DOSEN PENGAJAR :
M. AZHARI NOOR, M.ENG
Oleh:
MUHAMMAD ERFANIE
H1A112066
M. EKO PRIYANA
H1A112084
H1A112089
YANDIE NURACHMAN
H1A112214
M.ABDI MAULANA
H1A112215
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang
Pengukuran dan Pemetaan Kadastral dengan Metode Identifikasi Peta Fotoini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Bapak
M. Azhari Noor,M.Engselaku Dosen mata kuliah Pengairan Pasang surutFakultas Teknik
Unlam yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang metode-metode yang dapat digunakan dalam pengairan pasang
surut.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kamimohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah ..............................................................
1.2 Tujuan Makalah ...........................................................................
1.3 Perumusan Masalah .....................................................................
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................
2.1 Pengertian-pengertian ..................................................................
2.2 Peralatan dan Tenaga Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan Kadastral .....................................................................................
2.3 Tahap Pelaksanaan .......................................................................
2.4 Kendala Pengukuran Bidang Tanah Metode Identifikasi Peta Foto ......................................................................................
BAB III
PENUTUP..........................................................................................
3.1 Kesimpulan ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan ketentuan yang ada pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 19 mengamanatkan bahwa untuk menjamin
kepastian hukum hak atas tanah oleh Pemerintah, maka diadakan Pendaftaran Tanah di
seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Pendaftaran Tanah sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 5
tahun 1960 antara lain meliputi kegiatan :Pengukuran, Pemetaan, dan Pem-bukuan Tanah.
Untuk memberikan jaminan kepas-tian hukum obyek hak atas tanah, pengukuran bidang
tanah harus memenuhi kaidah teknis kadastral dan kaidah yuridis dimana proses perolehan
data ukuran bidang tanah harus memenuhi asas kontradiktur delimitasi dan asas publisitas.
Dalam rangka penyelenggaraan pekerjaan Pengu-kuran dan Pemetaan Kadastral,
pekerjaan pengukuran batas bidang tanah mempunyai peranan yang sangat penting, hal ini
karena dari hasil pengukuran akan diperoleh data teknis mengenai letak, batas dan luas
bidang tanah sehingga dapat memenuhi asas kon-tradiktur delimitasi. Kemudian untuk
memenuhi syarat publisitas diperlukan data yuridis mengenai pemilik atau orang yang
menguasai bidang tanah, status hak dan persetujuan batas bidang tanah oleh para pihak
yang berbatasan.
Untuk memenuhi persyaratan asas kontradiktur delimitasi dan asas publisitas, maka
data teknis dan data yuridis tersebut diumumkan di Kantor Perta-nahan setempat atau di
Kantor Desa, agar dapat diba-ca dan diketahui oleh warga masyarakat di lokasi bidang
tanah. Apabila tidak ada keberatan atau sang-gahan dari masyarakat atau para pihak yang
berbata-san di lokasi bidang tanah, maka dapat diterbitkan sertipikat atas bidang tanah yang
merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pelaksanaan pekerjaan pengukuran batas bidang tanah dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu metode pengukuran teristris dan metode identifikasi peta foto baik menggunakan
peta foto udara maupun peta citra satelit. Pengukuran batas bidang tanah dengan me-tode
identifikasi peta foto merupakan salah satu metode untuk mempercepat proses pendaftaran
tanah yang dapat dilaksanakan dengan memperhatikan perkembangan kemajuan
metodologi dan teknologi terkini. Pelaksanaan pengukuran metode identifikasi peta foto
4.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian-pengertian
Sebelum menguraikan masalah pengukuran batas bi-dang tanah dengan metode identifikasi
peta foto, terlebih dahulu akan diuraikan beberapa pengertian yang ada kaitannya dengan
pengukuran dan peme-taan kadastral.
1. Bidang Tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang
berbatas.
2. Peta Dasar Pendaftaran adalah peta yang me-muat titik-titik dasar teknik dan unsurunsur geografis seperti sungai, jalan, bangunan, batas fisik bidang-bidang tanah dan
batas adminis-trasi. Peta Dasar Pendaftaran dapat berupa peta garis atau peta foto. Peta
Dasar Pendaftaran menjadi dasar untuk pembuatan Peta Pen-daftaran.
3. Pengukuran Bidang Tanah secara sistematik adalah pengukuran bidang tanah yang
dilak-sanakan secara masal dan mengelompok pada seluruh atau sebagian Desa /
Kelurahan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah se-cara sistematik.
4. Pemetaan Bidang Tanah adalah kegiatan menggambarkan hasil pengukuran bidang
tanah di atas Peta Dasar Pendaftaran dengan cara digi-tal sehingga letak dan ukuran
bidang tanahnya dapat diketahui.
5. Peta Bidang Tanah adalah gambar yang memuat satu bidang tanah atau lebih pada suatu
wilayah tertentu yang batas-batasnya ditentukan berda-sarkan penunjukan batas oleh
pemilik dan para pihak yang berbatasan dan digunakan untuk keperluan pengumuman.
6. Peta Pendaftaran adalah Peta yang menggam-barkan satu bidang tanah atau lebih yang
batas-batasnya ditentukan berdasarkan penunjukan ba-tas oleh para pemilik dan
disahkan penggunaan-nya oleh pejabat yang berwenang untuk keperluan pendaftaran
tanah.
7. Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk
peta atau uraian.
8. Nomor Identifikasi Bidang (NIB) adalah nomor yang diberikan kepada setiap bidang
tanah untuk keperluan pendaftaran tanah.
dilaku-kan penyuluhan oleh Tim dari Kantor Pertanahan Kabupaen/Kota atau dari
Tim Ajudikasi BPN dan Organisasi Sosial Ke-lompok Masyarakat.
b. Pengukuran bidang-bidang tanah harus se-suai dengan pembuatan sketsa bidang
tanah dan pemberian NIB yang dilaksanakan oleh Tim Ajudikasi BPN.
c. Penunjukan batas bidang tanah dan pe-masangan tanda batasnya dilakukan oleh
pemilik tanah atau kuasanya berdasarkan ke-sepakatan para pihak yang
berbatasan. Pe-milik tanah wajib bertanggungjawab atas kebenaran penunjukan
batas bidang tanah dan pemasangan tanda batasnya. Tanda-tanda batas dipasang
pada setiap sudut batas tanah. Apabila dianggap perlu petugas yang melaksanakan
pengukuran juga dapat me-masang titik-titik tertentu sepanjang garis batas bidang
tanah tersebut. Untuk sudut-sudut batas yang sudah jelas letaknya karena ditandai
oleh benda-benda yang terpasang secara tetap seperti pagar beton, pagar tembok,
maka tidak harus dipasang tanda batas.
d. Objek Pengukuran adalah seluruh bidang tanah yang belum terdaftar maupun telah
terdaftar dengan melakukan penyesuaian terhadap struktur topografis yang ada
dalam satu Desa / Kelurahan secara lengkap sesuai dengan target yang telah
ditetapkan.
e. Batas Desa yang ada harus di identifikasi dan di deliniasi diatas peta.
f.
2. Jarak antara titik referensi dengan titik batas bidang tanah yang akan diukur
telah melampaui 100 M.
3. Pengukuran titik referensi tambahan menggunakan alat Total Station.
4. Pengukuran bidang dengan jarak yang kurang dari 20 m menggunakan alat
ukur jarak.
j.
Untuk mengidentifikasi satu bidang tanah dan membedakan dengan bidang tanah
lain-nya, diperlukan tanda pengenal bidang tanah yang bersifat unik, sehingga
dengan mudah mencari dan membedakan bidang tanah yang dimaksud dengan
bidang tanah lain-nya. Tanda pengenal tersebut disebut Nomor Identifikasi
Bidang (NIB). NIB merupakan penghubung antara Peta Pendaftaran dan daftar
lainnya yang ada dalam proses pen-daftaran tanah. Dalam sistem komputerisasi
pendaftaran tanah NIB yang unik diperlukan sebagai penghubung yang efisien
antara data yang diperlukan dan sebagai akses informasi atas suatu bidang tanah.
berilah tanda huruf ( A, B, C, D dst )atau nomor (1,2,3, 4 dst ) untuk setiap titik
pojok bidan tanah.
Apabila satu atau seluruh titik pojok bidang tanah tidak jelas, maka terlebih
dahulu tentukan dua buah titik bantu yang berada di sekitar titik yang akan
diidentifikasi. Dua titik bantu digunakan untuk menentukan satu titik pojok batas
bidang tanah. Titik bantu yang akan digunakan harus dapat diidentifikasi dengan
jelas dan akurat di peta foto.
Memberi tanda titik pada kedua titik bantu dan tanda huruf sesuai dengan titik
pojok yang diidentifikasi, misal titik yang dii-dentifikasi adalah titik A, maka
tanda titik bantunya adalah A1 untuk titik kesatu dan A2 untuk titik kedua.
Mengukur jarak antara kedua titik bantu dengan titik pojok bidang tanah dengan
pita ukur.
Membuat garis yang menghubungkan kedu-a titik dan menuliskan jarak yang
diperoleh pada peta foto.
Mengulangi langkah langkah f s/d j untuk menentukan tiitk pojok bidang tanah
lain yang juga tertutup.
Membuat Berita Acara pelaksanaan pengu-kuran yang ditandatangani oleh
pemilik bidang tanah, pemilik yang bersebelahan, petugas kelurahan dan petugas
ukur.
Membuka file peta foto untuk lokasi yang te-lah diidentifikasi di lapangan.
Melakukan identifikasi titik-titik pojok bi-dang tanah pada lembar cetak peta
foto dan kenalilah obyek yang sama pada file peta foto yang terdapat di
komputer.
Membuat titik-titik dan tanda pada setiap pojok bidang tanah yang jelas dan
akurat. Untuk titik pojok yang tidak dapat dii-dentifikasi maka tentukan lokasi
titik ban-tunya.
Membuat lingkaran dengan pusat lingkaran adalah kedua titik bantu dengan
panjang radius sebesar jarak hasil pengukuran lapa-ngan. Titik potong kedua
lingkaran adalah titik pojok yang diidentifikasi.
Menentukan luas area poligon tertutup menggunakan fasilitas yang ada pada perangkat lunak AutoCAD Map yang digunakan.
Menuliskan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) dan luas tanah pada bidang tanah
tersebut.
Menuliskan koordinat pada setiap pojok bidang tanah yang diperoleh dari
penun-jukan koordinat pada perangkat lunak yang digunakan.
Menyimpan hasil potongan gambar dan memberi nama file tersebut dengan
nomor NIB atau dengan nama file lain dengan cara yang sistematis dan mudah
dicari.
5. Pengumuman
Setelah pembuatan peta bidang tanah selesai, maka diperoleh data peta dan daftar luas
bidang tanah. Kemudian dilanjutkan dengan pengumu-man tentang data teknis dan
data yuridis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
a. Peta bidang tanah, yang telah ditambah dengan daftar luas masing-masing
bidang serta data kepemilikan, digunakan untuk pengumuman. Pengumuman
dimaksud un-tuk memberikan kesempatan kepada warga masyarakat pemilik
tanah atau pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan sanggahan
apabila ada haknya yang terlam-paui, baik tentang nama kepemilikan, luas dan
bentuk bidang tanah.
b. Apabila terdapat sanggahan pada saat pe-ngumuman dan berdasarkan
penelitian Pani-tia Ajudikasi terdapat kekeliruan mengenai hasil ukuran bidang
tanah yang tercantum pada Peta Bidang Tanah, maka pada Peta Bidang Tanah
dan hasil pemetaan pada peta dasar pendaftaran atau peta pendaftaran
dilakukan perubahan.
c. Hasil ukuran perbaikan bidang atau bidang-bidang tanah dibuatkan gambar
ukur baru dan hasil ukuran bidang tanah tersebut pada gambar ukur yang lama
dinyatakan tidak berlaku.
Kondisi tersebut diatas merupakan kendala dalam pengukuran bidang tanah metode
identifikasi peta foto. Untuk mengatasi kendala tersebut, apabila su-atu blok bidangbidang tanah yang akan diukur tidak terlihat dalam Peta Foto, maka pengukuran bidang
tanah didahului dengan pengukuran poligon terikat sempurna. Poligon tersebut diikatkan
pada titik dasar teknik yang ada. Apabila daerah tersebut dipenuhi oleh rumah-rumah yang
sangat padat atau kumuh dan tidak bisa diukur dengan alat ukur pita ukur maupun Total
Station maka pengukuran batas bidang ta-nahnya dilakukan menggunakan alat ukur jarak
elektronis (Disto).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas obyek bidang tanah, maka perlu
dilakukan pengukuran bidang tanah yang memenuhi kaidah teknis kadastral dan kaidah
yuridis dimana pro-ses perolehan data ukuran bidang tanah harus memenuhi asas
kontradiktur delimitasi dan asas publisitas.
2. Pengukuran bidang tanah dapat dilakukan de-ngan metode fotogrametris yaitu dengan
mela-kukan identifikasi batas bidang tanah diatas peta foto. Pengukuran bidang tanah
dengan peta foto hanya dapat dilakukan pada daerah yang terbuka dan dapat
diidentifikasi diatas peta foto.
3. Pengukuran metode identifikasi sudah mulai di-terapkan di beberapa wilayah di
Indonesia yang sudah ada Peta Foto atau Peta Citra Satelit. Hasil pengukuran metode
identifikasi peta foto secara umum dapat memenuhi ketentuan yang ada dalam
peraturan dan standar yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
4. Kendala pengukuran bidang tanah metode identifikasi bidang tanah terutama untuk
daerah tertutup dapat diatasi dengan melakukan pengu-kuran tambahan (suplesi).
Daftar Pustaka
1. Harsono, Boedi, (2000), Hukum Agraria In-donesia Hinpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah, Cetakan Keempatbelas (Edisi Revisi), Djambatan, Jakarta.
2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pe-merintah No. 24 Tahun 1997.
4. Petunjuk Teknis Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun
1997, Materi Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran Tanah.
5. Sitorus, Oloan dan H.M. Zaki Sierrad, (2006), Hukum Agraria Di Indonesia Konsep Dasar
dan Implementasi, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogya-karta.
MAKALAH
Pengairan Pasang Surut(HSKK 627)
Pengertian lahan rawa , Macam-macam rawa, Proses Pembentukan
rawa dan Manfaat rawa lebak serta klasifikasinya
DOSEN PENGAJAR :
M. AZHARI NOOR, M.ENG
Oleh:
MUHAMMAD ERFANIE
H1A112066
M. EKO PRIYANA
H1A112084
H1A112089
YANDIE NURACHMAN
H1A112214
M.ABDI MAULANA
H1A112215
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang
Pengertian lahan rawa , Macam-macam rawa, Proses Pembentukan rawa dan
Manfaat rawa lebak serta klasifikasinya ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Bapak M. Azhari Noor,M.Engselaku Dosen
mata kuliah Pengairan Pasang surutFakultas Teknik Unlam yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang metode-metode yang dapat digunakan dalam pengairan pasang
surut.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kamimohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Rumusan masalah ........................................................................
1.3 Tujuan ..........................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................
2.1 Apa itu lahan rawa .......................................................................
2.2 Pembentukan lahan rawa ............................................................
2.3 Macam-macam rawa ....................................................................
2.4 Lahan rawa lebak .........................................................................
2.5 Pertanian di lahan rawa lebak .....................................................
BAB III
PENUTUP..........................................................................................
3.1 Kesimpulan ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan rawa merupakan salah satu ekosistem yang sangat potensial untuk pengembangan
pertanian. Luas lahan ini, diperkirakan sekitar 33,4 juta ha, yang terdiri atas lahan pasang surut
sekitar 20 juta ha dan rawa lebak 13 juta ha. Namun demikian, ekosistem rawa, secara alami
bersifat rapuh (fragile) oleh sebab itu dalam memanfaatkan lahan rawa dengan produktivitas
optimal dan berkelanjutan, diperlukan teknologi pengelolaan lahan yang tepat dan terpadu.
Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara
sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara daratan dan laut, atau
di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands) dan sungai/danau. Karena menempati
posisi peralihan antara system perairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam
waktu yang panjang dalam setahun (beberapa bulan) tergenang dangkal, selalu jenuh air, atau
mempunyai air tanah dangkal. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian,
lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges, dan
rushes), vegetasi semak maupun kayu-kayuan/hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai
permukaan air tanah dangkal, atau bahkan tergenang dangkal. Lahan rawa yang berada di
daratan dan menempati posisi peralihan antara sungai atau danau dan tanah darat (uplands),
ditemukan di depresi, dan cekungan-cekungan di bagian terendah pelembahan sungai, di
dataran banjir sungai-sungai besar, dan di wilayah pinggiran danau. Mereka tersebar di dataran
rendah, dataran berketinggian sedang, dan dataran tinggi. Lahan rawa yang tersebar di dataran
berketinggian sedang dan dataran tinggi, umumnya sempit atau tidak luas, dan terdapat
setempat-setempat. Lahan rawa yang terdapat di dataran rendah, baik yang menempati dataran
banjir sungai maupun yang menempati wilayah dataran pantai, khususnya di sekitar muara
sungai-sungai besar dan pulau-pulau deltanya adalah yang dominan.
Pada kedua wilayah terakhir ini, karena posisinya bersambungan dengan laut terbuka,
pengaruh pasang surut dari laut sangat dominan. Di bagian muara sungai dekat laut, pengaruh
pasang surut sangat dominan, dan ke arah hulu atau daratan, pengaruhnya semakin berkurang
sejalan dengan semakin jauhnya jarak dari laut.
Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang
penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan
(vegetasi). Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis floranya
antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma
sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan
berbagai jenis liana. Faunanya antara lain : harimau (Panthera tigris), Orang utan (Pongo
pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa),
badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.
1.3 Tujuan
Makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian lahan Rawa.
2. Untuk mengetahui proses pembentukan lahan rawa.
3. Untuk mengetahui macam-macam rawa.
4. Untuk mengetahui pengertian lahan rawa lebak, manfaat dan klasifikasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apa itu lahan Rawa ?
Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam
setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged) air dangkal. Dalam pustaka,
lahan rawa sering disebut dengan berbagai istilah, seperti swamp, marsh, bog dan
fen, masing-masing mempunyai arti yang berbeda.
Swamp adalah istilah umum untuk rawa, digunakan untuk menyatakan wilayah lahan,
atau area yang secara permanen selalu jenuh air, permukaan air tanahnya dangkal, atau
tergenang air dangkal hampir sepanjang waktu dalam setahun. Air umumnya tidak bergerak,
atau tidak mengalir (stagnant), dan bagian dasar tanah berupa lumpur. Dalam kondisi alami,
swamp ditumbuhi oleh berbagai vegetasi dari jenis semak-semak sampai pohon-pohonan, dan
di daerah tropika biasanya berupa hutan rawa atau hutan gambut.
Marsh adalah rawa yang genangan airnya bersifat tidak permanen, namun mengalami
genangan banjir dari sungai atau air pasang dari laut secara periodik, dimana debu dan liat
sebagai muatan sedimen sungai seringkali diendapkan. Tanahnya selalu jenuh air, dengan
genangan relatif dangkal. Marsh biasanya ditumbuhi berbagai tumbuhan akuatik, atau
hidrofitik, berupa reeds (tumbuhan air sejenis gelagah, buluh atau rumputan tinggi, seperti
Phragmites sp.), sedges (sejenis rumput rawa berbatang padat, tidak berbuluh, seperti famili
Cyperaceae), dan rushes (sejenis rumput rawa, seperti purun, atau mendong, dari famili
Juncaceae, yang batangnya dapat dianyam menjadi tikar, topi, atau keranjang). Marsh
dibedakan menjadi "rawa pantai" (coastal marsh, atau saltwatermarsh), dan "rawa pedalaman"
(inland marsh, atau fresh water marsh) (SSSA, 1984; Monkhouse dan Small, 1978).
Bog adalah rawa yang tergenang air dangkal, dimana permukaan tanahnya tertutup
lapisan vegetasi yang melapuk, khususnya lumut spaghnum sebagai vegetasi dominan, yang
menghasilkan lapisan gambut (ber-reaksi) masam. Ada dua macam bog, yaitu "blanket bog,
dan "raised bog. Blanket bog adalah rawa yang terbentuk karena kondisi curah hujan tinggi,
membentuk deposit gambut tersusun dari lumut spaghnum, menutupi tanah seperti selimut
pada permukaan lahan yang relatif rata. Raised bog adalah akumulasi gambut masam yang
tebal, disebut hochmoor", yang dapat mencapai ketebalan 5 meter, dan membentuk lapisan
(gambut) berbentuk lensa pada suatu cekungan dangkal.
Fed adalah rawa yang tanahnya jenuh air, ditumbuhi rumputan rawa sejenis reeds,
sedges, dan rushes, tetapi air tanahnya bereaksi alkalis, biasanya mengandung kapur
(CaCO3), atau netral. Umumnya membentuk lapisan gambut subur yang bereaksi netral, yang
disebut laagveen atau lowmoor.
Lahan rawa merupakan lahan basah, atau wetland, yang menurut definisi Ramsar
Convention mencakup wilayah marsh, fen, lahan gambut (peatland), atau air, baik
terbentuk secara alami atau buatan, dengan air yang tidak bergerak (static) atau mengalir, baik
air tawar, payau, maupun air asin, termasuk juga wilayah laut yang kedalaman airnya, pada
keadaan surut terendah tidak melebihi enam meter (Wibowo dan Suyatno, 1997).
Secara alami, daerah rawa ternyata memiliki fungsi, antara lain:
1. Sumber daya alam, merupakan habitat (sumber kehidupan) karena terdapat udara
(produsen O2 terbesar sepanjang tahun), air, dan makanan.
2. Mencegah terjadinya banjir.
Saat curah hujan tinggi, hutan rawa akan berperan sebagai penyimpan air sehingga air
hujan tidak seluruhnya mengalir hingga banjir pun bisa dicegah.
3. Mencegah intrusi air laut kedalam air tanah dan sungai.
Lingkungan, daerah tropis bisa terecovery dengan cepat terhadap perubahan iklim
(climate change).
4. Rawa yang terdapat pergantian air tawar dapat untuk areal sawah.
5. Sumber makanan nabati maupun hewani.
Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Jenis-jenis flora
yang dapat dijumpai pada hutan rawa antara lain yaitu ramin, kayu putih, sagu, rotan,
pandan, palem-paleman, dan lain sebagainya. Jenis faunanya antara lain harimau,
buaya, rusa, babi hutan, badak, gajah, dan berbagai jenis ikan.
6. Sumber energi.
Rawa dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), walaupun daya
yang dihasilkan tidak terlalu besar.
Gambar Penampang skematis zona I wilayah rawa pasang surut air asin/ payau,
merupakan pantai lepas yang memiliki beting pasir pantai (coastal dunes)
Gambar Penampang skematis zona I wilayah rawa pasang surut air asin/ payau, pantai
pada bagian yang terlindung dalam estuari, atau teluk
Wilayah zona I, khususnya di bagian sub-landform "dataran bergaram", atau "saltmarsh", baik yang dipengaruhi air asin/salin maupun air payau, akibat salinitas atau
kandungan garam yang masih tinggi, tanah umumnya tidak sesuai untuk pertanian. Oleh
karenanya, tanah tersebut tidak direklamasi, baik oleh penduduk maupun oleh
pemerintah.
Oleh karena pengaruh sungai masih kuat, di sepanjang pinggir sungai terbentuk
tanggul sungai alam (natural levee) yang sempit dan lebarnya bervariasi, makin ke arah
hilir relatif sempit dan tidak begitu nyata terlihat di lapangan. Tetapi ke arah hulu,
kenampakannya di potret udara lebih jelas, terutama karena perbedaan vegetasi yang
tumbuh. Lebarnya adalah sekitar 0,2-1 km, dan setempat-setempat sampai sekitar 2 km.
Tanggul sungai terbentuk akibat pengendapan muatan sedimen sungai yang terjadi
selama berabad-abad, setiap kali sungai meluap ke daratan selamamusim hujan. Bahan
endapan berupa debu halus dan lumpur, akan mengendap pertama-tama di pinggir
sungai, sementara bahan yang lebih halus berupa liat, akan diendapkan pada wilayah di
belakang tanggul. Tanah yang terbentuk di bagian tanggul sungai alam, merupakan
endapan sungai (fluviatile) yang tebalnya beragam, dari sekitar 0,5 m sampai lebih dari
1,5 m, menutupi endapan dasar yang merupakan endapan marin. Oleh karena terbentuk
dari bahan relatif agak kasar, debu kasar dan halus serta lumpur, tanah tanggul sungai
(leveesoils) umumnya bertekstur sedang, dengan kandungan fraksi debu relatif tinggi,
seperti lempung, lempung berdebu, lempung liat berdebu, dan liat berdebu.
Lahan rawa lebak dipengaruhi oleh iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2.000-3.000
mm per tahun dengan 6-7 bulan basah (bulan basah = bulan yang mempunyai curah hujan
bulanan > 200 mm) atau antara 3-4 bulan kering (bulan kering = bulan yang mempunyai curah
hujan bulanan).
Sifat fisika tanah dari lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian
melumpur, kandungan lempung (clay) tinggi, atau gambut tebal dengan berbagai taraf
kematangan dari mentah (fibrik) sampai matang (saprik). Lapisan bawah dapat berupa lapisan
pirit (FeS2) yang berpotensi masam; atau pasir kuarsa yang miskin hara; sifat kimia, kesuburan,
dan biologi tanah tergolong sedang sampai sangat jelek. Hidrologi atau sistem tata air
kebanyakan lahan rawa lebak sangat buruk. Ketersediaan sarana dan prasarana tata air yang
mendukung belum memadai sehingga kinerja pengatusan (drainage), pelindian (leaching), dan
penggelontoran (flushing) belum mampu mempercepat perkembangan tanah.
Berdasarkan lamanya genangan dan tingginya genangan, lahan rawa lebak dibagi
menjadi 3 tipe yaitu :
1. Lebak Pematang
2. Lebak Tengahan
3. Lebak dalam
klasifikasi lahan rawa lebak berdasarkan tinggi dan lamanya genangan
Berdasarkan ada atau tidaknya pengaruh sungai, rawa lebak dibagi dalam tiga tipologi,
yaitu :
1. Lebak Sungai, lebak yang sangat nyata mendapat pengaruh dari sungai sehingga
tinggi rendahnya genangan sangat ditentukan oleh muka air sungai.
2. Lebak terkurung, lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan oleh besar
kecilnya curah hujan dan rembesan air (seepage) dari sekitarnya.
3. Lebak Setengah, lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan
terkurung oleh besar kecilnya hujan, rembesan, dan juga sungai di sekitarnya.
2.4.2Sifat Fisik dan Kimia lahan rawa Lebak
A. Sifat kimia dan kesuburan Lebak Pematang umumnya lebih baik daripada Lebak
Tengahan dan Lebak Dalam. Tekstur tanahnya lebih bervariasi (halus sampai
sedang), reaksi tanah lebih baik (kurang masam), dan kandungan P2O5, total kation
dan kejenuhan basa relatif lebih tinggi daripada kedua tipologi lebak lainnya.
B. Tekstur tanah rawa lebak umumnya dicirikan oleh kandungan fraksi liat dan debu
yang tinggi, tetapi fraksi pasirnya sangat rendah. Tekstur tanah terbanyak adalah liat
berat (hC), liat (C), dan liat berdebu (SiC). Tekstur tanah Lebak pematang lebih
bervariasi, dari halus (hC,C) sampai sedang (SiL, L), terkadang juga dijumpai tekstur
relatif kasar (SL). Tekstur lebak Tengahan relatif halus (hC, C, SiC, dan SiCL),
sedangkan tekstur Lebak Dalam sangat halus (hC dan SiC), dengan kandungan liat
yang sangat tinggi (55-80 %).
C. Kandungan bahan organik (% karbon) Lebak Tengahan dan Lebak Dalam relatif
lebih tinggi daripada lebak Pematang. Tetapi, kandungan P2O5 dan K2O tanah Lebak
Pematang cenderung lebih tinggi daripada Lebak Tengahan, dan lebih tinggi
daripada Lebak Dalam.
D. Komposisi basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, dan Na) menunjukkan bahwa Ca dan
Mg terbanyak, sedangkan K dan Na sangat sedikit, namun Lebak Pematang
cenderung lebih kaya daripada Lebak Tengahan dan Lebak Dalam. Hal ini
diperkuat oleh kandungan total kation dapat tukar dan kejenuhan basa.
sering bersifat mendadak, berbeda dengan di negara Thailand atau Vietnam datangnya air
secara bertahap sehingga kenaikan genangan air dapat diikuti oleh pertumbuhan padi yang
mempunyai daya memanjang cepat. Oleh karena itu dalam budidaya padi dilahan rawa lebak,
penetapan waktu tanam sangat penting supaya tanaman terhindar dari genangan air. Apabila
curah hujan tinggi maka penurunan genangan air terasa lambat, tetapi secara umum penurunan
genangan air terjadi sangat cepat. Beberapa wilayah rawa Lebak dangkal atau pematang seperti
Lebak Babirik, Kabupaten Hulu sungai Utara, Kalimantan selatan sejak tahun 1980an sudah
menerapkan tanam padi dua kali setahun.
Lahan rawa lebak terdapat cukup luas di Indonesia, merupakan salah satu alternatif areal
yang dapat dikembangkan untuk mengatasi kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya alih fungsi lahan setiap tahun.
Lahan rawa semakin penting peranannya dalam upaya mempertahankan swasembada beras
dan mencapai swasembada bahan pangan lainnya, mengingat semakin menciutnya lahan subur
di Jawa akibat penggunaannya untuk perumahan dan keperluan non pertanian lainnya. Lahan
lebak yang berpotensi sebagai sawah lebak banyak dijumpai di seluruh nusantara tersebar di
pulau sumatera dan Kalimatan yang mempunyai banyak sungai dan berpeluang baik untuk
dikembangkan. Lahan lebak tersebut cukup subur bila diolah dan dimanfaatkan dengan baik
untuk pengembangan tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan.
Selain itu, beberapa wilayah lahan rawa lebak belakangan ini mulai dikembangkan untuk
tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, Sagu, Palawija, Kelapa dan hortikultura.
Pengembangan perkebunan ini memerlukan pembuatan saluran-saluran pengatusan (drainage),
pintu-pintu air, dan tabat (dam overflow) untuk pengendalian muka air tanah. Dengan adanya
sawah lebak ini, maka bisa meningkatkan pembangunan pertanian. Contohnya, dengan
pemanfaatan penanaman padi dapat memenuhi kebutuhan pangan serta mendapatkan
pendapatan.
Selain keunggulan dari segi fungsi produksi di atas, rawa lebak juga memiliki potensi
fungsi lingkungan dan daya eksotik yang jika juga dikembangkan akan memberikan manfaat
dan sumbangan bagi kesejahteraan masyarakat. Rawa lebak memiliki biodiversitas yang tinggi
sehingga juga seuai untuk dikembangkan sebagai lahan konservasi dan juga mungkin
pariwisata. Dan satu lagi, rawa lebak merupakan suatu ladang penelitian karena di dalamnya
menyimpan misteri yang perlu diungkapkan.
Dengan kebutuhan pangan yang semakin meningkat, usaha pemanfaatan dan
pengembangan lahan rawa lebak untuk pertanian, baik pertanian dalam arti sempit maupun
dalam arti luas seperti suatu keniscayaan yang tinggal menunggu waktu. Akan tetapi,
pemanfaatan dan pengembangan yang dilakukan perlu diperhatikan secara sungguh sungguh
agar tidak merusak keragaman genetik di lahan rawa lebak sekaligus menjaga agar suatu
pertanian dapat berjalan secara berkelanjutan.
Namun dilihat dari pengembangan Sawah/Lahan Rawa Lebak itu sendiri, masalah utama
pengembangan lahan lebak untuk usaha pertanian adalah kondisi rejim airnya fluktuatif dan
seringkali sulit diduga, hidrotopografi lahannya beragam dan umumnya belum ditata baik,
kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau terutama di lahan lebak
dangkal, dan sebagian lahannya bertanah gambut. Dengan kondisi demikian, maka
pengembangan lahan lebak untuk usaha pertanian khususnya tanaman pangan dalam skala luas
memerlukan penataan lahan dan jaringan tata air serta penerapan teknologi yang sesuai dengan
kondisi wilayahnya agar diperoleh hasil yang optimal.
Selain masalah lahan, pengembangan lahan lebak untuk pertanian juga menghadapi
berbagai kendala, diantaranya : kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan dan
prasarana pendukung yang umumnya belum memadai atau bahkan belum ada. Hal ini
terutama menyangkut kepemilikan lahan, keterbatasan tenaga dan modal kerja serta
kemampuan petani dalam memahami karakteristik dan teknologi pengelolaan lahan lebak,
penyediaan sarana produksi, prasarana tata air dan perhubungan serta jalan usahatani, pasca
panen dan pemasaran hasil pertanian.
Dengan sifat dan ekologi yang menjadi karakteristik rawa lebak, rawa lebak memiliki
banyak potensi yang harus digali khususnya dalam kaitan dengan pemenuhan kebutuhan
pangan. Baik untuk pertanian, perikanan, ataupun juga untuk peternakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam
setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang ( waterlogged ) air dangkal. Lahan
rawa sering disebut dengan berbagai istilah, seperti swamp, marsh, bog dan fen,
masing-masing mempunyai arti yang berbeda.
2. Ada banyak manfaat lahan rawa bagi lingkungan seperti : mencegah terjadinya banjir,
Mencegah intrusi air laut kedalam air tanah,Sumber energi, sumber makanan nabati dan
hewani, dan lain sebagainya, sehingga keberadaanya perlu diperhatikan.
3. Ditinjau dari aspek potensi, secara umum lahan lebak sebenarnya lebih baik dari lahan
pasang surut, oleh karena tanah lahan lebak seluruhnya tersusun dari endapan sungai
(fluviatil), yang tidak mengandung bahan sulfidik/pirit.
4. Sebagaimana lahan pasang surut, ke depan, lahan lebak juga merupakan calon lumbung
padi/beras nasional, yang mampu mendukung dan mengamankan program ketahanan
pangan. Oleh karena potensinya yang besar untuk penambahan areal produksi pertanian
baru di masa mendatang, maka kegiatan inventarisasi biofisik dan potensi agronomi lahan
lebak, perlu lebih mendapatkan fokus perhatian lebih besar. Penelitian yang lebih intensif,
juga diperlukan untuk mendapatkan varietas-varietas tanaman berproduksi tinggi, yang
sesuai di budidayakan di lahan lebak.
5. Pemanfaatan lahan rawa lebak untuk pertanian juga menghadapi berbagai kendala,
diantaranya : kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan dan prasarana
pendukung yang umumnya belum memadai atau bahkan belum ada. Hal ini terutama
menyangkut kepemilikan lahan, keterbatasan tenaga dan modal kerja serta kemampuan
petani dalam memahami karakteristik dan teknologi pengelolaan lahan lebak, penyediaan
sarana produksi, prasarana tata air dan perhubungan serta jalan usahatani, pasca panen dan
pemasaran hasil pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
1.Noor, Muhammad. 2007. Rawa Lebak, teknologi, Pemanfaatan, dan Pengembangannya.
Rajawali Pers : Jakarta.
2.Rafieq, Achmad. 2004. Sosial Budaya dan Teknologi Kearifan Lokal Masyarakat dalam
Pengembangan Pertanian Lahan Lebak di Kalimantan Selatan. Banjarbaru: Balai
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan.
3.Indonesia Super. 2012. Rawa Lebak, http://andika21putra.blogspot.com
4.Gandasasmita, Karmini dkk.2006. Karakteristik dan pengelolaan lahan rawa. BALAI
BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN
PERTANIAN : Bogor.
5.http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/phocadownload/buku/bukulahanrawa.pdf
A. Pengertian
1. Rawa Pasang Surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara
atau dekat muara sungai sehingga di pengaruhi oleh pasang surut.
2. Rawa Lebak (rawa pedalaman) adalah rawa yang terletak di lahan yang tidak terkena
pengaruh pasang surut.