PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
• Nama Pasien : Ny. RW
• Usia : 24 tahun
• Nama Suami : Tn. AU
• Pekerjaan Pasien : IRT
• Alamat :Waena Kampung
• Pendidikan : SMTA
• Tinggi Badan : 155 cm
• Berat Badan : 55kg
• Tanggal MRS : 19/2/2018
• Tanggal KRS : 24/2/2018
• No. RM : 28 09 06
• DPJP : dr. Titie, Sp.OG
2
Riwayat Alergi :
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat Pengobatan:
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum: Baik
• Kesan sakit : Sedang
• Kesadaran : compos mentis
• Tanda-tanda vital :
• Tekanan darah : 110/70 mmHg
• Nadi : 70 x/menit
• Respirasi : 20 x/menit
• Suhu : 37 0C
• Kepala :
• Wajah : skuama (+)
• Mukosa bibir : krusta (+), erosi (+)
• Mata :
• Konjunctiva : hiperemis +/+
• Sclera : ikterik +/+
• Leher : skuama (+), erosi (+)
• Mulut : krusta (+), erosi (+)
• Jantung : BJM, reguler, murmur (-)
• Paru : VBS ka=ki, Rh -/-, Wh -/-
• Abdomen : skuama (+)
• Genitalia : erosi (+)
• Ekstremitas : oedem +/+, akral hangat, CRT <2“
Usul Pemeriksaan
• Hematologi rutin
• GDS, BT, CT
3
• DDR
• VCT Antibodi
• HbsAg
Hematologi (7/2/2018)
• HB: 9.8 g/dL (↓)
• Ht : 29.8 % (↓)
• Leukosit: 12.300/mm3
• Trombosit: 14.000/mm3
• Eritrosit: 3.8 juta/mm3 (↓)
• MCV: 7.9 fL
• MCH: 26 pg/mL
• MCHC: 32.9 g/dL
CT: 5’00”
BT: 4’00”
Imunologi
• HbsAg: Non Reaktif
• Tes VCT Antibodi: Non Reaktif
• DDR: PV +++
Diagnosis Kerja
G1P0A0 gravida 32 minggu inpartu kala 1 fase aktif + Malaria vivax
Penatalaksanaan
• Persalinan Normal
• IVFD D5 20 tpm
• Inj Artesunat 2/ 0-12-24 j
• Paracetamol 2x500
• Asam Traneksamat /8 j
• Ranitidine 50 mg/12 j
Follow Up
4
Tanggal/ T (mmHg) N (bpm) R (x/menit) S (oC)
Jam
21-2-18/ 110/70 80 18 afebris
09.00
S: - Bercak kemerahan diseluruh tubuh yang terasa panas
- Luka pada bibir
- Demam, batuk berdahak
- Bengkak pada kedua tangan
Kes: CM KU: baik
O: TD = 110/70 mmHg, Nadi= 80 x/ menit
RR= 20 x/ menit, Suhu = 37,9
Sindrom Stevens – Johnson
A: HIV AIDS
Drug Induced Hepatitis
IVFD RL 20 tpm
P: Injeksi metilprednisolon 3x 62,5 mg
Injeksi Ranitidin 2x 1 ampul
Kotrimoksazol 2x1 tab
Hepadna 3x1tab
Sistenol 3x1 tab PO (jika demam)
Salep elox+ fuladic+bionic
Fungasol shampoo
Cek SGOT/ SGPT
5
MCV (fL) 75.7 NEUT% 74.9
MCH (pg) 24.6 LYMPH% 18.0
MCHC (g/dL) 32.5 MONO % 5.9
RDW-SD (fL) 49.8 PLT (10^3/uL) 19
RDW-CV (%) 19.0 DDR PV ++ GV +
6
MCH (pg) 24.7 LYMPH% 25.3
MCHC (g/dL) 33 MONO % 6.3
RDW-SD (fL) 50.3 PLT (10^3/uL) 27
RDW-CV (%) 19.4 CT 5’00”
DDR Negatif BT 4’00”
7
Injeksi asam traneksamat stop, ganti oral asam traneksamat 3x1
Advis SpPD: BPL, control Poli
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Malaria merupakan penyakit infeksi sel darah merah oleh protozoa
yang disebarkan oleh gigitan vektor nyamuk Anopheles betina(White,
2014)
Malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik
yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan
gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.(IDI, 2014)
3.2 Etiologi
Infeksi malaria pada manusia disebabkan oleh Plasmodium
falciparum, P.vivax, P.malariae, P. Ovale dan P.knowlesi.
3.3 Epidemiologi
9
Malaria merupakan salah satu dari penyakit kesehatan masyarakat yang
berbahaya, merupakan pembunuh anak kecil dan ibu hamil yang utama di banyak
negara berkembang.(CDC, 2017)
3.2 milyar orang hidup di daerah berisiko transmisi malaria di 106 negara
dan teritori dunia
Pada tahun 2016, malaria mengakibatkan 216 episode klinis, 445.000
kematian. 91% angka kematian tersebut dilaporkan oleh WHO di regio
Afrika.
10
Anak kecil, yang belum memiliki imunitas parsial terhadap malaria
Wanita hamil, yang imunitasnya berkurang karena kehamilannya terutama
pada trimester pertama dan kedua kehamilan.
Pelancong atau imigran dari daerah non-endemis yang tidak memiliki
imunitas terhadap malaria.(CDC, 2017)
Infeksi malaria pada ibu hamil trimester kedua dan ketiga lebih berisiko
menjadi malaria berat dibandingkan dengan penderita dewasa lainnya dan
biasanya diperberat dengan adanya hipoglikemi dan edema pulmonal. Mortalitas
pada wanita hamil 50% lebih tinggi dibandingkan dengan penderita dewasa lain
yang tidak hamil. Kematian janin dan kelahiran prematur sering terjadi.(WHO,
Guidelines for The Treatment of Malaria 3rd ed., 2015)
11
3.5 Patgenogenesis dan Patofisiologi Malaria
Pada infeksi P.vivax dan P. ovale sebagian dari parasit intrahepatik tidak
berkembang melainkan memasuki fase dorman yang disebut hipnozoit dan bisa
12
aktif kembali dalam beberapa minggu atau bulan kemudian sehingga
menyebabkan relaps pada infeksi kedua spesies tersebut.(White,
2014)Plasmodium vivaxmerupakan penginduksi pelepasan TNF yang lebih kuat
dari P.falciparum.Infeksi Plasmodium vivax juga dapat menyebabkan sitoadheren
walau tingkatnya 10 kali lebih rendah dari sitoadheren pada infeksi P.falciparum.
Sitoadhesi eritrosit terinfeksi plasmodium vivax (Pv-iE) dimediasi oleh protein
VIR yang dikode oleh P.vivax variant genes (vir).(Bruna, et al., 2010)
Periodisitas demam malaria menjadikan suatu terminologi jenis demam.
P.malariae memiliki siklus demam selama 72 hari pada infeksi yang tidak
ditangani yakni demam setiap hari ke 4 sehingga disebut malaria kuartana.
Malaria lainnya disebut malaria tertiana karena demam terjadi setiap hari ke 3
atau 48 hari siklus aseksual. Pada kasus infeksi P.falciparum demam terjadi setiap
hari sehingga disebut malaria tropika atau quotidian fever.(White, 2014)
Trombositopenia sering terjadi pada infeksi Plasmodium vivax dan
Plasmodium falciparum yang mungkin disebabkan karena gangguan koagulasi,
splenomegali, alterasi sumsum tulang, antibody-mediated platelet destruction,
stres oksidatif, dan peran platelet sebagai kofaktor pencetus malaria berat.
Kejadian perdarahan minor dilaporkan pada kasus infeksi malaria vivax, tetapi
secara keseluruhan, hemostasis primer masih terjaga karena kompensasi medula
dengan menghasilkan mega platelet oleh megakaryocytes.(Lacerda, Mourao,
Coelho, & Santos, 2011)
13
Gambar 3.4 Mekanisme Terjadinya Trombositopenia Pada Malaria
(Lacerda, Mourao, Coelho, & Santos, 2011)
Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri tot atau pegal-pegal.
b. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.
c. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.
d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria
(KemenkesRI, Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria, 2017)
14
Pemeriksaan fsik
a. Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali)
(KemenkesRI, Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria, 2017)
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/
rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:(KemenkesRI, Buku
Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria, 2017)
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b) Spesies dan stadium plasmodium.
c) Kepadatan parasit.
15
Gambar 3.5 Alur Diagnosis Malaria
(KemenkesRI, Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria, 2017)
16
Gambaran laboratorium:
1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk
endemis sedang-rendah), pada dewasa Hb<7gr% atau hematokrit
<15%)
4. Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di
daerah endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit
/μl di daerah endemis tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Diagnosis malaria vivax berat ditegakkan dengan kriteria klinis dan laboratorium
yang sama dengan malaria falciparum tetapi tanpa ketentuan kepadatan parasit
dalam darah.(WHO, Guidelines for The Treatment of Malaria 3rd ed., 2015)
Diagnosis malaria knowlesi berat ditegakkan dengan kriteria klinis dan
laboratorium yang sama dengan malaria falciparum tetapi dengan dua perbedaan
yakni, (WHO, Guidelines for The Treatment of Malaria 3rd ed., 2015)
Hiperparasitemia P.knowlesi: densitas parasit > 100.000/uL
Ikterik disertai densitas parasit >20.000/uL
3.7 Penatalaksanaan
Berikut penatalaksanaan menurut buku Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter Di Fasilitas Kesehatan Primer oleh IDI tahun 2014 dan penatalaksanaan
berdasarkan Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria oleh Kemenkes tahun
2017.
Pengobatan Malaria falsiparum
17
1. Lini pertama: dengan Fixed Dose Combination (FDC) yang terdiri dari
Dihydroartemisinin (DHA) + Piperakuin (DHP) tiap tablet mengandung
40 mg Dihydroartemisinin dan 320 mg Piperakuin. Untuk dewasa dengan
Berat Badan (BB) sampai dengan 59 kg diberikan DHP per oral 3 tablet
satu kali per hari selama 3 hari dan Primakuin 2 tablet sekali sehari satu
kali pemberian, sedangkan untuk BB >.60 kg diberikan 4 tablet DHP satu
kali sehari selama 3 hari dan Primaquin 3 tablet sekali sehari satu kali
pemberian. Dosis DHA = 2-4 mg/kgBB (dosis tunggal), Piperakuin = 16-
32 mg/kgBB (dosis tunggal), Primakuin = 0.75 mg/kgBB (dosis tunggal).
2. Lini kedua (pengobatan malaria falsiparum yang tidak respon terhadap
pengobatan DHP): Kina + Doksisiklin/ Tetrasiklin + Primakuin. Dosis
kina = 10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), Doksisiklin = 3-5
mg/kgBB per hari (dewasa, 2x/hari selama7 hari) , 2,2 mg/kgBB/hari ( 8-
14 tahun, 2x/hari selama 7 hari) , Tetrasiklin = 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hari
selama 7 hari).
(IDI, 2014)
18
2. Lini kedua (pengobatan malaria vivax yang tidak respon terhadap
pengobatan DHP): Kina + Primakuin. Dosis kina = 10 mg/kgBB/kali
(3x/hari selama 7 hari), Primakuin = 0.25 mg/kgBB (selama 14 hari).
(IDI, 2014)
19
Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat
diberikan kina drip.(KemenkesRI, Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria,
2017)
Kemasan dan cara pemberian artesunat: Artesunat parenteral tersedia
dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam
ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%. Keduanya dicampur untuk membuat 1
ml larutan sodium artesunat. Kemudian diencerkan dengan Dextrose 5% atau
NaCL 0.9% sebanyak 5 ml sehingga didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml).
Obat diberikansecara bolus perlahan-lahan. Artesunat diberikan dengan dosis 2.4
mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2.4
mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu minum obat.
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) + primakuin (sesuai dengan jenis
plasmodiumnya)
20
menggunakan ACT selama 3 hari.(KemenkesRI, Buku Saku Penatalaksanaan
Kasus Malaria, 2017)
Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan memberikan
artesunat injeksi atau kina HCl drip intravena.(KemenkesRI, Buku Saku
Penatalaksanaan Kasus Malaria, 2017)
3.8 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain,(IDI, 2014)
1. Menghindari gigitan nyamuk dengan kelambu atau repellen
2. Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari
3. Mengobati pasien hingga sembuh misalnya dengan pengawasan minum
obat
Vaksin Malaria
RTS,S/AS01 (RTS,S) atau disebut juga sebagai Mosquirix™ merupakan
vaksin malaria pertama di dunia yang memberikan hasil proteksi parsial terhadap
malaria pada anak kecicl. Vaksin tersebut bekerja melawan infeksi P.falciparum
dan direkomendasikan oleh WHO penggunaannya di 3 negara benua afrika untuk
kemudian dievaluasi sebagai pencegahan malaria tambahan.
Pada fase uji coba ketiga yang dilakukan selama 5 tahun dari tahun 2008-
2014, dengan jumlah ssampel kurang lebih 15000 anak kecil dan infan di 7 negara
sub-Saharan Afrika, vaksin antimalaria dapat memberikan hasil pencegahan
sebanyak 4 dari 10 (39%) angka kejadian malaria dan 3 dari 10 (32%) angka
kejadian malaria berat.(WHO, Malaria, 2017)
3.9Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada masyarakat umum antara lain, (IDI, 2014)
1. Malaria serebral.
2. Anemia berat.
3. Gagal ginjal akut.
4. Edema paru atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).
21
5. Hipoglikemia.
6. Gagal sirkulasi atau syok.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan atau
disertaikelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskular.
8. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam pendidngan pada hipertermia.
9. Asidemia (pH darah <7.25) atau asidosis (biknat plasma < 15 mmol/L).
10. Makroskopik hemoglobinuria karena infeksi malaria akut
22
Kejadian komplikasi perinatal dipengaruhi beberapa faktor termasuk
paritas maternal, status HIV dan kadar besi maternal. Hitung parasit dan infeksi
plasental yang tinggi lebih sering ditemui pada primigravida dan ibu dengan HIV
positif.(Soma & Macdonald, 2012)
Restriksi Pertumbuhan Fetal merupakan faktor risiko untuk peningkatan
angka mortalitas neonatal dan infan juga berpengaruh pada pertumbuhan
perkembangan post natal. Sementara kongenital malaria terjadi pada 0.3% infant
dari ibu terinfeksi malaria pada daerah imun dan 1-4% infan pada daerah non-
imun. Gejala klinis malaria kongenital termasuk demam, iritabilitas, kesulitan
makan, ikterik, anema dan hepatosplenomegali yang harus dipikirkan sebagai
diagnosis banding dari sepsis neonatal.(Soma & Macdonald, 2012)
BAB IV
PEMBAHASAN
23
melalui IGD mengeluhkan panas selama 2 hari yang disertai dengan berkeringat.
Suhu tubuh pasien saat dilakukan pemeriksaan fisik setinggi 39.5 oC tanpa ada
temuan lain dalam pemeriksaan fisik yang mendukung. Temuan hasil DDR berupa
plasmodium vivax +++, sehingga ditegakkan diagnosis malaria vivax.
Kehamilan pada pasien ditegakkan dari pengakuan pasien bahwa pasien
telah hamil selama 8 bulan dengan satu kali pemeriksaan antenatal ke klinik USG
seorang dokter umum selama kehamilan. Pemeriksaan fisik dilakukan secara
menyeluruh ditemukan perut pasien cembung gravid dengan tinggi fundus uteri
23 cm, letak janin memanjang, presentasi kepala, ditemukan his yang teratur,
memanjang, dan semakin kuat, bunyi jantung anak 144x/menit.
Pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan portio 5-7 cm, konsistensi
lunak, ketuban teraba menonjol, dengan bagian terendah kepala penurunan Hodge
III. Kesimpulan dari pemeriksaan yang berkaitan dengan kehamilan ibu adalah
kehamilan dalam masa inpartu kala satu fase aktif sehingga perlu segera
dipersiapkan persalinan. Pengobatan sebelum persalinan diberikan infus D5 20
tpm, injeksi artesunat injeksi 2 vial artesunat untuk jam ke 0, 12, dan 24,
Parasetamol 3 x 500 mg, Asam traneksamat /8 jam dan Ranitidine 50 mg/ 12 jam.
Infus D5 diberikan pada pasien untuk mempertahankan kadar gula darah
pasien karena risiko terjadi hipoglikemi lebih tinggi pada ibu hamil dengan
malaria.(WHO, Guidelines for The Treatment of Malaria 3rd ed., 2015)
Artesunat diindikasikan pada pasien dengan malaria berat. Pasien dalam
laporan kasus ini tidak memenuhi kriteria malaria berat menurut WHO tahun
2015. Kriteria malaria berat menurut WHO tahun 2015 yang pertama adalah
ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual atau pada kasus malaria
vivax ditemukan stadium aseksual malaria vivax tanpa ketentuan densitas parasit.
Hasil pemeriksaan apusan darah tebal pasien menunjukkan pv (+++) yang artinya
ditemukan stadium aseksual malaria vivax sebanyak 1-10 parasit/lapang pandang.
Kriteria klinis dan laboratorium malaria berat tidak ditemukan pada pasien.
Perdarahan pervaginam tidak termasuk dalam perdarahan spontan abnormal
dalam kriteria klinis malaria berat karena dalam penjelasan kriteria tersebut
menurut WHO tahun 2015 termasuk di antaranya epistaksis, perdarahan gusi, atau
24
perdarahan pada luka tusuk yang rekuren atau memanjang, atau hematemesis, atau
melena. Hasil laboratorium yang paling menonjol adalah ditemukannya
trombositopenia berat (<50.000/mikroL) yakni 14.000/mm3. Penelitian mengenai
pengaruh trombositopenia berat akibat terhadap faktor risiko mortalitas penderita
di Papua oleh Daniel A. Lampah (et al.) memberikan kesimpulan bahwa terjadi
peningkatan risiko kematian baik pada anak maupun dewasa Papua penderita
malaria yang mengalami trombositopenia berat.(Lampah, et al., 2014)
Trombositopenia berat yang terjadi pada pasien mungkin dapat dijadikan dasar
penggunaan terapi malaria berat pada pasien.
Dosis pemberian Artesunat menurut buku saku penatalaksanaan kasus
malaria adalah 2,4 mg/kgBB intravena atau intramuskular.(KemenkesRI, Buku
Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria, 2017) WHO merekomendasikan dosis yang
diberikan adalah 4 mg/kgBB/hari dengan rentang dosis harian sebesar 2-10 mg/
kgBB/ hari pada malaria tanpa komplikasi.(WHO, Guidelines for The Treatment
of Malaria 3rd ed., 2015) Pasien diberikan injeksi artesunat sebanyak 2 vial pada
jam ke0, 12, dan 24 yang berarti diberikan 120 mg Artesunat dengan berat badan
pasien 63kg (sebelum melahirkan).
Pada pasien kemudian dilakukan persalinan normal sehingga dilahirkan
bayi lahir hidup, laki-laki, APGAR Score 1/3/5, BB1400gr, PB 40 cm kemudian
dilanjutkan lahirnya plasenta juga dilakukan perineorrhaphy pada ruptur
perineum gr II dan perdarahan terkendali.
Asam traneksamat diberikan untuk mencegah perdarahan karena
trombositopenia berat. Farmakodinamik asam traneksamat yakni dengan
menghambat terjadinya fibrinolisis dengan menggantikan plasminogen. Penulis
belum menemukan studi yang menyatakan efikasi pemberian asam traneksamat
dalam trombositopenia berat akibat malaria. Dosis pemberian asam traneksamat
10-15 mg/kgBB IV per 8 jam (0.5-1 g pada dewasa).(Shann, 2010) Pasien telah
menerima dosis yang sesuai.
Ranitidine diberikan untuk mencegah perdarahan saluran cerna akibat
trombositopenia berat dan stress ulcer. Dosis Ranitidin sebagai pencegahan
stressulcer adalah 50 mg (2mL) IM atau IV setiap 6-8 jam, tidak melebihi 400mg/
25
hari.(Medscape, n.d.) Dosis yang diberikan kepada pasien mungkin berbeda
berdasarkan acuan berbeda praktisi klinis.
Pengobatan yang diberikan pada pasien setelah melahirkan yakni injeksi
artesunat lanjutan, tablet SF, Cefadroxil 2x500mg PO, Klindamisin 2x300mg,
lanjutan DHP setelah Artesunat, dan Asam traneksamat bila terjadi perdarahan.
Klindamisin diberikan pada pasien oleh spesialis penyakit dalam sebagai
terapi ajuvan Artesunat. Indikasi pemberian Klindamisin menurut WHO dapat
diberikan bersamaan dengan kina atau artesunat untuk mengatasi malaria berat
atau malaria tanpa komplikasi.(WHO, Guidelines for The Treatment of Malaria
3rd ed., 2015) Dosis pemberian Klindamisin sebesar 10 mg/kg BB selama 7 hari.
(IDI, 2014) Pasien menerima Klindamisin 2x300 mg sesuai dosis orang dewasa.
Pengobatan malaria berat terdiri dari pemberian injeksi artesunat
kemudian dilanjutkan dengan pemberian regimen DHP + Primakuin setelah dosis
jam ke-24 dan pasien telah dapat minum obat. Pasien diberikan tablet DHP
sebanyak 1x3 tablet selama 3 hari. Dosis dihidroartemisinin adalah 2-4 mg/kgBB
dan piperakuin 16-32mg/kgBB dengan sediaan DHP/Piperakuin (40mg/320mg).
Dosis primakuin sebesar 0.25-0.75mg/kgBB dengan sedaan primakuin 15 mg
basa. Dosis pemberian juga dapat disesuaikan dengan tabel dari buku saku
penanganan malaria.
26
Pasien memperoleh tablet DHP sebanyak 1x3 tablet selama 3 hari,
sementara Primakuin tidak diberikan pada pasien hamil dan menyusui (terkecuali
jika bayi diketahui tidak defisiensi G6PD). Wanita hamil dan menyusui
direkomendasikan untuk mendapatkan kemoprofilaksis relaps klorokuin sebagai
pengganti sementara primakuin sampai melahirkan atau selesai menyusui
kemudian diberikan primakuin berdasarkan status G6PD.(WHO, Guidelines for
The Treatment of Malaria 3rd ed., 2015)
Hasil laboratorium trombositopenia berat terjadi pada pasien dengan
infeksi Plasmodium vivax. Hal tersebut terjadi mungkin disebabkan oleh
gangguan koagulasi, splenomegali, alterasi sumsum tulang, antibody-mediated
platelet destruction, stres oksidatif, dan peran platelet sebagai kofaktor pencetus
malaria berat. Kejadian perdarahan minor dilaporkan pada kasus infeksi malaria
vivax, tetapi secara keseluruhan, hemostasis primer masih terjaga karena
kompensasi medula dengan menghasilkan mega platelet oleh megakaryocytes
yang terbukti dalam hasil pemeriksaan apusan darah tepi.(Lacerda, Mourao,
Coelho, & Santos, 2011)
27
• Trombosit: Jumlah kesan menurun, penyebaran tidak merata, trombosit
besar, giant platelet
• Kesan: observasi trombositopenia dengan gambaran anemia pada
penderita tertiana disertai infeksi bakterial
Komplikasi malaria pada ibu hamil yang terjadi pada pasien ini adalah
kelahiran prematur. Kejadian kelahiran prematur mungkin terjadi karena
gangguan terhadap plasenta karena adanya peningkatan akumulasi parasit di
spasium intervilar plasenta yang pada saat bersamaan eritrosit menempel pada
dinding endotel. Adhesi atau sekuestrasi ini dimediasi oleh adanya antigen
permukaan (variant surface antigen /VSA) yang terbentuk pada permukaan
eritrosit terinfeksi.. VSA kemudian berikatan engan kondroitin sulfat A di
sinsitiotrofoblas yang melapisi spatium intervillar. Sekuestrasi menyebabkan
pengeluaran leukosit pro inflamasi yang kemudian menyebabkan nekrosis dari
jaringan plasenta. (Soma & Macdonald, 2012)
28
BAB IV
KESIMPULAN
Malaria merupakan penyakit infeksi sel darah merah oleh protozoa yang
disebarkan oleh gigitan vektor nyamuk Anopheles betina
Infeksi malaria pada manusia disebabkan oleh Plasmodium falciparum,
P.vivax, P.malariae, P. Ovale dan P.knowlesi.
Diagnosis pasti malaria adalah ditemukannya plasmodium pada
pemeriksaan mikroskopis sediaan apaus darah tipis maupun tebal atau
dengan penggunaan uji cepat diagnostik malaria yang dapat mendeteksi
antigen parasit dalam darah.
Ibu hamil memiliki imunitas yang menurun terutama pada trimester I dan
II sehingga lebih mudah terkena infeksi, sementara infeksi malaria pada
ibu hamil trimester kedua dan ketiga lebih berisiko menjadi malaria berat
dibandingkan dengan penderita dewasa lainnya dan biasanya diperberat
dengan adanya hipoglikemi dan edema pulmonal. Mortalitas pada wanita
hamil 50% lebih tinggi dibandingkan dengan penderita dewasa lain yang
tidak hamil. Kematian janin dan kelahiran prematur sering terjadi.
Terapi malaria tanpa komplikasi menggunakan kombinasi berbasis
artemisinin. Pengobatan malaria pada ibu hamil samadengan pengobatan
pada orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin.
Pengobatan mulai dari timester I-III menggunakan ACT selama 3 hari.
Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan memberikan
artesunat injeksi atau kina HCl drip intravena.
Pencegahan infeksi malaria dengan menggunakan kelambu berinsektisida
dan penggunaan insektisida semprot termasuk pengasapan berkala untuk
target populasi luas.
Komplikasi malaria dalam kehamilan termasuk anemia, BBLR, kelahran
prematur dan meningkatnya angka mortalitas perinatal.
DAFTAR PUSTAKA
29
Bruna, C. O., Lopes, S. C., Nogueira, P. A., Orlandi, P. P., Bargieri, D. Y., Blanco, Y. C., . . .
Costa, F. T. (2010). On the Cytoadhesion of Plasmodium vivax–Infected
Erythrocytes. The Journal of Infectious Diseases, Volume 202, Issue 4.
CDC. (2017, December 20). Malaria. Retrieved from Center for Disease Control and
Prevention: https://www.cdc.gov/malaria/malaria_worldwide/impact.html
IDI. (2014). Malaria. In IDI, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Kesehatan
Primer (pp. 27-30). Jakarta: IDI.
KemenkesRI. (2016, April 30). Inilah Fakta Keberhasilan Pengendalian Malaria. Retrieved
from Kementrian Kesehatan Republik Indonesia:
http://www.depkes.go.id/article/print/16050200003/inilah-fakta-keberhasilan-
pengendalian-malaria.html
Lacerda, Mourao, Coelho, & Santos. (2011). Thrombocytopenia in malaria: who cares?
Mem. Inst. Oswaldo Cruz vol.106 supl.1 Rio de Janeiro.
Lampah, D. A., Yeo, T. W., Malloy, M., Kenangalem, E., Douglas, N. M., Ronaldo, D., . . .
Price, R. N. (2014). Severe Malarial Thrombocytopenia: A Risk Factor for
Mortality in Papua, Indonesia . The Journal of Infectious Disease, 623-634.
Soma, P. P., & Macdonald, A. P. (2012). Malaria in Pregnancy. Obstetric Medicine Vol.5.
WHO. (2015). Guidelines for The Treatment of Malaria 3rd ed. Italy: WHO.
30