Anda di halaman 1dari 31

ULKUS KAKI DIABETIK

Disusun oleh

dr. Waisul Choroni, Sp. PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolism yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya dan
hiperglikemia yang kronis akan menimbulkan kerusakan, disfungsi berbagai organ dalam
jangka panjang. DM sering disertai berbagai komplikasi jangka pendek maupun panjang.
Komplikasi tersebut menyebabkan meningkatnya angka morbiditas, mortalitas, dan penurunan
kualitas hidup. Jumlah penderita DM di dunia tahun 1995 sebanyak 135 juta jiwa dan tahun
2005 diestimasikan menjadi 300 juta jiwa. Kebanyakan kasus baru tersebut adalah DM tipe 2,
dengan peningkatan jumlah kasus 42%, di Negara maju dan 170% di Negara sedang
berkembang. Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM, maka komplikasi yang terjadi
juga semakin meningkat, satu diantaranya adalah ulserasi yang mengenai tungkai bawah,
dengan atau tanpa infeksi dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang selanjutnya
disebut dengan kaki diabetes (KD).
Manifestasi KD dapat berupa dermopati, selulitis, ulkus, gangrene, dan osteomyelitis.
KD merupakan masalah yang kompleks dan menjadi alasan utama mengapa penderita DM
menjalani perawatan di rumah sakit yang selama rawatan membutuhkan biaya sangat mahal
dan sering tidak terjangkau oleh kebanyakan masyarakat umum. Ulkus memberikan kontribusi
85% terhadap tindakan amputasi non traumatik pada ekstremitas bawah dan memiliki resiko
amputasi 15-40 kali lebih sering daripada tanpa diabetes. Diperkirakan 15% penderita diabetes
akan mengalami KD selama masa hidupnya dan 6 -20% diantaranya akan mengalami rawat
inap rumah sakit setiap tahunnya. Ulkus yang telah sembuh ternyata 70% akan berulang
kembali dalam tempo 5 tahun, dari 50% ulkus yang mengalami amputasi sebelumnya ternyata
mempunyai resiko amputasi kembali dalam tempo 5 tahun.
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn.D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 78
Pekerjaan :_
Alamat : Camp Dinsos DIY
Agama : Islam
No. RM : 24-37-51
Tanggal Masuk : 9 Mei 2017
Tanggal Keluar : 19 Mei 2017

B. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh lemas sejak 4 hari smrs, merasa luka di kaki semakin senut -
senut dan terkadang senut - senut menjalar hingga pinggang kanan dan kiri.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien memiliki luka di kaki sejak 3 tahun yang lalu, pasien sangat jarang
merawat lukanya di puskesmas maupun rumah sakit. Pasien memiliki riw. DM
type 2 sejak tahun 2012. Gula darah terkontrol dengan OHO Metformin dan
glimepiride. Os mengatakan kaki terasa kebas atau kesemutan setiap pagi hari
sejak 1 minggu yll. Demam (-), sesak (-), batuk (-), BAB dan BAK (-), nafsu
makan menurun.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat DM terkontrol sejak 2013
- Riwayat trauma musculoskeletal tahun 2014
- Riwayat alergi obat disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga DM (+)
- Riwayat tekanan darah tinggi (+)
C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
- Keadaan Umum : Sedang
- Kesadaran : Compos mentis
B. Vital Sign
- TD : 120/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Respirasi : 22 x/menit
- Suhu : 36,7o C

a. Kepala : Rambut warna hitam


b. Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
c. Hidung : Deviasi (-), discharge (-), pendarahan (-)
d. Telinga : Simetris kanan kiri
e. Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir lembab, lidah tifoid (-), gusi
berdarah (-)
f. Thorax
 Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak pada sela iga V
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung (-)
 Paru-paru
- Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama,
ketinggalan gerak nafas (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
h. Abdomen :
- Auskultasi : Peristaltik (+)
- Palpasi : Supel (+), hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan(-)
i. Ektremitas :
- Superior = Akral hangat (+ /+), edema (-/-)
- Inferior = Akral hangat (+ /+), edema (+/+)
- Ulkus DM gr 2 pada pedis dextra +- 7cm, pus produktif (+), Perdarahan
(+), ROM terbatas nyeri, Nampak edema regional pedis dextra,Teraba
lebih hangat dari extremitas lain. Krepitasi (-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 7.0 10.0 - 15.5 g/dl

Lekosit 17.11 4.00 - 11.00 10^3/uL

Trombosit 324 150 - 450 10^3/uL

Hematokrit 24.7 42.0 - 52.0 vol%

Eritrosit 5.21 4.00-5.00 10^6/uL

HITUNG JENIS

Eosinofil 1 %

Basofil 1 %

Batang 18 %

Segmen 52 %

Limfosit 24 %

Monosit 4 %

LED 1 jam 156

KIMIA
KLINIK
GDS 173 80-200 Mg/Dl

FUNGSI
GINJAL
Creatinin 1.32 0.6-1.1

Ureum 45 17-43

FUNGSI
HATI
Protein total 7,63 6,2-8

Albumin 3,27 3,5-5,5

Globulin 4,36 2,8-3,2

LEMAK

Kolesterol 244 150-200


Total
LDL 183 <115
kolesterol
(Direk)
HDL 45 >39
kolesterol
(Direk)
Trigliserida 134 60-150

Gol Darah

Golongan B
Darah

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

URINALISIS

Warna Kuning Kuning


Kekeruhan Agak keruh Jernih

Reduksi negatif negatif

Bilirubin negatif negatif

Keton Urin Negatif negatif

BJ 1,015 1,015-1,025

Darah Samar Trace negatif

PH 5,5 5,0-8,5

Protein Trace negatif

Urobilinogen 0,2 0,2-1

Nitrit negatif negatif

Leukosit Trace negatif


Esterase

SEDIMEN
URIN
Eritrosit 1-3 0-2 /lpk

Leukosit 10-15 0-3

Sel Epitel Positif Positif

KRISTAL

CA Oksalat negatif negatif

Asam urat negatif negatif

Amorf negatif negatif

SILINDER
Eritrosit negatif negatif

Leukosit negatif negatif

Granular negatif negatif

Bakteri Positif negatif

E. DIAGNOSA KERJA
- Ulkus DM pedis dekstra pada dm type 2
- Anemia e.c blood lost
- Infeksi saluran kencing

F. PENATALAKSAAN
- Infus NaCl 0,9% 15 tpm
- Inj Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj metronidazole 500mg/ 8 jam
- Novomix 3x6 unit tgt GDS
- Transfusi PRC 2 kolf, pre transfuse estra furosemide 1 amp
- Diet DM 700 kal
- Debridement Luka tiap hari
- Monitor GDS pre meal

G. FOLLOW UP PASIEN
Tanggal Follow Up
Tgl 10/6/2017 S : Os mengatakan lemas (+), makan tidak nafsu, nyeri pada luka
kaki (+) menjalar hingga pinggang dan terasa kebas/kesemutan,
BAB dan BAK (+), pusing (-).
O:
Kesadaran umum : Sedang, Compos mentis
TD : 120/70 mmHg
S : 36,2 derajat C
N : 69x/mnt
R : 24x/mnt

Kepala, Mata : CA (-/-), SI (-/-)


Thorax : Simetris, retraksi (-), vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-)
Cor : S1 S2 reg (+), BJ (-)
Abdomen : Tidak teraba pembesaran hepar, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)

Laboratorium :
Pkl 06.15
Gula darah sewaktu : 160

A : Ulkus pedis Dextra, DM 2 NO


P : Infus Nacl 15 tpm
- Diit Dm 1700 kal
- Inj. Ceftazidime 1gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500mg/8 jam
- Novomix 3x6 UI
PL : Rontgen VertebraLumbalis, GDS Premeal, Co.bedah
Tgl 12/6/2017 S : Os mengatakan lemas (+), Nyeri pinggang (+) dan kaki terasa
kebas , BAB dan BAK (+), pusing (+)
O:
Kesadaran umum : Sedang, Compos mentis
TD : 140/80 mmHg
S : 36,4 derajat C
N : 64x/mnt
R : 22x/mnt

Kepala, Mata : CA (+/+), SI (-/-)


Thorax : Simteris, retraksi (-), vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-)
Cor : S1 S2 reg (+), BJ (-)
Abdomen : Tidak teraba pembesaran hepar, NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)

Laboratorium :
Pkl 07.15
GDS : 93
Hb: 7,0

A : Ulkus pedis dextra, DM 2 NO, Anemia


P : - Infus Nacl 20 tpm
- Inj. Ceftazidine 1gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500mg/8 jam
- Novomix 3x6 UI
- Diet DM 1700 kal
- Inj. Furosemide 1A/pre transfusi
- Tranfusi albumin PRC 2 kolf
PL : Cek urin rutin, MDT, GDS premeal
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes adalah penyakit kronik yang komplek dan membutuhkan pengobatan
dalam jangka waktu yang lama dengan strategi memberikan edukasi dan dukungan
untuk mencegah komplikasi akut maupun komplikasi kronis (American Diabetes
Association, 2017)
Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani
dengan seksama. Prevalensi DM meningkat setiap tahun, terutama di kelompok
risiko tinggi. DM yang tidak terkendali dapat menyebabkan komplikasi metabolik
ataupun komplikasi vaskular jangka panjang, yaitu mikroangiopati dan
makroangiopati. Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit
sampai ke dalam dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki. Penderita DM juga
rentan terhadap infeksi kaki luka yang kemudian dapat berkembang menjadi
gangren, sehingga meningkatkan kasus amputasi. (Kartika, 2017)

B. Insidensi dan Prevalensi


Insiden ulkus KD 2-3% dan prevalensi 4-10%, pria lebih sering dari wanita.
Distribusi usia jarang dijumpai pada usia 40-49 tahun dan terbanyak pada usia di
atas 60 tahun. Suatu studi di Eropa, mendapatkan prevalensi ulkus KD 3% pada
usia <50 tahun dan 7% pada usia ≥ 60 tahun serta 14% pada usia ≥ 80 tahun.

C. Patogenesis
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi.
Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau menurunkan
sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik
menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah titik tumpu yang
menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki;
penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi
sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati.
Ulkus diabetik bias menjadi gangren kaki diabetik.5 Penyebab gangren pada
penderita DM adalah bakteri anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan
menghasilkan gas, yang disebut gas gangren. (Kartika, 2017)
1. Penyakit Pembuluh Darah Periferal
Penyakit pembuluh darah periferal pada penderita diabetes disebabkan oleh
aterosklerosis dan disebut juga dengan aterosklerosis obliterans sering
menimbulkan berbagai keluhan. Aterosklerosis yang terjadi bersifat
multisegmental dapat mengenai bagian proksimal maupun distal kedua
tungkai, pada usia lebih muda dan lebih progresif. Perbandingan laki-laki dan
perempuan hampir sama. Penyakit pembuluh darah peripferal menyebabkan
terganggunya suplai oksigen ke sel-sel atau jaringan, transportasi zat makanan,
transportasi antibiotik ke tempat lesi yang terinfeksi, fungsi berbagai mediator
hingga kematian sel atau jaringan, sehingga menghambat penyembuhan luka.
Penyakit pembuluh darah sering dijumpai pada penderita DM tipe 2 yaitu 8%
saat diagnosa diabetes ditegakkan dan 15% setelah menderita diabetes 10 tahun
serta 45% setelah menderita diabetes 20 tahun. Pada penderita DM, penyakit
pembuluh darah dapat mengenai pembuluh darah kecil (mikroangiopati) yang
cenderung menyebabkan stroke, infark miokardial serta penyakit pembuluh
darah periferal. Gangguan pembuluh darah yang terjadi umumnya disebabkan
oleh berbagai proses seperti penebalan basement membrane, peningkatan
viskositas plasma, agregasi dan adhesi platelet, deposit sel-sel otot polos,
lemak, kolesterol, dan kalsium menimbulkan mikrotrombi yang mengenai
arteri-arteri kecil, arteriol, dan kadang kalsium menimbulkan mikrotrombi
yang mengenai arteri-arteri kecil, arteriol kadang kalsium venula dan akhirnya
menimbulkan penyumbatan.
Pembuluh darah yang sering terkena gangguan adalah pembuluh darag
dibawah lutut seperti arteri peronealis, tibialis serta cabang-cabangnya.
Pembuluh darah yang lain adalah arteri femoralis, iliaka, dan aorta.
Gambaran klinis dapat berupa klaudikasio intermiten, kaki yang dingin, nyeri
nocturnal, nyeri menetap waktu istirahat dan berkurang bila tungkai terjungkai,
tak teraba denyut arteri, terlambatnya pengisian vena setelah elevasi tungkai.
Faktor resiko selain DM, yang merupakan factor resiko utama adalah
hipertensi, merokok, dislipidemia, usia, dan genetik.
Berdasarkan gejala dan tanda-tanda penyakit pembuluh darah periferal dapat
dibagi menjadi 4 stadium, yaitu L stadium I : asimtomatik, stadium II :
klaudikasio intermiten, stadium III : nyeri waktu istirahat, dan stadium IV :
gangren.
Diagnosa penyakit pembuluh darah periferal dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan fisik kaki, maupun melalui pemeriksaan khusus.
a) Pemeriksaan fisik kaki
Perubahan bentuk kaki, edema, kulit kaki yang menipis, berkilat dingin,
hilangnya bulu terutama pada tungkai dan punggung kaki, jaringan
subkutaneus yang atrofi, kuku menebal, denyutan arteri tibialis posterior
dan arteri dorsalis pedis melemah atau menghilang, dijumpai tanda-tanda
infeksi. Pada yang lebih berat dijumpai ulserasi, gangren, dan osteomyelitis.
Terdapat 3 tanda yang signifikan yang menunjukkan telah terjadi
insufisiensi vaskuler yaitu pertama, bila posisi tungkai menggantung terjadi
warna merah (dependent rubor), kedua, terjadi perubahan warna kaki
menjadi pucat bila posisi kaki ditinggikan (pallor on elevation). Ketiga,
adanya pemanjangan masa pengisian vena dan kapiler.
Pemeriksaan tungkai dilakukan dengan posisi penderita terlentang, kaki
dinaikkan 45o dan dipertahankan sampai dengan salah satu kaki berubah
warna menjadi pucat, kemudian penderita didudukan lurus dengan posisi
kedua kaki dalam keadaan tergantung, lalu dilakukan pengukuran pengisian
vena dan kapiler. Normal 15-25 detik, iskemik berat 25-40 detik sangat
berat lebih dari 40 detik.

b) Pemeriksaan Khusus
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan diantaranya, Angiografi, Doppler
Ultrasonik, Platismografi (pulse volume recording), Oksimetri ranskutan,
Doppler Laser, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
 Angiografi
Merupajan pemeriksaan standar baku emas yang bersifat
invasive untuk mengetahui adanya oklusi, posisi dan luasnya oklusi
serta mempermudah tindakan bedah vaskuler yang dilakukan.
Tindakan invasive ini mudah terjadi thrombus sehingga tidak
dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostik rutin.
 Doppler Ultrasonik
Pemeriksaan dengan mengirimkan gelombang ultrasonic ke
pembuluh darah yang diperiksa. Apabila gelombang melanggar
objek yang bergerak seperti eritrosit, gelombang akan dipantulkan
kembali ke Doppler dengan frekwensi yang berbeda sesuai dengan
efek Doppler. Alat Doppler dipakai juga untuk pemeriksaan Ankle
Brachial Pressure Index (ABPI), yaitu rasio tekanan darah sistolik
di pergelangan kaki dengan tekanan sistolik di pergelangan tangan.
Nilai ABPI normal 0,9-1,1. Diagnpsa PVP tegak bila nilainya 0,5-
0,9, dikatakan berat jika nilainya < 0,5. Bila tekanan pergelangan
kaki < 50 mmHg, ABPI < 0,26 merupakan resiko besar untuk
kehilangan kaki.
 Pletismografi / Pulse volume recording
Dilakukan bila tekanan ABPI tingi diatas nilai normal atau
terdapat kesulitan mendapatkan pulsasi arteri di dorsalis pedis
dengan Doppler. Dengan alat ini akan direkam perubahan-
perubahan volume darah yang diukur segmen persegmen. Oklusi
dalam pembuluh darah akan memberikan gambaran gelombang
yang khas pada segmen yang diukur.
 Oksimetri Transkutan
Dasar pemeriksaannya adalah dengan dijumpainya perbedaan
pada tekanan partial oksigen transkutan di daerah tungkai dan di
daerah badan, alat ini dapat mengetahui perfusi ke tungkai secara
kuantitatif.
 Doppler Laser
Mengukur secara kuantitatif kecepatan aliran di pembuluh-
pembuluh darah kulit pada tungkai.
 Magnetic Resonance Imaging
Digunakan untuk menilai pembuluh darah, mengevaluasi
pembedahan arteri dan morfologi dinding pembulh darah.

c) Pengobatan
Macam pengobatan pada umumnya tergantung pada stadiumnya, namun
yang utama adalah pengendalian kadar gula darah, hipertensi dan
dislipidemi. Pengobatan pada stadium I : mengurangi factor resiko,
stadium II : mengurangi factor resiko, perubahan gaya hidup, dan terapi
farmakologi dengan obat vasoaktif dan anti agregasi trombosit, Stadium
III/IV : sudah harus dipikirkan tindakan operatif.

2. Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik (ND) adalah didapati tanda dan gejala disfungsi dari
saraf perifer pada penderita DM setelah penyebab lain disingkirkan. ND terjadi
akibat adanya lesi kronik pada saraf tepi. Di Amerika Serikat, prevalensi ND
10-20% saat didiagnosis DM ditegakkan dan meningkat menjadi 50% setelah
lebih dari 25 tahun menderita DM. Beberapa studi menyebutkan prevalensi
30% untuk semua pasien DM. Neuropati dikatakan juga sebagai penyebab
utama pasien menjalani rawat inap di rumah sakit dan menjalani amputasi di
luar trauma. ND memberikan kontribusi terhadap pembentukan ulkus kaki dan
dijumpai 87% dari kasus-kasus diabetic yang terjadi. Secara morfologi
kelainan sel saraf pada ND ini terdapat pada sel-sel Schwan, selaput myelin
dan akson. Kelainan yang terjadi tergantung pada derajat dan lamanya
mengidap diabetes serta jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Lesi serabut
saraf dapat terjadi dibagian proksimal atau distal, fokal atau difus, mengenai
serabut kecil atau besar, mengenai serabut saraf sensorik, motorik atau otonom.
Disamping kelainan morfologi dijumpai pula kelainan fungsional dan
biokimiawi. Kelainan fungsional yang terjadi berupa gangguan kemampuan
penghantaran impuls baik sensorik maupun motorik. Kelainan biokimiaw
ditemukan adanya kelainan dalam jumlah dan bentuk protein sel saraf yang
terkena. Kerusakan serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju ke
proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh
karena itu pada umumnya lesi distal paling banyak ditemukan.
Berdasarkan anatomi system saraf perifer, terdapat 3 sistem saraf yaitu
sistem saraf sensorik, motorik, dan otonom.
a) Sistem saraf Sensorik
Sistem saraf sensorik dimulai dengan badan sel di ganglion radiks
dorsalis yang mengirim serabut saraf afferent ke perifer menuju organ
target bersama serabut saraf motorik dan otonom, dan juga mengirim
serabut ke sentral melalui radiks dorsalis yang berakhir pada sinaos di
kornu dorsalis medulla spinallis. Serabut saraf sensorik terdiri atas : A-alfa,
A-beta, A-delta, dan C dengan sifat dan fungsi yang berbeda-beda.
Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi
saraf sensoris kaki. Keterlibatan saraf sensorik (neuropati sensorik)
menimbulkan berbagai keluhan yang beraneka ragam, seperti rasa kebas-
kebas, hiperestesia, rasa proprioseptik, vibrasi. Adakalanya didapati rasa
nyeri yang tak tertahankan seperti rasa terbakar terutama di malam hari
sehingga pasien tidak dapat tidur, “burning feet restless leg syndrome”.
Dengan adanya neuropati sensorik akan menyebabkan penderita DM
kurang atau tidak merasakan berbagai trauma, keadaan ini mempermudah
terjadinya lesi. Disamping itu neuropati sendiri menyebabkan perubahan
pada tulang (osteolisis diabetic) sehingga timbul deformitas dan
menimbulkan titik tekan baru yang dapat menyebabkan ulserasi ataupun
gangren.

b) Sistem saraf Motorik


Neuron motorik berasal dari kornu anterior medulla spinalis, terletak di
badan selnya. Serabut motorik keluar dari medulla spinalis melalui radiks
ventralis dan menginervasi organ target melalui saraf perifer.
Gejala motorik dapat terjadi di bagian distal, proksimal, atau kelemahan
pada satu tempat. Neuropati ini sering mengenai ujung jari kaki yang
menyebabkan atrofi otot-otot tapak kaki selanjutnya terjadi deformitas
tapak kaki sehingga memberikan kontribusi terhadap lesi pada kaki.
Keterlibatan saraf motorik (neuropati motorik) dapat berupa kelemahan
pada otot intrinsic kaki dan terjadi ketidakseimbangan fleksor dengan
ekstensor yang menimbulkan “intrinsic minum foot” dan dapat terjadi
claw toes, penonjolan kaput metatarsal, pergeseran bantalan kaki
metatarsal ke depan. Peninggian tekanan pada daerah ini dapat
menimbulkan ulkus. Pada kasus yang berat, otot-otot proksimal dapat
terkena terutama otot dorsofleksor sehingga menimbulkan drop foot.
Perubahan otot-otot tersebut menyebabkan terjadinya deformitas pada kaki
yang menyebabkan daerah tersebut lebih mendapat tekanan dari luar.
Dijumpai juga reflex tendon menurun, parese, pergerakkan sendi-sendi
terganggu.

c) Sistem saraf Otonom


Sistem saraf otonom terdiri dari simpatis dan parasimpatis. Di perifer,
serabut preganglionik meninggalkan medulla spinalis bersinaps di
ganglion dan serabut pot ganglion berjalan bersama-sama dengan saraf
motorik dan sensorik membentuk saraf perifer.
Keterlibatan saraf otonom (neuropati otonom) mengganggu persepsi,
perubahan pola berkeringat dan regulasi temperature, kulit kering, bersisik,
kakum mudah terjadi pecah-pecah, serta tidak peka terhadap perubahan
dan akhirnya mudah terkena infeksi. Daerah yang kulitnya kering serta
mendapat tekanan dapat tumbul kalus pada daerah tersebut.

Penyebab ND sampai sekarang ini belum diketahui sepenuhnya tetapi


diduga bersifat multifaktorial, beberapa teori yang dianut diantaranya :
teori metabolic, vaskuler, dan Neurotrophic factor yang berkurang.
- Teori metabolic
Hiperglikemia menyebabkan kenaikan kadar gula darah intraseluler.
Kelebihan glukosa diubah menjadi sorbitol dan fruktosa. Akumulasi
keduanya akan menyebabkan penurunan mionositol, penurunan aktifitas
Na+/K+ - ATPase yang selanjutnya mengganggu transport aksonal
sehingga menyebabkan kecepatan hantar saraf tepi menurun.
- Teori vaskuler (Hypoksik-Iskemik)
Teori ini menyebutkan pada penderita ND terjadi penurunan aliran darah
ke endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah
akibat hiperglikemi dan juga berbagai factor metabolic dapat menyebabkan
penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endothelial
yang kesemuanya dapat menyebabkan iskemia, dan keadaan ini juga
menyebabkan terganggunya transport aksonal, aktifitas Na+/K+ - ATPase
yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.
- Teori Neurotrophic factor
Neurotrophic factor (NF) sangat penting untuk system saraf dalam
mempertahankan perkembangan dan respon regenerasi system saraf. Nerve
growth factor (NGF) misalnya merupakan protein yang member dukungan
besar terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Pada penderita
DM, neurotrophic factor jumlahnya berkurang sehingga transport aksonal
yang retrograd terganggu.
Disamping iti terdapat juga teori laminin dan autoimun yang ikut berperan
dalam terjadinya ND.

Pada penderita DM lesi terjadi mulai dari neuron sampai berakhir di organ
target. Lesi tersebut menyebabkan remodeling dan hipereksibilitas membran.
Di bagian proksimal dari lesi timbul tunas-tunas baru dan berakhir sebagai
tonjolan disebut dengan neuroma. Neuroma merupakan tempat akumulasi ion-
channel (terutama Na-channel), molekul-molekul reseptor dan transduser baru
yang menjadi penyebab munculnya impuls ektopik baik yang spontan ataupun
yang dibangunkan. Impuls ektopik melalui serabut saraf C akan merangsang
neuron sensorik di kornu dorsalis terutama wide dynamic range menjadi lebih
sensitive dan direspon secara berlebihan sehingga menimbulkan hiperalgesia
dan yang melalui serabut saraf A- beta menyebabkan alodinia.
Nyeri terjadi larena adanya gangguan keseimbangan antara eksitasi dan
inhibisi yang terdapat pada kerusakan jaringan (inflamasi) atau system saraf
(neuropati). Pada neuropati terjadi disinhibisi yang dapat disebabkan oleh
penurunan gaba/glisin akibat kematian neuron-neuron penghasil kedua zat
tersebut. Nyeri inflamasi dapat dipicu oleh lesi yang terjadi pada serabut saraf
afferent yang akan menyebabkan munculnya mediator inflamasi seperti
prostaglandin E2, bradikinin, histamine, serotonin, dan sebagainya. Mediator
tersebut langsung atau tidak langsung mengaktifasi/mensensitisasi
nosireseptor sehingga timbul nyeri spontan atau hiperalgesia primer. Hal inilah
yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap timbulnya nyeri
musculoskeletal dan nyeri artropati.
Nyeri oleh karena neuropati termasuk ND dapat sangat menyakitkan dan
lebih menyebabkan disabilitas dari penyakit primernya. Pengobatan untuk ND
hanya bersifat sebagai terapi simtomatis, farmakoterapi yang dianjurkan
adalah :
1. NSAID : khususnya untuk nyeri musculoskeletal dan neuropati
2. Antidepresn : amitriptilin, imipramin, sertralin
3. Antikonvulsan : gamapentin, karbamazepin
4. Antiaritmia : mexiletine
5. Topikal Capsaicin

D. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umumekstremitas
b. Penilaian risiko insufisiensi vaskular
c. Penilaian risiko neuropati perifer

a. Ekstremitas
Ulkus diabetes cenderung terjadi di daerah tumpuan beban terbesar, seperti
tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (jari pertama
dan kedua). Ulkus di malleolus terjadi karena sering mendapat trauma. Kelainan
lain yang dapat ditemukan seperti callus hipertropik, kuku rapuh/pecah, kulit
kering, hammer toes, dan fissure.
b. Insufisiensi Arteri Perifer
Pemeriksaan fisik akan rnendapatkan hilangatau menurunnya nadi perifer.
Penemuanlain yang berhubungan dengan aterosklerosis meliputi bising
(bruit) arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut kaki, sianosis
jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemik, serta pengisian arteri tepi (capillary
refill test) lebih dari 2 detik. Pemeriksaan vaskular non-invasif meliputi
pengukuran oksigen transkutan, anklebrachial index (ABI), dan tekanan
sistolik jari kaki. ABI dilakukan dengan alat Doppler. Cuff dipasang di
lengan atas dan dipompa sampai nadi brachialis tidak dapat dideteksi
Doppler. Cuff kemudian dilepas perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi
kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, cuff
dipasang di bagian distal dan Doppler dipasang di arteri dorsalis pedis atau
arteri tibialis posterior. ABI didapat dari tekanan sistolik ankle dibagi
tekanan sistolik brachialis. Bila ankle brachial index <0,3, pasien didiagnosis
critical limb ischemia, yang berarti iskemi berat.

c. Neuropati Perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi,
hilangnya refleks tendon dalam, ulserasi trofik, foot drop, atrofi otot, dan
pembentukan callus hipertropik khususnya di daerah penekanan misalnya tumit.
Status neurologis dapat diperiksa menggunakan monofilamen Semmes-
Weinsten untuk mendeteksi “sensasi protektif”. Hasil abnormal jika penderita
tidak merasakan sentuhan saat ditekan sampai monofilamen bengkok. Alat
pemeriksaan lain adalah garpu tala 128 Hz untuk sensasi getar di pergelangan
kaki dan sendi metatarsofalangeal pertama. Pada neuropati metabolik intensitas
paling parah di daerah distal. Pada umumnya, seseorang tidak merasakan
getaran garpu tala di jari tangan lebih dari 10 detik setelah pasien tidak dapat
merasakan getaran di ibu jari kaki. Beberapa penderita normal menunjukkan
perbedaan antara sensasi jari kaki dan tangan pemeriksa kurang dari 3 detik.

E. Klasifikasi dan Penatalaksanaan


Sistem klasifikasi derajat luka yang baik dan sering digunakan, telah dipakai
luas dan mudah penggunaannya yang dapat memberikan gambaran rinci mengenai
suatu ulkus kaki yang akan membantu dalam merencanakan strategi perawatan,
dan juga dapat memprediksikan hasil dalam hal penyembuhan ataupun tindakan
amputasi anggota gerak bawah. Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk
menggambarkan karakteristik pada KD yaitu tentang daerah luka, kedalaman luka,
apakah ada neuropati, infeksi atau iskemia.
Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan
secara luas untuk mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes. Klasifikasi Wagner-
Meggit dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot (IWGDF)
dan dapat diterima semua pihak agar memudahkan perbandingan hasil-hasil
penelitian.
Kategori derajat luka berdasarkan klasifikasi Wagner.

Grade Lesi

0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh dan mungkin terdapat deformitas kaki
seperti : claw, kalus, hallux, valgus, dll

1 Ulkus superficial dan terbatas di kulit

2 Ulkus dalam, tembus kulit sampai ke tendon, ligament, kapsul sendi, atau
fasia bagian dalam tanpa abses atau osteomielitis

3 Ulkus dalam dengan atau abses, osteomielitis, sepsis sendi

4 Gangrene terbatas pada jari kaki/kaki bagian distal dengan atau tanpa selulitis

5 Gangrene luas seluruh kaki

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus KD adalah agar terjadi penutupan dan
penyembuhan luka dengan sempurna maupun mencegah ulkus berulang. Beberapa
tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan perawatan konservatif,
tindakan pencegahan dan intervensi bedah.
1. Konservatif
Penatalaksanaan konservatif ditentukan oleh tingkat keparahan (grade),
vaskularitas dan adanya infeksi.
1.1 Grade 1 dan 2
 Sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit
 Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :
 Kultur ous dengan swab, kuretage, debridement dan irigasi. Disebutkan
dengan kultur pus dapat mengkonfirmasi infeksi mencapai 95%
 Debridement ulkus merupakan hal yang sangat penting yang bertujuan
untuk menghilangkan benda asingm jaringan nekrosis, menurunkan
bacterial load, membersihkan luka dan meningkatkan thrombosis atau
growth factor dipinggir luka yang berguna sebagai langkah awal dari
penyembuhan luka. Penderita dianjurkan untuk membersihkan untuk
membersihkan luka di rumah minimal 2 kali perhari, pertahankan kaki
lebih tinggi dan cegah berjalan yang tidak perlu.
 Luka yang terbuka ditutupi dengan pembalut steril, tidak lengket dan
kering
 Pasien dikontrol oleh perawat setiap 3-7 hari, untuk evaluasi luka. Pada
umumnya ulkus 75% akan menutup selama 2 minggu dan hanya sekitar
15% yang memerlukan tambahan pengobatan.
1.2 Grade 3
 Pasien harus dirawat dirumah sakit, dilakukan debridement, kultur pus,
penting evaluasi keterlibatan pembuluh darah perifer dan biopsy tulang
membantu pemilihan pengobatan.
Terapi standar dengan pemberian antibiotic iv selama 10-12 minggu.
 Intervensi bedah dilakukan bila infeksi telah mengenai tulang dan tidak
terjadi penyembuhan luka.
1.3 Grade 4 dan 5
 Pada grade ini pasien harus dirawat di rumah sakit, dilakukan tindakan
bedah ataupun amputasi.

2. Pencegahan
Pencegahan terjadinya ulkus KD adalah dengan melakukan pengontrolan
kadar gula darah ketingkat kadar gula darah yang normal dirumah. Termasuk
keterampilan mengatur diet penggunaan obat-obatan.

2.1 Perawatan rutin medis


 Kunjungan regular, pemeriksaan dan perawatan kaki secara dini
 Penilaian factor resiko
 Deteksi dini dan terapi yang agresif pada lesi yang baru
2.2 Pemeriksaan denyut nadi
 Evaluasi denyut nadi
 Menilai pulsasi kaki, tes vaskular noninvasive jika ada indikasi
2.3 Sepatu proteksi
 Memiliki ruangan yang adekuat, berperan sebagai protektif terhadap
cidera, sepatu karet, sepatu yang dalam dan lebar.
 Modifikasi khusus jika perlu
2.4 Mengurangi tekanan
 Sepatu tempahan
 Memiliki bantalan yang lembut
2.5 Pembedahan propilaksis
 Memperbaiki deformitas : Hammer toe, Charcots foot
 Mencegah ulkus berulang
2.6 Edukasi
 Hindari rokok, berjalan menggunakan alas kaki, mencuci kaki dengan
air hangat.
 Perawatan kuku
 Pemeriksaan tapak kaki regular setiap hari, antara jari kaki.Kaki
dibersihkan setiap hari, mempergunakan sabun yang lembut dan
mempergunakan krem atau losion

F. Penanggulangan infeksi
Infeksi adalah masalah yang penting dan sangat sering terjadi sebagai
komplikasi yang serius pada KD, perlu penanganan segera yang dimulai dari
lesi yang minimal. Mudahnya terjadi infeksi pada penderita KD diakibatkan
oleh adanya iskemia, mikrotrombus, sebelumnya hingga akhirnya terbentuk
abses, gangren, sepsis, dan osteomielitis.
Setiap penderita DM memiliki respon terhadap infeksi yang berbeda-beda.
Tanda-tanda infeksi yang umum dapat berupa demam, edema, eritema,
pernanahan, atau berbau dan leukositosis. Penderita DM dengan infeksi kaki
sekalipun berat tidak selalu diikuti dengan peningkatan temperature tubuh dan
jumlah leukosit. Di samping itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang
tampak secara klinis. Menurut Gibbons dan Eliopoulus, 1984 pada infeksi kaki
yang berat pada 2/3 penderita DM tidak dijumpai tanda-tanda infeksi seperti
temperature tubuh < 37,8 dan jumlah leukosit < 10,103/mm3.
Kuman penyebab infeksi meliputi polimikrobial yang bersifat aerob dan
anaerob, gram negative dan gram positif. Leicher dkk, 1988 mendapatkan hasil
pemeriksaan kultur bakteriologi dijumpai mikroorganisme yang tersering
adalah gram positif 72% (Staphylococcus dan Streptococcus grup B) dan gram
negative 49% (E. coli, Klebsiela species, Pseudomonas aeruginosa, Proteus
species, Bacteriodes species, dan Peptostreptococcus). Peneliti lain
mendapatkan kuman yang tersering adalah kokus gram positif aerobic 89% basil
gram negative aerob 36% dan anaerob 17%. Penyebab tersering yang lain adalah
jamur candida albicans dan trichopiton walaupun tidak bersifat sistemik.
Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya didapatkan
infeksi bakteri multipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik harus selalu sesuai
dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Lini pertama antibiotik spektrum
luas, mencakup kuman gram negatif dan positif (misalnya sefalosporin),
dikombinasi dengan obat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazole).
Antibiotik yang direkomendasi sebagai terapi empiris pada ulkus KD sebelum
diperoleh hasil kultur dan uji resistensi sebagai berikut:
Tabel Regimen antibiotic empiric pada Ulkus KD

Skenario Drug of Choice Alternatives

Mild to moderate, Dicloxacillin Cephalexin (keflex); amoxicillin/clavulanate


(Pathocil) potassium (augmentin); oral clindamycin
Localized cellulitis (cleocin)
(outpatient)

Moderate to severe Nafcillin Cefazolin (ancef); ampicilin/sulbactam


cellulitis (Unipen) or (unasyn), clindamycin IV, vancomycin
oxacillin (vancocin)
(inpatient)

Moderate to severe Ampicilin/sulbac Ticarcilin/clavulanat (timentin);


celulitis with ischemia tam piperacilin/tazobactam (zosyn); clindamycin
or significant local plus ciprofloxacin (cipro); cefreazidime
necrosis (fortaz) or cefepime (maxipime)
orcefotaxime (claforan) or ceftriaxon
(rocephin) plus metronidazole (flagyl);
cefazolin (for Staphylococcus aureus);
nafcilin (unipen); oxacilin

Life or limb threatening Ticarcilin/clavul Clindamycin plus ciprofloxacin or


infection anate tobramycin (nebcin); clindamycin plus
orpoperacilin/ta ceftazidime or cefepime or cefotaxime or
zobactam, with ceftriaxone; imipenem/cilastin (primaxin) or
or without an meropenem (merrem); vancomycin plus
aminoglycoside aztreonam (azactam) plus metronidazole;
vancomycin plus cefepime, ceftazidime plus
metronidazole.
Persons with serious
betalactam allergy may
be given alternative
agents

G. Preventif

H. Prognosis
Walaupun telah terdapat banyak obat-obatan yang efektif sebagai penurun
kadar gula darah, pada penderita DM komplikasi jangka panjang tetap saja
berlangsung , namun pada yang kadar gulanya tidak terkontrol dengan baik,
komplikasi yang terjadi lebih serius dibandingkan dengan yang kadar gulanya
terkontrol baik. Tingkat penyembuhan ulkus tergantung kepada tingkat klasifikasi
luka, sedangkan tinggi tingkat derajat luka semakin sulit suatu luka akan sembuh
dengan demikian akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Diagnosis
dini dan penanganan tepat merupakan hal yang penting untuk mencegah amputasi
dan menjaga kualitas hidup penderita.
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang Pasien dengan DM 2 terkontrol datang dengan keluhan lemas dan nyeri yang
memberat pada luka di kakinya yang belakangan ini merembes nanah bercampur darah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan luka di kakinya merupakan ulkus DM grade II dengan
disertai destruksi tulang. Adanya traumatisasi dari luka pasien menyebabkan perdarahan
hingga timbul anemia. Sedangkan dari status lokalis luka pasien juga timbul tanda
peradangan ulkus KD sedang berupa selulitis, eritema, leukositosis, dan pus yang
produktif hingga perlu dilakukan kontrol antimikroba dengan menggunakan ceftazidime
dan metronidazole yang merupakan regimen antibiotik yang empiris untuk menangani
pasien dengan ulkus KD sebelum hasil kultur dan sensitifitas pus jadi. Perawatan luka
ulkus KD meliputi rawat luka dan kontrol mekanik. Dressing yang dilakukan pada
perawatan pasien adalah debridemen tajam yang berguna untuk membersihkan dan
dekompesi luka dari tekanan jaringan mati. Sedangkan dari sisi kontrol metabolic pasien
telah terkontrol dengan glimepiride dan metformin. Untuk menjawab problema KD dapat
dilakukan dengan pendekatan multidisiplin, penyuluhan, perawatan kaki, penggunaan
sepatu khusus, disebutkan melalui edukasi yang baik dapat menurunkan kejadian
amputasi sampai dengan 50%.

BAB V
KESIMPULAN

Penderita DM semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Dengan demikiran


ancaman untuk terjadinya komplikasi pada kaki juga meningkat. Ulkus KD merupakan
komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DM. terjadinya KD meliputi
multifaktorial yang saling terkait satu dengan yang lainnya dan berhubungan dengan
angiopati, neuropati, dan infeksi. Bila penanganan dan pengobatan yang terlambat atau
tidak tepat, lesi mudah terinfeksi yang akhirnya akan terjadi komplikasi yang lebih berat,
sehingga kemungkinan ancaman akan kehilangan anggota gerak lebih besar. Untuk
menjawab problema KD dapat dilakukan dengan pendekatan multidisiplin, penyuluhan,
perawatan kaki, penggunaan sepatu khusus, disebutkan melalui edukasi yang baik dapat
menurunkan kejadian amputasi sampai dengan 50%.
Perawatan ulkus diabetes pada dasarnya terdiri dari 3 komponen utama, yaitu
debridement, pengurangan beban tekanan pada kaki, dan penanganan infeksi. Balutan
yang efektif dan tepat membantu penanganan optimal. Keadaan sekitar luka harus dijaga
kebersihan dan kelembapannya. Diagnosis dini dan penanganan tepat merupakan hal
yang penting untuk mencegah amputasi dan menjaga kualitas hidup penderita.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association., 2017. Diagnosis and Classification Of Diabetes


Melitus. Diabetes Care 2017.

Kartika, Ronald W (2017). CME Penanggulangan kaki diabetik. IDI

Modha, D.et.al, 2011. UHL: Antimicrobial Guideline for Diabetic Ulcer . NHS Trust.

Chadwick, Paul, et al. 2013. Best Practice Guideline : Wound Management in Diabetic
Foot Ulcer. WOUNDS International.

Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.
Mardianto.M,J. 2011. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes. FK-
USU.

Fortuna.S. 2016. Studi Penggunaan Antibiotika pada Pasien DM dengan Ulkus dan
gangren. FK-Unair.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsesnsus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2015.

Anda mungkin juga menyukai