Anda di halaman 1dari 18

I.

Konsep Teori
1.1 Anatomi & Fisiologi
1. Fisiologi air ketuban (Liquar Amnio)/Tiris

Sumber : (Manuaba, 2010)

Di dalam amnio yang diliputi oleh sebagian selaput janin yang terdiri dari lapisan

selaput ketuban (amnio) dan selaput pembungkus (chorion) terdapat air ketuban

(loquor amnii). Volume air ketuban pada hamil cukup bulan 1000-1500 ml: warna

agak keruh, serta amempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Cairan ini

dengan berat jenis 1,007-1,008 terdiri atas 97-98% air. Sisanya terdiri atas garam

anorganik serta bahan organic dan bila di teliti benar, terdapat rambut lanugo (rambut

halus berasal dari bayi). Protein ini ditemukan rata-rata 2,6% perliter,sebagian besar

sebagai albumin.

Warna air ketuban ini menjadi kehijau-hijauan karena tercampur meconium

(kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan mengeluarkan empedu). Berat jenis

liquor ini berasal belum diketahui dengan pasti,masih dibutuhkan penyelidikan lebih

lanjut. Telah banyakteori ditemukakan mengenai hal ini,antara lain bahwa kebutuhan

1
ini berasal dari lapisan amnio, terutama dari bagian pada plasenta. Teori lain

mengemukakan kemungkinan berasal dari plasenta.

Air ketuban (liquor amni) makin banyak menarik perhatian untuk pembuatan

diagnosis mengenai kelaina atau keadaan janin, misalnya jenis kelamin janin,

golongan darah A, B, AB, dan O, janin dalam rhesus isoimunisasi , apakah janin

cukup bulan, adanya macam-macam kelainan genetic dan lain-lain. Untuk membuat

diagnosis umumnya dipakai sel-sel yang terdapat di dalam air ketuban dengan

melakuakan fungsi kedalam ruang ketuban Rahim melalui dinding depan perut unutk

memperoleh sampel cairan ketuban (amniocentesis). Dewasa ini lebih sering

dilaksanakan melalui perut (transabdominal). Umumnya pada kehamilan minggu ke-

14 hingga 16 dengan ultra sonografi ditentukan sebelum letak plasenta, untuk

menghindari plasenta ditembus. Fungsi melaluui plasenta dapat menimbulkan

perdarahan dan pencemaran liquir amnii oleh darah, mengadakan analisis kimiawi dan

sitotrauma pada janin. Plasenta pencampuran darah antara lain antara janin dan ibu

dengan kemungkinan sensitive (sensitization), dan abortus,meskipun ini jarang

diterjadi, maka dari hal itu, amnioncentesis hendaknya hanyaa dikerjakan bila ada

indikasi yang tepat. Air ketuban mempunyai fungsi yaitu :

a. Melindungi janin terhadap trauma luar

b. Memungkinkan janin bergerak dengan bebas

c. Melindungi suhu tubuh janin

d. Meratakan tekanan didalam uterus pada saaat partus, sehingga serviks membuka.

e. Membersihkan jalan lahir jika ketuban pecah dengan cairan steril, dan akan

mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi tidak mengalami infeksi.

f. Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditlan/diminum yang kemudian

dikeluarkan melalui kencing.

2
2. Fisiologi selaput ketuban

Amnion manusia dapat berkembang dari delaminasi sitotrofobulus sekitar hari

ke-7 atau ke-8 perkembangan ovum normal atau pada dasarnya berkembang menjadi

sebuah kantong kecil yang menutupi permukaan dorsal embrio. Ketika amnion

membesar, perlahan-lahan kantong ini meliputi embrio yang sedang berkembang,

yang akan prolaps kedalam rongganya. Distensi kantong amnion akhirnya

mengakibatkan kontong tersebut menempel dengan bagian didalam ketuban (interior

korion) , dan amnion dekat akhir trimester pertama mengakibatkan kantong tersebut

menempel dengan bagian di dalam ketuban (entrior korion), dan dekat akhir

trimestet pertama mengakibatkan menghilangnya alat tubuh atau rongga karena

penyakit (obliterasi), amnion dan korion, walaupun sedikit menempel tidak pernah

berhubungan erat dan biasanya dapat dipisahkan dengan mudah, bahkan pada waktu

attern. Amnion normal mempunyai tebal 0,02 sampai 0,5 mm.

Tidak ditemukannya pembuluh-pembuluh darah atau saraf dalam amnion pada

berbagai stadium perkembangan, dan meskipun diduga terdapat ruang-ruang di

dalam lapisan fibrolastik dan spongiosium, tidak dapat ditemukan saluran-saluran

limfatik yang jelas.

1.2 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Bila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut

ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8 – 10 %

wanita hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2010)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda

persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan,

sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2010).

3
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila

pembukaan pada primipara < 3 cm dan pada multipara <5 cm. Hal ini dapat terjadi

pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm

adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD

yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan (Mochtar, 2010).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini

adalahpecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum inpartu pada

pembukaan < 4 cm (fase laten) yang terjadi setelah kehamilan berusia 22 minggu

1.3 Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh kurangnya kekuatan membrane atau

meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya

kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina

dan serviks. Penyebabnya juga disebabkan karena inkompetensi servik.

Polihidramnion / hidramnion, mal presentasi janin (seperti letak lintang) dan juga

infeksi vagina / serviks (Prawirohardjo, 2010).

Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah :

(Prawirohardjo, 2010)

a) Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)

Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana korion, amnion dan cairan

ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling

serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat menjadi sepsis. Infeksi, yang terjadi secara

langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada

cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

b) Serviks yang inkompeten

Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena

kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curettage). Serviks yang tidak lagi

4
mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada adanya ketidakmampuan

serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering

menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat

berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis.

Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada

konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada

terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik.

c) Trauma

Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini. Trauma

yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari frekuensi yang ≥4

kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat

dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam,

maupun amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena

biasanya disertai infeksi.

d) Ketegangan intra uterin

Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir

kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau

meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,

gamelli.

e) Kelainan letak,

Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas

panggul serta dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

f) Paritas

Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara adalah wanita

yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu

5
primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi

psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan

termasuk kecemasan akan kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan dengan

aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga

kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti

keputihan atau infeksi maternal. Sedangkan multipara adalah wanita yang telah

beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang

telah melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan

sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko

akan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.

g) Usia kehamilan

Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, infeksi diyakini

merupakan salah satu penyebab terjadinya KPD dan persalinan preterm

(Prawirohardjo, 2010). Pada kelahiran <37 minggu sering terjadi pelahiran

preterm, sedangkan bila ≥47 minggu lebih sering mengalami KPD (Manuaba,

2010). Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia

kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang terjadi pada 10-

40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini,

selain itu juga terjadinya prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian janin

meningkat pada ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan

komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya

mencapai 100% apabila ketuban pecah dini preterm terjadi pada usia kehamilan

kurang dari 23 minggu.

h) Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya

6
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.

Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya

penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya

ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko

tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau

menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah

mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara

3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya,

karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen

yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.

1.4 Manifestasi Klinis


Menurut Manuaba (2010), tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami
KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban
berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes
atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
duduk/berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau
menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda infeksi yang terjadi.

1.5 Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi
kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban . Banyak mikroorganisme
servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local
asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan
selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium . Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi
akibat aktivitas monosit/makrofag , yaitu sitokrin, interleukin 1 , factor nekrosis tumor dan
interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal
janinyang ditemukan dalam cairan amnion , secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan
sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel disidua

7
untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya
persalinan.

Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi . Enzim bacterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan rupture kulit ketuban . Banyak flora servikoginal komensal dan
patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang
menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara
spesifik dapat memecah kolagen tipe III papa manusia, membuktikan bahwa infiltrasi
leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat
menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.

Enzim hidrolitik lain , termasuk katepsin B , katepsin N, kolagenase yang


dihasilkan netrofil dan makrofag , nampaknya melemahkan kulit ketuban . Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin , potensial , potensial menjasi penyebab ketuban pecah
dini.

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini menurut Manuaba (2010) adalah :

a) Terjadinya pembukaan premature serviks

b) Membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi serta nekrosis dan

dapat diikuti pecah spontan.

c) Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang

d) Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan

enzim proteolotik dan enzim kolagenase

1.6 Faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini


a) kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
b) riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 – 4
c) tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene
buruk, predisposisi terhadap infeksi

8
d) perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga
(20x)
e) bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
f) pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
g) servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
h) flora vagina abnormal : risiko 2-3x
i) fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
j) kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada
stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
- Pengaruh KPD
a) Terhadap Janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah
terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi
(amnionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan
morrtalitas danmorbiditas perinatal.
b) Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila
terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis
atau nifas, peritonitis dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah
karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik,
nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi lainnya.

1.7 Pemeriksaan diagnostik


a) Pemeriksaan laboratorium

1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna. Konsentrasi, baud an

pHnya.

2) Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine, atau secret

vagina.

3) Secret ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna tetap

kuning.

9
4) Tes lakmus (nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi

vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.

5) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan

dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan daun pakis. (Varney,

2007)

b) Pemeriksaan Ultrasonogafi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum

uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering

terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion (Varney, 2009).

1.8 Penatalaksanaan
1) Pertahankan kehamilan sampai cukup matur, khususnya maturitas paru sehingga
mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang yang sehat
2) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis,
meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
3) Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung
dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru
janin dapat terjamin.
4) Pada kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin
cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan
kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.
5) Menghadapi KPD, diperlukan KIM terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat
pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan
untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya.

10
6) Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia
biparietal dan peerlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan
pemeriksaan kematangan paru melalui perbandingan L/S
7) Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan selang waktu 6 jam sampai
24 jam, bila tidak terjadi his spontan
1.9 Penangan
a) Konservatif
Rawat di rumah sakit
Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusioplasenta
Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikanantibiotika
sama halnya jika terjadi amnionitosis
Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
 Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin
 Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x
perhari selama 7 hari.
Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi,
beridexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi tanda-
tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi maka
berikan tokolitik ,dexametason, dan induksi setelah 24 jam.
b) Aktif
Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50
mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.
Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
 Pertiimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktuapakah
6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
 Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan
pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban

11
c) Penatalaksanaan lanjutan
 Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului
kondisi ibu yang menggigil.
 Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah
tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat
dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi
oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi.
Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.
 Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
 Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan
juga hal-hal berikut:
 Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
 Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
 Warna rabas atau cairan di sarung tangan
 Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaranjelas
dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuhakibat
dehidrasi.

II. Konsep Asuhan Keperawatan


2.1 Riwayat Keperawatan
A. Pengkajian

a) Biodata

Meliputi: nama ibu, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat

rumah, nama suami, agama, pekerjaan, suku/bangsa, alamat rumah

b) Sirkulasi

Hipertensi, edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK) penyakit

jantung sebelumnya)

c) Integritas Ego : Adanya ansietas sedang

d) Makanan atau cairan : Ketidakadekuatan atau pembuahan berat badan berlebihan.

12
e) Nyeri atau ketidaknyamanan

Kontraksi itermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama

paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.

f) Keamanan

Infeksi mungkin ada (misal : infeksi saluran kemih (ISK) dan atau infeksi vagina)

g) Interaksi Sosial : Mungkin tergolong kelas sosial ekonomi rendah.

h) Penyuluhan atau pembelajaran

Ketidakadekuatan atau tidak adanya perawatan prenatal mungkin dibawah usia 18

atau lebih dari 40 tahun penggunaan alcohol atau obat lain, penunjang pada

dietilstibesterol (DES)

2.2 Pemeriksaan fisik : Data fokus


a) Leopold I :

1) Pemeriksaan menghadap kearah muka ibu hamil

2) Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin dalam uterus

3) Konsistensi uterus

b) Leopold II

1) Menentukan batas samping rahim kanan-kiri

2) Menentukan letak punggung janin

3) Pada letak lintang bawah tentukan dimana kepala janin

c) Leopold III

1) Menentukan bagian terbawah janin

2) Apakah bagian terbawah tersebut sudah masuk atau goyang

d) Leopold IV

1) Pemeriksaan menghadap ke arah kaki ibu hamil

13
2) Bisa juga menentukan bagian terbawah janin apa dan berapa jauh sudah

masuk pintu atas panggul

2.3 Pemeriksaan penunjang


a) Ultrasonografi : pengkajian gestasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2499 g)

b) Tes Lakmus (tes Nitrazin) : jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan

infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu

c) Jumlah sel darah putih : peningkatan menandakan adanya infeksi

d) Urinalisis dan kultur : mengesampingkan ISK

e) Kultur Vaginal, reagen plasma cepat (RPC) : mengidentifikasikan infeksi

f) Amniosenteusis : rasio lesitin terhadap sfingomeilin (L/S) mendeteksi

fosfatidigliserol (PG) untuk maturitasparu janin atau amniotic

g) Pemantauan elektronik : menvalidasi aktivitas uterus atau status janin

2.4 Diagnosa keperawatan yang muncul:


Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan ketuban pecah dini

adalah :

a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini

b. Risiko tinggi trauma maternal berhubungan dengan disfungsi persalinan

c. Cemas berhubungan dengan kehilangan kehamilan

d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontruksi uterus

e. Risiko tinggi untuk trauma fetal berhubungan dengan hypoxia

2.5 Perencanaan
a) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.

Tujuan : memperlihatkan kemajuan tanpa terjadi komplikasi infeksi

Kriteria Hasil :

14
1) Cairan amnion ibu tidak menyengat

2) Hindari pemeriksaan pervagina

3) Observasi drainaseamnitik teradap warna jumlah dan baunya tiap 2 sampai 4

jam.

Intervensi:

1) Kaji Kondisi Ketuban

2) Pantau tanda-tanda infeksi

3) Dengarkan DJJ

4) Kolaborasi pemberian Antibiotik

Rasionalisasi :

1) Untuk mencegah terjadinya infeksi

2) Untuk mengetahui keadaan janin

3) Perihal pemberian antibiotik

b) Risiko tinggi trauma maternal berhubungan dengan kerusakan tindakan pada

persalinan

Tujuan ; Adanya pembukaan kelahiran di akhiri tanpa komplikasi maternal.

Kriteria hasil :

1) Persalinan normal

2) Tidak ada komplikasi

Intervensi :

1) Mengkaji frekuensi kontraksi uterus

2) Menyarankan ambulasi atau perubahan posisi

3) Memonitor pertambahan pembukaan servik

4) Memonitor intake dan output

Rasionalisasi :

15
1) Untuk mencegah terjadinya komplikasi

2) Tindakan yang dapat mendorong aktivitas uterus

3) Untuk mengetahui waktu kelahiran

4) Untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran sebelum persalinan.

c) Cemas berhubungan dengan bertambahnya pembukaan dan perasaan gagal dan

kebutuhan yang diakibatkan persalinan.

Tujuan : cemas tidak ada lagi

Kriteria Hasil :cemas berkurang

Intervensi:

1) Memberi saran-saran, memelihara informasi peningkatan

2) Menyarankan mengungkapkan perasaan

3) Memperlihatkn pilihan atau perawatan yang memungkinkan

Rassional:

1) Menjamin dan informasi yang mengurangi kecemasan

2) Menanbah pemahaman terhadap klien

3) Dapat mengubah perasaab kien dalam mengontrol situasi

d) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan intensitas kontraksi uterus

Tujuan : nyeri teratasi

Kriteria Hasil :

1) nyeri berkurang

2) klien tampak tenang

3) keadaan umum baik

intervensi :

1) kaji skala nyeri

2) beritahu pasien penyebab rasa nyeri

16
3) anjurkan pasien miring kekiri

4) kolaborasi dengan dokter pemberian terapi

Rasional :

1) untuk menetukan tingkat aktivitas dan bantuan yang akan dilakukan

2) bantuan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan klien

3) aktivitas bertahap untuk mencegah terjadinya konraktur

e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kehamilan

Tujuan : kebutuhan tidur klien dapat terpenuhi

kriteria hasil :

1) Menjelaskan factor-faktor penghambat atau pencegah tidur

2) Melaporkan keseimbangan yang optimal antara aktivitas dan istirahat

Intervensi :

1) Ubah posisi untuk kenyamanan dan menurangi tekanan harus dilakukan

sedkitya setiap dua jam

2) Kaji koordinasi antara ekstremitas atas dan bawah

Rasional :

1) Untuk mempertahankan posisi klien

2) Untuk mengetahui keadaan klien

17
III. Daftar Pustaka

Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.
EGC

Lowdermilk ,Deitra Leonard.2009.Maternity & Women’s Health Care seventh


edition.Sydney : Mosby.

Mansjoer, Arif , dkk.2010.Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I.Jakarta :


Media Aesculapius.

Mirzanie, Hanifah dan Desy Kurniawati.2011 .Obgynacea obstetric &


ginekologi.Yogjakarta:TOSCA Enterprise.

Nugroho, taufan.2010.Obstetric Untuk Mahasiswa Kebidanan.Yogjakarta: Nuha


Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP

Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. . Jakarta:

18

Anda mungkin juga menyukai