalahcara
yang paling mudah untuk menjaga agar bayi tetap hangat, mendorong ibu
13
13
segera menyusui bayinya dan mencegah paparan infeksi pada bayi.
(Kemenkes. 2010 : 9)
Tujuan dilakukannya rawat gabung adalah:
1. Ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin dan setiap saat atau kapan
saja saat dibutuhkan.
2. Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti
yang dilakukan oleh petugas.
3. Ibu mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam merawat bayinya.
4. Suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk mendukung dan
membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan
benar
5. Ibu dan bayi mendapat kehangatan dan emosional.
(Nanny Vivian. 2013 : 18)
b. fisiologis
Bila ibu dekat dengan bayinya akan segera di susui dan frekuensinya
lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologi yang alami, dimana
bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Bagi ibu yang
menyusui akan timbul reflek oksitosin yang dapat membantu proses
fisiologi involusi rahim. (Nanny Vivian. 2013 : 19)
14
14
c. Psikologis
Dari segi psikologis akan segera terjadi proses lekat akibat sentuhan
badan antara ibu dan bayi. Hal tersebut akan berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan psikologi bayi. Selain itu, kehangatan tubuh ibu merupakan
stimulus mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi. (Nanny Vivian. 2013
: 19)
d. Edukatif
Ibu akan mempunyai pengalaman yang berguna sehingga mampu
menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit. Selama
di RS ibu akan melihat, belajar, dan mendapat bimbingan mengenai cara
menyusui secara benar, cara merawat payudara, tali pusat, memandikan
bayi, dan sebagainya. Keterampilan ini di harapkan dapat menjadi modal
bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinyasendiri setelah pulang dari RS.
(Nanny Vivian. 2013 : 19)
e. Ekonomi
Pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi rumah sakit,
terutama rumah sakit pemerintah terhadap anggaran pengeluaran untuk
pembelian susu formula, botol susu, dot, serta peralatan lain yang di
butuhkan. Beban perawat menjadi lebih ringan karena ibu berperan
besar dalam merawat bayinya sendiri sehingga waktu luang dapat di
manfaatkan untuk kegiatan lain. (Nanny Vivian. 2013 : 19)
f. Medis
Secara medis pelaksanaan rawat gabung dapat menurunkan
terjadinya infeksi nosokomial pada bayi, serta menurunkan angka
morbiditasdan mortalitas ibu maupun bayi. (Nanny Vivian. 2013 : 19)
G. Tahap-tahap Bounding Attachment
15
15
Berikut ini tahap-tahap terjadinya ikatan bhatin (Bounding Attachment) antara
orang tua dan bayi :
1. Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh,
berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya.
2. Bounding (keterikatan).
3. Attachment,perasaan saying yang mengikat individu dengan individu
lainnya.
(Muslihatun, Wafi Nur. 2010 :53)
16
16
d. Tetap menjaga kehangatan bayi.
17
17
6) Segera rujuk jika bayi mengalami kondisi-kondisi tersebut
e. Letargi
Tonus otot rendah dan tidak ada gerakan sehingga sangat mungkin
bayi sedang sakit berat. Jika ditemukan kondisi demikian, maka segera
rujuk.
f. Hipotermi ( suhu < 36 ˚C )
Bayi mengalami hipotermi barat jika suhu aksila < 35 ˚C. untuk
mengatasi kondisi tersebut, lakukan hal berikut :
1) Gunakan alat yang ada incubator, radian heater, kamar hangat,
atau tempat tidur hangat.
2) Rujuk ke pelayanan kesehatan yang memiliki Neonatal Intensif
Care Unit ( NICU )
3) Jika bayi sianosis, sukar bernapas, atau ada tarikan dinding dada
dan merintih, segera berikan oksigen.
g. Kejang
h. Diare
Bayi dikatakan mengalami diare jika terjadi pengeluaran feses yang
tidak normal, baik dalam jumlah maupun bentuk (frekuensi lebih dari
normal dan bentuknya cair). Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari
3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah
lebih dari 4 kali buang air besar.
i. Obstipasi
Obsipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya
penyakit atau adanya obstruksi pada saluran cerna, atau bisa
didefinisikan sebagai tidak adanya pengeluaran feses selama 3 hari
atau lebih. Lebih dari 90 % bayi baru lahir akan mengeluarkan
mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan sisanya akan
mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini
tidak terjadi maka harus dipikirkan adanya obstipasi.
18
18
Namun, harus di ingat bahwa ketidakteraturan defekasi bukanlah
suatu obstipasi pada bayi yang menyusu, karena pada bayi bayi yang
mengkonsumsi ASI umumnya sering tidak mengalami defekasi selama
5-7 hari dan kondisi tersebut tidak menunjukkan adanya gangguan
karena nantinya bayi akan mengeluarkan feses dalam jumlah yang
banyak sewaktu defekasi.
Seiring dengan bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya,
lambat laun defekasi akan menjadi lebih jarang dan feses yang
dikeluarkan menjadi lebih keras.
j. Infeksi
Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonates yang terjadi pada masa
antenatal, intranatal, dan postnatal.
k. Sindrom kematian bayi mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/
SIDS).
Sudden Infant Death Syndrome/ SIDS terjadi pada bayi sehat
secaramendadak, ketika sedang ditidurkan tiba-tiba ditemukan
meninggal beberapa jam kemudian. Angka kejadian SIDS sekitar 4
dari 1.000 kelahiran hidup. Insiden puncak dari SIDS terjadi pada bayi
usia 2 minggu dan 1 tahun. ( Nanny, Vivian. 2013 : 6-8)
19
19
Bayi normal akan segera menangis segera setelah lahir. Apabila
tidak langsung menangis maka lakukan:
1) Letakkan bayi pada posisi telentang di tempat yang keras dan
hangat.
2) Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
3) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari
tangan yang dibungkus kassa steril.
4) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2 – 3 kali atau gosok
kulit bayi dengan kain kering dan kasar agar bayi segera
menangis.
d. Pemberian vitamin K
Kejadian perdarahan karena defisiensi Vitamin K pada bayi baru
lahir dilaporkan cukup tinggi, sekitar 0,25 – 0,5 %. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan tersebut, semua bayi baru lahir normal dan
cukup bulan perlu diberi Vitamin K peroral 1 mg/hari selama 3 hari,
20
20
sedangkan bayi resiko tinggi diberi Vitamin K perenteral dengan dosis
0,5-1 mg IM.
21
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. DATA SUBJEKTIF
A. Identitas / Biodata
Nama Bayi : By.Ny.M Nama Ibu : Ny.M
Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 29 thn
Tgl.Lahir : 19-01-2016 Agama : Islam
Anak Ke : 2 (DUA) Pekerjaan : IRT
Alamat : Tambun Selatan Alamat : Tambun Selatan
B. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kehamilan Sekarang
Trimester I : ANC II kali di bidan dengan keluhan mual muntah
Trimester II : ANC I kali di bidan tidak ada keluhan
Trimester III : ANC II kali di bidan dengan keluhan sering kencing
b. Riwayat Persalinan Sekarang
Lama Persalinan : 11/2 kala I, II, III dimeja operasi
Kala I :- Kala I :-
Kala III :- Kala IV : 2 Jam
Keadaan Air Ketuban : Jernih Waktu Pecah : 08:00 WIB
Jenis Persalinan : SC Lilitan Tali Pusat : Tidak Ada
Episiotomi : Tidak Dilakukan
II. DATA OBJEKTIF
Kajian Fisik
Tanda Vital
Temp : 36,50c, BB : 2.400 gram, Rr : 48 x/m
Pols : 138 x/menit, PB : 48 cm, Reflek : (+) positif
Apgar Score : A : 2 P:2 G:2 A:2 R:2
Kepala
UUB : Normal UUK : Normal
Moulage :0 Caput Succudenum : Tidak Ada
Bentuk Kepala : Normal, Bulat Keadaan Tubuh : Kuning
Mata
Bentuk Mata : Simetris Strabismus : Tidak Ada
Pupil Mata : Simetris, Nomal Sklera : Ikterik
Keadaan : Bersih Bulu Mata : Tidak Ada Kelainan
Hidung
Bentuk : Normal Lubang Hidung : Terdapat Septum
Pernafasan Cuping Hidung : Tidak Ada Keadaan : Baik
Mulut
Bentuk : Normal, tidak ada labio skizis, tidak ada labio palato
skizis dan tidak adalabio palate gnato skizis
Palatum : Ada Gusi : Normal
Reflek Hisap : (+) Positif Bibir : Pucat
Telinga
Posisi : Sejajar Keadaan : Normal
Leher
Pembesaran Vena/Kelenjar : Tidak Ada Pergerakan Leher : Baik
Dada
Posisi : Simetris
Mamae : Simetris, Ada, Normal Suara Nafas : Normal
Perut
23
23
Bentuk : Normal, Tidak Ada Perdarahan Tali Pusat
Punggung-bokong
Bentuk : Normal
Ekstremitas
Jari Tangan : Lengkap Jari Kaki : Lengkap
Posisi dan Bentuk : Normal Pergerakan : Aktif
Genetalia
Jenis Kelamin : Perempuan
BAK Pertama : 30 Menit Pertama
BAB Pertama : 60 Menit Pertama
Reflek
Menghisap (Sucking) : (+) Positif
Menggenggam (graping) : (+) Positif
Reflek kaki (Staping) : (+) Positif
Reflek Moro : (+) Positif
Ukuran Antropometri
Berat Badan : 3.000 gram, Tinggi Badan : 48 cm
Lingkar Kepala : 31 cm, Lingkar Dada : 32 cm
LILA : 9 cm
24
24
tubuh dan pertumbuhan pada bayi ibu mengerti dan bersedia menyusui
bayinya selama 6 bulan tanpa diberikan makanan atau minuman
tambahan apapun.
3. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand, kapan
saja tanpa dijadwal. Ibu mengerti dan ibu bersedia untuk menyusui bayinya
secara on demand.
4. Menganjurkan ibu untuk mengganti kassa pada bayi yaitu ketika kassa
basah atau setiap bayi mandi. Cara mengganti kassa yaitu dengan melipat
segitiga lalu tali pusat dibungkus tanpa dibubuhi dengan apapun. Ibu
bersedia mengganti kassa dan kassa sudah diganti.
5. Memberikan penjelasan pada ibu dan keluarga tanda bahaya bayi baru
lahir yaitu bayi tidak mau menetek, suhu tubuh bayi tinggi sampai
menggigil, tali pusat berdarah dan belum BAB 24 jam terakhir. Bila
mendapati salah satu tanda tersebut maka ibu diharapkan melapor
kepetugas kesehatan. Ibu mengerti tentang tanda bahaya bayi baru lahir
dan bersedia untuk melapor kepetugas kesehatan bila mendapati salah
satu tanda tersebut terhadap bayinya.
6. Menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan bayinya seperti jangan
menempatkan bayi didekat jendela, jangan menempatkan bayi ditempat
yang dingin atau terpapar langsung dengan udara sekitar. Ibu mengerti
tentang penjeasan bidan dan akan menjaga kehangatan bayinya.
7. Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene bayi dan mengganti
popo bayi pada saat bayi BAB dan bayi BAK. Ibu bersedia untuk
menjaga personal hygiene bayinya.
8. Memberitahu ibu bahwa bayinya kan diberikan vit K untuk mencegah
perdarahan pada bayi yang akan disuntikkan di paha luar sebelah kiri
secara IM dengan dois 0,1 mg. vit K sudah diberikan.
9. Memberikan salep mata oxy tetracycline 1% untuk mencegah infeksi
dengan cara oleskan salep mata dari mata bagian dalam kearah bagian
luar secara bergantian antara mata kanan dan kiri. Salep mata telah
diberikan.
25
25
V. CATATAN PERKEMBANGAN
26
26
dan setiap bayi mandi.
Ibu bersedia mengganti
kassa bayi dan kassa telah
diganti.
5. Mengingatkan kembali
kepada ibu untuk tetap
menjaga kebersihan
bayinya. Ibu bersedia
untuk menjaga kebersihan
bayinya.
27
27
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
29
29
menyusui bayinya selama 6 bulan tanpa tambahan makanan atau minuman
apapun, menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand (kapan
saja) tanpa dijadwal, menganjurkan ibu untuk membiarkan tali pusat dalam
keadaan terbuka dan tidak dibubuhi dengan apapun, memberitahu ibu tanda
bahaya bayi baru lahir seperti bayi tidak mau menetek, suhu bayi tinggi
hingga menggigil, tali pusat berdarah, dan belum BAB 24 terakhir,
menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan bayinya, memberitahu ibu
bahwa bayinya akan dilakukan terapi penyinaran lampu flourensi.
Evaluasi dari asuhan kebidanan pada bayi baru lahir yaitu ibu mengerti
tentang hasil pemeriksaan, ibu mengerti tentang semua penjelasan bidan dan
bersedia mengikuti anjuran bidan.
Dalam praktek asuhan kebidanan pada bayi baru lahir patologis tidak ada
kesenjangan praktek dan teori yang didapat dari pendidikan.
B. Saran
3. Bagi Penulis
Diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dalam memberikan
asuhan terhadap bayi baru lahir patologis yang didapat dari lahan praktik.
30
30
4. Bagi klien
Diharapkan ibu mampu melakukan perawatan bayi baru lahir patologis
secara mandiri sesuai dengan yang telah diajarkan oleh bidan apabila
sudah diperbolehkan pulang sesuai dengan anjuran bidan.
31
31
DAFTAR PUSTAKA
Nanny, Vivian, 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
Maryunani, Anik. 2015. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-sekolah.
Jakarta : IN MEDIA
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan NeonAtus Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya
32
32
KEMENKES RI. 2016. 3 Maret HariI Kelainan Bawaan Sedunia Cegah Bayi Lahir
Cacat dengan Pola Hidup Sehat. http://www.depkes.go.id /pdf.php?
id=16030300001, diakses pada tanggal 14 Aguatus 2016
Liana, Merry. 2015. Konsep Dasar Bayi Baru Lahir Fisiologis. http://merry-
creations.blogspot.co.id/2015/01/konsep-dasar-bayi-baru-lahir-fisiologis.htm
l, diakses pada tanggal 13 Agustus 2016
Budiman, Asep. 2016. Penurunan Kematian Ibu dan Bayi di Jabar tidak
Signifikan. http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2015/08/21/33922
2/penurunan-kematian-ibu-dan-bayi-di-jabar-tidak-signifikan
33
33