Anda di halaman 1dari 27

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1 Bendung

1.1.1 Pengertian Bendung


Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi meninggikan
muka air sungai agar bisa di sadap. Bendung merupakan salah satu dari bagian
bangunan utama. Bangunan utama adalah bangunan air (hydraulic structure) yang
terdiri dari bagian-bagian: Bendung (weir structure), bangunan pengelak
(diversion structure), bangunan pengambilan (intake structure), bangunan
pembilas (flushing structure), dan bangunan kantong lumpur (sediment
trapstructure).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia 03-2401-1991 tentang pedoman


perencanaan hidrologi dan hidraulik untuk bangunan di sungai adalah bangunan
ini dapat didesain dan dibangunan sebagai bangunan tetap, bendung gerak, atau
kombinasinya, dan harus dapat berfungsi untuk mengendalikan aliran dan
angkutan muatan di sungai sedemikian sehingga dengan menaikkan muka airnya,
air dapat dimanfaatkan secara efisien sesuai dengan kebutuhannya.

Definisi bendung menurut analisa upah dan bahan BOW (Burgerlijke


Openbare Werken), bendung adalah bangunan air (beserta kelengkapannya) yang
dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sehingga dapat
dialirkan secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya.

Fungsi utama dari bendung adalah untuk meninggikan elevasi muka air dari
sungai yang dibendung sehingga air bisa disadap dan dialirkan ke saluran lewat
bangunan pengambilan (intake structure), dan untuk mengendalikan aliran,
angkutan sedimen dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara
aman, efisien, dan optimal, (Mawardi & Memet, 2010).

4
5

1.1.2 Klasifikasi Bendung


Adapun klasifikasi bendung sebagai berikut:

1. Bendung berdasarkan fungsinya:


a. Bendung penyadap, digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk
berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air baku dan sebagainya.
b. Bendung pembagi banjir, dibangun di percabangan sungai untuk mengatur
muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit
rendah sesuai dengan kapasitasnya.
c. Bendung penahan pasang, dibangun dibagian sungai yang dipengaruhi
pasang surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin.
2. Bendung berdasarkan tipe strukturnya:
a. Bendung tetap, bendung tetap adalah jenis bendung yang tinggi
pembendunganya tidak dapat diubah, sehingga muka air di hulu bendung
tidak dapat diatur sesuai yang dikehendaki. Pada bendung tetap elevasi
muka air dihulu bendung berubah sesuai dengan debit sungai yang sedang
melimpas (muka air tidak bisa diatur naik ataupun turun). Bendung tetap
biasanya dibangun pada daerah hulu sungai. Pada daerah hulu sungai
kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih curam dari pada di daerah
hilir.
b. Bendung gerak, bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi
pembendunganya dapat diubah susuai yang dikehendaki. Pada bendung
gerak elevasi muka air di hulu bendung dapat dikendalikan naik atau turun
sesuai yang dikehendaki dengan membuka atau menutup pintu air. Bendung
gerak biasanya dibangun pada hilir sungai atau muara.
3. Berdasarkan dari segi sifatnya:
a. Bendung permanen, seperti bendung pasangan batu, beton, dan kombinasi
beton dan pasangan batu.
b. Bendung semi permanen, seperti bendung broncong.
c. Bendung darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti bendung
tumpukan batu dan sebagainya. (Mawardi dan Memet 2010)
6

1.1.3 Komponen Utama Bendung


Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi terdiri
atas berbagai komponen, yaitu:

1. Tubuh bendung, antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung
dengan bangunan peredam energinya. Terletak kurang lebih tegak lurus arah
aliran sungai saat banjir dan sedang. Maksudnya agar arah aliran utama menuju
bendung dan yang keluar dari bendung terbagi merata, sehingga tidak
menimbulkan pusaran-pusaran aliran di udik bangunan pembilas dan intake.
2. Bangunan intake, antara lain terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding
banjir, pilar penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan, rumah
pintu dan perlengkapan lainnya. Bangunan ini terletak tegak lurus (90˚) atau
menyudut (45˚-60˚) terhadap sumbu bangunan bilas. Diupayakan berada di
tikungan luar aliran sungai, sehingga dapat mengurangi sedimen yang akan
masuk ke intake.
3. Bangunan pembilas, dengan indersluice atau tanpa indersluice, pilar
penempatan pintu, saringan sampah, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah
pintu, saringan batu dan perlengkapan lainnya. Terletak berdampingan dan satu
kesatuan dengan intake, di sisi bentang sungai dan bagian luar tembok pangkal
bendung, dan bersama-sama dengan intake, dan tembok pangkal udik yang
diletakkan sedemikian rupa dapat membentuk suatu tikungan luar aliran (coidal
flow). Aliran ini akan melemparkan angkutan sedimen ke arah luar
intake/bangunan pembilas menuju tubuh bendung, sehingga akan mengurangi
jumlah angkutan sedimen dasar masuk ke intake.
4. Bangunan pelengkap lain yang harus ada pada bendung antara lain yaitu
tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai, pengarah arus
tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa tanggul, penangkap sedimen atau
tanpa penangkap sedimen, tangga, penduga muka air, dan sebagainya.
(Mawardi dan Memet 2010).
7

1.1.4 Syarat-Syarat Konstruksi Bendung


Syarat bendung harus memenuhi beberapa faktor yaitu:

1. Bendung harus stabil dan mampu menahan tekanan air pada waktu banjir.
2. Pembuatan bendung harus memperhitungkan kekuatan daya dukung tanah di
bawahnya.
3. Bendung harus dapat menahan bocoran (seepage) yang disebabkan oleh aliran
air sungai dan aliran air yang meresap ke dalam tanah.
4. Tinggi ambang bendung harus dapat memenuhi tinggi muka air minimum yang
diperlukan untuk seluruh daerah irigasi.
5. Bentuk peluap harus diperhitungkan, sehingga air dapat membawa pasir,
kerikil dan batu-batu dari sebelah hulu dan tidak menimbulkan kerusakan pada
tubuh bendung.

1.1.5 Pemilihan Lokasi Pembangunan Bendung


Pemilihan lokasi bendung harus didasarkan atas beberapa faktor, yaitu:

1. Keadaan topografi
a. Dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga harus
dilihat elevasi sawah tertinggi yang akan diari.
b. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui maka elevasi
mercu bendung dapat ditetapkan.
c. Dari kedua hal di atas, lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat
diseleksi.
2. Keadaan hidrologi
Dalam pembuatan bendung, yang patut diperhitungkan juga adalah faktor:

a. Faktor –faktor hidrologinya, karena menentukan lebar dan panjang


bendung serta tinggi bendung tergantung pada debit rencana.
b. Faktor yang diperhitungkan, yaitu masalah banjir rencana, perhitungan
debit rencana, curah hujan efektif, distribusi curah hujan, unit hidrograf,
dan banjir di site atau bendung.
8

1. Kondisi topografi

Dilihat dari lokasi, bendung harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu:

a. Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi.


b. Trase saluran induk terletak di tempat yang baik.
2. Kondisi hidrologi dan morfologi
a. Pola aliran sungai meliputi kecepatan dan arahnya pada waktu debit banjir.
b. Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir.
c. Tinggi muka air pada debit banjir rencana.
d. Potensi dan distribusi angkutan sedimen.
3. Kondisi tanah pondasi
Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah pondasinya cukup baik
sehingga bangunan akan stabil. Faktor lain yang harus dipertimbangkan pula
yaitu potensi kegempaan dan potensi gerusan karena arus dan sebagainya.

4. Biaya pelaksanaan
Biaya pelaksanaan pembangunan bendung juga menjadi salah satu faktor
penentun pemilihan lokasi pembangunan bendung. Dari beberapa alternatif
lokasi ditinjau pula dari segi biaya yang paling murah dan pelaksanaan yang
tidak terlalu sulit.

1.2 Stabilitas Bendung

1.2.1 Pengertian Stabilitas


Stabilitas bendung merupakan perhitungan kontruksi untuk menentukan
ukuran bendung agar mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang
bekerja padanya dalam segala keadaan, dalam hal ini termasuk terjadinya angin
kencang dan gempa bumi hebat dan banjir besar. Syarat-syarat stabilitas kontruksi
seperti lereng di sebelah hulu dan hilir bendung tidak mudah longsor, harus aman
terhadap geseran, harus aman terhadap rembesan, dan harus aman terhadap
penurunan bendung.
9

Perhitungan konstruksi yang dilakukan untuk menentukan dimensi/ ukuran


bendung (weir) supaya mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang
bekerja pada bendung dalam keadaan apapun, termasuk banjir besar dan gempa
bumi. Penyelidikan geologi teknik, ditujukan untuk mengetahui apakah pondasi
bendung cukup kuat, apakah rembesan airnya tidak membahayakan konstruksi,
dan apakah bendung akan dapat dioperasikan bagi penggunaan airnya dalam
jangka waktu yang lama minimal 30 tahun (Mawardi & Memet, 2010).

1.2.2 Syarat-Syarat Stabilitas Bendung


Syarat-syarat stabilitas bendung antara lain:

1. Pada konstruksi batu kali dengan selimut beton, tidak boleh terjadi tegangan
tarik.
2. Momen tahan lebih besar dari pada momen guling.
3. Konstruksi tidak boleh menggeser.
4. Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang
diijinkan.
5. Setiap titik pada seluruh konstruksi harus tidak boleh terangkat oleh gaya ke
atas (balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah).
Stabilitas bendung akan terancam dari bahaya-bahaya sebagai berikut:

1. Bahaya geser/gelincir (sliding)


a. Sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas pondasi.
b. Sepanjang pondasi.
c. Sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi.
Bendung dinyatakan stabil terhadap bahaya geser apabila hasil perbandingan
antara jumlah gaya vertikal dikalikan sudut geser tanah dengan jumlah gaya-
gaya horisontal harus lebih besar dari nilai keamanan yang ditentukan.

2. Bahaya guling (overturning)


a. Di dalam bendung.
b. Pada dasar (base).
c. Pada bidang di bawah dasar.
10

Bangunan akan aman terhadap guling, apabila semua gaya yang bekerja
pada bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus
memotong bidang guling dan tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan
manapun, tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin
ada distribusi gaya-gaya melalui momen lentur.

1.3 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Bendung


Menghitung stabilitas bendung harus di tinjau pada saat kondisi normal dan
ekstrem seperti kondisi saat banjir. Bangunan akan stabil bila dilakukan, kontrol
terhadap gaya-gaya yang bekerja tidak menyebabkan bangunan bergeser,
terangkat atau terguling, ada beberapa gaya yang harus dihitung untuk
mengetahui stabilitas bendung.

Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan yang penting pada perencanaan


adalah:

1. Tekanan air gaya hidrostatis


2. Gaya tekanan uplift
3. Tekananan lumpur
4. Gaya gempa
5. Berat sendiri bangunan
Selanjutnya gaya-gaya yang bekerja pada bangunan itu dianalisis dan di
kontrol stabilitasnya terhadap faktor-faktor keamanannya.

1.3.1 Tekanan Air Hidrostatis


Gaya tekanan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya
hidrodinamik. Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan
air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan, oleh
karena itu agar perhitungannya lebih mudah gaya horisontal dan vertikal
dikerjakan secara terpisah.

Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan


pengelak dengan tinggi energi rendah. Bangunan pengelak mendapat tekanan air
bukan hanya pada permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh
11

bendung itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air dalam,
menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan di atasnya.

Wu = γw[h2 + ½ ε (h2 + h2)].A…………………………………………(2.1)

dengan:

c : proposi dimana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1 untuk semua tipe


pondasi),

γw : berat jenis air (KN/m3),

h2 : kedalaman air hilir (m),

ε : proposi tekanan,

h1 : kedalaman air hulu (m),

A : luas dasar (m2),

Wu : gaya tekan ke atas resultante (KN).

Gaya angkat untuk bangunan yang dibangun pada pondasi buatan ditunjukkan
oleh Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gaya Angkat untuk Bangunan yang Dibangun pada Pondasi Buatan
12

Gaya hidrostatis adalah gaya-gaya yang bekerja terhadap tubuh bendung


akibat tinggi muka air di udik dan di hilir bendung pada saat muka air banjir dan
pada saat muka air normal. Gaya hidrostatis pada saat kondisi air normal, dan
pada saat kondisi air banjir ditunjukkan oleh Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Gaya Hidrostatis Kondisi Air Normal

Gambar 2.3 Gaya Hidrostatis Kondisi Air Banjir

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal


memiliki daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan
dengan bidang vertikal, ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas
dibawah bendung dengan cara membuat beda tinggi energi pada bendung sesuai
panjang relatif di sepanjang pondasi. Gaya angkat pada bendung dapat dilihat
pada Gambar 2.4.
13

Gambar 2.4 Gaya Angkat pada Pondasi Bendung

Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x disepanjang
dasar bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:

Lx

Px = Hx - . H..................................................................................... (2.2)
L

dengan:
Px : gaya angkat pada x (kg/m2),

L : panjang total bidang kontak bendung dan tanah bawah (m),


14

Lx : jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai ke x (m),

H: beda tinggi energi (m),

Hx : tinggi energi di hulu bendung (m).

L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane, bergantung
kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut atau lebih
terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal.

1.3.2 Tekanan Lumpur


Gaya akibat tekanan lumpur adalah gaya-gaya yang terjadi terhadap tubuh
bendung akibat endapan lumpur di udik bendung setelah mencapai mercu. Gaya
tekan lumpur dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Tekanan Lumpur

Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap
pintu dapat dihitung sebagai berikut:

2
sh 1-sin

PS= ( ) ................................................................(2.3)
2 1+sin
dengan:
15

PS : gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja
secara horisontal,

S : berat lumpur (t/m3),

h : dalamnya lumpur (m),

: sudut gesekan (0).

Beberapa andaian/asumsi dapat dibuat seperti berikut:

G-1

S = S’ ..................................................................………… (2.4)
G
dengan:

S’ : berat volume kering tanah (t/m2),

G : berat volume butir (t/m2).

Sudut gesekan dalam, biasa diandaikan untuk kebanyakan hal menghasilkan:


Ps =1,67h2.

Rumus lain untuk mencari gaya tekan lumpur:

Ps = Luas x γ lumpur x Ka x 1meter lebar bendung……………….(2.5)

dengan:

Ps : besar gaya lumpur (ton),

γ lumpur : berat lumpur (t/m2),

: sudut gesekan dalam (0).


16

1.3.3 Gaya Gempa


Gaya-gaya akibat gempa adalah gaya-gaya yang terjadi terhadap tubuh
bendung akibat terjadinya gempa, sedangkan prinsip perhitungan gaya-gayanya
adalah berat sendiri dari setiap segmen yang diperhitungkan dikalikan dengan
koefisien gempa yang nilai koefisiennya sesuai dengan posisi bendung terletak
pada zona gempa berapa. Harga-harga gaya gempa diberikan dalam bagian
parameter bangunan (KP-06). Harga-harga tersebut didasarkan pada peta
Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan resiko. Faktor minimum yang
akan dipertimbangkan adalah 0,1g percepatan gavitasi sebagai percepatan. Faktor
ini hendaknya sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang paling tidak aman
yakni arah hilir, untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di
Indonesia, maka gaya gempa harus diperhitungkan terhadap kontruksi.

Rumus gaya gempa:


K = f x G...................................................................................(2.6)
dengan:

K : gaya gempa komponen horisontal (kn),

f : koefisien gempa (E),

G : berat kontruksi (kn).

Rumus untuk mencari koefisien gempa (f):

f = Ad ……………………………………………………..............(2.7)

Ad = n (Ac x z)m……………………………………………………...(2.8)

dengan:

Ad : percepatan gempa (cm/dtk2),


17

n/m : koefisien untuk jenis tanah,

Ac : percepatan kejut dasar (cm/ dtk2),

f : koefisien Gempa,

g : koefisien grafitasi (9,81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2),

z : koefisien zona.

Gaya gempa ini berarah horisontal, kearah yang berbahaya (yang


merugikan), dengan garis kerja yang melewati titik berat kontruksi. Sudah tentu
juga ada komponen vertikal, tetapi ini relatif tidak berbahaya dibandingkan
dengan komponen yang horisontal. Harga f tergantung dari lokasi tempat
kontruksi sesuai dengan peta zona gempa. Koefisien jenis tanah dan periode
ulang dasar gempa dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
(http://www.Unikom,com.21 Maret 2013).

Tabel 2.1 Koefisien Jenis Tanah

Jenis n m

Batu 2,76 0,71

Diluvium 0,87 1.05

Aluvium 1,56 0,89

Aluvium Lunak 0,29 1.32


18

Tabel 2.2 Periode Ulang dan Percepatan Dasar Gempa

Periode ulang ac

(Tahun) (gal = cm / det2)

20 85

100 160

500 225

1000 275
19

Peta zona gempa bagian Indonesia timur dapat dilihat pada Gambar 2.6:

Gambar 2.6 Zona Gempa Bagian Indonesia Timur

1.3.4 Berat Bangunan


Berat bangunan tergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat
bangunan itu. Untuk tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-harga
berat volume adalah pasangan batu = 2,2 t/m3, beton tumbuk= 2,3 t/m3 dan beton
bertulang = 2,4 t/m3.
20

Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta
ukuran maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat 150
mm dengan berat volume 2,65 t/m3, berat volumenya lebih dari 24 t/m3.

Peninjauan stabilitas bendung, maka potongan-potongan yang ditinjau


terutama adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena potongan ini adalah yang
terlemah. Potongan terlemah bendung dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Potongan Terlemah Bendung

Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi, berarah vertikal ke bawah yang
garis kerjanya melewati titik berat konstruksi. Gaya berat tubuh bendung dapat
dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Gaya Berat Tubuh Bendung


21

Peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang diperhitungkan adalah
luas bidang kali berat jenis kontruksi (untuk pasangan batu kali biasanya diambil
1,80). Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi yang berbentuk
segitiga-segitiga, segi empat atau trapesium. (http://www.jurnal untad,com.18
Maret 2013).

1.4 Kontrol Stabilitas


Penyebab runtuhnya suatu bangunan gravitasi yaitu:

1. Geser (sliding)
a. Sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas pondasi
b. Sepanjang pondasi, atau
c. Sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi
2. Guling (overturning)
a. Di dalam bendung
b. Pada dasar (base), atau
c. Pada bidang di bawah dasar.

1.4.2 Keamanan Terhadap Geser


Tangen , sudut antara garis vertikal dan resultan semua gaya, termasuk
gaya angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus
kurang dari koefisien gesekan yang diijinkan pada bidang tersebut.

SF= f ∑RV …………………………………………………………….(2.9)


∑RH
dengan:

SF : nilai keamanan=1.5,

∑RV : jumlah gaya vertikal (ton),


22

∑RH : jumlah gaya horisontal (ton),

f : koefisien geser antara konstruksi dengan tanah dasar


untuk perencanaan ini diambil f = 0.75.

H f

= tan < ................................................................................(2.10)


(V - U) S

dengan:

H : keseluruhan gaya horisontal yang bekerja pada bangunan (kN),

(V - U) : keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas


yang bekerja pada bangunan (kN),

: sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal, (0)

f : koefisien gesekan

S : faktor keamanan.

Bangunan-bangunan kecil dimana berkurangnya umur bangunan, kerusakan


besar dan terjadinya bencana besar belum dipertimbangkan, harga-harga faktor
keamanan (S) yang dapat diterima adalah 2,0 untuk kondisi pembebanan normal
dan 1,5 untuk kondisi pembebanan ekstrim (Asiyanto, 2011). Kondisi
pembebanan ekstrim adalah tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau banjir
rencana maksimum. Harga-harga untuk koefisien gesekan dapat dilihat pada
Tabel 2.3.
23

Tabel 2.3 Harga-Harga Perkiraan untuk Koefisien Gesekan

Bahan f

Pasangan batu pada pasangan batu 0,60 - 0,75

Batu keras berkualitas baik 0,75

Kerikil 0,50

Pasir 0,40

Lempung 0,30

1.4.3 Keamanan Terhadap Guling


Bangunan aman terhadap guling, maka resultan semua gaya yang bekerja
pada bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus
memotong bidang ini pada teras, tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan
manapun.

Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan


pada harga-harga maksimal yang dianjurkan, untuk pondasi, harga-harga daya
dukung yang disebutkan dalam bagian parameter bangunan bisa digunakan
(Soedibyo, 2003).

Rumus:

SF = ∑MV …………………………………………………………….(2.11)
∑MH
dengan:

SF : nilai keamanan=1,5,

∑MV : jumlah momen vertikal (t.m),

∑MH : jumlah momen horizontal (t.m).


24

Harga-harga untuk beton sekitar 4,0 t/m2, pasangan batu sebaiknya


mempunyai kekuatan minimum 1,5 sampai 3,0 t/m2.

Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada
distribusi gaya-gaya melalui momen lentur (bending momen). Tebal lantai kolam
olak dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Tebal Lantai Kolam Olak

Tebal lantai kolam olak dihitung sebagai berikut:

px - wx

dx S .......................................................................................(2.12)

dengan:

dx : tebal lantai pada titik x, (m),

px : gaya angkat pada titik x, (kg/m2),

wx : kedalaman air pada titik x, (m),

: berat jenis bahan, (kg/m3),

S : faktor keamanan (=1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untuk kondisi ekstrim).
25

1.4.4 Kapasitas Dukung Tanah


Analisis kapasitas dukung (bearing capacity) mempelajari kemampuan tanah
dalam mendukung beban pondasi dari struktur yang terletak di atasnya. Kapasitas
dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat
pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah disepanjang
bidang-bidang gesernya (Hardiyatmo,2010).

Menghitung kapasitas dukung pondasi dihitung dengan rumus Terzaghi


berikut:

qu = C x Nc + γt x D x Nq + 0,5 x γt x B x Nγ……………(2.13)

dengan:

qu: kapasitas dukung batas persatuan luas (t/m3),

C: kohesi tanah dibawah dasar pondasi,

γt : berat jenis tanah (t/m3),

D: kedalaman pondasi (m),

B: lebar pondasi (m),

Nc,Nq,Nγ : faktor daya dukung terzaghi yang nilainya didasarkan pada


suduk geser dalam (φ) dari tanah dobawah dasar
pondasi.(untuk nilai Nc,Nq,Nγ dapat dilihat pada Tabel 2.4).
26

Tabel 2.4 Nilai-nilai Kapasitas Dukung Terzaghi

Keruntuhan geser umum


Φ
Nc Nq Nγ

0 5,7 1,0 0,0


5 7,3 1,6 0,5
10 9,6 2,7 1,2
15 12,9 4,4 2,5
20 17,7 7,4 5
25 25,1 12,7 9,7
30 37,2 22,5 19,7
34 52,6 36,5 35
35 57,8 41,4 42,4
40 95,7 81,3 100,4
45 172,3 173,3 297,5
48 258,3 287,9 780,1
50 347,6 415,1 1153,2

Untuk mendapatkan daya dukung tanah yang diijinkan, maka diambil faktor aman
sebesar = 3, sehingga rumus menjadi :

qn = q – Df x γ …………………………………….......(2.14)

dengan:

qn : daya dukung tanah diijinkan (kN/m2),

q : beban di atasnya (kN/m2),

γ : berat volume tanah (t/m2).


27

Faktor aman:

Dihitung dengan rumus;

F = qun ……………………………………………………(2.15)
qn

dengan:

F : angka keamanan

qun : kapasitas dukung ultimit netto (kN/m2),

qn : daya dukung tanah yang diijinkan (kN/m2).

1.4.5 Penurunan
Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami regangan atau
penurunan (settlement). Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabakan oleh
dua akibat, yaitu berubahnya susunan tanah dan berkurangnya rongga pori di
dalam tanah tersebut. Jumlah dari regangan diseluruh kedalaman lapisan tanah,
merupakan penurunan total tanah. Penurunan akibat beban adalah jumlah total
dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi. Penurunan yang terjadi pada
tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus kering atau tidak jenuh terjadi
dengan segera sesudah beban bekerja, penurunan konsolidasi terjadi pada tanah
berbutir halus yang terletak di bawah muka air tanah, penurunan yang terjadi
memerlukan waktu yang lamanya tergantung pada kondisi lapisan tanah.

Penurunan segera adalah penurunan yang dihasilkan oleh distorsi massa


tanah yang tertekan, dan terjadi pada volume konstan. Penurunan pada tanah-
tanah berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir halus yang tidak jenuh termasuk tipe
penurunan segera, karena penurunan terjadi segera, setelah terjadi penerapan
beban. (Hardiyatmo, 2010).
28

Penurunan pondasi pada tanah granuler dapat dihitung dari hasil uji
kerucut statis (sondir). De Beer dan Marten mengusulkan persamaan angka
kompresi (C) yang dikaitkan dengan persamaan Buismann, sebagai berikut:

C = 1,5qc …………………………………………………………...(2.16)

Po

Dengan:

C : Angka pemampatan

qc : Tahanan kerucut statis atau tahanan konus sondir

po’ : Tekanan overburden efektif rata-rata atau tegangan efektif di


tengah-tengah lapisan ditinjau.

Nilai C disubstitusikan ke dalam persamaan Terzaghi untuk penurunan pada


lapisan tanah yang ditinjau, yaitu:

Si = H 1n p ’ +o∆p …………………………………………………(2.17)

C po’

dengan:

Si : penurunan akhir dari lapisan setebal H. (m),

po’ : tekanan overburden efektif rata-rata, atau tegangan efektif sebelum


penerapan beban, di tengah-tengah lapisan. (kN/m2),

∆p : tambahan tegangan vertikal di tengah-tengah lapisan yang ditinjau


terhadap tekanan pondasi netto. (kN/m2).
29

1.4.6 Erosi Bawah Tanah (Piping)


Bangunan utama seperti bendung harus dicek stabilitasnya terhadap erosi
bawah tanah dan bahan runtuh akibat naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya
pangkal hilir bangunan. Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan
beberapa metode empiris, seperti metode Bligh, metode Lane, dan metode
Koshia. Metode Lane yang juga disebut metode angka rembesan Lane adalah
metode yang dianjuran untuk mencek bangunan-bangunan utama untuk
mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman
dan mudah dipakai, untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode
lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya
lebih sulit. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah
bangunan di sepanjang bidang kontak bangunan/pondasi dengan beda tinggi muka
air antara kedua sisi bangunan, disepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang
lebih curam dari dianggap vertikal dan yang kurang dari dianggap
horisontal. Jalur vertikal dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali
lebih kuat daripada jalur horisontal, (Hardiyatmo, 2010). Rumusnya adalah:

Lh + LH
Lw = ……….…………………………………………….. (2.18)
3

dengan:

Lw : Weight - creep - distance,

Lh : Jumlah panjang horisontal (m),

Lv : Jumlah panjang vertikal (m),


30

Weight – creep – ratio (WCR) dapat dihitung dengan rumus:

WCR = Lw ………………………………………………………………(2.19)

H1 – H2

dengan:

Lw : Weight - creep - distance,

H1 : Tinggi muka air hulu (m),

H2 : Tinggi muka air hilir (m).

Nilai Angka Aman untuk weighted-creep-ratio, (WCR) dapat dilihat pada Tabel
2.5.

Tabel 2.5 Nilai Angka Aman untuk Weighted-Creep-Ratio, (WCR).

Jenis Tanah Dasar Angka aman (WCR)


Pasir sangat halus atau lanau 8,5
Pasir halus 7,0

Pasir sedang 6,0

Pasir kasar 5,0

Kerikil halus 4,0

Kerikil sedang 3,5

Kerikil kasar termasuk berangkal 3,0


Bongkah dengan sedikit berangkal & kerikil 2,5
Lempung lunak 3,0
Lempung sedang 2,0
Lempung keras 1,8
Lempung sangat keras 1,6

Anda mungkin juga menyukai