S 64 TAHUN
DENGAN PNEUMONIA
Oleh:
Ratna Juwita
NIM. 170070301111104
Kelompok 2A
Kelompok 2A
Ratna Juwita
170070301111104
Oleh :
RATNA JUWITA
NIM. 170070301111104
Kelompok 2A
( ) ( )
Pneumonia
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat
konsolidasi dan terjadi pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan
oleh bakteri, virus, dan benda-benda asing (Muttaqin, 2008).
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan
dimana alveoli( mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang
bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi
radang dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh
berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau
parasit (Reevers, 2000).
2. Klasifikasi Pneumonia
3. Etilogi Pneumonia
Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme
gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus.
Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan
pada kotoran burung, tanah serta kompos. Contoh jamur yang dapat
menjadi penyebab antara lain Candida, Histoplasma, Aspergilus
Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
Bahan kimia
Minyak tanah, bensin
Aspirasi (cairan amnion, makanan, cairan lambung, susu) (Reevers,
2000; Sectish, 2003).
Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah sehingga virus yang dapat
menyebabkan pneumonia dapat masuk kedalam tubuh dengan cepat, hal
tersebut meliputi:
Penderita HIV/ AIDS,
Penderita penyakit kronis (gagal jantung, dan diabetes mellitus),
Penggunaan obat immunosuppressant secara berlebihan,
Penggunaan kemoterapi secara rutin.
Perokok dan peminum alkohol
Seorang individu yang menjadi perokok berat dapat mengalami iritasi
pada saluran pernapasan (bronchial) yang pada akhirnya menimbulkan
sekresi mukus berlebih. Apabila mukus pasien mengandung bakteri atau
virus, maka secara langsung mampu menyebabkan pneumonia.
Sedangkan, mengkonsumsi alkohol secara berlebih dapat memberikan
dampak buruk terhadap sel-sel darah putih (Leukosit) dan mengakibatkan
daya tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi menjadi lemah.
Pasien yang berada di ruang perawatan intensif (ICU atau ICCU).
Pasien yang diberikan tindakan ventilator endotracheal tube sangat
beresiko menimbulkan pneumonia. Apabila jika pasien batuk, maka batuk
tersebut akan mengeluarkan tekanan balik isi lambung ke area
tenggorokan. Apabila hal tersebut mengandung bakteri dan berpindah ke
area rongga napas, maka bakteri tersebut berpotensi menimbulkan
pneumonia.
Menghirup udara yang tercemar polusi zat kimia.
Resiko tersebut secara umum dialami oleh petani yang menyemprot
tanamnya menggunakan zat kimia tanpa menggunakan masker. Maka
petani tersebut mengalami iritasi dan peradangan pada paru, akibatnya
petani tersebut rentan menderita penyakit pneumonia.
Pasien bed rest lebih lama.
Pasien post operasi besar sering kali bermasalah dengan masalah
mobilisasi. Orang dengan kondisi tersebut memiliki resiko tinggi pneumonia,
hal tersebut berkaitan dengan saat pasien tidur berbaring statis
memungkinkan secret berkumpul di rongga paru dan secara tidak langsung
jika terdapat bakteri pada secret tersebut maka bakteri dapat berkembang
dengan baik pada area rongga paru.
Daya tahan tubuh seperti riwayat penyakit kronik seperti penyakit jantung,
PPOK, diabetes, perawatan di RS yang lama, malnutrisi, syok hemoragik,
infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut.
Faktor eksogen terjadinya pneumonia di rumah sakit meliputi
pembedahan, gangguan antibodi, pemasangan selang/pipa nasogastrik,
dll.
5. Epidemiologi Pneumonia
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di
rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi
pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien
yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Jeremy, 2007). Di United
States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa.
Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di
rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu
sekitar 30-40% (Sajinadiyasa, 2011). Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini
cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian mencapai 20-50% (Farmacia,
2007).
6. Manifestasi Pneumonia
Pneumonia Barat
Tanda : tarikan dinidng dada ke dalam
Penderita pneumonia berat juga mungkin disertaii tanda lain, seperti :
Nafas cuping hidung
Suara rintihan
Sianosis
Pneumonia
Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, disertai nafas cepat
Tindakan :
Nasehati ibunya untuk tindakan perawatan di rumah
Beri antibiotik selama 5 hari
Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat apabila keadaan
memburuk
Bila demam, obati
Bila ada wheezing , obati
WHO menganjurkan penggunaan antibiotika untuk pengobatan
pneumonia yakni dalam bentuk tablet atau sirup ( kortimoksazol,
amoksisilin, ampisilisn ) atau dalam bentuk suntikan intra muskuler (
prokain penisilin )
Bukan Pneumonia
Tanda : tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, tidak ada nafas cepat
Tindakan :
Bila batuk > 30 hari, rujuk
Obati penyakit lain bila ada
Nasehati ibunya untuk perawatan di rumah
Bila demam, obati
Bila ada wheezing , obati
Oksigen 1-2L/menit
Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100mmhg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan AGD
Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak
Fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak , khususnya dengan
clapping dan vibrasi
Pemberian kortikosteroid , diberikan pada fase sepsis
Ventilasi mekananis , indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal nafas yang disertai
peningkatan respiratory distress dan respiratory arrest
IVFD Dextrose 10% : NaCl 0,9%=3:1,+KCl 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai BB, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat di mulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia Community base :
Ampisilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Kloramfenikol 75mg/Kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia Hospital base :
Sefotaksim 100mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
Amikasin 10-15mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
Efusi pleura
Pada pneumonia, infeksi parenkim paru akan menyebabkan aktivasi
makrofag alveolar yang akan mengeluarkan sitokin inflamasi yang
merangsang peningkatan permeabilitas vaskular. Permeabilitas vaskular
yang meningkat menyebabkan cairan kaya protein keluar dari vaskular
menuju interstitial sehingga dapat menyebabkan effusi pleura eksudat.
Empyema
Empyema adalah akumulasi pus dan jaringan nekrotik di rongga pleura.
Empyema dapat terjadi apabila infeksi di parenkim paru menyebar
hingga ke rongga pleura.
Abses paru
Abses paru adalah nekrosis jaringan pulmoner dan pembentukan kavitas
yang berisi debrisnekrotik atau cairan yang disebabkan infeksi bakteri.
Pneumothoraks
Pada necrotizing pneumonia dapat terjadi ruptur pleura visceral yang
menyebabkan udara terakumulasi di rongga pleura (pneumothoraks)
sehingga pleura kehilangan tekanan negatifnya sehingga elastisitas paru
terganggu dan paru dapat kolaps.
Gagal nafas dan sirkulasi
Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus akut
respiratory distress syndrome (ARDS).
Syok sepsis dan septik
Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia.
Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon
sistem imun melalui sekresi sitokin. Individu dengan sepsis atau septik
membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu
mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis
dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, dan jantung diantara
masalah lain dan sering menyebabkan kematian.
11. Asuhan Keperawatan Pneumonia
a. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien:
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia, riwayat penyakit pneumonia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.takikardia,
penampilan kemerahan, atau pucat
Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah
Tanda : distensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK (infeksi saluran kemih) kronis, takipnea
(sesak nafas), dispnea.
Tanda :
Sputum: merah muda, berkarat
Perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
Bunyi nafas menurun
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
b. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berkaitan dengan inflamasi
trakheobronkial, pembentukan edema, dan peningkatan produksi
sputum (pleuritic pain atau timbulnya rasa nyeri saat bernapas)
Gangguan pertuakaran gas yang berkaitan dengan perubahan
membran alveolar kapiler (efek inflamasi) dan gangguan kapasitas
pengangkutan oksigen dalam darah (karena demam maupun
perubahan kurva oksihemoglobin)
Risiko tinggi penyebaran infeksi yang berkaitan dengan tidak
memadainya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan
aktivitas silia, sekresi, stasis di saluran napas), tidak
memadainyamekanisme pertahanan tubuh sekunder(infeksi,
imunosupresi), penyakit kronis, dan malnutrisi
Intoleransi aktivitas yang berkaitan dengan tidak seimbangnya
persendian dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik yang umum,
kelelahan karena gangguan pola tidur akibat munculnya
ketidaknyamanan, batuk produktif, dan dipsnea.(Suyono, 2001).
c. Rencana Asuhan Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berkaitan dengan inflamasi
trakheobronkial, pembentukan edema, dan peningkatan produksi
sputum (pleuritic pain atau timbulnya rasa nyeri saat bernapas).
Tujuan : jalan napas bersih dan efektif
Kriteria hasil :
Secara verbal tidak ada keluhan sesak
Suara napas normal (vesicular)
Sianosis berkurang
Batuk berkurang
Jumlah pernapasan dalm batas normal sesuai usia
Intervensi :
Kriteria hasil :
Keluhan dpsnea berkurang
Denyut nadi dalam rentang normal dan irama regular
Kesadaran penuh
Hasil nilai AGD (arteri gas darah) dalam batas normal
Intervensi :
Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, dan cacat
adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (sirkumonal)
Rasional : sianosis pada kuku menggambarkan vasokontiksi atau
respons tubuh terhadap demam.
Kaji status mental.
Rasional: kelemahan, mudah tersinggung, bingung dan keinginan
kuat untuk tidur terus, dapat merefleksikan adanya
hipoksemia/penurunan oksigenisasi serebral.
Monitor denyut/irama jantung
Rasional : takikardia biasanya timbul sebagai alat hasil dari
demam atau dehidrasi, tetapi dapat juga sebagai respons
terhadap hipoksemia.
Monitor suhu tubuh atas indikasi. Lakukan tindakan-tindakan
untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional : demam tinggi (biasanya pada pneumonia bakteri dan
influenza) akan meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi
oksigen serta mengubah oksigenisasi selular.
Pertahankan tirah baring (bed rest). Anjurkan un tuk
menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas disversi(hiburan)
Rasional : pilihan ini dapat mencegah kelelahan dan mengurangi
konsumsi oksigen untuk memfasilitaskan resolusi infeksi
Elevasi kepala dan anjurkan perubahan posisi, napas dalam, dan
batuk efektif
Rasional : tindakan ini akan meningkatkan inspirasi maksimal,
mempermudah ekspektorasi lendir untuk meningkatkan ventilasi
Kaji tingkat kecemasan pasien. Anjurkan kepadanya untuk
menceritakan perasaannya secara verbal.
Rasional : kecemasan merupakan manifestasi dari psikologis
sebagai respons fsiologis terhadap hipoksia.
Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misal nasal prong dan
masker
Rasional : pemberian terapi oksigen untuk memelihara Pa O2 di
atas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi
dari pasien.
Intervensi :
Suyono, (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II,Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
WHO. 2010. Pneumonia. http://www.who.int/mediacentre/. Diakses tanggal 7 Mei
2017, pukul 20:00