Bab Ii Ra
Bab Ii Ra
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Rheumatoid arthritis (RA) adalah suatu keadaan kronis dan biasanya merupakan
kelainan inflamasi progresif dengan etiologi yang belum diketahui yang dikarakterisasi
dengan sendi simetrik poliartikular dan manifestasi sistemik.5 Rheumatoid arthritis juga
didefinisikan sebagai inflamasi kronis yang umum disebabkan oleh kelainan autoimun
penghancuran pada kartilago dan tulang persendian. Kejadian inflamasi ini melibatkan
berisi cairan sinovial). Kesehatan penderita RA akan menurun dikarenakan rasa nyeri,
kelelahan, ketidakmampuan fungsional tubuh, serta ekonomi pasien yang dapat melemah
2. EPIDEMIOLOGI
Serikat. dengan prevalensi 1,3 juta. Biaya tahunan rata-rata RA per orang di Amerika
dewasa; Perancis sekitar 0,3%, Inggris dan Finlandia sekitar 0,8% dan Amerika
Serikat 1,1% sedangkan di Cina sekitar 0,28%. Jepang sekitar 1,7% dan India 0,75%.
Insiden di Amerika dan Eropa Utara mencapai 20-50/100000 dan Eropa Selatan
Jawa Tengah didapatkan prevalensi AR 0,3 %5, sedang di Malang pada penduduk
berusia diatas 40 tahun didapatkan prevalensi AR 0,5 % di daerah Kotamadya dan
Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2000 kasus baru Artritis Reumatoid merupakan
4,1% dari seluruh kasus baru. Di poliklinik reumatologi RS Hasan Sadikin didapatkan
3. ETIOLOGI
Penyebab dari rheumatoid arthritis (RA) tidak diketahui secara pasti, tetapi
1) Faktor genetik
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Yang paling kuat dari faktor
leukosit manusia (HLA) alur ikatan peptide dan disebut agregat “Shared
epitope”
2) Hormon sex
Prevalensi RA lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki –
ini.
3) Faktor infeksi
Beberapa bakteri dan virus diduga sebagai agen penyebab penyakit RA.
Organisme ini diduga menginfeksi sel induk dan merubah reaktivitas atau
4. PATOFISIOLOGI
adanya inflamasi kronis pada persendian tersebut. Inflamasi ini disebabkan karena adanya
kelainan pada sistem imun. RA kerap dihubungkan dengan adanya hipersensitivitas tipe III
dan adanya kelainan autoimun yang memicu teraktivasinya sistem imun secara berlebihan.
Secara umum, hipersensitivitas tipe III adalah kelainan sistem imun yang
antigen yang mengaktivasi jalur komplemen. Karena kompleks antibodi ini mengaktivasi
jalur komplemen klasik, maka akan terjadi sekresi protein-protein imun dan sel-sel imun
yang kemudian dapat memicu reaksi inflamasi sehingga dapat melukai sel ataupun bagian
dimana kompleks imun tersebut terbentuk seperti persendian dan glomerulus nefron.
disebabkan oleh antigen yang terlarut dalam cairan (plasma, sinovial, dan cairan tubuh
lain) sehingga tidak terjadi kompleks dengan sel tubuh. Hipersensitivitas tipe III ini dipicu
oleh berbagai sebab seperti kelainan autoimun, toxin bakteri, maupun antigen yang
Hipersensitivitas tipe III ini diawali dengan adanya antigen yang khusus yang dapat
memicu pembentukan kompleks dari imunoglobulin tertentu. Beberapa antigen yang dapat
memicu kompleks antibodi adalah antigen dari dalam diri (autoimun) seperti vimetin,
fibrin, dll, kemudian dikatakan adanya infeksi dari bakteri dan virus, serta adanya alergen
seperti spoa dari aspergilus yang menyebabkan terjadinya kompleks antibodi ada paru-
protein komplemen tipe 1 (C1) yang kemudian memicu teraktivasinya komplemen jalur
klasik. Protein C1 akan menempel pada Fc di kompleks imun tersebut. Protein C1 (terdiri
dari C1 q,r,s) akan membelah protein C4 menjadi C4a dan C4b dimana C4b akan
menempel pada kompleks imun sebagai anafilotoksin yang memacu inflamasi. Selain itu,
protein C1 akan membelah protein C2 menjadi protein C2a dan C2b dimana protein C2b
akan menempel pada C4b membentuk C3 konvertase yang mengubah C3 menjadi C3a dan
C3b. C3b memiliki 2 peran yang pertama bergabung dengan C3 konvertase membentuk
C5 konvertase dan yang kedua menempel pada permukaan kompleks imun dan berperan
sebagai opsonin bagi fagosit. C5 konvertase akan membelah C5 menjadi C5a sebagai
opsonin dan C5b sebagai MAC (membrane attack complex) bersama dengan protein
Pada akhirnya, akan terjadi migrasi sel-sel imun seperti netrofil, basofil, dan
peradangan sendi.10
internal berupa genetik maupun eksternal berupa antigen-antigen khusus (toksin bakteri
dan rokok). Dari segi genetik, seseorang akan mengalami peningkatan prosentase
menderita RA apabila pada DNA nya terdapat gen HLA-DRB1 yang diekspresikan.
Pengekspresian gen ini akan menyebabkan perubahan epitope pada sel limfosti yang
nantinya akan berikatan dengan MHC dan menghasilkan antibodi IgG yang berbeda pada
orang normal. Antibodi ini disebut dengan ACPA (Anti Citrunillated Protein Antigen).
pembentukan kompleks imun pada sendi yang disebut Rheumatoid Factor (RF).11
Selain adanya gen HLA-DRB1 yang diekspresikan, beberapa faktor eksternal juga
mempengaruhi terjadinya RA. Salah satu agen yang paling banyak menyebabkan RA
adalah rokok. Rokok dapat memicu terjadinya sitrunilasi pada protein-protein yang berada
dalam jaringan ikat seperti vimetin. Vimetin merupakan protein yang terdapat banyak
pada sel-sel jaringan ikat terutama persendian. Pada penderita RA, vimetin tersitrunilasi
merupakan antigen utama pemicu kelainan ini. Selain itu, beberapa sekret bakteri dapat
protein maka akan terbentuk antigen tersitrunilasi dan ACPA akan berikatan dengan
antigen tersebut sehingga terjadilah kompleks imun (RF). Dalam diagnosisnya, ACPA
positif belum tentu menunjukkan adanya RF. Hal ini dikarenakan walaupun terdapat
ACPA, namun belum tentu seorang penderita terpapar dengan antigen tersitrunilasi
sehingga belum tentu terbentuk kompleks imun.12 Selain itu, walaupun tidak
aktivasi sel-sel imun pada cairan sinovial akan terjadi sehingga menyebabkan
Pada penderita RA, dalam cairan sinovialnya terdapat banyak sel myeloid dan sel
dendrit yang melimpah. Sel-sel ini akan terkatifasi dengan adanya antigen berupa protein
tersitrunilasi. Sel T helper terutama Th 1 dan Th17 yang teraktivasi akan menghasilkan
berbagai mediator-mediator inflamasi seperti IL-17, IL-17F, IL-22, dan TNF alfa
sedangkan sel dendrit dan myeloid akan menghasilkan IL-1beta, IL-6, IL-21, dan, TGF-
beta. Protein-protein inflamasi ini akan menyebabkan deferensiasi IL-17 meningkat dan
menurunkan deferensiasi sel T regulatory (sel T yang dapat menekan sistem imun). Pada
penderita RA, ditemukan dalam cairan sinovialnya sel T regulatory yang memiliki
penurunan fungsi, sehingga tidak ada proses supresi dari mediator-mediator inflamasi. Hal
ini mengakibatkan adanya inflamasi pada daerah persendian. Sel B (CD20) yang
membantu Sel T pada membran sinovial juga akan membentuk sel B plasma yang akan
mensekresikan IgG. Pada orang dengan alele HSL-DRB1, IgG yang dihasilkan merupakan
IgG dengan FC anti protein tersitrunilasi (ACPA) sehingga akan membentuk kompleks
imun dengan protein tersitrunilasi. Akibatnya, protein komplemen akan teraktivasi
Selain itu, sel-sel imun yang lain juga berperan dalam proses inflamasi seperti
netrofil, makrofag, sel mast, dan NK-cells. Makrofag akan mensekresikan mediator-
mediator inflamasi seperti IL-6, IL-1, (juga 12, 15, 18, dan 23) dan TNF alfa. Selain itu,
kerusakan sendi. Selain makrofag, netrofil juga berperan dalam patogenesis RA, sebagai
pensintesis sitokin dan senyawa oksigen reaktif. Sel Mast juga berperan dalam mensintesis
dan TNF alfa. Ketiga sitokin ini akan menyebabkan osteoklas sehingga menyebabkan
deformasi sendi. Keseluruhan sitokin yang diseksresikan oleh sel-sel imun melalui protein
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat
peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan
berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan
pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala
penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi,
kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan
kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis
rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya
penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan
Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi,
berat badan menurun, anemia. Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai
pada persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai
persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba
hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi,
edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini
sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-
sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan
pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi
dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan
lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut
usia yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut,
bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah
beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila
Kerusakan sendi berlangsung dengan rasa sakit. Gejala khas pada arthritis adalah
nyeri sendi. Nyeri hebat di pagi hari setelah istirahat malam. Nyeri juga hebat ketika
beristirahat daripada ketika bekerja. Kekakuan sendi adalah gejala lain. Kekakuan otot-otot
selama pagi setelah bangun terlihat pada pasien rheumatoid arthritis serta osteoarthritis.
Namun, di antara pasien dengan osteoarthritis kekakuan pergi setelah sekitar setengah jam
aktivitas. Untuk pasien rheumatoid arthritis kekakuan dapat bertahan lebih lama. Sendi bisa
menjadi meradang. Hal ini ditandai dengan kehangatan dan kemerahan dari sendi. Ada
pembengkakan di atas sendi bersama dengan kemerahan. Sendi terasa panas dan menyakitkan
untuk disentuh. Seiring waktu sendi kecil dapat rusak dan menyebabkan cacat permanen.
Cacat yang disebabkan karena erosi tulang yang berakhir pada sendi, erosi kartilago dan
pecahnya tendon di sekitar sendi. Kelainan ini bersifat terlihat di tangan dan sendi jari.
Misalnya, ibu jari yang cacat dan ini kita disebut deformitas Boutonniere jempol. Ujung jari
Pada pasien rheumatoid arthritis mungkin terjadi radang di sekitar sendi. Ini muncul
sebagai lesi bengkak disebut nodul rematik. Ini biasanya tidak nyeri, keras, oval atau bulat
massa yang umum selama titik-titik tekanan seperti pergelangan tangan, siku, pergelangan
kaki dll. Nodul rheumatoid dapat juga terjadi pada mata atau organ lain seperti paru-paru.
Dalam paru-paru mereka dapat menyebabkan komplikasi seperti akumulasi cairan di dalam
dan sekitar paru-paru.Gejala lain dari rheumatoid arthritis adalah anemia atau rendahnya
jumlah sel darah merah. Hal ini karena mungkin ada kekurangan produksi sel darah merah
baru untuk menebus yang hilang. Jumlah trombosit juga dapat diubah.15
Beberapa pasien mungkin menderita radang pembuluh darah atau vaskulitis arthritis.
Komplikasi ini mungkin mengancam nyawa. Hal ini dapat menyebabkan ulserasi kulit yang
dapat terinfeksi, ulkus lambung dan kerusakan saraf. Ulkus lambung dapat menyebabkan
komplikasi seperti perdarahan atau perforasi dan patologi saraf dapat menyebabkan nyeri,
mati rasa atau kesemutan sensasi. Pembuluh darah dari otak dan jantung juga mungkin
terlibat menyebabkan serangan jantung atau stroke. Dalam hati mungkin ada akumulasi
cairan yang disebut pericarditis. Otot-otot jantung bisa meradang menyebabkan miokarditis.
Kondisi ini dapat menyebabkan gagal jantung. Beberapa orang mungkin mengalami
peningkatan mendadak dalam gejala dan ini disebut flare-up. Flare up biasanya sulit untuk
memprediksi dan dapat terjadi lebih sering pada pagi hari setelah bangun tidur .15
Rheumatoid arthritis secara keseluruhan memiliki dampak yang parah pada kualitas
hidup. Ada dampak yang parah pada fungsi fisik, sosial dan kesejahteraan emosional serta
kesehatan mental. Kondisi terkait lainnya dengan kondisi ini termasuk depresi dan
kecemasan.15
6. DIAGNOSIS
RA dini (early RA/ERA) didefinisikan sebagai pasien dengan gejala yang terjadi kurang
dari 3 bulan
Pasien dengan penyakit tetap yang mempunyai gejala yang timbul karena inflamasi dan
berdasarkan waktu dimana dikatakan recent onset jika sudah menderita kurang dari 2 tahun.8
sinovitis), status fungsional, masalah mekanik sendi, gejala ekstraartikular serta adanya
kerusakan radiologis pada sendi yang terlibat. Apabila pasien AR akan mendapatkan
DMARD maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium awal meliputi darah perifer
lengkap, LED, CRP, RF atau ACPA, serta pemeriksaan fungsi hati dan ginjal karena
beberapa obat DMARD bersifat toksik terhadap hati dan ginjal. Sebaiknya pasien diperiksa
serologi untuk hepatitis B dan C terutama yang direncanakan untuk penggunaan MTX.8
Foto toraks diperlukan untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi (misalnya tuberkulosis
paru), karena beberapa jenis DMARD dapat berpotensi meningkatkan kerentanan untuk
mendapat infeksi, dan manifestasi ekstra artikular pada paru. Pastikan wanita penderita AR
yang akan memakai DMARD tidak dalam keadaan hamil. Pemeriksaan rontgen tangan dan
7. TATALAKSANA
dibawah ini:8
Gambar 6. Pilar pengelolaan pada RA8
I. Edukasi
Hal yang penting dalam pengobatan RA adalah perlunya penjelasan kepada pasien tentang
penyakitnya. Pasien harus diberitahu tentang program pengobatan, risiko dan keuntungan
pemberian obat dan modalitas pengobatan yang lain. Kerjasama dokter-pasien sangat penting
untuk meningkatkan kepatuhan berobat dan pada akhirnya akan meningkatkan hasil
pengobatan. Pasien RA dianjurkan untuk mempertahankan berat badan ideal, karena obesitas
Latihan fisik harus disesuaikan secara individual berdasarkan dengan kondisi penyakit
dan komorbiditas yang ada. Latihan aerobik dapat dikombinasikan dengan latihan penguatan
otot (regio terbatas atau menyeluruh), dan latihan untuk kelenturan, koordinasi dan kecekatan
tangan serta kebugaran tubuh. Terapi fisik dengan menggunakan laser kekuatan rendah dan
TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation), efektif mengurangi nyeri dalam jangka
pendek. Kombinasi parafin (termoterapi) dan latihan aktif juga tampak efektif mengurangi
nyeri. Penggunaan ultrasound, muscular electro stimulation dan magnetotherapy masih belum
cukup bukti untuk bisa digunakan secara rutin, tetapi bisa dipertimbangkan pada kasus-kasus
Aplikasi termoterapi tunggal dan aplikasi dingin lokal, tampaknya tidak memberikan
manfaat klinis yang berarti. Pada penderita AR stadium lanjut perlu diberi penjelasan tentang
cara-cara proteksi sendi. Penggunaan alat bantu perlu dipertimbangkan pada penderita yang
Pada periode inflamasi aktif maka ortotik statis dapat digunakan (pertama dalam
sehari penuh dan sesudahnya hanya pada malam hari). Kegunaannya seharusnya dievaluasi
secara periodik, dan ortotik yang tidak memberi manfaat sebaiknya tidak digunakan. Upaya
terapi psikologis (misalnya relaksasi, mengatasi stress dan memperbaiki pandangan hidup
yang positif) dapat membantu pasien AR menyesuaikan hidup dengan kondisi mereka.8
1. Farmakologi
Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD) memiliki potensi untuk mengurangi
kerusakan sendi, mempertahankan integritas dan fungsi sendi dan pada akhirnya mengurangi
biaya perawatan dan meningkatkan produktivitas pasien RA. Obat-obat DMARD yang sering
Semua DMARD memiliki beberapa ciri yang sama yaitu bersifat relatif slow acting yang
memberikan efek setelah 1-6 bulan pengobatan kecuali agen biologik yang efeknya lebih
awal. Setiap DMARD mempunyai toksisitas masing-masing yang memerlukan persiapan dan
monitor dengan cermat. Keputusan untuk memulai pemberian DMARD harus dibicarakan
terlebih dahulu kepada pasien tentang risiko dan manfaat dari pemberian obat DMARD ini.8
Pemberian DMARD bisa diberikan tunggal atau kombinasi. Pada pasien-pasien yang tidak
respon atau respon minimal dengan pengobatan DMARD dengan dosis dan waktu yang
optimal, diberikan pengobatan DMARD tambahan atau diganti dengan DMARD jenis yang
lain.8
Penghambatan atau blokade tindakan sitokin dapat mengganggu jalur signaling penting
dalam respon imun normal, sehingga meningkatkan risiko infeksi dan / atau keganasan.
Misalnya, sebuah peningkatan risiko kejadian infeksi yang serius, termasuk tuberkulosis dan
infeksi yang disebabkan oleh patogen oportunistik, telah dilaporkan pada pasien dengan
prescreening untuk tuberkulosis laten seharusnya dilakukan, dan kewaspadaan selama dan
setelah perawatan. Selain itu, terapi biologis sangat kontraindikasi dalam kasus infeksi aktif
berat, pasien immunocompromised dan insufisiensi jantung berat. Meskipun ada semakin
banyak bukti bahwa remisi penyakit dapat dipelihara lebih baik di awal dari tahap selanjutnya
dari penyakit, penggunaan agen biologis di tahap awal bisa terhambat terutama karena
masalah biaya. Akhirnya, beberapa penelitian mengklaim bahwa proporsi yang cukup besar
menunjukkan respon klinis yang tidak memadai, mulai dari 20% hingga 40% pasien dengan
1) Methotrexate
Methotrexate dianggap sebagai obat pilihan DMARD oleh pakar rematologi untuk
Methotrexate bersifat teratogenik, sehingga harus dihindari pada pasian yang sedang
hamil. Selain itu, Methotrexate juga merupakan antagonis asam folat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi asam folat dalam tubuh. Methotrexate menghambat
adenosin, yang semuanya dapat sebagai antiinflamasi. Obat ini memiliki onset yang
dapat dilakukan dengan cara oral, intramuskular (i.m), atau secara subkutan.17
2) Leflunomide
secara oral dengan dosis awal 100 mg perhari selama 3 hari, dan diikuti dosis harian
dengan pasien yang memiliki riwayat penyakit hati. Selain itu juga, Leflunomide
dapat menyebabkan toksisitas pada sumsum tulang dan juga bersifat teratogenik.17
3) Sulfasalazine
tubuh dan kemudian dikeluarkan dalam urin. Efek-efek sampingan ini termasuk
mual, rasa panas di dada (heartburn), sakit kepala, anemia, ruam kulit (skin rashes),
dan, dalam kejadian-kejadian yang jarang, hepatitis dan peradangan ginjal. Pada
suatu senyawa 5- ASA yang berbeda. Sulfasalazine digunakan dalam dosis hingga 2-
4 g / hari.17
Gambar 7. DMARD pada RA 10
CATATAN : Pemberian loading dose pada leflunomide sudah tidak dianjurkan lagi. Beberapa obat
yang bisa dipakai untuk pengelolaan AR seperti hidroksiklorokuin, preparat emas dan D-penicillamin
Tidak tersedia di Indonesia. Klorokuin mempunyai efektifitas yang setara dengan hidroksiklorokuilin
poor
respon
poor
respon
Kombinasi terapi yang sering digunakan adalah DMARD (MTX) dengan NSAID
dihambat dengan MTX, sedangkan rasa nyeri dari RA akibat peradangan dapat ditekan
merupakan alternatif apabila single DMARD tidak berhasil. Hal ini penyebab RA tidak
hanya dikarenaan satu hal saja melainkan banyak. Penggunaan satu DMARD hanya
akan menghambat sebagian penyebab RA. Misalkan penggunaan MTX hanya akan
menghambat pembentukan sitokin dan sintesis purin, namun bila dilakukan kombinasi
Pengobatan lini kedua dari RA adalah menggunakan agen biologis. Agen biologis
merupakan DMARD dengan kerja spesifik, misal menghambat interaksi TNF alfa
dengan reseptornya, menghambat aktivasi dari sel B CD20, dan lain sebagainya. Efek
farmakologis yang ditimbulkan dari agen biologis memang lebih baik karena kerjanya
yang sepesifik. Akan tetapi harganya yang sangat mahal membuat obat ini menjadi lini
Masing-masing pasien mempunyai gambaran klinik dan aktivitas penyakit yang berbeda-
beda dengan beberapa pasien tidak menunjukkan respon yang memuaskan bahkan dengan
kombinasi DMARD nonbiologik. Dengan ditemukannya agen biologik yang baru maka
timbul harapan adanya kontrol terhadap penyakit pada pasien-pasien. Semakin banyak bukti
menunjukkan efikasi agen biologi yang lebih baik pada pengobatan RA, akan tetapi respon
pasien dan adanya efek samping obat dapat berbeda-beda. Mengingat harga dan efek samping
serius yang dapat timbul pada obat ini, maka penggunaannya untuk penyakit reumatik seperti
RA, artritis Psoriatik, Spondilitis Ankilosa dan LES harus dilakukan oleh dokter konsultan
rematologi atau spesialis penyakit dalam yang sudah mendapat pelatihan khusus. Pasien yang
diberi obat ini seharusnya diberikan penjelasan yang memadai tentang risiko dan manfaat
jangka panjang obat tersebut. Beberapa Agen biologik dapat berkaitan dengan infeksi
bacterial yang serius, aktif kembalinya hepatitis B dan aktivasi TB. Khususnya untuk anti
TNF-alpha dimana Indonesia merupakan daerah endemis untuk Tb, maka skrining untuk Tb
harus dilakukan sebaik mungkin (termasuk tes tuberkulin dan foto toraks). Efek samping
DMARD biologik yang lain adalah reaksi infus, gangguan neurologis, reaksi kulit dan
keganasan.8
Agen biologis adalah obat yang direkayasa yang menargetkan peradangan sel tertentu,
interaksi seluler, dan sitokin yang memediasi kerusakan jaringan terkait RA. Seperti itu agen
penyakit. Biologis target pertama untuk RA yakni antagonis tumor necrosis factor (TNF)
yakni etanercept telah disetujui oleh Food and Drug Administrasi AS (FDA) tahun 1998.
Sejak itu, tersedia: TNF antagonis yakni infliximab dan adalimumab; interleukin (IL) -1
inhibitor yakni anakinra ; penghambat ko-stimulasi aktivasi sel T yakni abatacept dan agen
biologis terbaru yang disetujui oleh FDA di tahun 2010.19 Agen biologis seharusnya
tofacitinib untuk keluaran klinis, fungsi, dan struktur. Tetapi European Medicines Agency
belum menyetujui obat ini, sehingga tofacitinib akhirnya direkomendasikan hanya setelah
kegagalan 2 terapi biologis. Ditambahkan, pasien yang gagal pada terapi anti TNF pertama
kali dapat mencoba agen anti TNF lain, tetapi jangan berikan biosimilar infliximab setelah
kegagalan infliximab.4
Meskipun penyebab RA tidak diketahui, berbagai sel dan sitokin terlibat di dalamnya
protein fusi reseptor immunoglobulin (IgG1) sintetis yang mengikat khusus untuk TNF-α dan
fragmen anti-TNF-α antibodi Fab 'yang terkonjugasi dengan rantai polietilen glikol menjadi
perpanjangan waktu paruh plasma. Anakinra adalah protein rekombinan dengan urutan asam
amino yang mirip dengan endogen Inhibitor IL-1. Anakinra berikatan dengan reseptor tipe-1
IL-1 dan mencegah sinyal yang dimediasi IL-1 transduksi dalam sel target.32 Abatacept
adalah protein fusi IgG1 CTLA-4 yang mencegah sinyal ko-stimulasi diperlukan untu
aktivasi sel T, komponen penting dari RA respon inflamasi. Agen ini bertindak 'hulu' dalam
kaskade inflamasi dibandingkan dengan agen biologis lainnya. Rituximab adalah MAb yang
mengikat ke CD20, penanda sel diekspresikan pada sel B matang dan pra-sel B (tetapi bukan
sel plasma), yang mengakibatkan penipisan selektif CD20 + sel B melalui beberapa
mekanisme yang diusulkan. Interval waktu paruh dan dosis perawatan biologis yang tersedia
biaya terapi, dan pilihan pengobatan pasien dan dokter. Misalnya, adalimumab memiliki
salah satu yang lebih panjang separuh hidup antagonis TNF, sekitar 14 hari, dan
membutuhkan dosis sekali setiap 2 minggu, sedangkan etanercept memiliki waktu paruh 4
hari dan membutuhkan dua kali seminggu atau dosis satu kali seminggu. Anakinra memiliki
waktu paruh terpendek dari biologik yang tersedia (4-6 jam) dan membutuhkan administrasi
harian. Rute administrasi biologi juga bisa mempengaruhi preferensi pasien dan dokter dan
biaya terapi (lihat di bawah). Etanercept, adalimumab, anakinra, certolizumab pegol, dan
golimumab digunakan sebagai Injeksi subkutan (SC). Sebaliknya, infliximab, abatacept, dan
rituximab memerlukan infus intravena (IV ). Tidak seperti abatacept, yang diberikan sebulan
sekali, atau infliximab, yang diberikan secara berkelanjutan setiap 8 minggu, pasien mungkin
lebih suka jadwal infus rituximab 2 infus 2 minggu terpisah, tanpa perawatan lebih lanjut
dianjurkan sebelum pemberian rituximab untuk mencegah reaksi infus serius. Secara
keseluruhan, biologi sangat efektif dalam mengurangi gejala RA, melambat perkembangan
penyakit, dan meningkatkan indeks fungsi fisik dan kualitas hidup. Respon klinis sering
pengobatan; dan antagonis TNF dapat memberikan manfaat sedini beberapa hari setelah
dosis pertama.
Proporsi lebih besar secara signifikan pasien yang diobati dengan infliximab, etanercept,
atau adalimumab mencapai ACR20, ACR50, atau Respons ACR70 dibandingkan pasien
kontrol dalam penelitian ini. Infliximab harus digunakan dalam kombinasi dengan MTX.Dari
efikasi.Etanercept dapat digunakan dalam kombinasi dengan MTX atau sebagai monoterapi.
Namun, terapi kombinasi lebih unggul hal manfaat klinis dan radiografi: tanggapan ACR20
dicapai di 85% dari pasien yang menerima kombinasi etanercept dan terapi MTX.
Adalimumab dapat digunakan dalam kombinasi dengan MTX atau DMARD lainnya, atau
sebagai monoterapi.18 Secara ringkas dirangkum pada gambar 8 seperti di bawah ini :
1) Etanercept
Etanercept adalah protein fusi yang terdiri dari 2 reseptor TNF p75 terkait dengan
fragmen fc dari IgG1 manusia. Ikatan obat dengan TNF, sehingga secara biologis
reseptor TNF yang menyebabbkan aktivasi sel. Obat ini diberikan secara injeksi
etanercept dihindari oleh pasien dengan multipel sklerosis. Banyak uji klinik telah
menggunakan etanercept pada pasien yang gagal terapinya menggunakan
DMARDs.17
2) Infliximab
Infliximab merupakan antibodi simerik gabungan dari IgG1 tikus dan manusia.
manusia. Bagian yang berikatan dari antibodi tersebut digabungkan ke bagian IgG
kontan manusia untuk mengurangi antigenitas dari protein asing. Antibodi tersebut,
ketika diinjeksikan pada manusia, berikatan dengan TNF dan mencegah interaksi
dengan reseptor TNF pada sel inflamasi. Infliximab diberikan secara infusi intavena
dengan dosis 3 mg/kg pada 0, 2, dan 6 minggu dan kemudian setiap 8 minggu.
seharusnya diberikan secara oral pada dosis tipikal yang digunakan untuk terapi RA
3) Adalimumab
Adalimumab merupakan antibodi IgG1 manusia terhadap TNF. Karena tidak ada
komponen protein asing, adalimumab kurang antigenik dari pada infliximab. Obat
ini disediakan dalam bentuk injeksi 40 mg, yang diaplikasikan secara subkutan
setiap 14 hari.17
Anakinra adalah sebuah antagonis reseptor IL-1 yang merupakan antiinflamasi yang
terjadi secara alami. Dengan berikatan pada reseptor IL-1 pada sel target dapat
mencegah interaksi antara IL-1 dengan sel. IL-1 sangat penting dalam patogenesis
RA. IL-1 menstimulasi pelepasan faktor kemotaksis dan molekul adhesi, dan
5) Abatacept
pasien dengan untuk penyakit sedang hingga berat yang gagal mencapai respon yang
memadai dari satu atau lebih DMARD. Dengan berikatan pada reseptor CD80/CD86
di sel antigen, abatacept menghambat interaksi antara sel antigen dan sel T,
pengurangan sitokin, proliferasi sel T, dan konsekuensi lainnya dari aktivasi sel T.
Abatacept adalah perpaduan protein yang digunakan pada ekstraseluler dari domain
4 dari antigen sitotoksik limfosit T ( bagian yang berikatan dengan obat) dan
fragmen dari domain fc dari modifikasi IgG manusia untuk mencegah fiksasi
komplemen. Obat ini diberikan dengan cara infus intravena berdasarkan berat pasien
( < 60 kg : 500 mg ; 60-100 kg : 750 mg ; > 100 kg ; 1000 mg) setiap 2 minggu
untuk 2 dosis setelah dosis awal dan kemudian setiap 4 minggu. Untuk pasien yang
terhambat. Jadi, untuk pasien dengan peningkatan risiko sepsis, profil manfaat /
dimana kejadian infeksi serius dilaporkan lebih tinggi usia <65 tahun. Abatacept
6) Rituximab
Rituximab merupakan antibodi monoklonal simerik yang terdiri dari protein utama
manusia dengan bagian antigen berikatan berasal dari antibodi tikus untuk
mendapatkan protein CD20 pada permukaan sel dari sel limfosit B dewasa. Ikatan
durasi aksi yang memungkinkan untuk terapi intermiten yang bervariasi berdasarkan
reaksi gejala arthritis. Rituximab berguna bagi pasien yang terapinya gagal
secara terpisah.17
NYHA Kelas IV atau penyakit jantung yang tidak terkontrol (parah), dan bukti
menunjukkan bahwa itu kurang cocok untuk pasien yang seronegatif. Rituximab
dengan frekuensi tinggi reaksi terkait pelepasan sitokin disertai dengan hipotensi dan
Deplesi sel-B jangka panjang, dalam beberapa pasien yang berlangsung selama
rituximab.21
7) Tocilizumab
reseptor interleukin-6 (IL-6) yang merupakan zat kimia dalam tubuh yang
menyebabkan rasa sakit dan peradangan yang sistemik menetap yang dialami
pada sel, sel tidak dapat mengaktifkan sistem inflamasi pada RA. Tujuan dari terapi
dengan Tocilizumab adalah untuk mengurangi gejala dari RA, termasuk nyeri dan
memperlambat dan mencegah kerusakan lanjut pada sendi akibat penyakit RA.
setiap 4 minggu.17
Tocilizumab muncul sangat cocok untuk pasien dengan fitur penyakit IL-6,
Penghambatan CRP dan neutropenia pada beberapa pasien (3,4%) perlu diwaspadai,
seperti tanda dan gejala sepsis dapat berkurang. Perforasi gastrointestinal dengan
pada pasien dengan gagal jantung. Pemantauan rutin lipid, enzim hati, neutrofil, dan
trombosit diperlukan pada pasien dengan penggunaan ini dan dapat mempengaruhi
8) Certolizumab pegol
yang telah mencoba MTX dan DMARDs lainnya selama 6 bulan, serta memiliki
rheumatoid arthritis “aktif” yang parah. Certolizumab pegol memiliki struktur yang
berbeda dengan inhibitor TNF lainnya. Certolizumab pegol terdiri dari fragmen
ikatan antibodi (Fab) dari antibodi monoklonal manusia terhadap konjugasi PEG
TNF, karena itu, tidak seperti agen lainnya, tidak mengandung fragmen Ig konstan.
Dosis yang direkomendasikan untuk RA adalah 400 mg ( 2 kali injeksi 200 mg)
untuk awal dan pada minggu kedua dan keempat, diikuti dengan dosis 20 mg setiap
minggu.17
9) Golimumab
administrasi oleh subkutan (SC) injeksi dan intravena (IV) infus. Untuk awal,
Efikasi klinis (ACR20 tingkat respons 64,8% dalam abatacept dan 63,4% dalam
kelompok adalimumab) dan penghambatan perkembangan radiografi serupa dalam dua agen
ini. Tofacitinib sama efektifnya seperti adalimumab (ACR20 tingkat respons 51,5%, 52,6%,
dan 47,2% di antara pasien yang menerima 5 atau 10 mg tofacitinib atau mereka yang
berbeda secara signifikan dengan adalimumab, keduanya dalam kombinasi dengan MTX
(ACR20 tingkat respons 65% untuk certolizumab pegol dan 67% untuk adalimumab).
bDMARD ketika digunakan dalam kombinasi dengan MTX. Secara umum, bDMARD
digunakan bersama dengan MTX. Namun, lebih dari sepertiga dari pasien tidak toleran
terhadap MTX dan kepatuhan rendah , terutama bila diberikan secara oral. Akibatnya, sekitar
samping MTX. Tocilizumab adalah agen biologis pertama yang menunjukkan signifikan
secara statistikefikasi klinis yang lebih unggul dibandingkan MTX saat digunakan pada
monoterapi, meskipun kira-kira dua pertiga pasien dalam kelompok MTX mencapai di dosis
Gambar 10. Secara ringkas menurut AC2 2008 tentang penggunaan agen biologis pada
RA 18
Skema 1. Alur tatalaksana agen biologi pada RA21
Gambar 7. Agen biologi yang dipakai di Indonesia8
bahwa agen biologi telah meningkatkan total biaya langsung tahunan mengobati
pasien dengan RA 3 kali lipat. Namun, biaya keseluruhan dari agen biologi harus
dengan agen biologi. Analisis terbaru membandingkan biaya dan kualitas yang
dan anakinra di AS. Dalam studi ini, infliximab adalah terapi yang paling mahal.
adalah biaya efektif adalah <1%. Anakinra adalah yang paling murah, tetapi juga yang
paling efektif, menghasilkan sekitar 0,2 QALYs lebih kurang dari anti-TNFs.18
rendah untuk adalimumab (217 pasien) daripada infliximab (234 pasien): terapi
antagonis TNF dengan biaya, $ 12,853 vs $ 17.299 (P = 0,002); dan total biaya
perawatan kesehatan terkait RA, $ 14.764 vs. $ 20.566 (P = 0,002). Dalam penelitian
yang sama, biaya 12 bulan untuk adalimumab sebanding dengan mereka dengan
penggunaan etanercept. Para penulis mengakui bahwa biaya terkait RA yang lebih
tingkat dosis eskalasi infliximab yang lebih tinggi. Dalam sebuah penelitian
dengan biaya obat dan rawat jalan yang lebih rendah daripada infliximab dan
RA yang 1.55 kali dan 1,12 kali lebih besar, masing-masing, dari biaya untuk
etanercept. 18
Antagonis TNF paling hemat biaya bila digunakan sebagai agen lini ketiga
dalam urutan DMARDs: ICERs adalah £ 24.000 per QALY untuk etanercept; £
30.000 per QALY untuk adalimumab; dan £ 38.000 per QALY untuk infliximab.
Yang penting, efektivitas biaya agen-agen ini cenderung relatif lebih baik daripada di
Amerika Serikat, di mana penggunaan biologis pada pasien dengan penyakit ringan
hingga sedang lebih sering terjadi pada klinis. Perkiraan biaya untuk infliximab
hingga $ 30,287 per tahun, tergantung pada jadwal dosis yang digunakan, dan eskalasi
minggu. Namun, untuk pasien dengan respon yang tidak lengkap, dosis infliximab
dapat disesuaikan hingga 10 mg / kg, dan / atau interval pemberian dosis dapat
satu analisis data klaim AS menunjukkan bahwa 18% pasien yang diobati
adalimumab memiliki peningkatan dosis, sedangkan hampir 40% pasien yang diobati
dengan infliximab memiliki frekuensi infus atau dosis meningkat. Dosis eskalasi
etanercept jarang terjadi dan tidak dianjurkan karena kurangnya tunjangan tambahan
yang diamati. Ulasan terbaru, dengan efektivitas biaya yang didefinisikan sebagai
DMARD efektif biaya pada awal RA, anti-TNF adalah obat dengan biaya efektif jika
DMARD gagal, dan rituximab atau abatacept efektif biaya jika terapi anti-TNF gagal,
rituximab hemat biaya oleh standar Eropa dengan QALY / biaya ICER € 23,696