Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S 64 TAHUN
DENGAN PNEUMONIA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal


Ruang 27 RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
Ratna Juwita
NIM. 170070301111104
Kelompok 2A

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal
Ruang 27 RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Kelompok 2A
Ratna Juwita
170070301111104

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PNEUMONIA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal


Ruang 27 RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :

RATNA JUWITA
NIM. 170070301111104
Kelompok 2A

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
Pneumonia

1. Definisi Pneumonia
 Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat
konsolidasi dan terjadi pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan
oleh bakteri, virus, dan benda-benda asing (Muttaqin, 2008).
 Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan
dimana alveoli( mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang
bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi
radang dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh
berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau
parasit (Reevers, 2000).
2. Klasifikasi Pneumonia

Menurut buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang


dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003, menyebutkan 3 klaisfikasi
pneumonia, yaitu:

 Berdasarkan klinis dan epidemiologi


a. Pneumonia komuniti ( Community-Acquired Pneumonia/ CAP)
Pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di
luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam
setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah
dirawat di rumah sakit selama > 14 hari.
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial)
Pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk
rumah sakit. jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit
(Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah
sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya.
Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih
dari 60% akan menderita pneumonia.
c. Pneumonia aspirasi
Infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi
orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat
pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan
gangguan refleks menelan. Stroke, penyakit Parkinson, kesulitan
menelan, dapat menyebabkan aspiration pneumonia.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised/ oportunistik
Pneumonia jenis ini menyerang mereka yang lemah sistem kekebalan
tubuhnya. Misalnya penderita AIDS atau yang pernah melakukan
transplantasi organ tertentu. Kemoterapi dan penanganan
corticosteroid juga dapat memicu penyakit ini.
 Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi
menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal
Disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza. Gejala aWla
dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu
demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam
12-36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan sedikit
berlendir. Terdapat panas tinggi yang disertai membirunya bibir.
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).
 Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan bsar dari pohon
bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat
di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri
dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.

3. Etilogi Pneumonia
 Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme
gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
 Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus.
 Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan
pada kotoran burung, tanah serta kompos. Contoh jamur yang dapat
menjadi penyebab antara lain Candida, Histoplasma, Aspergilus
 Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
 Bahan kimia
Minyak tanah, bensin
 Aspirasi (cairan amnion, makanan, cairan lambung, susu) (Reevers,
2000; Sectish, 2003).

4. Faktor Resiko Pneumonia

Menurut Misnadiarly (2008) terdapat beberapa hal yang mampu


menyebabkan seseorang beresiko tinggi terserang penyakit pneumonia
diantaranya adalah :

 Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah sehingga virus yang dapat
menyebabkan pneumonia dapat masuk kedalam tubuh dengan cepat, hal
tersebut meliputi:
 Penderita HIV/ AIDS,
 Penderita penyakit kronis (gagal jantung, dan diabetes mellitus),
 Penggunaan obat immunosuppressant secara berlebihan,
 Penggunaan kemoterapi secara rutin.
 Perokok dan peminum alkohol
Seorang individu yang menjadi perokok berat dapat mengalami iritasi
pada saluran pernapasan (bronchial) yang pada akhirnya menimbulkan
sekresi mukus berlebih. Apabila mukus pasien mengandung bakteri atau
virus, maka secara langsung mampu menyebabkan pneumonia.
Sedangkan, mengkonsumsi alkohol secara berlebih dapat memberikan
dampak buruk terhadap sel-sel darah putih (Leukosit) dan mengakibatkan
daya tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi menjadi lemah.
 Pasien yang berada di ruang perawatan intensif (ICU atau ICCU).
Pasien yang diberikan tindakan ventilator endotracheal tube sangat
beresiko menimbulkan pneumonia. Apabila jika pasien batuk, maka batuk
tersebut akan mengeluarkan tekanan balik isi lambung ke area
tenggorokan. Apabila hal tersebut mengandung bakteri dan berpindah ke
area rongga napas, maka bakteri tersebut berpotensi menimbulkan
pneumonia.
 Menghirup udara yang tercemar polusi zat kimia.
Resiko tersebut secara umum dialami oleh petani yang menyemprot
tanamnya menggunakan zat kimia tanpa menggunakan masker. Maka
petani tersebut mengalami iritasi dan peradangan pada paru, akibatnya
petani tersebut rentan menderita penyakit pneumonia.
 Pasien bed rest lebih lama.
Pasien post operasi besar sering kali bermasalah dengan masalah
mobilisasi. Orang dengan kondisi tersebut memiliki resiko tinggi pneumonia,
hal tersebut berkaitan dengan saat pasien tidur berbaring statis
memungkinkan secret berkumpul di rongga paru dan secara tidak langsung
jika terdapat bakteri pada secret tersebut maka bakteri dapat berkembang
dengan baik pada area rongga paru.

Menurut WHO 2010, faktor resiko tingginya pneumonia nosokomial:

 Daya tahan tubuh seperti riwayat penyakit kronik seperti penyakit jantung,
PPOK, diabetes, perawatan di RS yang lama, malnutrisi, syok hemoragik,
infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut.
 Faktor eksogen terjadinya pneumonia di rumah sakit meliputi
pembedahan, gangguan antibodi, pemasangan selang/pipa nasogastrik,
dll.
5. Epidemiologi Pneumonia

Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di
rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi
pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien
yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Jeremy, 2007). Di United
States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa.
Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di
rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu
sekitar 30-40% (Sajinadiyasa, 2011). Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini
cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian mencapai 20-50% (Farmacia,
2007).

Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus


dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih
dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian
tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan
meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. Pneumonia
klinis terdeteksi relatif lebih tinggi pada laki-laki dan satu setengah kali
lebih banyak di pedesaan dibandingkan di perkotaan. Pneumonia
cenderung lebih tinggi pada kelompok yang memiliki pendidikan dan tingkat
ekonomi rendah.

6. Manifestasi Pneumonia

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas


atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada
dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau.
Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang
nafsu makan, dan sakit kepal. Tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain :

 Batuk non produktif


 Ingus (nasal discharge)
 Suara napas lemah
 Penggunaan otot bantu napas
 Demam
 Cyanosis (kebiru-biruan)
 Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
 Sakit kepala
 Kekakuan dan nyeri otot
 Sesak napas
 Menggigil
 Berkeringat
 Lelah
 Terkadang kulit menjadi lembab
 Mual dan muntah
7. Patofisiologi Pneumonia
(Terlampir)
8. Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia
 Foto thoraks
Terdapat bercak-bercak infiltrate yang tersebar (broncho pneumoniaatau
yang meliputi satu atau sebagian besar lobus.
 Analisa gas darah dan pulse oximetry
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru –
paru.
 Pemeriksaan darah lengkap
 Hitung leukosit: 18.000-40.000/mm3
 Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri
 LED meningkat
 Sodium, natrium dan klorida rendah
 Bilirubin meningkat
 Pemeriksaan fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan
saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun,
hipoksemia
 Kultur swab tenggorokan: merupakan tes gold standar. Jenis
pemeriksaan ini sering dilakukan. Namun, pemeriksaan ini tidak bisa
membedakan fase infektif dan kolonisasi. Dan membutuhkan waktu 24-48
jam untuk mendapatkan hasilnya.
 Tes infeksi jamur: menggunakan slide dengan pewarnaan KOH
 Tes monospot: merupakan tes antibody heterofil. Tes ini digunakan untuk
mengetahui adanya mononucleosis dan dapat mendeteksi penyakit
dalam waktu 5 hari hingga 3 minggu setelah infeksi.
 Tes deteksi antigen cepat: tes ini mempunyai spesifitas yang tinggi,
namun sensitivitasnya rendah.
 Heterophil aglutinogen essay (Muttaqin, 2008).
9. Penatalaksanaan Pneumonia

Penatalaksanaan pneumonia dilakukan berdasarkan penentuan klasifikasi


pada anak, yaitu :

 Pneumonia Barat
Tanda : tarikan dinidng dada ke dalam
Penderita pneumonia berat juga mungkin disertaii tanda lain, seperti :
 Nafas cuping hidung
 Suara rintihan
 Sianosis

Tindakan : cepat dirujuk ke rumah sakit ( diberikan satu kali dosis


antibiotika dan kalau ada demam atau wheezing diobati lebih dahulu)

 Pneumonia
Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, disertai nafas cepat
Tindakan :
 Nasehati ibunya untuk tindakan perawatan di rumah
 Beri antibiotik selama 5 hari
 Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat apabila keadaan
memburuk
 Bila demam, obati
 Bila ada wheezing , obati
 WHO menganjurkan penggunaan antibiotika untuk pengobatan
pneumonia yakni dalam bentuk tablet atau sirup ( kortimoksazol,
amoksisilin, ampisilisn ) atau dalam bentuk suntikan intra muskuler (
prokain penisilin )
 Bukan Pneumonia
Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, tidak ada nafas cepat
Tindakan :
 Bila batuk > 30 hari, rujuk
 Obati penyakit lain bila ada
 Nasehati ibunya untuk perawatan di rumah
 Bila demam, obati
 Bila ada wheezing , obati

Selain penatalaksanaan diatas ada beberapa penatalaksaan pada penderita


pneumonia, diantaranya:

 Oksigen 1-2L/menit
Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100mmhg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan AGD
 Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak
 Fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak , khususnya dengan
clapping dan vibrasi
 Pemberian kortikosteroid , diberikan pada fase sepsis
 Ventilasi mekananis , indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal nafas yang disertai
peningkatan respiratory distress dan respiratory arrest
 IVFD Dextrose 10% : NaCl 0,9%=3:1,+KCl 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai BB, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
 Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat di mulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
 Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
 Untuk kasus pneumonia Community base :
 Ampisilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
 Kloramfenikol 75mg/Kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
 Untuk kasus pneumonia Hospital base :
 Sefotaksim 100mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
 Amikasin 10-15mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

Tabel Pemilihan Antibiotika berdasarkan Etiologi


Mikroorganisme Antibiotika
Streptokokus dan Penisilin G 50.000 unit/hari IV atau
Stafilokokus Penisilin Prokain 600.000U/kali/hari IM atau
Ampisilin 100mg/Kg BB/hari atau
Seftriakson 75-200 mg/Kg BB/hari
M.Pnemoniae Eritromisin 15mg/Kg BB/hari atau derivatnya
H.Influenzae Kloramfenikol 100mg/Kg BB/hari atau
Klebsiella Sefalosforin
(Misnadiarly, 2008; Effendy, 2001).

10. Komplikasi Pneumonia

Komplikasi Pneumonia menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia


(2003)sebagai berikut:

 Efusi pleura
Pada pneumonia, infeksi parenkim paru akan menyebabkan aktivasi
makrofag alveolar yang akan mengeluarkan sitokin inflamasi yang
merangsang peningkatan permeabilitas vaskular. Permeabilitas vaskular
yang meningkat menyebabkan cairan kaya protein keluar dari vaskular
menuju interstitial sehingga dapat menyebabkan effusi pleura eksudat.
 Empyema
Empyema adalah akumulasi pus dan jaringan nekrotik di rongga pleura.
Empyema dapat terjadi apabila infeksi di parenkim paru menyebar
hingga ke rongga pleura.
 Abses paru
Abses paru adalah nekrosis jaringan pulmoner dan pembentukan kavitas
yang berisi debrisnekrotik atau cairan yang disebabkan infeksi bakteri.
 Pneumothoraks
Pada necrotizing pneumonia dapat terjadi ruptur pleura visceral yang
menyebabkan udara terakumulasi di rongga pleura (pneumothoraks)
sehingga pleura kehilangan tekanan negatifnya sehingga elastisitas paru
terganggu dan paru dapat kolaps.
 Gagal nafas dan sirkulasi
Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus akut
respiratory distress syndrome (ARDS).
 Syok sepsis dan septik
Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia.
Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon
sistem imun melalui sekresi sitokin. Individu dengan sepsis atau septik
membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu
mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis
dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, dan jantung diantara
masalah lain dan sering menyebabkan kematian.
11. Asuhan Keperawatan Pneumonia
a. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien:
 Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia, riwayat penyakit pneumonia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.takikardia,
penampilan kemerahan, atau pucat
 Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah
Tanda : distensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
 Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
 Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK (infeksi saluran kemih) kronis, takipnea
(sesak nafas), dispnea.
Tanda :
 Sputum: merah muda, berkarat
 Perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
 Bunyi nafas menurun
 Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
b. Diagnosa Keperawatan
 Bersihan jalan napas tidak efektif berkaitan dengan inflamasi
trakheobronkial, pembentukan edema, dan peningkatan produksi
sputum (pleuritic pain atau timbulnya rasa nyeri saat bernapas)
 Gangguan pertuakaran gas yang berkaitan dengan perubahan
membran alveolar kapiler (efek inflamasi) dan gangguan kapasitas
pengangkutan oksigen dalam darah (karena demam maupun
perubahan kurva oksihemoglobin)
 Risiko tinggi penyebaran infeksi yang berkaitan dengan tidak
memadainya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan
aktivitas silia, sekresi, stasis di saluran napas), tidak
memadainyamekanisme pertahanan tubuh sekunder(infeksi,
imunosupresi), penyakit kronis, dan malnutrisi
 Intoleransi aktivitas yang berkaitan dengan tidak seimbangnya
persendian dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik yang umum,
kelelahan karena gangguan pola tidur akibat munculnya
ketidaknyamanan, batuk produktif, dan dipsnea.(Suyono, 2001).
c. Rencana Asuhan Keperawatan
 Bersihan jalan napas tidak efektif berkaitan dengan inflamasi
trakheobronkial, pembentukan edema, dan peningkatan produksi
sputum (pleuritic pain atau timbulnya rasa nyeri saat bernapas).
Tujuan : jalan napas bersih dan efektif
Kriteria hasil :
 Secara verbal tidak ada keluhan sesak
 Suara napas normal (vesicular)
 Sianosis berkurang
 Batuk berkurang
 Jumlah pernapasan dalm batas normal sesuai usia

Intervensi :

 Kaji jumlah atau kedalaman pernapasan dan pergerakan


dada.
Rasional: evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil
intervensi yang telah dilakukan
 Auskultasi daerah paru, catat area yang menurun/tidak
adanya aliran udara, dan adanya suara napas tambahan
seperti crakles (bunyi yang berkelainan, terputus-putus akibat
penundaan pembukaan kembali jalan napas yang menutup)
dan wheezes (mengi).
Rasional : penuruanan aliran udara timbul pada area yang
terkonsolidasi dengan cairan. Suara napas bronchial juga
dapat terdengar.
 Elevasi kepala, sering mengubah posisi
Rasioanal: diafragma yang lebih rendah akan membantu
dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara,
mobilisasi, dan ekspetorasi dari sekresi.
 Bantu pasien melakukan latihan napas dalam.
Dokumentasikan atau bantu pasien belajar untuk batuk.
 Rasioanal : napas dalam akan memfasilitasi ekspansi
maksimum paru-paru/saluran udara kecil.
 Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional : stimulasi batuk untuk pembersihan saluran napas
secara mekanis pada pasien yang tidak dapat melakukannya
dikarenakan ketidakefektifan batuk atau penuruan kesadaran.
 Berikan cairan 2.500 ml/hari (jika ada kontraindikasi),
terutama berikan air hangat.
Rasional : cairan (terutama cairan hangat) akan membantu
memobilisasi dan mengekspetorasi lendir.
 Kaji efek dari pemberian nebulizer dan fisioterapi pernapasan
lainnya.
Rasional : memfasilitasi pencairan dan pengeluaran secret.
 Gangguan pertuakaran gas yang berkaitan dengan perubahan membran
alveolar kapiler (efek inflamasi) dan gangguan kapasitas pengangkutan
oksigen dalam darah (karena demam maupun perubahan kurva
oksihemoglobin).
Tujuan :gangguan pertukaran gas dapat teratasi

Kriteria hasil :
 Keluhan dpsnea berkurang
 Denyut nadi dalam rentang normal dan irama regular
 Kesadaran penuh
 Hasil nilai AGD (arteri gas darah) dalam batas normal
Intervensi :
 Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, dan cacat
adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (sirkumonal)
Rasional : sianosis pada kuku menggambarkan vasokontiksi atau
respons tubuh terhadap demam.
 Kaji status mental.
Rasional: kelemahan, mudah tersinggung, bingung dan keinginan
kuat untuk tidur terus, dapat merefleksikan adanya
hipoksemia/penurunan oksigenisasi serebral.
 Monitor denyut/irama jantung
Rasional : takikardia biasanya timbul sebagai alat hasil dari
demam atau dehidrasi, tetapi dapat juga sebagai respons
terhadap hipoksemia.
 Monitor suhu tubuh atas indikasi. Lakukan tindakan-tindakan
untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional : demam tinggi (biasanya pada pneumonia bakteri dan
influenza) akan meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi
oksigen serta mengubah oksigenisasi selular.
 Pertahankan tirah baring (bed rest). Anjurkan un tuk
menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas disversi(hiburan)
Rasional : pilihan ini dapat mencegah kelelahan dan mengurangi
konsumsi oksigen untuk memfasilitaskan resolusi infeksi
 Elevasi kepala dan anjurkan perubahan posisi, napas dalam, dan
batuk efektif
Rasional : tindakan ini akan meningkatkan inspirasi maksimal,
mempermudah ekspektorasi lendir untuk meningkatkan ventilasi
 Kaji tingkat kecemasan pasien. Anjurkan kepadanya untuk
menceritakan perasaannya secara verbal.
Rasional : kecemasan merupakan manifestasi dari psikologis
sebagai respons fsiologis terhadap hipoksia.
 Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misal nasal prong dan
masker
Rasional : pemberian terapi oksigen untuk memelihara Pa O2 di
atas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi
dari pasien.

 Risiko tinggi penyebaran infeksi yang berkaitan dengan tidak


memadainya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas
silia, sekresi, stasis di saluran napas), tidak memadainyamekanisme
pertahanan tubuh sekunder(infeksi, imunosupresi), penyakit kronis, dan
malnutrisi.
Tujuan: risiko infeksi tidak terjadi selama masa perawatan
Kriteria hasil :
 Tidak muncul tanda-tanda infeksi sekunder
 Pasien dapat mendemonstrasikan kegiatan untuk menghindarkan
infeksi

Intervensi :

 Monitor tanda-tanda vital, terutama selama proses terapi


Rasional : selama periode ini, penyakit berpotensi berkembang
menjadi komplikasi yang lebih fatal, sehingga benar-benar
dimonitor
 Demonstrasikan teknik mencuci yang benar
Rasional : tindkan ini sangat efektif untuk mengurangi penyebaran
infeksi
 Ubah posisi dan berikan pulmonary toilet yang baik
Rasional : meningkatkan ekspektorasi (pengeluaran lendir dan
dahak) untuk membersihkan dari infeksi
 Batasi pengunjung atas indikasi
Rasional : mengurangi paparan dengan kuman patogen yang lain
 Lakukan isolasi sesuai dengan kebutuhan individual
Rasional : isolasi mungkin dapat mencegah penyebaran atau
memproteksi pasien dari proses infeksi lainnya
 Anjurkan pasien untuk istirahat secara memadai sebanding
dengan aktivitasnya
Rasional : memfasiliatasi proses penyembuhan dan peningkatkan
pertahanan tubuh alami
 Monitor keefektifan terapi antimicrobial
Rasional : tanda-tanda perbaikan kondisi seharusnya muncul
antara 24-48 jam
 Berikan obat antimikroba atas indikasi sebagai hasil dari
pemerikasaan kultur sputum/darah
Rasional : obat-obat ini digunakan untuk membunuh mikroba
penyebab pneumonia

 Intoleransi aktivitas yang berkaitan dengan tidak seimbangnya persendian


dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik yang umum, kelelahan karena
gangguan pola tidur akibat munculnya ketidaknyamanan, batuk produktif,
dan dipsnea.
Tujuan : aktivitas dapat terpenuhi selama perawatan
Kriteria hasil :
 Mampu melaporkan kondisinya secara verbal, kekuatan otot
meningkat, dan tidak ada perasaan kelelahan
 Tidak ada sesak napas
 Denyut nadi dalam batas normal
 Tidak muncul sianosis
Intervensi :
 Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas
Rasional : memberikan kebutuhan pasien dan memfasilitasi dalam
pemilihan intervensi
 Berikan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung selama
fase akut atas indikasi
Rasional : mengurangi stres dan stimulasi yang berlebihan, serta
meningkatkan istirahat
 Jelaskan pentingnya beristirahat dalam rencana terapi dan
perlunya keseimbangan antara aktivitas dengan istirahat
Rasional : tirah baring (bed rest) dapat menjaga kondisi pasien
selama fase akut
 Bantu pasien dalam mengambil posisi yang nyaman untuk
beristirahat dan atau untuk tidur
Rasional : pasien mungkin merasakan lebih nyaman di kepala jika
dia berdad dalam keadaan elevasi
 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri (self
care) berikan aktivitas yang dapat meningkatkan kesehatan diri
selama fase penyembuhan
Rasional : meminimalkan kelelahan dan menolong
menyeimbangkan suplai oksigen dan kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Nur. 2001. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik, & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer
Muttaqin, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Pneumonia Komuniti:
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. (Online).
http://www.klikpdpi.co.id. Diakses tanggal 7 Mei 2017, pukul 20:00.
Reevers, Charlene J, et all. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medica.
Sectish TC, Prober CG. 2003. Pnemonia.Dalam : Behrman RE, Kleigman RM,
Jenson HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia : WB Saunders, 1432-5.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.

Suyono, (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II,Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
WHO. 2010. Pneumonia. http://www.who.int/mediacentre/. Diakses tanggal 7 Mei
2017, pukul 20:00

Anda mungkin juga menyukai