Anda di halaman 1dari 13

PANUM KEPERAWATAN DASAR MANUSIA

NYERI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4
1. Aristasari Dian Kuspratiwi
2. Danar Ardiansyah
3. Yudith Zulkarnaen
4. Kulsum Sindi Pertiwi
5. Wahyu Nilam Pratiwi
6. Desiana Wredayanti
7. Silfi Rusdiana
8. Selly Martika
9. I Wayan Erditayasa
10. Ida Bagus Putu Andika Pramana
11. Dwi Hesti Agustina
12. Lysta Thiaraciwi

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
MANAJEMEN NYERI

1. Pengertian
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri,
2007). International Association for Study of Pain (IASP) menyatakan nyeri
adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata,
berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada persepsinya.
Walau pun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara
sederhana nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak
menyenangkan. Baik secara sensori mau pun emosional yang berhubungan
dengan adanya suatu jaringan atau factor lain, sehingga individu merasa
tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari,
psikis, dan lain-lain. (Asmadi.2008).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan
adanya kerusakan. Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan
sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan
dengan durasi kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional);
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat hingga
akhir yang dapat diantisipasi atau di prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri
kronisserangan yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3
bulan (NANDA, 2012).

2. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan
tegangan otot.
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk dalam kategori
nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri
psikosomatis.

3. Etiologi
a. Agen cedera fisik : penyebab nyeri karena trauma fisik
b. Agen cedera biologi : penyebab nyeri karena kerusakan fungsi organ
atau jaringan tubuh
c. Agen cedera psikologi : penyebab nyeri yang bersifat psikologik
seperti kelainan organik, neurosis traumatik, skizofrenia
d. Agen cedera kimia : penyebab nyeri karena bahan/zat kimia.

1) Faktor resiko

a) Nyeri akut

- Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal


- Menunjukkan kerusakan
- Posisi untuk mengurangi nyeri
- Muka dengan ekspresi nyeri
- Gangguan tidur
- Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
- Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang,
mengeluh)
b) Nyeri kronis
- Perubahan berat badan
- Melaporkan secara verbal dan non verbal
- Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus
pada diri sendiri
- Kelelahan
- Perubahan pola tidur
- Takut cedera
- Interaksi dengan orang lain menurun
2) Factor predisposisi
a) Trauma
b) Peradangan
c) Trauma psikologis
3) Factor presipitasi
a) Lingkungan
b) Suhu ekstrim
c) Kegiatan
d) Emosi

4. Patofisiologi
a. Teori pemisahan (Specificity theory)
Rangsangan nyeri masuk ke medulla spinalis (spinal card) melalui
karnu dorsalis yang bersinapsis dari daerah posterior, kemudian naik ke
tractus lissur dan menyilang dari garis median ke garis/ ke sisi lainnya
dan berakhir dari korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut
diteruskan.
b. Teori pola (Pathern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis dan merangsang sel T. Hal ini mengakibatkan suatu reson yang
merangsang ke bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri serta
kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga
menimbulkan nyeri.
c. Teori pengendalian gerbang (Gate control theory)
Nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang keduanya
berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serabut saraf
besar akan mengakibatkan aktivitas substansia gelatinosa yang
mengakibatkan tutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T
terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan akut terhambat.
Rangsangan saraf besar dapat langsung merangsang korteks serebri.
Hasil persepsi ini akan dikembalikan dalam medula spinalis melaui serat
eferen dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada
serat kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan
membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang
selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.
d. Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls
saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls
saraf. Pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls lamban
dan endogen opials system supresif.

Konduksi impuls noriseptif pada prinsipnya ada dua tahap yaitu :


a. Melalui sistem noriseptif
Reseptor di perifer  lewat serabut aferen, masuk medulla spinalis  ke
batang otak oleh mesenfalon / midbrain.
b. Melalui tingkat pusat
Impuls noriseptif mesenfalon ke korteks serebri di korteks asosiasinya 
sensasi nyeri dapat dikenal karakteristiknya.
Impuls - impuls nyeri disalurkan ke sumsum tulang belakang oleh 2 jenis
serabut bermielin rapat A delta dan C dari syaraf aferen  ke spinal dan
sel raat dan dan sel horn  SG melepas P (penyalur utama impuls nyeri )
 Impuls nyeri menyeberangi sumsum belakang pada interneuron –
interneuron bersambung dengan jalur spinalis asenden.
Paling sedikit ada 6 jalur ascenden untuk impuls-impuls nosireseptor
yang letak pada belahan vencral dari sumsum belakang yang paling
utama : SST (spinathamic tract) = jalur spinareticuler trace)  impuls-
impuls ke batang otak dan sebagian ke thalamus mengaktifkan respon
automic dan limbic (pada kulit otak )  afektif dimotivasi.

5. Tanda dan Gejala


a. Klien melaporkan nyeri baik secara verbal atau non verbal
b. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang, mengeluh)
c. Menunjukkan kerusakan pada bagian tubuhnya.
d. Posisi untuk mengurangi nyeri.
e. Ada gerakan untuk melindungi.
f. Tingkah laku berhati-hati.
g. Fokus pada diri sendiri dan penurunan interaksi dengan lingkungan.
h. Perubahan dalam nafsu makan dan minum.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di
abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d. Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak

7. Komplikasi
a. Edema Pulmonal
b. Kejang
c. Masalah Mobilisasi
d. Hipertensi
e. Hipertermi
f. Gangguan pola istirahat dan tidur

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
- Monitor tanda-tanda vital
- Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
- Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri
ringan sampai sedang)
- Kompres hangat
- Mengajarkan teknik relaksasi
b. Penatalaksanaan medis
- Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan
nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
- Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat
analgesik seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau air. Terapi ini
dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan
pasien.
9. Pathway

Agen cedera (injury)

Fisik (Trauma) Biologis Kimia Psikologis

Gangguan sirkulasi
dan kelainan darah

Peradangan

Nyeri Kerusakan pada


bagian tubuh

Nafsu makan dan


minum menurun

Gangguan Kerusakan Kerusakan Defisit


nutrisi integritas kulit mobilitas fisik Perawatan Diri
10. Pengkajian (Data Fokus)
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
1) Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superficial
2) Posisi atau lokasi nyeri
Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan oleh klien,
sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam (visceral) lebih dirasakan
secara umum. Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi empat kategori yang
berhubungan dengan lokasi :
a) Nyeri terlokalisir : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya.
b) Nyeri Terproyeksi : nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik.
c) Nyeri Radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat
dilokalisir.
d) Reffered Pain (Nyeri alih) : nyeri dipersepsikan pada area yang jauh dari
area rangsang nyeri.
b. Intensitas
Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Perubahan dari
intensitas nyeri dapat menandakan adanya perubahan kondisi patologis dari
klien.
c. Waktu dan Lama (Time & Duration)
Perawat perlu mengetahui/mencatat kapan nyeri mulai timbul, berapa lama,
bagaimana timbulnya, interval tanpa nyeri dan kapan nyeri terakhir timbul.
d. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dari nyeri. Anjurkan
pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui: nyeri kepala mungkin dikatakan
“ada yang membentur kepalanya”, nyeri abdominal dikatakan “seperti teriris
pisau”.
e. Skala nyeri
Beberapa contoh alat pengukur nyeri :
1) Anak-anak

2) Dewasa
Skala intensitas nyeri deskriptif

Skala identitas nyeri numerik

Skala analog visual


Skala nyeri menurut Bourbanis

Keterangan :

0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berinteraksi
dengan orang lain.
f. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain : ekspresi
wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah dan lain-lain.
g. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri : lingkungan, suhu
ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor fisik dan emosi.
h. Hal yang perlu dikaji lainnya adalah karakteristik nyeri (PQRST)
P (provokatif) : factor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (Skala nyeri) : keparahan/ intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan/ frekuensi nyeri.
11. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Nyeri akut b/d agen cedera biologis, fisik, dan kimia.
b. Nyeri kronis b/d cedera medulla spinalis, cedera otot, cedera tabrakan, fraktur,
gangguan muskuloskeletal kronis, kompresi otot, kontusio, pasca-trauma karena
gangguan.
c. Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri.
d. Kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi fisik.
e. Gangguan nutrisi b/d faktor biologis.
f. Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan, imobilisasi.
12. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
a. Nyeri akut b/d agen Kontrol Nyeri (1605) Manajemen Nyeri (1400)
1. (160502)Mengenali kapan nyeri terjadi (5) 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
cedera biologis, fisik,
2. (160501)Menggambarkan faktor penyebab lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
dan kimia. (5) intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
3. (160503)Menggunakan tindakan 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
b. Nyeri kronis b/d
Pencegahan (5) ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
cedera medulla 4. (160504)Menggunakan tindakan dapat berkomunikasi secra efektif
pengurangan nyeri tanpa 3. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
spinalis, cedera otot,
analgetik (5) mempengaruhi respon pasien terhadap
cedera tabrakan, 5. (160505)Menggunakan analgetik yang ketidaknyamanan (misalnya; sushu, ruangan,
direkomendasikan (5) pencahayaannya, suara bising)
fraktur, gangguan
6. (160513)Melaporkan perubahan terhadap 4. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu
muskuloskeletal gejala nyeri pada profesional penurunan nyeri
kesehatan (5) 5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti:
kronis, kompresi otot,
7. (160507)Melaporkan gejala yang tidak biofeedback, hipnotis, relaksasi, terapi musik, terapi
kontusio, pasca- terkontrol pada profesional bermain, terapi aktivitas, akupressure, aplikasi
kesehatan (5) panas/dingin dan pijitan, sebelum, sesudah, dan jika
trauma karena
8. (160509)Mengenali apa yang terkait memungkinkan, ketika melakukan aktivitas yang
gangguan. dengan gejala nyeri (5) menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau
9. (160511)Melaporkan nyeri yang terkontrol meningkat, dan bersamaan dengan tindakan penurun
(5) rasa nyeri lainnya)
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab
Keterangan penilaian : nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
1. Tidak pernah menunjukkan darin ketidaknyamanan akibat prosedur
2. Jarang menunjukkan 7. Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan
3. Kadang-kadang menunjukkan peresepan analgesik.
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, A. Aziz. 2012. Buku Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Edisi


2. Jakarta : Salemba Medika
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:
Salemba Medika
Barbara, Kozier. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses
& Praktik Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC
NANDA International. 2015.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017.Jakarta: EGC
Mubarak, Wahit Iqbal.2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : teori dan
aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC
Potter, Patricia A., Perry, Anne G.2010.Fundamental Keperawatan, Edisi 7
Buku 3.Jakarta: Salemba Medika
Potter, Perry.2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses,
dan Praktik, Edisi 4.Jakarta: EGC
Tarwoto, Wartonah.2006.Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai