Anda di halaman 1dari 11

I.

Pengertian

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan


retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4
positif T-sel dan makrofag– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan
menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya
penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi
kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat
lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang
kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai
ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami
defisiensi kekebalan.17

Menurut Depkes RI (2003), definisi HIV yaitu virus yang menyebabkan AIDS dengan
cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem
kekebalan tubuh manusia. Gejala-gejala timbul tergantung dari infeksi oportunistik yang
menyertainya. Infeksi oportunistik terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh
(kekebalan) yang disebabkan rusaknya sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut.20

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh infeksi HIV dan
ditandai dengan berbagai gejala klinik, termasuk immunodefisiensi berat disertai infeksi
oportunistik dan kegananasan, dan degenerasi susunan saraf pusat. Virus HIV
menginfeksi berbagai jenis sel sistem imun termasuk sel T CD4+, makrofag dan sel
dendritik. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan
indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.20Menurut Depkes RI
(2003), AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang
merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk
hidup. Sindrom AIDS timbul akibat melemah atau menghilangnya sistem kekebalan
tubuh karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusakoleh Virus HIV.21Pada
tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS, yaitu dengan memasukkan

II. Faktor Risiko HIV/AIDS


1. Perilaku berisiko tinggi :
- Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi tanpa menggunakan
kondom
- Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara
bersama tanpa sterilisasi yang memadai.
- Hubungan seksual yang tidak aman : multi partner, pasangan seks individu
yang diketahui terinfeksi HIV, kontaks seks per anal.

2. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.

3. Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa penapisan.


4. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak
disterilisasi. Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang
berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan
air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV
adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain.24

III. Etiologi HIV

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human


Immunodeficiency Virus (HIV) . HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam
famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV termasuk virus
Ribonucleic Acid (RNA) dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases). Strukturnya terdiri dari
lapisan luar atau envelop yang terdiri atas glikoprotein gp120 yang melekat pada
glikoprotein gp4. Dibagian dalamnya terdapat lapisan kedua yang terdiri dari protein p17.
Setelah itu terdapat inti HIV yang dibentuk oleh protein p24. Didalam inti terdapat
komponen penting berupa dua buah rantai RNA dan enzim reverse transcriptase. Bagian
envelope yang terdiri atas glikoprotein, ternyata mempunyai peran yang penting pada
terjadinya infeksi oleh karena mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor spesifik
CD4 dari sel Host. Molekul RNA dikelilingi oleh kapsid berlapis dua dan suatu membran
selubung yang mengandung protein.
Jenis virus RNA dalam proses replikasinya harus membuat sebuah salinan Deoxyribo
Nucleic Acid (DNA) dari RNA yang ada di dalam virus. Gen DNA tersebut yang
memungkinkan virus untuk bereplikasi. Seperti halnya virus yang lain, HIV hanya dapat
bereplikasi di dalam sel induk. Di dalam inti virus juga terdapat enzim-enzim yang digunakan
untuk membuat salinan RNA, yang diperlukan untuk replikasi HIV yakni antara lain: reverse
transcriptase, integrase, dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri atas
sekitar 2000 kopi p24 protein virus. Dikenal dua tipe HIV yaitu HIV -1 yang ditemukan pada
tahun 198327 dan HIV-2 yang ditemukan pada tahun 1986 pada pasien AIDS di Afrika
Barat. Epidemi HIV secara global terutama disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 tidak
terlalu luas penyebarannya, hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang
mempunyai hubungan erat dengan Afrika Barat.
HIV-1 dan HIV-2 mempunyai struktur yang hampir sama tetapi mempunyai
perbedaan struktur genom. HIV-1 punya gen vpu tapi tidak punya vpx , sedangkan HIV-2
sebaliknya. Perbedaan struktur genom ini walaupun sedikit, diperkirakan mempunyai peranan
dalam menentukan patogenitas dan perbedaan perjalanan penyakit diantara kedua tipe HIV.
Karena HIV-1 yang lebih sering ditemukan, maka penelitian – penelitian klinis dan
laboratoris lebih sering sering dilakukan terhadap HIV-1.
Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresifitas penyakit infeksi HIV ke
AIDS. Sel T yang terinfeksi tidak akan berfungsi lagi dan akhirnya mati. Infeksi HIV ditandai
dengan adanya penurunan drastis sel T dari darah tepi.

IV. Patogenesis infeksi HIV/AIDS


Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang hanya dikendalikan sebagian oleh
respon imun spesifik dan berlanjut menjadi infeksi kronik progresif pada jaringan limfoid
perifer. Perjalanan penyakit dapat dipantau dengan mengukur jumlah virus dalam serum
pasien dan menghitung jumlah sel T CD4+ dalam darah tepi. Bergantung pada lokasi
masuknya virus ke dalam tubuh, sel T CD4+ dan monosit dalam darah atau sel T CD4+ dan
makrofag dalam jaringan mukosa merupakan sel – sel pertama yang terinfeksi. Besar
kemungkinan bahwa sel dendritik berperan dalam penyebaran awal HIV dalam jaringan
limfoid, karena fungsi normal sel dendritik adalah menangkap antigen dalam epitel lalu
masuk ke dalam kelenjar getah bening. Setelah berada dalam kelenjar getah bening, sel
dendritik meneruskan virus kepada sel T melalui kontak antar sel. Dalam beberapa hari saja
jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia. Pada saat itu, jumlah
partikel HIV dalam darah banyak sekali disertai sindrome HIV akut. Viremia menyebabkan
virus menyebar di seluruh tubuh dan menginfeksi sel T, monosit maupun makrofag dalam
jaringan linfoid perifer. Sistem imun spesifik kemudian akan berupaya mengendalikan infeksi
yang tampak dari menurunnya kadar viremia, walaupun masih tetap dapat dideteksi.
Infeksi akut awal ditandai oleh infeksi sel T CD4+ memori (yang mengekspresikan
Chemokine (C-C motif) reseptor 5 (CCR5) dalam jaringan limfoid mukosa dan kematian
banyak sel terinfeksi. Setelah infeksi akut, berlangsunglah fase kedua dimana kelenjar getah
bening dan limfa merupakan tempat replikasi virus dan destruksi jaringan secara terus
menerus. Oleh karena itu, jumlah virus menjadi sangat banyak dan jumlah sel T-CD4
menurun. Serokonversi
membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan. Simptom pada fase ini
demam, limfadenopati, gatal – gatal. Selama periode ini sistem imun dapat mengendalikan
sebagian besar infeksi, karena itu fase ini disebut fase laten.
Pada fase laten atau pada fase yang kedua ini merupakan infeksi HIV yang
asimptomatik atau pasien yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala atau simptom untuk
beberapa tahun yang akan datang. Di fase ini juga hanya sedikit virus yang diproduksi dan
sebagian besar sel T dalam darah tidak mengandung virus. Walaupun demikian, destruksi sel
T dalam jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama makin
menurun hingga 500-200 sel/mm3. Jumlah sel T dalam jaringan limfoid adalah 90% dari
jumlah sel T diseluruh tubuh. Pada awalnya sel T dalam darah perifer yang rusak oleh virus
HIV dengan cepat diganti oleh sel baru tetapi destruksi sel oleh virus HIV yang terus
bereplikasi dan menginfeksi sel baru selama masa laten akan menurunkan jumlah sel T dalam
darah tepi.
Selama masa kronik progresif, respon imun terhadap infeksi lain akan merangsang
produksi HIV dan mempercepat destruksi sel T. Selanjutnya penyakit menjadi progresif dan
mencapai fase letal yang disebut AIDS, pada saat mana destruksi sel T dalam jaringan
limfoid
perifer lengkap dan jumlah sel T dalam darah tepi menurun hingga dibawah 200/mm3.
Viremia meningkat drastis karena replikasi virus di bagian lain dalam tubuh meningkat.
Pasien menderita infeksi opportunistik, cachexia, keganasan dan degenerasi susunan saraf
pusat. Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka terhadap berbagai jenis infeksi dan
menunjukkan respon imun yang infektif terhadap virus onkogenik.
Selain tiga fase tersebut ada masa jendela yaitu periode di mana pemeriksaan tes
antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah ada dalam darah pasien
dengan jumlah yang cukup banyak. Antibodi terhadap HIV biasanya muncul dalam 3-6
minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer. Periode jendela sangat penting diperhatikan
karena pada perode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada
orang lain.
2.5 Manifestasi Klinis
Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV. Gejalanya meliputi
demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan (nyeri saat menelan), batuk, nyeri
persendian, diare, pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak kemerahan pada kulit
(makula / ruam). Diagnosis AIDS dapat ditegakkan apabila menunjukkan tes HIV positif dan
sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor .
Beberapa tes HIV adalah Full Blood Count (FBC), pemeriksaan fungsi hati, pemeriksaan
fungsi ginjal : Ureum dan Creatinin, analisa urin, pemeriksaan feses lengkap. Pemeriksaan
Penunjang
adalah tes antibodi terhadap HIV, Viral load, CD4/CD8. Gejala dan tanda klinis yang patut
diduga infeksi HIV menurut WHO SEARO 2007.
1. Keadaan umum :
- Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
- Demam (terus menerus atau intermitten, temperatur oral > 37,5oC) yang lebih dari satu
bulan,
- Diare (terus menerus atau intermitten) yang lebih dari satu bulan.
- Limfadenopati meluas
2. Kulit :
Post exposure prophylaxis (PPP) dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi
HIV. Beberapa kelainan seperti kulit genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering
terjadi pada orang dengan HIV/AIDS(ODHA) tapi tidak selalu terkait dengan HIV.
3. Infeksi
- Infeksi Jamur : Kandidiasis oral, dermatitis seboroik, kandidiasis vagina berulang
- Infeksi viral : Herpes zoster,
- herpes genital (berulang), moluskum kotangiosum, kondiloma.
- Gangguan pernafasan : batuk lebih dari 1 bulan, sesak nafas, tuberkulosis, pneumonia
berulang, sinusitis kronis atau berulang.

- Gejala neurologis : nyeri kepala yang makin parah (terus menerus dan tidak jelas
penyebabnya), kejang demam, menurunnya fungsi kognitif.

V. Tes Infeksi HIV


Jika Anda merasa memiliki risiko terinfeksi virus HIV, satu-satunya cara untuk
mengetahuinya adalah dengan melakukan tes HIV yang disertai konseling. Segeralah
mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat (klinik VCT) untuk tes HIV. Dengan tes ini akan
diketahui hasil diagnosis HIV pada tubuh Anda.
Layanan tes HIV dan konseling ini disebut sebagai VCT (Voluntary Counseling and
Testing) atau KTS (Konseling dan Tes HIV Sukarela). Tes ini bersifat sukarela dan rahasia.
Sebelum melakukan tes, konseling diberikan terlebih dahulu. Konseling bertujuan untuk
mengetahui tingkat risiko infeksi dan juga pola hidup keseharian. Setelah tahap ini,
dibahaslah cara menghadapi hasil tes HIV jika terbukti positif.
Tes HIV biasanya berupa tes darah untuk memastikan adanya antibodi terhadap HIV di
dalam sampel darah. Antibodi adalah protein yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh
untuk menyerang kuman atau bakteri tertentu. Tes HIV mungkin akan diulang satu hingga
tiga bulan setelah seseorang melakukan aktivitas yang dicurigai bisa membuatnya tertular
virus HIV.
Ada beberapa tempat untuk melakukan tes HIV. Anda bisa menanyakan pada rumah sakit
atau klinik kesehatan terdekat. Di Indonesia, terdapat beberapa yayasan dan organisasi yang
fokus untuk urusan HIV/AIDS, di antaranya:
 Komunitas AIDS Indonesia
 ODHA Indonesia
 Himpunan Abiasa
 Yayasan Spiritia
 Yayasan Orbit
 Yayasan AIDS Indonesia
Sedangkan lembaga pemerintah yang dibentuk khusus untuk menangani HIV/AIDS adalah
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN).
Jika hasilnya positif, Anda akan dirujuk menuju klinik atau rumah sakit spesialis HIV.
Beberapa tes darah lainnya mungkin akan diperlukan. Tes ini untuk memperlihatkan dampak
dari HIV kepada sistem kekebalan Anda. Anda juga bisa membicarakan tentang pilihan
penanganan yang bisa dilakukan.
VI. Langkah Pengobatan Bagi Penderita HIV
Meski belum ada obat untuk sepenuhnya menghilangkan HIV, tapi langkah pengobatan
HIV yang ada pada saat ini cukup efektif. Pengobatan yang dilakukan bisa memperpanjang
usia hidup penderita HIV dan mereka bisa menjalani pola hidup yang sehat.
Terdapat obat-obatan yang dikenal dengan nama antiretroviral (ARV) yang berfungsi
menghambat virus dalam merusak sistem kekebalan tubuh. Obat-obatan tersebut diberikan
dalam bentuk tablet yang dikonsumsi setiap hari. Anda akan disarankan melakukan pola
hidup sehat. Misalnya makanan sehat, tidak merokok, mendapatkan vaksin flu tahunan, dan
vaksin pneumokokus lima tahunan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko terkena
penyakit berbahaya.
Tanpa pengobatan, orang dengan sistem kekebalan yang terserang HIV akan menurun drastis.
Dan mereka cenderung menderita penyakit yang membahayakan nyawa seperti kanker. Hal
ini dikenal sebagai HIV stadium akhir atau AIDS.
VII. Cara Pencegahan HIV
Cara terbaik untuk mencegah HIV adalah dengan melakukan hubungan seks secara aman,
dan tidak pernah berbagi jarum, dan peralatan menyuntik apa pun. Semua yang pernah
berhubungan seks tanpa kondom dan berbagi jarum atau suntikan, lebih berisiko untuk
terinfeksi HIV.
VIII. Program Pemerintah
Strategi Pemerintah terkait dengan Program Pengendalian HIV-AIDS dan IMS
1. Meningkatkan penemuan kasus HIV secara dini
a. Daerah dengan epidemi meluas seperti Papua dan Papua Barat, penawaran tes HIV
perlu dilakukan kepada semua pasien yang datang ke layanan kesehatan baik rawat jalan atau
rawat inap serta semua populasi kunci setiap 6 bulan sekali.
b. Daerah dengan epidemi terkonsentrasi maka penawaran tes HIV rutin dilakukan pada
ibu hamil, pasien TB, pasien hepatitis, warga binaan pemasyarakatan (WBP), pasien IMS,
pasangan tetap ataupun tidak tetap ODHA dan populasi kunci seperti WPS, waria, LSL dan
penasun. .
c. Kabupaten/kota dapat menetapkan situasi epidemi di daerahnya dan melakukan
intervensi sesuai penetapan tersebut, melakukan monitoring & evaluasi serta surveilans
berkala.
d. Memperluas akses layanan KTHIV dengan cara menjadikan tes HIV sebagai standar
pelayanan di seluruh fasilitas kesehatan (FASKES) pemerintah sesuai status epidemi dari tiap
kabupaten/kota
e. Dalam hal tidak ada tenaga medis dan/atau teknisi laboratorium yang terlatih, maka
bidan atau perawat terlatih dapat melakukan tes HIV
f. Memperluas dan melakukan layanan KTHIV sampai ke tingkat puskemas
g. Bekerja sama dengan populasi kunci, komunitas dan masyarakat umum untuk
meningkatkan kegiatan penjangkauan dan memberikan edukasi tentang manfaat tes HIV dan
terapi ARV.
h. Bekerja sama dengan komunitas untuk meningkatkan upaya pencegahan melalui
layanan IMS dan PTRM

2. Meningkatkan cakupan pemberian dan retensi terapi ARV, serta perawatan kronis
a. Menggunakan rejimen pengobatan ARV kombinasi dosis tetap (KDT-Fixed Dose
Combination-FDC), di dalam satu tablet mengandung tiga obat. Satu tablet setiap hari pada jam
yang sama, hal ini mempermudah pasien supaya patuh dan tidak lupa menelan obat.
b. Inisiasi ARV pada fasyankes seperti puskesmas
c. Memulai pengobatan ARV sesegera mungkin berapapun jumlah CD4 dan apapun
stadium klinisnya pada:
- kelompok populasi kunci, yaitu: pekerja seks, lelaki seks lelaki, pengguna napza suntik, dan
waria, dengan atau tanpa IMS lain
- populasi khusus, seperti: wanita hamil dengan HIV, pasien ko-infeksi TB-HIV, pasien ko-
infeksi Hepatitis-HIV (Hepatitis B dan C), ODHA yang pasangannya HIV negatif (pasangan sero-
diskordan), bayi/anak dengan HIV (usia<5tahun).
- semua orang yang terinfeksi HIV di daerah dengan epidemi meluas
d. Mempertahankan kepatuhan pengobatan ARV dan pemakaian kondom konsisten
melalui kondom sebagai bagian dari paket pengobatan.
e. Memberikan konseling kepatuhan minum obat ARV
3. Memperluas akses pemeriksaan CD4 dan viral load (VL) termasuk early infant diagnosis
(EID), hingga ke layanan sekunder terdekat untuk meningkatkan jumlah ODHA yang masuk dan
tetap dalam perawatan dan pengobatan ARV sesegera mungkin, melalui sistem rujukan pasien
ataupun rujukan spesimen pemeriksaan.
4. Peningkatan kualitas layanan fasyankes dengan melakukan mentoring klinis yang dilakukan
oleh rumah sakit atau FKTP.
5. Mengadvokasi pemerintah lokal untuk mengurangi beban biaya terkait layanan tes dan
pengobatan HIV-AIDS.
IX. Laporan situasi perkembangan HIV AIDS di Indonesia Januari-Maret 2016

Tabel 1. Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Kelompok Umur Tahun


1987-2016
X. Tahu

n
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi, 2016
*Data ini termasuk data dari Provinsi DKI Jakarta dan Papua Barat yang jumlah AIDS nya tidak bisa
dikategorikan
secara kelompok umur, sehingga dimasukkan ke dalam kategori umur tidak diketahui.

Tabel 2. Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Pekerjaan/Status Tiap Tahun

Tabel 3. Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Provinsi Tahun 1987- 2016
Tabel 4. Kumulatif AIDS yang Hidup, Meninggal dan Jumlah AIDS per 100.000
Penduduk (Case Rate) di Provinsi Tahun 1987 sd Maret 2016
Tabel 5. Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Faktor Risiko Tahun1987- 2016
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi, 2016
*Data ini termasuk data dari Provinsi DKI Jakarta dan Papua Barat yang jumlah AIDS nya tidak bisa
dikategorikan secara
faktor risiko, sehingga dimasukkan ke dalam kategori tidak melaporkan pekerjaan/status.

Tabel 6. Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Penyakit Penyerta Tahun 1987-
2016

Tabel 7. Jumlah Kematian AIDS yang Dilaporkan Menurut Kelompok Umur


Tahun 1987-2016

Anda mungkin juga menyukai