Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Bekti Rahmasari
1113034000002
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Bekti Rahmasari
Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Hadis
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Bekti Rahmasari
1113034000002
Pembimbing
September 2017, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan
Tafsir.
Sidang Munaqasyah
PEDOMAN TRANSLITERASI
ر = R ف = F
Keterangan
2. Huruf yang ber-tasydid (ّ) ditulis dengan dua huruf yang serupa secara
3. Huruf ta marbutah ()ة, baik hidup maupun mati atau di-waqaf-kan ditulis
BEKTI RAHMASARI
BEKTI RAHMASARI
Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam yang selalu melimpahkan
karunia dan kasih sayang-Nya kepada kita semua. Salawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya,
sahabatnya, dan para pengikutnya.
Alhamdulillah, atas karunia yang telah Allah berikan kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kebersihan dan
Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Hadis”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bimbingan,
bantuan, arahan, motivasi dan kontribusi banyak pihak. Ucapan terima kasih yang
tulus dan tidak terbilang penulis haturkan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan
Tafsir dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Al-Qur‟an dan Tafsir yang selalu membantu dan memberikan kemudahan
baik dalam hal administrasi dan lainnya.
4. Dr. Bustamin, SE, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu
meluangkan waktu untuk membimbing dan dengan penuh kesabaran
mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.
5. Dr. Abdul Moqsith, MA. Selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis dari semester satu hingga selesai.
6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin khususnya dosen Jurusan Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir atas segala ilmu, wawasan, bimbingan dan pengalaman
yang telah diberikan.
viii
ix
Bekti Rahmasari
DAFTAR ISI
LINGKUNGAN .................................................................................. 13
Kesehatan ....................................................................................... 22
x
xi
LINGKUNGAN .................................................................................. 35
A. Kesimpulan ..............................................................................65
B. Saran ........................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata, dan termasuk manusia lainnya.
Dewasa ini masalah lingkungan telah menjadi isu global karena menyangkut
berbagai sektor dan berbagai kepentingan umat manusia. Hal ini terbukti dengan
pemahaman atau cara pandang manusia terhadap dirinya, alam, dan tempat
Kebanyakan dari mereka berfikir secara parsial dan hanya ingin menguntungkan
diri sendiri seperti masalah pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya,
1
Juli Soemirat, Kesehatan Lingkungan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011),
h. 43
2
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h.
264
1
2
polusi udara, pencemaran air, dan lainnya. Islam juga mengajarkan bahwa
sepatutnya manusia bertindak secara arif dan bijaksana untuk menjaga dan
Dalam sumber ajaran islam yaitu al-Qur‟an dan al-Sunnah diterangkan bagaimana
ajaran Islam menyoroti masalah kebersihan dan kesehatan lingkungan. Hal ini
lingkungan bukanlah hal baru dalam Islam, karena sebagai agama yang menjadi
rahmat bagi sekalian alam, Islam tidak akan membiarkan manusia merusak atau
berpengaruh terhadap keselamatan manusia yang ada di sekitarnya, oleh sebab itu
Kebersihan yaitu bebas dari kotoran atau keadaan yang menurut akal dan
kegiatan menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari penyakit dengan cara
3
Daud Efendy, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan Perspektif Islam, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 83
4
Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: BUMI
AKSARA, 1996), h. 9
3
yaitu membersihkan dan membebaskan sesuatu dari bakteri atau benda yang
peradaban dan ibadah. Karena itu, kebersihan menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari seorang muslim.6 Contoh konkritnya yaitu dalam hal salat, seorang
muslim tidak sah salatnya jika ia malaksanakan salat dalam keadaan berhadas dan
Hidup bersih dan sehat merupakan salah satu cara untuk menjaga kesehatan.
syukuri, sebab dengan kesehatan kita dapat menikmati kebahagiaan hidup yaitu
melakukan rutinitas dan beribadah dengan baik. Karena itu kebersihan dianggap
5
Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, h. 10
6
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan.
Penerjemah Faizah Firdaus. (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), h. 361
4
misalnya kebersihan jalan, beliau memberikan ancaman kepada siapa saja yang
ِ ٍ اب أَبو ح ْف ِ ْ حدثَنَا إِ ْسحا ُق بْن سويْ ٍد الرْملِي وعُمر بْن
َ ِص َو َحديثُوُ أ ََت أَن َسع
يد بْ َن َ ُ اْلَط ُ َُ َ َُ ُ َ َ
اْلِ ْم ََِيي ٍ
ْ يد َحدثَِن َحْي َوةُ بْ ُن ُشَريْ ٍح أَن أَبَا َسعِيد ِ َ َاْلَ َك ِم َحدثَ ُه ْم ق
َ َخبَ َرنَا نَاف ُع بْ ُن يَِز
ْ ال أ ْ
َصلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم ات ُقوا الْ َم َل ِع َن الث َلثَة ِ ُ ال رس
َ ول الل ُ َ َ َال ق َ ََحدثَوُ َع ْن ُم َع ِاذ بْ ِن َجبَ ٍل ق
ِ الْبَ ر َاز ِف الْموا ِرِد وقَا ِر َع ِة الط ِر
.8يق َوالظِّ ِّل َ ََ َ
“Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu
buang hajat pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat
berteduh” (HR. Abū Dāwud).
ِ ِ
ابن
ُ : ال ُ َو يُ َق, اس َ َبن إلْي
ُ الع َقدي َحدثَنَا َخال ُد َ بن بشا ِر َحدثَنَا أبُو َعام ِر
ُ َحدثَنَا ُُمَم ُد
ب ُِيب ِ ِ ت َسعِْي ُد بن املسي ِ َ َإباس عن صالِ ِح ابن أَِب حسا َن ق ٍ
ٌ ِّيقو ُل إن اللوَ طَي ْ ب َ ُ ُ ال ََس ْع َ ُْ َ
َ فَنَظُِّفوا أَفْنِيَتَ ُك ْم َوال، ود ِ ِ ِ ٌ نَ ِظ، الطيِّب
َ ُ َج َو ٌاد ُيب اجل، َك ِرميٌ ُيب ال َكَرَم، َيف ُيب النظَافَة َ
9ِ ِ
تَ َشب ُهوا باليَ ُهود
7
Abi al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,
1991), h. 203
8
Abi Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, (Riyadh: Bait al-Afkar), h. 28
9
Abi „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah al-Tirmidzī, Jami‟ Tirmidzī, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 449
5
“sesunguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci
(bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai
kemuliaan, Allah itu penderma dan menyukai kedermawanan maka
bersihkanlah teras rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi (HR.
Tirmidzi)
dengan pola sains modern akan muncul berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang
bermanfaat, khususnya dalam bidang kesehatan. Salah satunya yaitu dalam bidang
kesehatan lingkungan, yang dewasa ini dikenal dengan ilmu sanitasi atau ekologi.
Ilmu sanitasi atau ekologi yakni ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan
hidup yang optimal yang memiliki kesalehan sosial dan kesalehan lingkungan,
Akan tetapi masih banyak individu yang tidak menyadari akan pentingnya
kita lihat, tidak sedikit sungai dan laut yang rusak dan tercemar, sampah
berserakan di jalan bahkan disekitar lingkungan rumah. Dalam kaitan ini, sangat
hidup manusia dan lingkungannya. Situasi inilah yang lebih dikenal dengan istilah
10
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
h. 10
6
tersebut. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji lebih lanjut hadis-hadis mengenai
kesehatan lingkungan dalam tinjauan hadis dan apakah hadis-hadis kebrsihan dan
B. Identifikasi Masalah
sungai dan laut yang rusak dan tercemar, sampah berserakan di jalan
periwayat hadis.
belum diketahui.
7
kesehatan lingkungan.
ini dibatasi pada al-Kutub al-Sittah dan hanya dikaji mengenai kuantitas hadis
lingkungan. Adapun yang dimaksud lingkungan dalam penelitian ini yakni segala
manusia.
Hadis-hadis yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup
D. Rumusan Masalah
pemahaman yang kontekstual dan tepat mengenai hadis kebersihan dan kesehatan
modern ini.
persoalan yang disentuh hadis bukan bersifat teoritis semata akan tetapi dapat
penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan dan acuan dalam memberikan
F. Tinjauan Pustaka
dengan skripsi yang lain, terlebih dahulu penulis menelusuri kajian-kajian yang
pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan
menjadi acuan penulis untuk tidak menggunakan pendekatan yang sama, sehingga
kajian yang dilakukan tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.
belum menemukan skripsi yang secara khusus membahas tentang kebersihan dan
kesehatan lingkungan dalam perspektif hadis. Secara umum terdapat tiga skripsi
Pertama, Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Erwan yang berjudul “Higeinitas
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Mahdi dengan judul “Konsep Kebersihan
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Yuli Elisah dengan judul “Ekologi dalam
Kajian yang penulis lakukan dalam skripsi ini berbeda dengan yang
dilakukan Ahmad Erwan, Mahdi dan Yuli Elisah, skripsi ini lebih fokus dalam
kajian hadis dan mendalami satu tema yakni hadis-hadis yang berkaitan dengan
masyarakat.
11
Ahmad Erwan, Higeinitas Dalam Perspektif Hadis, (Skripsi S1 Program Studi Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008)
12
Mahdi, Konsep Kebersihan dalam al-Qur‟an: Studi Kasus di Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta (Skripsi S1 Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013)
13
Yuli Elisah, Ekologi dalam Perspektif Hadis, (Skripsi S1 Program Studi Ilmu Al-Qur‟an
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016)
10
G. Metodologi Penelitian
yaitu mengeluarkan hadis dari sumbernya (kitab induk hadis)14 yang dalam
dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku dan tulisan yang memiliki
15
kaitan secara langsung maupun secara tidak langsung. Dengan merujuk
dari sumber primer yakni al-Kutub al-Sittah. Dan sumber skunder merujuk
pada buku dan data-data yang didapat dari jurnal dan artikel yang relevan
2. Metode Pembahasan
14
Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), h. 3
15
Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h. 40
16
Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, h. 141
11
3. Metode Penulisan
H. Sistematika Penulisan
gambaran yang utuh, penulis akan membagi penelitian ini dalam empat bab,
sebagai berikut:
masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
lingkungan. Pada bab ini dibahas mengenai takhrīj al-hadīts, fiqh al-hadīts, dan
17
Bustamin, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
12
Bab keempat yang merupakan bab terakhir dalam penelitian ini berisi
penutup. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan terkait kebersihan
dan kesehatan lingkungan dalam perspektif hadis dan kemudian penulis akan
memberikan saran agar penelitian ini bisa berlanjut dan lebih bermanfaat pada
akhirnya.
BAB II
benda, seperti air itu bersih, lingkungan bersih, tangan bersih dan sebagainya.
Terkadang, kata bersih memberikan pengertian suci, seperti air itu suci, tetapi
biasanya kata bersih digunakan untuk ungkapan sifat lahiriah sedangkan kata suci
untuk ungkapan sifat batiniah, seperti jiwanya suci. Tidak semuanya yang bersih
adalah suci.1 Suci yaitu bersih dalam arti keagamaan, seperti tidak terkena najis,
bebas dari dosa, atau bebas dari suatu barang dari mutanajis, najis dan hadas.
Sedangkan bersih berarti terbebasnya manusia atau suatu barang dari kotoran.
Alat utama untuk bersuci dari najis dan bersuci dari hadas adalah air. Dalam fikih
disebutkan bahwa tidak semua yang suci dapat menyucikan contohnya yaitu air.
Air yang suci dan menyucikan yaitu air yang masih asli belum berubah warnanya,
baunya atau rasanya (seperti air hujan, air sumur dan sebagainya), air yang suci
tetapi tidak menyucikan yaitu air bersih yang telah tercampur dengan suatu zat
sehingga warnanya atau baunya atau rasanya sudah tida dapat lagi disebut air
biasa atau air mutlak (seperti air teh, air kopi, dan sebagainya), air seperti itu,
1
Tim Lembaga Penelitian Universitas Islam Jakarta, Konsep Agama Islam tentang Bersih
dan Implikasinya dalam Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Universitas Islam Jakarta 1993), h. 12
2
Muhammad Bagir, Fiqih Praktis I: Menurut Al-Qur‟an, As-Sunnah dan Pendapat Para
Ulama, (Bandung: Penerbit Karisma, 2008), h. 48
13
14
Kebersihan berasal dari kata bersih yang artinya yaitu bebas dari kotoran,3
manusia dianggap tidak mengandung noda atau kotoran. Kata bersih sering
digunakan untuk menyatakan keadaan lahiriah suatu benda, seperti air bersih,
lingkungan bersih, rumah bersih dan lain sebagainya. Terkadang bersih juga
digunakan untuk ungkapan sifat batiniah seperti jiwa suci. Dalam membahas
perkara kebersihan dalam agama Islam digunakan tiga macam istilah, yaitu:
1. Nazāfah (nazīf) secara bahasa yaitu kebersihan lawan dari kata kotor.
tingkat pertama, yang meliputi bersih dari kotoran dan noda secara lahiriah 5,
pengertian yang lebih luas yakni meliputi kebersihan lahiriah dan batiniah7,
dengan bab al-najasah yang selanjutnya juga dibahas masalah air dan tanah,
wudhu dan mandi, tayamum dan lainnya. Namun demikian, ketika Allah,
3
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa KEMENDIKBUD,
Kamus Besar Bahasa Indonesis, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 109
4
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),
h.1435
5
Bersih lahiriah (sesuatu yang tampak) yaitu meliputi kebersihan tubuh, benda dan
lingkungan
6
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 868
7
Bersih secara bathiniah (bersifat batin yakni dalam) yaitu bersih dalam arti kejiwaan.
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 93
15
maknawiah karena kesucian dari hadas, baik hadas besar maupun hadas
3. Tazkiyah secara bahasa yaitu tumbuh atau membersihkan, berasal dari kata
contoh, ungkapan Allah dalam al-Qur‟an ketika menyebut zakat yang seakar
harta yang dizakati adalah bersih dan yang tidak dizakati dinilai kotor.11
kebersihan dan kesehatan dapat terwujud individu dan masyarakat yang sehat
jasmani, rohani, dan sosial, sehingga mampu menjadi umat pilihan dan khalifah
Allah untuk memakmurkan bumi. Kesehatan merupakan salah satu rahmat dan
karunia Allah yang sangat besar yang diberikan kepada umat manusia, karena
kesehatan adalah modal pertama dan utama dalam kehidupan manusia. Tanpa
kesehatan manusia tidak dapat melakukan kegiatan yang menjadi tugas serta
masyarakat maupun tugas dan kewajiban melaksanakan ibadah kepada Allah swt.
Kesehatan berasal dari kata sehat, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
sehat yaitu suatu keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya bebas dari
8
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, (Bandung: 2012), h. 64
9
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 577
10
Tim Lembaga Penelitian Universitas Islam Jakarta, Konsep Agama Islam tentang Bersih
dan Implikasinya dalam Kehidupan Masyarakat, h. 12-13
11
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 65
16
pokok-pokok kesehatan, Bab 1 Pasal 2 sangat mirip dengan definisi yang dianut
oleh Organisasi Kesehatan Sedunia atau World Health Organization (WHO) yaitu
“keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani dan sosial dan bukan hanya
keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan lemah”.13 Akan tetapi definisi
Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab 1 Pasal 1, yakni “kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
yang bersih, sehat, dan nyaman. Terhindar dari berbagai macam penyakit sangat
diinginkan oleh setiap orang. Istilah lingkungan, sebagai ungkapan singkat dari
lingkungan hidup merupakan alih bahasa dari istilah asing environment (Inggris)
dan al-bi‟ah (Arab). Ilmu yang mengkaji tentang lingkungan hidup ini disebut
ekologi.15 Lingkungan16 yaitu segala sesuatu yang ada disekitar baik berupa benda
hidup, benda mati, benda nyata atau abstrak, termasuk manusia serta suasana yang
Menurut Otto Soemarwoto, lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi
12
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa KEMENDIKBUD,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 794
13
Giri Wiarto, Budaya Hidup Sehat, (Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2013), h. 2
14
Juli Soemirat, Kesehatan Lingkungan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011),
h. 6-7
15
Kata ekologi, pertama kali diusulkan oleh Ernst Haeckel (jerman) pada tahun 1869,
berasal dari bahasa Yunani oikos, berarti “rumah” atau “tempat untuk hidup”. Secara harfiah,
ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antara organisme dan lingkungnnya
yang bersifat organik maupun anorganik. Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), h. 3
16
Menurut Soerianegara, segala sesuatu yang berada di sekitar kita disebut dengan
lingkungan. Sedangkan jika unsur-unsur lingkungan tersebut memberi manfaat kepada manusia,
maka unsur lingkungan tersebut disebut dengan sumber daya alam. Ulfah Utami, Konservasi
Sumber Daya Alam Perspektif Islam dan Sains, (Malang, UIN-Malang Press, 2008), h. 6
17
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha medika, 2014), h. 83
17
yang ada dalam ruang yang kita tempati yang memengaruhi kehidupan kita.18 Jadi
dengan benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia
manusia didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang
18
Arif Zulkifli, Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan, (Jakarta: Salemba Teknika, 2014), h. 11
19
Arif Zulkifli, Dasar-Dasar Ilmu Lingkungan, h. 11
20
Kesehatan lingkungan mulai dikaji sejak tahun 1832, ketika itu terjadi wabah penyakit
kolera yang dahsyat di Inggris yang menelan banyak korban jiwa. Kemudian john Snow
melakukan penelitian terhadap wabah kolera yang kemudian membuktikan bahwa penularan
penyakit kolera disebabkan oleh pencemaran sumber air bersih. sejak saat itu kajian terhadap
lingkungan hidup dilakukan dan berkembang menjadi ilmu kesehatan lingkungan. Lihat Budiman
Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005), h. 1
21
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, h. 5
22
Soekidjo Notoadmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), h. 165
18
hidup manusia yang sehat dan bahagia.23 Kesehatan lingkungan termasuk dalam
penyakit.
upaya menciptakan atau mewujudkan suatu lingkungan yang bersih dan sehat
dengan bersuci (tahārah). Salah satu cara yang dianjurkan oleh Islam dalam
kebersihan sangat jelas dan didalamnya terkandung nilai ibadah kepada Allah swt.
(bersuci), yang merupakan kunci ibadah sehari-hari. Sebagai contoh salat seorang
23
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, h. 84
24
Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Mayarakat: Teori dan
aplikasi, (Jakarta: Salemba Medika, 2009), h. 274
19
muslim tidak sah jika tidak suci dari hadas, karena kebersihan (kesucian) pakaian,
badan dan tempat dari najis merupakan salah satu syarat sahnya salat.25
Lebih jauh, tak hanya kebersihan, Islam mengajarkan pula tentang kesucian.
Bersih dan suci adalah dua hal yang tidak dapat di pisahkan, keduannya sangat
erat berhubungan dengan kesehatan, meskipun arti katanya tak persis sama.
Bersih merupakan kata sifat yang menunjukkan keadaan bebas dari kotoran.
Kebersihan bersifat umum dan tidak terkait langsung dengan tata cara
dalam ajaran Islam ialah terhindar dari najis dan hadas. Agar menjadi suci,
seorang muslim harus mejalankan aturan berupa tata cara tahārah (bersuci).
Kebersihan sangat diperhatikan dalam Islam baik secara fisik maupun jiwa,
baik secara tampak maupun tidak tampak. Dianjurkan pula agar memelihara dan
menjaga sekeliling lingkungan dari kotoran agar tetap bersih. Dalam pandangan
25
Departemen Agama, Pelestarian Lingkungan Hidup: Tafsir Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009), h. 183
20
Kedua, kebersihan adalah cara untuk menuju kepada kesehatan badan dan
kekuatan. Sebab hal itu merupakan bekal bagi tiap individu. Disamping itu, badan
adalah amanat bagi setiap muslim. Dia tidak boleh menyianyiakan dan
penyakit.
diri dengan penampilan yang indah yang dicintai oleh Allah swt dan Rasul-Nya.
penyebab eratnya hubungan seseorang dengan orang lain. Ini karena orang sehat
dengan fitrahnya tidak menyukai sesuatu yang kotor dan tidak suka melihat orang
syariah, dan akhlak. Setiap tindakan atau perilaku manusia yang berhubungan
dengan orang lain atau makhluk lain atau lingkungan hidupnya harus dilandasi
keyakinan tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt yang mutlak. Manusia juga
tunduk dan patuh pada aturan Allah swt yang pada akhirnya semua kembali
kepada-Nya. Dalam konsep kemakhlukan ini manusia memperoleh izin dari Allah
kebersihan sebagai akidah dengan sistem yang kokoh bagi seorang muslim, bukan
semata-mata takut kepada penyakit, akan tetapi sebagaimana telah kita ketahui
Lingkungan hidup manusia dapat berubah, bergantung kepada sifat dan niat
tujuan yang baik dan berguna bagi kehidupan manusia. Kebersihan batiniah
manusia ingin hidup bersih, maka tidak cukup baginya hanya membersihkan diri,
masyarakat dan pemerintah. Islam telah menjamin hak-hak manusia dengan tidak
28
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural, (Jakarta: Lantabora
Press, 2005), h. 321-322
29
Tim Lembaga Penelitian Universitas Islam Jakarta, Konsep Agama Islam tentang Bersih
dan Implikasinya dalam Kehidupan Masyarakat, h. 69
22
dari najis, kotoran atau semua perantara yang menyebabkan penyebaran wabah,
tentu akan memberi dampak buruk yang sangat besar terhadap manusia, hewan
sebagai dosa.30
Kesehatan
saling memberi dan menerima pengaruh besar satu sama lain. Pengaruh
aktif-ekploitatif terhadap manusia, namun pelan tapi pasti, apa yang terjadi pada
kehidupan manusia. Lingkungan yang indah dan lestari akan membawa pengaruh
bernafas dengan udara sekitarnya pada setiap detik. Makanan manusia diambil
30
Mahir Hasan Mahmud, Terapi Air: Keampuhan Air dalam Mengatasi Aneka Penyakit
Berdasarkan Wahyu dan Sains, (jakarta: Qultum Media, 2008), h. 58-59
31
Antonius Atosakhi Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia:
Alam, Iptek, Kerja, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo), h. 39
23
dari sekitarnya, demikian pula minuman, pakaian, dan lain sebagainya. Interaksi
serta lingkungan tetap lebih baik daripada mengobati suatu penyakit yang timbul
dari akses mayarakat terhadap air bersih. Jika sumber air yang merupakan
32
Juli Soemirat, Kesehatan Lingkungan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2011),
h. 18
33
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, h. 85
34
Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1996), h. 201
35
Soekidjo Notoadmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, h. 165
24
kematian dan angka terjangkit penyakit yang tinggi serta sering terjadinya
terdapat banyak lalat, nyamuk, pembuangan kotoran dan sampah yang tidak
teratur, air rumah tangga dan perumahan yang buruk. Sebaliknya, di tempat yang
rendah.37
1. Lingkungan fisik, terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba,
mati yang dapat dilihat dan dirasakan, tetapi tidak dapat diraba (api, asap,
kabut, dll). Benda mati yang tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat, namun
sekitar kita yang tergolong organisme hidup seperti tumbuhan dan hewan.
terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat maupun
yang tidak dapat dilihat (manusia, hewan, kehidupan akua‐tik, amuba, virus,
bakteri, dll.).
36
Wiku Adisasmito, Sistem Kesehatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 15
37
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, h. 85
25
3. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah bentuk lain selain fisik dan
biologis di atas. Lingkungan sosial tidak berbentuk nyata, namun ada dalam
perangkat nilai, ideologi, sosial dan budaya sehingga dapat menentukan arah
lingkungan.38
manusia untuk hidup serasi dengan lingkungannya dan mewujudkan hak asasinya
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal yang memiliki kesalehan sosial dan
D. Etika Lingkungan
Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti “adat
istiadat” atau “kebiasaan”. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata
cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat. Etika dipahami
38
Soekidjo Notoadmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, h. 166
39
Abdul Basith Muhammad Sayyid, Rasulullah Sang Dokter, (Solo: Tiga Serangkai, 2006),
h. 80
40
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, h. 10
26
perilaku manusia, yaitu perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang harus
dihindari. Etika secara lebih luas dipahami sebagai pedoman bagaimana manusia
bertindak yang didasari atas nilai-nilai positif untuk mempertahankan fungsi dan
kelestarian lingkungan. Nilai-nilai positif dapat berasal dari berbagai hal, seperti
nilai agama, budaya, dan moral yang menjadi petunjuk manusia dalam
lingkungan juga berfungsi sebagai kritik atas etika yang selama ini dianut oleh
manusia, yang dibatasi pada komunitas sosial manusia. Etika lingkungan hidup
menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan juga bagi komunitas
mencakup semua unsur ciptaan Allah swt. Itulah sebabnya lingkungan hidup
menentukan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan saat ini oleh
lingkungan hanyalah benda mati yang diperuntukkan untuk manusia. Dengan kata
suatu objek bukan sebagai subjek. Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis
41
Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), h.
14-15
42
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, (Semarang: Universitas Negeri
Semarang, 2014), h. 62
27
sebagai sesuatu yang penting dan berguna, maka sikap dan perilaku seseorang
terhadap sesuatu itu lebih bersifat menghargai. Akan tetapi sebaliknya, jika suatu
hal dipandang dan dipahami sebagai sesuatu yang tidak berguna dan tidak
penting, maka sikap dan perilaku yang muncul bersifat mengabaikan bahkan
dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam teori ini nilai dan prinsip moral
43
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 72
44
Antonius Atosakhi Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia:
Alam, Iptek, Kerja, h. 43
45
Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, h. 45
28
nilai).46
nilai dan berharga. Teori ini juga dikenal sebagai teori lingkungan hidup
bukanlah salah satu cabang dari etika manusia, tetapi etika lingkungan yang
flora, dan fauna. Dalam hal ini manusia adalah anggota dari komunitas
hidup memiliki hidupnya sendiri dan memiliki sifat serta kemampuan yang
46
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 64
47
Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, h. 66
48
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 74-75
29
tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Dengan demikian, perlu adanya upaya
ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu
sama lain. Oleh karena itu, kewajiban dan tanggungjawab moral tidak hanya
dibatasi pada makhluk hidup. Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini
adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal sebagai deep ecology.
Sebagai istilah, deep ecology pertama kali diperkenalkan Arne Naess, filsuf
Untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan islami, Islam juga memiliki
meliputi:
49
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 64
50
Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, h. 92
51
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 64-65
30
1. Tauhid
dioptimalkan sebagai sarana untuk sampai pada Allah swt. Lingkungan sebagai
sarana mengingat Allah, karena segala yang ada di bumi temasuk didalamnya
arif dan bijaksana, melihat alam sebagai partner bukan musuh. Semua unsur
lingkungan memiliki nilai dan manfaat sehingga menuntut kita untuk berbuat
baik kepada lingkungan.52 Tauhid tidak dapat dipisahkan dengan aspek lain
2. Ibadah
Segala sesuatu dinilai ibadah dengan syarat memulainya dengan niat yang
ikhlas oleh karena itu kegiatan memelihara lingkungan harus dilandasi dengan
52
Ahmad Munji. 2014. Tauhid dan Etika Lingkungan. Teologia, 523, 515-539
53
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 76
54
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 76
31
3. Pengetahuan („ilm)
Islam menempatkan ilmu pada tempat yang tinggi dan orang yang berilmu
akan selalu ditinggikan oleh Allah swt. Konsep ilmu yang dimaksud dalam
etika lingkungan Islam yaitu tanda-tanda alam yang harus dikaji dengan
tepat.55
yang dilakukan manusia akan berpengaruh terhadap masa depan generasi yang
akan datang. 56
lingkungan agar tidak rusak, tercemar bahkan menjadi punah, sebab apa yang
Manusia harus memperlakukan lingkungan sebagai amanah dari Allah swt dan
6. Keindahan
manusia harus memperhatikan estetika dan keindahan. Gunung yang hijau, air
laut yang tampak indah membiru dan sungai yang jernih jangan sampai
55
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 77
56
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 78
57
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, h. 285
32
membahayakan manusia dan habitat flora dan fauna yang hidup di dalamnya.58
segala sesuatu yang bersifat merusak bagi manusia dan lingkungan. Dan segala
dipakai sebagai pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan
1. Sikap hormat terhadap alam atau respect for nature, alam mempunyai hak
58
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 78
59
Abdurrahman, Memelihara Lingkungan Dalam Ajaran Islam, h. 78
33
sejenisnya bagi alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang dapat
memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dan bukan hanya milik
pribadi, maka dari itu rasa tanggungjawab akan muncul dengan sendirinya
dalam diri manusia kendati yang dihadapi merupakan milik bersama bukan
milik pribadi.
manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan
60
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 65
34
5. Tidak merugikan atau no harm, prinsip yang tidak merugikan alam secara
tidak perlu. Bentuk minimal berupa tidak perlu melakukan tindakan yang
6. Sederhana dan selaras dengan alam, prinsip ini menekan pada sebuah nilai,
kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, dan standar material.
semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positif
keanekaragaman.
yang bersih dan disegani oleh publik karena mempunyai kepedulian yang
61
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 66
62
Tim MKU PLH, Pendidikan Lingkungan Hidup, h. 67
BAB III
Nabi Muhammad saw telah memberi perhatian sangat besar terhadap kebersihan
dan kesehatan lingkungan seperti tanah, udara, cuaca dan air. Beliau telah
organisasi dunia dan juga pesan-pesan sebagai riset ilmiah modern mengenai
35
36
air merupakan salah satu sumber kebutuhan pokok manusia.1 Oleh karena itu
Islam melarang membuang kotoran, najis dan kencing ke dalam air. Sebagaimana
1. Takhrīj al-Hadīts
Secara etimologi takhrīj berasal dari kata ُُي ّرج-ج
َ َخرyang artinya
al-Nabawiyyah al-Syarīf .
1
Abdul Basith Muhammad Sayyid, Rasulullah Sang Dokter, (Solo: Tiga Serangkai, 2006),
h. 81
2
Hadis ini bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah saw dan dilihat dari kuantitas
rawi tergolong dalam hadis ahad yakni hadis aziz (hadis yang diriwayatkan oleh dua orang perawi
pada seluruh tingkatan (tabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja).
3
Abū Abdullāh Muhammad bin Ismā‟īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Bukhārī, Sahīh al-
Bukhārī, (Riyad: Maktabah al-Rasyad, 2006), h. 40-41
4
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis, Jakarta: Ushul Press, 2009), h. 180
37
sebagai berikut:5
6
ال
َ َب
1. Sahīh al-Bukhārī kitāb al-wudhu bab 68 ٙٛ وضوء:خ
2. Sahīh Muslim kitāb al-tahārah bab 94-96 ٜٙ-ٜٗ طهارة:م
3. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 36 ٖٙ طهارة:د
4. Sunan al-Tirmidzī kitāb al-tahārah bab 51 ٘ٔ طهارة: :ت
5. Sunan al-Nasā‟ī kitāb al-tahārah bab 45 ٗ٘ طهارة: :ن
6. Sunan Ibnu Mājah kitāb al-tahārah bab 25 ٕ٘ طهارة: :مج
7
يَ ْغتَ ِس ُل
1. Sahīh al-Bukhārī kitāb al-wudhu bab 68 ٙٛ وضوء:خ
2. Sahīh Muslim kitāb al-tahārah bab 98 ٜ٘ طهارة:م
3. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 36 ٖٙ طهارة:د
4. Sunan al-Tirmidzī kitāb al-tahārah bab 51 ٘ٔ طهارة:ت
5. Sunan al-Nasā‟ī kitāb al-tahārah bab 45, 139, ٔ غسل,ٗ٘,ٖٜٔ طهارة:ن
kitāb ghuslun bab 1
5
Lampiran 1, h. 71-74
6
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.1 (Madinah:
Maktabah Bril, 1936), h. 233
7
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.4, h. 506
38
2. Fiqh al-Hadīts
Fiqh al-hadīts terdiri dari dua kata yaitu fiqh dan al-hadīts. Kata fiqh
berasal dari kata fiqhun yang secara etimologi (bahasa) berarti mengerti dan
Sedangkan kata al-hadīts secara etimologi (bahasa) berarti baru dan berita.
diriwayatkan Nabi Muhammad saw. Sebelum dan setelah kenabian, baik itu
8
A.J. Wensinck, Miftāh al-Kunūz al-Sunnah, (Lahore: Idarah Tarjaman Al-Sunnah, 1978),
h. 83
9
Abu Hājir Muhammad al-Sa‟id Bin Basyuni Zaghlul, Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-
Nabawiyyah al-Syarīf, v. 7 (Beirut: Dar al-Kitab al-„Ilmiyyah, t.t), h. 325
39
fiqh al-hadīts dapat dikatakan sebagai salah satu aspek ilmu hadis yang
orang terhadap sesuatu yang dapat membahayakan badan, agama, dan akhlak
kepada manusia tempat buang air yang selayaknya dan tempat-tempat yang
Adapun yang dimaksud air yang tak mengalir ialah air atau sungai
yang mungkin masih dipakai atau mengenai orang lainnya. Tentu saja,
biarpun air sungai itu mengalir tetapi air limbah tersebut mengenai orang lain,
maka najis, polusi, dan bahayanya akan mengancam kesehatan dan kesucian
membersihkan.13
tekstual, maka dapat diambil masalah yakni tidak apa-apa jika buang hajat di
air yang banyak dan mengalir. Akan tetapi yang lebih utama adalah
menambahkan, jika ada air banyak dan tenang sebagian ulama ada yang
haram.
mengotori dan boleh jadi membuat air itu menjadi najis. Apabila air itu
dalamnya karena dapat membuat air suci tersebut berubah menjadi najis
tersebut banyak, karena hal tersebut merusak air untuk dirinya dan orang lain.
Serta makruhnya buang air besar di air yang tidak mengalir lebih berat karena
tidak mengalir:
a. Madzhab Hanafi, buang air di air yang sedikit dan tidak mengalir itu
haram hukumnya. Jika air itu banyak maka hukumnya makruh tahrim
14
An-Nawawi, Shahih Muslim Bisyrh al-Nawawi, vol. 3, (Beirut: Darl al-Fikr, 1981), h.
178-179
15
Imam an-Nawawi, Syarah Ringkas Riyadhus Shalihin, v.2, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah,
2013), h. 873-874
41
buang air di tempat itu hukumnya makruh tanzih kecuali apabila air
yang tidak mengalir itu haram yaitu apabila air itu hanya sedikit. Akan
tetapi, jika air itu banyak seperti air yang berada di danau, taman yang
kecuali jika air itu milik orang lain dan ia tidak mengizinkan untuk
hukumnya. 17
tidak haram hukumnya, baik air tersebut sedikit ataupun banyak, akan
tetapi hanya dimakruhkan saja, kecuali apabila air itu milik orang lain
dan ia tidak mengizinkan untuk digunakan atau air itu dialirkan akan
tetapi tidak banyak, maka dalam kedua hal tersebut hukumnya adalah
16
Al Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, Penerjemah Chatibul Umam dan Abu Hurairah. v. 1,
(Jakarta: Darul Ulum Press, 1996), h.201
17
Al Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, Penerjemah Chatibul Umam dan Abu Hurairah. v. 1,
h.200
42
malam, mereka berpendapat bahwa kencing di air itu makruh, baik air
atau yang mengalir itu haram hukumnya, baik air itu sedikit maupun
banyak, kecuali air laut. Adapun buang air kecil di air yang tergenang
Air adalah sarana utama untuk kebersihan dan kesucian. Salah satu
manfaat dan kegunaan air adalah sarana untuk bersuci dan membersihkan
diri lahir dan batin. Bagi manusia pada umumnya, air digunakan untuk
memiliki korelasi dengan tata cara ibadah (batin) lain seperti al-ghuslu
dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan
kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-
gangguan syaitan (QS. Al-Anfal: 11)20
18
Al Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, Penerjemah Chatibul Umam dan Abu Hurairah. v. 1,
h.202
19
Al Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, Penerjemah Chatibul Umam dan Abu Hurairah. v. 1, h.
201
20
Disebutkan bahwa tujuan Allah swt menurunkan hujan dari langit pada waktu perang
Badar, untuk memberikan kemungkinan kaum muslim agar mereka dapat bersuci dari hadas dan
junub, sehingga mereka dapat beribadah dalam keadaan suci lahir dan batin. (Kementrian Agama
RI, Tafsir al-Qur‟an Tematik: Kesehatan Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2012), h.319. Quraish Shihab menafsirkan Dia menurunkan
kamu hujan dari langit sehingga kamu dapat memenuhi kebutuhan minum kamu di padang pasir,
dan untuk menyucikan kamu dengannya yakni dengan menggunakannya untuk berwudhu atau
mandi wajib dan sunnah, dan juga hujan itu menghilangkan dari kamu kotoran yang dilakukan
setan yakni hadas besar. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, v.5 (Jakarta: Penerbit Lentera Hati,
2002), h. 393
43
berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan air yang bersih
dan aman tersebut, antara lain bebas dari kontaminasi kuman atau bibit
penyakit, bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, tidak
berasa dan berbau, memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO
sampah.21
berpindah melalui air kencing yang masuk ke dalam air dan berkembang
biak di dalamnya kemudian menular lagi kepada orang yang mandi atau
hidup di dalam tanah kemudian menular pada manusia yang sehat. Teori
ilmiah menetapkan bahwa pada umumnya bakteri dan telur cacing tidak
mampu hidup lama atau berkembang biak pada air yang mengalir seperti
21
Budiman Chandra, Kesehatan Lingkungan (Jakarta: EGC, 2006), h 40
22
Kolera yaitu penyakit akibat bakteri yang biasanya menyebar melalui air yang
terkontaminasi. Penyakit ini dapat menyebabjan dehidrasi dari diare yang parah
23
Thypoi yaitu Infeksi sistemik akut yang disebabkan salmonella Thypi, atau dapat disebetu
juga suatu penyakit infeksi usus halus
24
Yaitu penyakit lumpuh akibat virus
25
Cacing tambang
44
sungai. Adapun air yang tergenang atau tidak mengalir seperti sumur akan
Pada hakikatnya, air adalah kekayaan yang mahal dan berharga. Akan
gratis, dan kondisi air dapat terjadi secara tetap karena adanya proses
Rasulullah saw menasehati agar tidak membuang hajat dalam air yang
tergenang. Tindakan ini menyerupai apa yang kita kenal sekarang sebagai
26
Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: BUMI
AKSARA, 1996), h. 27-29
27
Mahmud Ahmad Nadjib, Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam (Jakarta: CV: Pustaka
Mantiq, 1994) cet. IV, h. 63
28
Maizer Said Nahdi dan Aziz Ghufron, “Etika Lingkungan Dalam perspektif Yusuf
Qardhawi”, (jurnal al-Jami‟ah vol. 44 No, 1, 2006) , h. 16
45
rumah.30
oleh masyarakat umum merupakan milik bersama bukan milik pribadi sehingga
ِ ٍ اب أَبو ح ْف ِ ْ حدثَنَا إِ ْسحا ُق بْن سويْ ٍد الرْملِي وعُمر بْن
َ ِص َو َحديثُوُ أ ََت أَن َسع
يد بْ َن َ ُ اْلَط ُ َُ َ َُ ُ َ َ
ِ ٍ ِ ِ
ُاْل ْم ََِيي َحدثَو ْ يد َحدثَِن َحْي َوةُ بْ ُن ُشَريْ ٍح أَن أَبَا َسعيد َ َخبَ َرنَا نَاف ُع بْ ُن يَِز
ْ ال أَ َاْلَ َك ِم َحدثَ ُه ْم قْ
صلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم ات ُقوا الْ َم َل ِع َن الث َلثَةَ الْبَ َر َاز ِف ِ ُ ال رس
َ ول الل ُ َ َ َال ق َ َ ق31َع ْن ُم َع ِاذ بْ ِن َجبَ ٍل
.32يق َوالظِّ ّل ِ الْموا ِرِد وقَا ِر َع ِة الط ِر
َ ََ
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Suwaid al-Ramliy dan Umar bin
Khaththāb dan hadisnya lebih sempurna; bahwasannya Sa‟īd bin al-Hakam
menceritakan kepada mereka, katanya: Nāfi‟ bin Yazīd mencerita kepada
kami. Haywah bin Syuraih tela menceritakan kepadaku bahwa Abā Sa‟īd al-
Himyariy menceritakannya dari Mu‟ādz bin Jabal, seraya berkata:
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu
buang hajat pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat
berteduh” (HR. Abū Dāwud).
1. Takhrīj al-Hadīts
29
Sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan menghilangkan atau mengendalikan faktor-
faktor lingkungan yang membentuk mata rantai penularan penyakit, atau dapat dipahami juga
dengan pengendalian semua faktor lingkungan dalam lingkungan fisik manusia yang dapat
menimbulkan dampak buruk terhadap perkembangan fisik, kesehatan dan daya hidup manusia.
Eryati Darwin, dkk, Etika Profesi Kesehatan, (Yogyakarta: Deepublish, 2014), h. 109
30
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h.
292
31
Hadis ini bersambung sampai kepada Rasulullah saw dan dilihat dari kuantitas rawi
tergolong dalam hadis Ahad yakni hadis gharib (hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi
pada seluruh tingkatan (tabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja).
32
Abī Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, (Riyadh: Bait al-Afkar), h. 28.
46
وقى34
1. Sahīh Muslim kitāb al-tahārah bab 68 ٙٛ طهارة:م
2. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 47 ٔٗ طهارة:د
3. Sunan Ibnu Mājah kitāb al-tahārah bab 24 ٕٔ طهارة:جو
الْبَ َراز35
1. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 47 ٔٗ طهارة:د
2. Sunan Ibnu Mājah kitāb al-tahārah bab 24 ٕٔ طهارة:جو
لعن36
1. Sunan Abū Dāwud kitāb al-tahārah bab 47 ٔٗ طهارة:د
2. Sunan Ibnu Mājah kitāb al-tahārah bab 24 ٕٔ طهارة:جو
2. Fiqh al-Hadīts
Hadis diatas juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim
ِ َجي عا عن إِ َْس
َ َ ق.اعْي َل بْ ِن َج ْع َف ٍر ِ
:وبَ ُال ابْ ُن أَي َ ْ َ ً ْ َ .ب و قُتَ ْيبَةُ َوابْ ُن ُح ْج ٍرَ َحدثَنَا َْي َي بْ ُن أَيُ ْو
صلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم ِ ُ أَن رس:َالعل ِء عن أَبِي ِو عن أَِِب ىري رة ِ ْ .اعْيل ِ ِ
َ ول الل َُ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ْ َ َ أخبَ َرِن َ ََحدثَنَا إ َْس
33
Lampiran 2, h.77-78
34
AJ. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v. 7, h. 298
35
AJ. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v. 1, h. 170
36
AJ. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.6, h. 129
37
Abu Hājir Muhammad al-Sa‟id Bin Basyuni Zaghlul, Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-
Nabawiyyah al-Syarīf, v. 1, h. 161
47
Telah menceritakan kepada kam Yahya bin Ayub dan Qutaibah dan
Ibnu Hujrin. Semuanya dari Ismail bin Ja‟far. Ibnu Ayub berkata: telah
menceritakan kepada kami Ismail, telah mengabarkan kepadaku al-
Mula‟ dari Ayahnya dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw
bersabda: “Takutlah kamu dengan dua hal terkutuk, mereka berkata:
Apa dua hal terkutuk tersebut ya Rasulullah?, Rasulullah menjawab
yaitu orang yang buang hajat di tempat berlalunya manusia dan pada
tempat berteduh”.
perbedaan antara periwayatan Abu Dawud dan Imam Muslim. Pada kedua
periwayatan Abu Dawud disebutkan )َ )ات ُقوا الْ َم َل ِع َن الث َلثَةterdapat tiga hal yang
terkutuk yaitu buang hajat pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan
38
Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 226
39
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2014), h.
195
48
( اِت ُقوا اللعننيtakutlah kalian pada dua hal yang dilaknat). Al-Hafidz
laknat, yang membawa manusia kepada laknat itu, dan menyeru mereka
dan cacian”. Yakni secara adat manusia pasti melaknat yang demikian itu.
Ketika dua hal itu menjadi sebab munculnya laknat, maka perbuatan itu
fā‟il (subjek) yang artinya maf‟ūl (objek). Sebagaimana ungkapan mereka: مر
ّ
Dengan demikian maka aslinya adalah: ( إتّقوا المرين امللعون فاعلوjauhilah oleh
kalian dua perkara yang terlaknat pelaku keduanya). الّذي يتخلّى ف طريق النّاس
(orang yang buang hajat di tengah jalan orang banyak), dengan kata lain:
buang air besar atau buang air kecil di tempat berlalunya orang banyak. Di
dimaksud dengan التّخلّىadalah menyendiri untuk buang hajat, baik air besar
maupun air kecil, karena najis dan kotor ada pada kedua perbuatan itu”.
Maka tidak sah tafsir al-Nawawi; bahwa hal itu adalah buang air besar. Jika
itu benar maka buang air kecil ditambahkan kepadanya dengan landasan
40
Abu Ath-Thayib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud: Syarh
Sunan Abu Dawud, Penerjemah Asmuni. v. 1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 72
49
qiyas. Yang dimaksud dengan jalan adalah jalan yang digunakan untuk
berlalu dan bukan jalan yang jarang dilalui.41 ( امللعنhal-hal yang terlaknat)
adalah bentuk jamak dari kata ملعنةyang artinya tempat laknat berada.
dimana mereka singgah dan duduk di dalamnya, dan bukan setiap keteduhan
haram untuk buang hajat di bawah serumpun pohon. Dan tidak diragukan
tempat teduh mereka, karena perbuatan yang demikian itu menyakiti kaum
bawah naungan), dengan kata lain: keteduhan di bawah pohon rindang dan
selainnya dari kalangan ulama berkata bahwa yang dimaksud dengan الظّل
adalah tempat yang dijadikan manusia untuk berteduh, tempat singgah dan
tempat mengistirahatkan unta, atau tempat berkumpul. Dalam hal ini, bukan
41
Abu Ath-Thayib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud: Syarh
Sunan Abu Dawud, v. 1, h. 73
42
Abu Ath-Thayib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud: Syarh
Sunan Abu Dawud, h. 73
43
Abu Ath-Thayib Muhammad Syamsul Haq Al Azhim Abadi, Aunul Ma‟bud: Syarh
Sunan Abu Dawud, h. 74-75
50
sabda Nabi saw juga pernah melakukan buang air di bawah pohon kurma.
lingkungan dan perbuatan tersebut bertentangan dengan cita rasa yang sehat
perbuatan itu ialah kencing dalam air –khususnya air yang keruh- dalam
tempat mandi, buang air di tempat teduh, di jalan tempat orang lewat atau di
sumber tempat mengalirnya air, Rasulullah menyebut hal ini sebagai “Tiga
dikatakan pula harus diharamkan karena hal itu mengganggu kaum muslim.
Secara zahir hadis tentang larangan buang hajat sembarangan telah jelas
mata air, sungai dan sumur, termasuk juga air laut yang sering digunakan
44
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan.
Penerjemah Faizah Firdaus, (Surabaya: dunia ilmu, 1997), h. 193
45
Imam an-Nawawi, Syarah Ringkas Riyadhus Shalihin, v.2, h. 872
51
yang dimaksud dengan tempat berteduh pada masa sekarang adalah tembok
orang sangat penting karena jika saja tempat itu kotor dan menjadi sarang
penyakit, maka akan sangat mudah menular pada banyak orang dalam
ketentraman. Oleh karena itu bagi orang yang menyingkirkan suatu kotoran
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; saya
bacakan di hadapan Malik; dari Sumaiy dari Abu Shalih dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ketika laki-laki sedang berjalan dan menemukan ranting berduri di
tengah jalan, kemudian dia menyingkirkan ranting tersebut hingga
Allah pun bersyukur kepadanya lalu mengampuni dosa-dosanya”.
(HR. Muslim) 48
46
Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, h. 32
47
Abī al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 1521
48
Hadis di atas menjelaskan keutamaan menghilangkan hal-hal yang berbahaya dari jalan,
baik berupa pohon yang membahayakan, menghilangkan duri dan paku, menyingkirkan batu,
kotoran, bangkai dan lainnya. Menyingkirkan hal-hal berbahaya ini dari jalan termasuk salah satu
cabang-cabang keimanan. Hadis ini juga mengingatkan kembali akan keutamaan melakukan hal-
hal yang bermanfaat bagi kaum muslimin, dan menghilangkan hal-hal yang dapat membahayakan
kaum muslimin. Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, v. 11 (Jakarta: Darus Sunnah, 2014),
h. 771
52
Untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat serta tempat umum
yang bersih, indah dan nyaman perlu adanya penanganan sampah yang serius di
(baik polusi air dan udara) lingkungan kotor, kumuh, limbah (baik limbah
pabrik, rumah tangga). Untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat,
indah dan nyaman tentu perlu kepedulian semua pihak mulai dari masyarakat
49
Mahir Hasan Mahmud, Terapi Air: Keampuhan Air dalam Mengatasi Aneka Penyakit
Berdasarkan Wahyu dan Sains, (jakarta: Qultum Media, 2008), h. 58-59
53
umum. Kondisi lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat di
lingkungan sekitar rumah tidak boleh diabaikan begitu saja, karena lingkungan
rumah yang kotor dapat mengganggu dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
ِ ِ
ٍ ابن إي
اس ُ : ال ُ َو يُ َق, اس َ بن بشا ِر َحدثَنَا أبُو َعام ِر
َ َالع َقدي َحدثَنَا َخال ُد بْ ُن إلْي ُ َحدثَنَا ُُمَم ُد
ب ِ ِّ يقو ُل إِن اللّو طَي51ب ِ ت َسعِْي ُد بن املسي ِ َ َعن صالِ ِح ابن أَِب حسا َن ق
َ ِّب ُيب الطي ٌ َ ْ َ ُ ُ ال ََس ْع َ ُْ َ
ِ ِ ِ ِ ٌ نَ ِظ،
َ ُ َج َو ٌاد ُيب اجل، َك ِرميٌ ُيب ال َكَرَم، َيف ُيب النظَافَة
فَنَظُِّفوا أَفْنيَتَ ُك ْم َوالَ تَ َشب ُهوا، ود
52ِ
بِاليَ ُهود
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyār, telah
menceritakan kepada kami Abu „Āmir al-„Aqadiy, telah menceritakan
kepada kami Khālid bin Ilyās, dan dia berkata; Ibnu Ibās dari Sālih ibnu Abi
Hassān berkata, aku telah mendengar Sa‟id bin al-Musayyab berkata:
Sesunguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci
(bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai
kemuliaan, Allah itu penderma dan menyukai kedermawanan maka
50
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, PHBS di Tempat Umum, artikel diakses pada Rabu, 23
Agustus 2017 dari http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PERILAKU-HIDUP-BERSIH-DAN-
SEHAT--PHBS--DI-TEMPAT-TEMPAT-UMUM
51
Hadis ini diriwayatkan hanya sampai pada tingkatan tabi‟in (Maqthu‟) dan dilihat dari
kuantitas rawi tergolong dalam hadis ahad yakni hadis gharib (hadis yang diriwayatkan oleh
seorang perawi pada seluruh tingkatan (tabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad
saja).
Manna‟ al-Qaththan mengatakan bahwa hadis maqthu‟ yaitu perkataan dan perbuatan yang
disandarkan kepada tabi‟in atau orang yang di bawahnya, baik bersambung sanadnya ataupun
tidak, Jika dilihat dari pengertian yang dipaparkan oleh Manna‟ al-Qaththan maka hadis maqthu‟
sama dengan atsar. Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis,Penerjemah Mifdhol
Abdurrahman (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 174
Adapun kehujahan hadis maqthu‟ yaitu tidak dapat dijadikan hujjah dalam hukum syara‟
karena ia tidak datang dari Nabi saw. Akan tetapi, jika di sana ada bukti-bukti yang menunjukkan
ke-marfu‟-annya, maka dihukumi marfu‟ mursal. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta:
Amzah, 2012), h. 263
52
Abī „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah al-Tirmidzī, Jami‟ Tirmidzī, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 449
54
1. Takhrīj al-Hadīts
berikut:53
54
نظف
Sunan al-Tirmidzī kitāb adab bab 41 ٗٔ ادب:ت
55
ب
ٌ ِّطَي
Sunan al-Tirmidzī kitāb adab bab 41 ٗٔ ادب:ت
2. Fiqh al-Hadīts
halaman rumah, tentunya seluruh bagian rumah pun harus dibersihkan. Oleh
53
Lampiran 3, h. 80
54
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.6, h. 483
55
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.4 h. 68
55
karena itu kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar rumah tidak boleh
itu Mulia, maha Pemurah, dan menyukai kebersihan, maka manusia sebagai
karena sesungguhnya halaman atau pekarangan rumah jika luas dan bersih
Yahudi yang tidak menerapkan kesucian dan kebersihan (lahir dan batin),
masa itu.57
di sini adalah tempat-tempat dan sudut dalam rumah yang jarang tersentuh
56
Ahmad Erwan, “Higeinitas Perspektif Hadis,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin: UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h. 53
57
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan.
Peneremah Faizah Firdaus, h. 368
56
pemukiman yang bersih dan sehat, antara lain mencakup cukup cahaya,
udara, air, sanitasi kamar mandi, tempat pembuangan sampah, halaman yang
pengertian dan kesadaran kepada manusia bahwa rumah yang tidak sehat
adalah penyebab rendahnya taraf kesehatan jasmani dan rohani. Hal ini
prodkusi seseorang.61
58
Abdul Basith Muhammad Sayyid, Rasulullah Sang Dokter, (Solo: Tiga Serangkai, 2006),
h. 86
59
Heinz Frick dan Tri Hesti Mulyani, Arsitektur ekologis, (Yogyakarta: PENERBIT
KANSIUS, 2006), h. 1
60
Departemen Agama, Pelestarian Lingkungan Hidup: Tafsir Al-Qur‟an Tematik, (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009), h. 197
61
Rudy Gunawan, Rencana Rumah Sehat, (Yogyakarta: PENERBIT KANSIUS, 2009), h.
9
57
penyakit yang bersumber dari jamur dan parasit kepada orang sehat. 64
sehat yang pada prinsipnya tidak keluar dari kerangka yang ditetapkan
tertutup dan terpisah dari pengaruh lingkungan luar, rumah harus dapat
WHO diantaranya:66
1. Harus dapat terlindungi dari hujan, panas, dingin dan berfungsi sebagai
tempat beristirahat.
2. Memiliki ruang terpisah, ruangan yang harus ada yaitu kamar tidur,
62
Lalat merupakan serangga yang sangat berbahaya. Sebab berkembang biaknya jenis ini
ditempat yang kotor, lalat memindahkan bibit penyakit melalui sayap dan kakinya dari satu orang
yang sakit kepada orang yang sehat, atau kotoran kepada makanan dan minuman. Diantara
penyakit yang dipindahkan oleh lalat yaitu Thypoid (suatu golongan bakteri yang di dalamnya
termasuk bakteri thypus), Desentri, bakteri yang meracuni makanan, polimyeletis, kolera dan
cacar.
63
Nyamuk hidup di daerah-daerah yang airnya tidak mengalir atau rumah yang kotor.
Serangga ini memindahkan penyakit malaria, filarial.
64
Ahmad Erwan, “Higeinitas Perspektif Hadis,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin: UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h. 54
65
Rudy Gunawan, Rencana Rumah Sehat, h. 11
66
Andie A. Wicaksono, Menciptakan Rumah Sehat, (Jakarta: Penebar Swadaya, 2009), h. 4
58
7. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi dari
penyakit menular.
karena itu manusia dilarang menebang pohon sembarangan kecuali dengan kadar
dan perhitungan yang baik, dan sebisa mungkin menanam pohon lain sebagai
ِ ِحدثَنا نَصر بن علِي أَخب رنَا أَبو أُسامةَ عن اب ِن جري ٍج عن عثْما َن ب ِن أَِب سلَيما َن عن سع
يد َ ْ َ َْ ُ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ َ َ ْ ٍّ َ ُ ْ ُ ْ َ َ
صلى اللُ َعلَْي ِو َ
ِ ول
الل ُ س
َُ ر ال
َ ق
َ : ال
َ ق
َ
67 ِ
بْ ِن ُُمَم ِد بْ ِن ُجبَ َِْي بْ ِن ُمطْعِ ٍم َع ْن َعْب ِد الل ِو بْ ِن ُحْبش ٍّي
ِ اْل ِد ِ ِ
الَ يث فَ َق َْ ب اللُ َرأْ َسوُ ِف النا ِر ُسئ َل أَبُو َد ُاود َع ْن َم ْع ََن َى َذا َ صو َ َو َسل َم َم ْن قَطَ َع س ْد َرًة
67
Hadis ini muttashil sampai kepada Rasulullah saw dan dilihat dari kuantitas rawi
tergolong dalam hadis ahad yakni hadis gharib (hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi pada
seluruh tingkatan (tabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja).
59
صٌر يَ ْع ِن َم ْن قَطَ َع ِس ْد َرةً ِف فَ َل ٍة يَ ْستَ ِظل ِِبَا ابْ ُن السبِ ِيل َوالْبَ َهائِ ُم َعبَثًا َوظُْل ًما ِ ْ ى َذا
َ َيث ُمُْت
ُ اْلَد َ
ب اللوُ َرأْ َسوُ ِف النا ِر َحدثَنَا ُمَْلَ ُد بْ ُن َخالِ ٍد َو َسلَ َمةُ يَ ْع ِن ابْ َن َ صو
ِ ِ
َ بغَ َِْي َح ٍّق يَ ُكو ُن لَوُ ف َيها
يفٍ َخب رنَا م ْعمر َعن عُثْما َن بْ ِن أَِب سلَْيما َن َعن رج ٍل ِمن ثَِق ِ ٍ ِ
ْ َُ ْ َ ُ َ ْ ٌ َ َ َ َ ْ َشبيب قَ َاال َحدثَنَا َعْب ُد الرزاق أ
.68ُصلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم ََْن َوه ِ ْ عن عروةَ ب ِن الزب َِي ي رفَع
ِّ ِيث إِ ََل الن
َ ِب َ اْلَد ُ َْ ْ َ ْ َ ُْ ْ َ
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali berkata, telah mengabarkan
kepada kami Abu Usamah dari Ibnu Juraij dari Utsman bin Abu Sulaiman
dari Sa'id bin Muhammad bin Jubair bin Muth'im dari Abdullah bin Hubsyi
ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
menebang pohon bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam
api neraka." Abu Dawud pernah ditanya tentang hadits tersebut, lalu ia
menjawab, "Secara ringkas, makna hadits ini adalah bahwa barangsiapa
menebang pohon bidara di padang bidara dengan sia-sia dan zhalim;
padahal itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan
ternak, maka Allah akan membenamkan kepalanya di neraka." Telah
menceritakan kepada kami Makhlad bin Khalid dan Salamah -maksudnya
Salamah bin Syabib- keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami
Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Utsman
bin Abu Sulaiman dari seorang laki-laki penduduk Tsaqif dari Urwah bin
Az Zubair dan ia memarfu'kannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
seperti hadits tersebut."
1. Takhrīj al-Hadīts
sebagai berikut:69
68
Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, h. 562
69
Lampiran 4, h. 82
60
قَطَ َع70
Sunan Abī Dāwud kitāb Adab bab 159 ٜٔ٘ ادب:د
71
ِس ْدر
Sunan Abī Dāud kitāb Adab bab 159 ٜٔ٘ ادب:د
َ َْرأ
س
72
Hadīts al-Nabawiyyah al-Syarīf yaitu melalui awal kata pada matan hadis:
2. Fiqh al-Hadīts
secara sia-sia. Sebagaimana maksud dari teks hadis yang dijelaskan oleh Abu
Dawud yaitu bahwa maksud dari hadis diatas adalah barang siapa menebang
pohon bidara di padang sahara yang tandus dengan sia-sia & zhalim, padahal
pohon itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan ternak,
70
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.5, h. 421
71
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.5, h.775
72
A.J. Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāzi al-Hadīts al-Nabawiyyah, v.2, h. 198
73
Abu Hājir Muhammad al-Sa‟id Bin Basyuni Zaghlul, Mausu‟ah Atraf al-Hadīts al-
Nabawiyyah al-Syarīf, v.8, h. 787
61
pohon sidrah merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat mengancam
di muka bumi.75
74
Pohon sidrah adalah pohon yang terkenal dengan sebutan al-Sidr. Pohon ini tumbuh di
padang pasir, tahan terhadap panas dan tidak memerlukan banyak air. Pohon sidrah digunakan
sebagai tempat berteduh para musafir, orang yang mencari lahan peternakan, pengembala dan juga
orang yang mempunyai tujuan tertentu,. Disamping itu, buah pohon tersebut juga bisa dimakan.
75
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan,
Penerjemah Faizah Firdaus, h. 181
76
Dijelaskan dalam tafsir at-thabari bahwa kehancuran yang dilakukan oleh kaum munafik
yaitu merusak tanaman dan binatang ternak, mereka membakar tanaman kaum muslimin dan
membunuh ternak. (Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, V.3 (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008), H. 500
62
untuk menanam pohon dan segala apa yang dapat bermanfaat bagi makhluk
يد َحدثَنَا أَبُو َع َوانَةَ ح و َحدثَِن َعْب ُد الر ْحَ ِن بْ ُن الْ ُمبَ َار ِك َحدثَنَا ٍ ِحدثَنا قُت يبةُ بن سع
َ ُ ْ َْ َ َ َ
ِ ُ ال رس َ َك َر ِض َي اللوُ َعْنوُ ق ٍ ِس ب ِن مال
ُصلى الل َ ول الل ُ َ َ َال ق َ ْ ِ َأَبُو َع َوانَةَ َع ْن قَتَ َادةَ َع ْن أَن
س َغ ْر ًسا أ َْو يَ ْزَرعُ َزْر ًعا فَيَأْ ُك ُل ِمْنوُ طَْي ٌر أ َْو إِنْ َسا ٌن أ َْو ِ ٍِ ِ ِ
ُ َعلَْيو َو َسل َم َما م ْن ُم ْسلم يَ ْغر
ِِ ِ
َ يمةٌ إِال َكا َن لَوُ بو
77
ٌص َدقَة َ َِب
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Abu 'Awanah. Dan diriwayatkan pula telah
menceritakan kepada saya 'Abdurrahman bin Al Mubarak telah
menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas bin
Malik radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Tidaklah seorang muslimpun yang bercocok
tanam atau menanam satu tanaman lalu tanaman itu dimakan oleh
burung atau menusia atau hewan melainkan itu menjadi shadaqah
baginya".
semakin tidak menentu. Hal ini tentunya akan memicu pemanasan global
diturunkan. 78
77
Abū Abdullāh Muhammad bin Ismā‟īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Bukhārī, Sahīh al-
Bukhārī, h. 306
78
Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam: Persektif Islam dan Sains, (Malang, UIN
Malang Press, 2008), h. 169
63
Bencana alam yang terjadi seperti banjir, tanah longsor, cadangan air
besar artinya.
79
Mattulada, Lingkungan Hidup Manusia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h. 9
80
Tresna Sastrawijaya, Pencemaran Lingkungan (Jakarta: Rineka Cipta 2000), h. 7
64
dari silau.
7. Manfaat hygienis, adalah sudah menjadi sifat pohon pada siang hari
PENUTUP
A. Kesimpulan
konsep kebersihan dan kesehatan lingkungan dalam hadis sama dengan konsep
etika lingkungan biosentrisme yaitu teori yang memandang setiap kehidupan dan
kewajiban moral terhadap lingkungan. Oleh karena itu manusia harus selalu
menjaga kebersihan sumber air, kebersihan rumah, kebersihan tempat umum dan
tidak menebang pohon dan tanaman di tempat-tempat umum tanpa tujuan yang
tidak jelas.
hanya terkait pada etika tetapi juga bernilai ibadah. Sehingga dengan
dan sehat.
B. Saran
65
66
Antonius Atosakhi Gea dan Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan
Dunia: Alam, Iptek, Kerja, Jakarta: PT Alex Media Komputindo
al-Asy‟ats, Abī Dāwud Sulaimān, Sunan Abī Dāud, Riyadh: Bait al-Afkar, t.t
al-Bukhārī, Abū Abdullāh Muhammad bin Ismā‟īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah,
Sahīh al-Bukhārī, Riyad: Maktabah al-Rasyad, 2006
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, PHBS di Tempat Umum, artikel diakses pada
Rabu 23 Agustus 2017 dari
http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PERILAKU-HIDUP-BERSIH-
DAN-SEHAT--PHBS--DI-TEMPAT-TEMPAT-UMUM
67
68
Erwan, Ahmad, Higenitas Dalam Perspektif Hadis, Skripsi Program Studi Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008
Al-Fanjari, Ahmad Syauqi, Nilai Kesehatan Dalam Syariat Islam, Jakarta: BUMI
AKSARA, 1996
Frick, Heinz dan Tri Hesti Mulyani, Arsitektur ekologis, Yogyakarta: PENERBIT
KANSIUS, 2006
al-Hajjāj, Abi al-Husain Muslim, Sahīh Muslim, Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,
1991
Ibnu Mājah, Abi „Abdillah Muhammad bin Yazīd, Sunan Ibnu Mājah, Riyadh:
Bait al-Afkar, tt
Khon, Abdul Majid, Takhrij & Metode Memahami Hadis, Jakarta: Amzah, 2014
Maizer Said Nahdi dan Aziz Ghufron, “Etika Lingkungan Dalam perspektif Yusuf
Qardhawi”, jurnal al-Jami‟ah vol. 44 No, 1, 2006
Munji, Ahmad. 2014. Tauhid dan Etika Lingkungan. Teologia, 523, 515-539
Al-Nasā‟ī, Abi Abdurrahman bin Ahmad bin Syu‟aib bin Ali al-Syuhair, Sunan
al-Nasā‟ī, Beirut: Dar el-Fikr, 2005
Sayyid, Abdul Basith Muhammad, Rasulullah Sang Dokter, Solo: Tiga Serangkai,
2006
Taberani, M, Pengertian Fiqh al-Hadīt, 2016, artikel diakses pada 9 Agustus 2017
dari idr.iain-antasari.ac.id/5606/5/BAB%20II.pdf
70
ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir, Tafsir ath-Thabari, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008
Tim Lembaga Penelitian Universitas Islam Jakarta, Konsep Agama Islam tentang
Bersih dan Implikasinya dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta:
Universitas Islam Jakarta 1993
al-Tirmidzi, Abi „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah, Jami‟ Tirmizī, Riyadh: Bait
al-Afkar, t.t
Triwibowo, Cecep, Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuha medika, 2014
Utami, Ulfah, Konservasi Sumber Daya Alam Perspektif Islam dan Sains,
Malang: UIN-Malang Press, 2008
Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, Ilmu Kesehatan Mayarakat: Teori dan
aplikasi, Jakarta: Salemba Medika, 2009
Yuli Elisah, Ekologi dalam Perspektif Hadis, Skripsi Program Studi Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2016
Zaghlul, Abu Hājir Muhammad al-Sa‟id Bin Basyuni, Mausu‟ah Atraf al-Hadīts
al-Nabawiyyah al-Syarīf, Beirut: Dar al-Kitab al-„Ilmiyyah, t.t
Lampiran 1
a. Sahīh al-Bukhārī
b. Sahīh Muslim
ِِ ٍ ِ ٍ
َ َحدثَِن ُزَىْي ُر بْ ُن َح ْرب َحدثَنَا َج ِر ٌير َع ْن ى َشام َع ْن ابْ ِن سَي
ِّ ِين َع ْن أَِب ُىَريْ َرَة َع ْن الن
ِب
2 ِ ِ ِ ِ َ َصلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم ق
َُح ُد ُك ْم ِف الْ َماء الدائ ِم ُث يَ ْغتَس ُل مْنو
َ ال َال يَبُولَن أ َ
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb: telah menceritakan
kepada kam Jārir dari Hisyām dari Ibnu Sirin dari Abū Hurairah dari
Nabi saw bersabda: “janganlah seorang di antara kalian buang air di air
yang diam kemudian mandi di air tersebut”.
ث َع ْن ُ َو َح َدثَنَا َْي َي بْ ُن َي َي َوُُمم ُد بْ ُن ُرْم ٍح قَ َاال أَ ْخبَ َرنَا اللَْي
ُ ث ح َو َح َدثَنَا قُتَ ْيبَةُ َح َدثَنَا اللَْي
ِ ال ِف َ َصلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم * أَنوُ نَ َهى أَ ْن يُب ِ ِ
املاء َ أَِب الزبَ َِْي َع ْن َجاب ٍر َع ْن َر ُس ْو ُل الل
3ِ ِ
الراكد
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Muhammad bin
Rumhi mereka berkata bahwa al-Laits telah mengabarkan kepada
mereka, dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah
menceritakan kepada kami al-Laits dari Abī al-Zubair dari Jābir
1
Abū Abdullāh Muhammad bin Ismā‟īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Bukhārī, Sahīh al-
Bukhārī, (Riyad: Maktabah al-Rasyad, 2006), h. 40-41
2
Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,
1991), h. 235
3
Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 235
72
ال َى َذا َما َ ََو َح َدثَنَا ُُم ّم ُد بْ ُن َرافِ ِع َح َدثَنَا َعْب ُد الرَز ِاق َح َدثَنَا َم ْع َم ُر َع ْن َه ِام بْ ِن ُمنَبِّ ِو ق
ث ِمْن َها وقال ِ ٍ
َ ْصلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم فَ َذ َكَر أَ َحادي ِ
َ َح َدثَنَا أَبُ ْو ُىَريْ َرَة َع ْن ُُمَمد َر ُس ْو ُل الل
صلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم َال تَبُ ْل ِف الْ َم ِاء الدائِ ِم ال ِذي َال ََْي ِري ُث تَ ْغتَ ِس ُل ِ ٍ
َ ُُمَمد َر ُس ْو ُل الل
4 ِ
ُمْنو
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rāfi‟i, telah
menceritakan kepada kami Abdurrazaq, telah menceritakan kepada kami
Ma‟mar dari Hammām bin Munabbih berkata, telah menceritakan kepada
kami Abū Hurairah dari Muhammad Rasulullah saw kemudian ia
menyebutkan hadis dan berkata Muhammad Rasulullah saw: janganlah
kalian kencing pada tempat air tenang yang tidak mengalir kemudian
mandi di dalamnya.
يث ِى َش ٍام َع ْن ُُمَم ٍد َع ْن أَِب ُىَريْ َرَة َع ْن النِ ِِّب ِ َح ُد بن يونُس حدثَنَا زائِ َدةُ ِف ح ِد
َ َ َ َ ُ ُ ْ َ ْ َحدثَنَا أ
5 ِ ِ ِ ِ َ َصلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم ق
َُح ُد ُك ْم ِف الْ َماء الدائ ِم ُث يَ ْغتَس ُل مْنو
َ ال َال يَبُولَن أ َ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yūnus, telah menceritakan
kepada kami Zāidah dalam sanad hadis Hisyām dari Muhammad dari
Abu Hurairah dari Nabi saw. Bersabda: “janganlah seorang di antara
kalian buang air di air yang diam kemudian mandi di air tersebut”.
d. Sunan al-Tirmidzī
ود بْ ُن َغْي َل َن َحدثَنَا َعْب ُد الرز ِاق َع ْن َم ْع َم ٍر َع ْن َه ِام بْ ِن ُمنَبِّ ٍو َع ْن أَِب ُىَريْ َرَة َع ْن ُ َحدثَنَا َُْم ُم
6 ِ ِ ِ َ َصلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم ق
َُح ُد ُك ْم ِف الْ َماء الدائ ِم ُث يَتَ َوضأُ مْنو َ ال َال يَبُولَن أ َ ِب ِّ ِالن
Telah menceritakan kepada kami Mahmūd bin Ghailān, telah
menceritakan kepada kami Abdurrazzaq dari Ma‟mar dari Hammām bin
Munabbih dari Abī Hurairah dari Nabi saw bersabda: “janganlah seorang
di antara kalian buang air di air yang diam kemudian berwudhu di air
tersebut”.
4
Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 235
5
Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, (Riyadh: Bait al-Afkar, tt), h. 65
6
Abī „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah al-Tirmidzī, Jami‟ Tirmidzi, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 63
73
e. Sunan al-Nasā‟ī
7
Imām Nasā‟ī , Sunan al-Nasā‟ī, )Beirut: Dar el-Fikr, 2005), h. 24
8
Imām Nasā‟ī , Sunan al-Nasā‟ī, h. 64
9
Imām Nasā‟ī , Sunan al-Nasā‟ī, h. 435
74
10
Abu „Abdillāh Muhammad bin Yazīd Ibnu Mājah, Sunan Ibnu Mājah, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 52
صلى اللوُ َعلَْي ِو َو َسل َم
َر ُس ْوَل َ
أَبِ ِيو ِى َش ٍام َه ِام بْ ِن ُمنَبِّ ِو َعْب َد الر ْح ِن بْ َن ُى ْرُمَز أَبِ ِيو ُُمَم ٍد ِِ
ابْ ِن سَي َ
ين أَِب الزبَ َِْي
ابْ ِن َع ْج َل َن َزائِ َدةُ َم ْع َمُر وسى بْ ِن أَِب ُعثْ َما َن
ُم َ ف
َع ْو ٌ ِى َش ٍام ث
اللَْي ُ
سائ
النّ نن
مسلم
م
مسلم
داود
أبو داود
75
76
Keterangan:
Sahīh Bukhārī
1. Abu Zinad : Abdullah bin Dzakwan
2. Syu‟aib : Syu‟aib bin Abi Hamzah
3. Abu al-Yaman : Abu al-Yaman al-Hakam bin Nafi‟
Sahīh Muslim
1. Ibnu Sirin : Muhammad bin Sirin
2. Hisyam : Hisyam bin Hassan
3. Jarir : Jarir bin Abdul Hamid
4. Jabir : Jabir bin Abdullah bin Amru
5. Abi Zubair : Muhammad bin Muslim
6. Al-Laits : al-Laits bin Sa‟d
7. Qutaibah : Qutaibah bin Sa‟id
8. Ma‟mar : Ma‟mar bin Rasyd
Sunan Abū Dāwud
1. Muhammad : Muhammad bin Sirin
2. Hisyam : Hisyam bin Hassan
3. Zaidah : Zaidah Ibnu Qudamah
Sunan al-Tirmidzī
1. Ma‟mar : Ma‟mar bin Rasyd
Sunan al-Nasā‟i
1. Muhammad : Muhammad bin Sirin
2. „Auf : „Auf bin Abi Jamilah al-„Abdi
3. Abihi : Utsman Asyammas
4. Abi Zinad : Abdullah bin Dzakwan
5. Sufyan : Sufyan bin Uyainah
6. Ma‟mar : Ma‟mar bin Rasyd
7. Andullah : Abdullah bin al-Mubarak
8. Hibban : Hibban bin Musa bin Sawwar
Sunan Ibnu Mājah
1. Abihi : „Ajlan Maula Fatimah binti Utbah
2. Ibnu „Ajlan : Muhammad bin „Ajlan
3. Abu Khalid : Sulaiman bin Hayyan
77
Lampiran 2
a. Sahīh Muslim
ِ َجي عا عن إِ َْس
َ َ ق.اعْي َل بْ ِن َج ْع َف ٍر ِ
:وبَ ُال ابْ ُن أَي َ ْ َ ً ْ َ .ب و قُتَ ْيبَةُ َوابْ ُن ُح ْج ٍر َ َحدثَنَا َْي َي بْ ُن أَيُ ْو
َ َصلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم ق
ال ِ ُ أَن رس:َالعل ِء عن أَبِي ِو عن أَِِب ىري رة ِ ْ .اعْيل ِ ِ
َ ول الل َُ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ْ َ َ أخبَ َرِن َ ََحدثَنَا إ َْس
ِ ال (ال ِذى يَتَ َخلى ِِف الط ِر ِيق الن
اس أ َْو ِِف َ َول اللِ؟ ق ِ َ وما الْلّعان:ني) قَالَوا
ُ ان يَا َر ُس ََ ِ ْ َ(ات ُقوا الْلّعان
1 ِ ِ
.ظلِّه ْم
Telah menceritakan kepada kam Yahya bin Ayub dan Qutaibah dan Ibnu
Hujrin. Semuanya dari Ismail bin Ja‟far. Ibnu Ayub berkata: telah
menceritakan kepada kami Ismail, telah mengabarkan kepadaku al-Mula‟ dari
Ayahnya dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu
dengan dua hal terkutuk, mereka berkata: Apa dua hal terkutuk tersebut ya
Rasulullah?, Rasulullah menjawab yaitu orang yang buang hajat di tempat
berlalunya manusia dan pada tempat berteduh”.
ِ ٍ اب أَبو ح ْف ِ ْ حدثَنَا إِ ْسحا ُق بْن سويْ ٍد الرْملِي و ُعمر بْن
َ ِص َو َحديثُوُ أ ََت أَن َسع
يد بْ َن َ ُ اْلَط ُ َُ َ َُ ُ َ َ
ِ ٍ ِ ِ
ُاْل ْم ََِيي َحدثَو ْ يد َحدثَِن َحْي َوةُ بْ ُن ُشَريْ ٍح أَن أَبَا َسعيد َ َخبَ َرنَا نَاف ُع بْ ُن يَِز
ْ ال أ َ َاْلَ َك ِم َحدثَ ُه ْم ق ْ
صلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم ات ُقوا الْ َم َل ِع َن الث َلثَةَ الْبَ َر َاز ِف ِ ُ ال رس
َ ول الل ُ َ َ َال ق َ ََع ْن ُم َع ِاذ بْ ِن َجبَ ٍل ق
2
.الْ َم َوا ِرِد َوقَا ِر َع ِة الط ِر ِيق َوالظِّ ِّل
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Suwaid al-Ramliy dan Umar bin
Khaththāb dan hadisnya lebih sempurna; bahwasannya Sa‟īd bin al-Hakam
menceritakan kepada mereka, katanya: Nāfi‟ bin Yazīd mencerita kepada
kami. Haywah bin Syuraih tela menceritakan kepadaku bahwa Abā Sa‟īd al-
Himyariy menceritakannya dari Mu‟ādz bin Jabal, seraya berkata: Rasulullah
saw bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu buang hajat
pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat berteduh”.
c. Sunan Ibnu Mājah
1
Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj, Sahīh Muslim, h. 226
2
Abī Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, h. 28.
78
3
Abi „Abdillah Muhammad bin Yazīd Ibnu Mājah, Sunan Ibnu Mājah, h. 84
Skema Hadis Menjaga Kebersihan Tempat Umum
ِ
العلء اْلِ ْم ََِيي
يد ْأَبا سعِ ٍ
َ َ
إِ َْس ِ
اعْي َل بْ ِن َج ْع َف ٍر َحْي َوةُ بْ ُن ُشَريْ ٍح
َ
ِ
قُتَ ْيبَةُ ب
َْي َي بْ ُن أَيُ ْو َ ابْ ُن ُح ْج ٍر نَاف ُع بْ ُن يَِز َ
يد
ص اْلَط ِ
اب أَبُو َح ْف ٍ ُع َمُر بْ ُن ْ َسعِ َ
يد بْ َن ا ْْلَ َك ِم إِ ْس َح ُق بْ ُن ُس َويْ ٍد الرْملِي َعْب ُد الل ِو بْن وْى ٍ
ب َُ
Lampiran 3
ِ ِ
ٍ ابن
إباس ُ : ال ُ َو يُ َق, اس َ بن بشا ِر َحدثَنَا أبُو َعام ِر
َ َالع َقدي َحدثَنَا َخال ُد بْ ُن إلْي ُ َحدثَنَا ُُمَم ُد
ِ ِّب يقو ُل إِن اللو طَي ِ ِ َ َعن صالِ ِح ابن أَِب حسا َن ق
،ب َ ِّب ُيب الطي ٌ َ ْ ِ املسي َ بن ُ ت َسعْي ُدُ ال ََس ْع َ ُْ َ
فَنَظُِّفوا أَفْنِيَتَ ُك ْم َوالَ تَ َشب ُهوا، ود ِ ِ ِ ٌ نَ ِظ
َ ُ َج َو ٌاد ُيب اجل، َك ِرميٌ ُيب ال َكَرَم، َيف ُيب النظَافَة
1ِ
بِاليَ ُهود
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyār, telah
menceritakan kepada kami Abu „Āmir al-„Aqadiy, telah menceritakan
kepada kami Khālid bin Ilyās, dan dia berkata; Ibnu Ibās dari Sālih ibnu Abi
Hassān berkata, aku telah mendengar Sa‟id bin al-Musayyab berkata:
Sesunguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci
(bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai
kemuliaan, Allah itu penderma dan menyukai kedermawanan maka
bersihkanlah teras rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi (HR.
Tirmidzi)
1
Abi „Isa Muhammad bin 'Isa bin Saurah al-Tirmidzī, Jami‟ Tirmidzī, (Riyadh: Bait al-
Afkar), h. 449
81
ِ َسعِْي ُد بن املسي
ب َ ُ
صالِ ِح ابْ ُن أَِب َحسا َن
َ
اس يل
ْ إ ن ب د
ُ ِخال
َ َ ُ ْ َ
ِ
َ أبُو َعام ِر
الع َقدي
Keterangan:
Lampiran 4
ِ ِحدثَنا نَصر بن علِي أَخب رنَا أَبو أُسامةَ عن اب ِن جري ٍج عن عثْما َن ب ِن أَِب سلَيما َن عن سع
يد بْ ِن َ ْ َ َْ ُ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ َ َ ْ ٍّ َ ُ ْ ُ ْ َ َ
صلى اللُ َعلَْي ِو َو َسل َم َم ْن قَطَ َع ِ ُ ال رس
َ ول الل َ َُُمَم ِد بْ ِن ُجبَ َِْي بْ ِن ُمطْعِ ٍم َع ْن َعْب ِد اللِ بْ ِن ُحْب ِش ٍّي ق
ُ َ َ َ ق:ال
1
ب اللُ َرأْ َسوُ ِف النا ِر ِ
َ صوَ س ْد َرًة
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali berkata, telah mengabarkan
kepada kami Abu Usamah dari Ibnu Juraij dari Utsman bin Abu Sulaiman dari
Sa'id bin Muhammad bin Jubair bin Muth'im dari Abdullah bin Hubsyi ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menebang pohon
bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam api neraka."
1
Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asy‟ats, Sunan Abī Dāwud, h. 562
83
َُس َامة
َ أَبُو أ
ص ُر بْ ُن َعلِ ٍّي
ْ َن
أبو داود
Keterangan:
83
BIODATA