Anda di halaman 1dari 4

Bahaya Mengorek Telinga!

Telinga berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan. Agar kedua fungsi
tersebut berjalan, telinga harus dijaga. Sayang, banyak orang yang kadung salah
dalam hal menjaga kebersihan telinga. Misalnya, mengorek telinga.

Telinga terdiri dari telinga luar, tengah dan dalam. Ketiga bagian ini bekerjasama
menangkap gelombang suara dan menjadikannya bunyi yang nyata. Awalnya,
gelombang suara diterima oleh telinga luar. Telinga luar sendiri terdiri dari daun dan
liang telinga. “Daun telinga menampung suara, yang kemudian disalurkan ke liang
telinga,” jelas dr. Darnila Rani, Sp.THT dari RSCM.

Dari liang telinga, suara kemudian masuk ke telinga tengah melalui gendang telinga.
Di belakang gendang telinga, terdapat tulang pendengaran yang bentuknya
menyerupai rantai. Tulang-tulang ini saling berhubungan pada sendi dan berfungsi
mengantarkan gelombang suara hingga menggetarkan gendang dan sampai ke
telinga dalam.

Di telinga dalam terdapat alat penerima yang disebut rumah siput. Di dalam rumah
siput terdapat ujung-ujung saraf, cairan, dan organ yang mengambang. Gelombang
suara yang diantarkan gendang dan tulang telinga akan menggetarkan cairan dalam
rumah siput, sehingga membuat organ yang mengambang bergerak dan menyentuh
ujung-ujung saraf pendengaran. Proses yang tadinya menggunakan tenaga mekanik
kemudian diubah menjadi tenaga listrik, dan disampaikan ke otak sehingga kita
mendengar suara.

Sementara sebagai alat keseimbangan, prosesnya lebih kompleks. Proses terjadi di


telinga dalam. Telinga bekerjasama dengan organ lain seperti mata, sendi-sendi,
otak dan lainnya. Jika ada dua organ yang tidak berfungsi, maka keseimbangan kita
pun akan hilang.

BAHAYA MENGOREK

Bentuk telinga dirancang untuk mengantisipasi masuknya kotoran. Liang telinga


yang bersudut membuat kotoran, seperti debu atau serangga, sulit menembus
bagian yang lebih dalam. Tugas menghalau kotoran juga dilakukan kelenjar rambut
yang terdapat di bagian depan setelah liang telinga. Di sini juga diproduksi getah
telinga yang bernama serumen. Kita lebih mengenalnya sebagai tai telinga atau
getah. Tai telinga inilah yang akan menangkap kotoran dan dengan sendirinya
membersihkannya.

Orang sering salah kaprah menyangka tai telinga sebagai kotoran. Padahal,
fungsinya sangat penting untuk membersihkan kotoran yang masuk. Secara
alamaiah, kotoran yang masuk akan kering dan keluar sendiri. "Tai telinga tidak
usah dibuang, kecuali jika menggumpal dan menyumbat liang telinga sehingga
menghalangi masuknya gelombang suara ke telinga dalam," tegas Darnila. Lagipula,
tak banyak kasus orang yang mengalami penggumpalan getah ini.

Dalam kadar normal, tai telinga hanya menutupi permukaan dinding telinga. Jika
dibersihkan, getah akan diproduksi lagi. Maka, telinga sebaiknya tidak dibersihkan
dengan cara dikorek. Cukup bersihkan bagian luar saja, yaitu daun dan muara liang
telinga. "Bagian lebih dalam dari itu, seumur hidup pun tak perlu dibersihkan," tegas
Darnila.

Salah satu yang sering dilakukan orang adalah mengorek telinga. Tak banyak yang
tahu, mengorek telinga justru akan mengakibatkan terdorongnya getah telinga ke
bagian yang lebih dalam yang bukan tempatnya. Jika getah ini dibersihkan, maka
getah akan diproduksi lagi. Jika pengorekan dilakukan terus-menerus, getah yang
terdorong akan menumpuk dan menyumbat, sehingga pendengaran pun menurun
karena gelombang suara tak bisa disalurkan dengan baik.

Mengorek telinga juga bisa mengakibatkan perbenturan sebab telinga kita bentuknya
bersudut. Perbenturan ini akan mengakibatkan pembengkakan atau perdarahan.
Pengorekan yang terlalu keras atau dalam juga bisa mengakibatkan trauma,
ditambah dinding telinga kita mudah berdarah.

Masih ada lagi, mengorek telinga juga bisa bikin kolaps. Anda mungkin pernah
mengalami batuk-batuk saat mengorek kuping. Nah, hal ini disebabkan adanya
refleks saraf pagus yang terdapat di dinding telinga. Saraf pagus membentang ke
tenggorokan, dada sampai perut. Batuk-batuk adalah refleks yang ringan. Refleks
yang berat dan berbahaya bisa mengakibatkan kolaps.

MUKA TAK SIMETRIS

Mengorek telinga juga bisa menyebabkan infeksi. “Infeksi yang berat dan berada di
tempat yang sensitif bisa menyebabkan kualitas pendengaran menurun, bahkan
membuat muka jadi mencong (tak simetris),” ujar Darnila.

Salah satu saraf yang terdapat di telinga adalah saraf facialis. Saraf ini berada di
belakang liang telinga. Fungsinya menggerakkan otot muka dan sebagai bagian yang
menunjang pendengaran. “Meski saraf ini dilindungi tulang, namun jika infeksi atau
gangguan lain sudah mengenainya, maka bisa mengakibatkan muka menjadi
mencong, mata tak bisa ditutup, dan lainnya, yang disebut kelumpuhan saraf
facialis.”

Infeksi akibat mengorek terlalu keras bisa berbentuk seperti bisul yang bernanah.
Infeksi bisa terjadi di liang telinga, kelenjar rambut, bahkan sampai ke bagian
telinga tengah di belakang gendang. Selain karena mengorek, infeksi telinga tengah
yang disebut congek bisa pula disebabkan oleh adanya infeksi di saluran nafas, yang
berasal dari belakang hidung lalu merambat ke saluran tuba eskafius yang
menghubungkan rongga di belakang hidung dengan telinga tengah. “Jika produksi
nanah semakin banyak, maka gendang bisa pecah atau bocor. Akibat selanjutnya,
pendengaran akan terganggu,” lanjut Darnila.

Di dalam telinga terdapat banyak sekali saraf. Itulah kenapa telinga sangat sensitif.
Ketika kita sakit amandel, sakit gigi atau radang tenggorokan, telinga juga terasa
sakit, karena telinga kita dilalui saraf perasa. Saraf ini akan mengalihkan rasa sakit
di daerah lain sampai ke telinga.

HINDARI MUSIK KERAS

Banyak hal bisa menjadi penyebab menurunnya kualitas pendengaran. Dalam


gangguan taraf ringan, orang hanya akan mampu mendengar bunyi dengan
kapasitas 25 - 40 desibel saja, taraf sedang 40 - 60 desibel, dan jika lebih dari 60
desibel berarti berada dalam taraf berat.

Penyebabnya beraneka ragam, mulai kelainan di telinga luar hingga dalam. Kelainan
di telinga luar bisa disebabkan adanya penyumbatan oleh getah telinga, benda asing,
bisul, atau tumor. Gangguan di telinga tengah seperti gendang pecah, perdarahan
akibat benturan pada kecelakaan, terputusnya rantai tulang pendengaran atau
keluarnya cairan karena alergi.

Sementara di telinga dalam, gangguan berupa "pingsan" atau matinya sel rambut
yang mengubah getaran mekanik jadi listrik lalu menyampaikannya ke otak.
"Pingsan" atau matinya sel rambut disebabkan trauma bising, misalnya mendengar
terlalu lama dan sering bunyi-bunyian yang amat keras, infeksi yang menjalar dari
telinga tengah atau karena keracunan obat. Melalui peredaran darah, racun dari obat
bisa sampai ke telinga dalam.

Penyakit seperti darah tinggi dan diabetes juga bisa mengurangi pendengaran.
Pasalnya, penyakit ini bisa sebabkan rusaknya pembuluh darah. "Akibatnya, telinga
dalam sebagai terminal tak mendapat makanan yang cukup," ujar Darnila. Sejumlah
makanan juga bisa menyebabkan penurunan pendengaran jika menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Contohnya garam, lemak dan rokok. Turunnya
pendengaran karena darah tinggi, diabetes dan keracunan obat bisa menyerang dua
belah telinga. Sementara penyebab lainnya hanya menyerang telinga yang
mengalami gangguan. Perlu diingat, gangguan di satu telinga tidak menjalar ke
telinga yang lain.

Kebanyakan gangguan yang terjadi di telinga luar dan telinga tengah bisa diatasi.
Sedangkan jika mengenai telinga dalam agak sulit. "Kalau sel rambut di telinga
dalam hanya "pingsan", misalnya akibat mendengarkan musik disko selama dua jam
saja, maka pendengaran akan kembali setelah beberapa lama menghindar musik
keras ini. Namun, jika terlalu sering mendengar musik atau bunyi-bunyian yang
amat keras, bisa saja sel rambut itu patah dan akhirnya kualitas pendengaran rusak
berat. Umumnya hal ini tak bisa diperbaiki," kata Darnila.

Pendengaran menurun yang permanen juga bisa ditemukan pada bayi dengan
kelainan bawaan. Biasanya pada mereka bisa dilakukan tes refleks. Tes ini bisa
dilakukan oleh orang tua yang merasa curiga anaknya tidak bisa mendengar.
"Caranya dengan membunyikan sesuatu di tempat tersembunyi, yang tidak bisa lihat
matanya. Lihat saja, apakah saat mendengar bunyi ia langsung memberi respon
atau tidak?"

Anda mungkin juga menyukai