Anda di halaman 1dari 15

Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Pendekatan

Kedokteran Keluarga
Regita Tanara / 102015121 / C3

Pendahuluan
Seorang Dokter harus memiliki kemampuan yang harus dikuasai agar kompeten
melaksanakan tugas, fungsi, dan perannya dalam Upaya Kesehatan Masyarakat dan atau
perorangan. Kemampuan tersebut dijabarkan dari tujuh area kompetensi yang harus dikuasai
menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).
Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak tidak hanya oleh orang
perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh seluruh anggota
masyarakat Indonesia. Sistem Kesehatan Nasional tahun 2004 menggariskan bahwa untuk
masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan nasional telah berkembang, pemerintah
tidak lagi menyelenggarakan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) strata pertama melalui
puskesmas. Penyelenggaraan UKP akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan
menerapkan konsep dokter keluarga, kecuali di daerah yang terpencil.
Berhasilnya upaya kesehatan menyebabkan munculnya pola penyakit yang berbeda sehingga
peran dokter dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan pun berubah. Dalam upaya kuratif,
dokter masa kini harus siap untuk menolong pasien, bukan saja yang berpenyakit akut tetapi
juga yang berpenyakit kronis,penyakit degeneratif dan harus siap membantu kliennya agar
dapat hidup sehat dalam kondisi lingkungan yang lebih rumit masa sekarang ini. Untuk itu ia
harus mengenal kepribadian dan lingkungan pasiennya. Upaya prevensi pun bergeser dari
orientasi kesehatan masyarakat lebih kearah kesehatan perorangan (private health).
Dampak pesatnya perkembangan spesialisasi dan sub spesialisasi telah menyebabkan
fragmentasi profesi, hilangnya hubungan dokter-pasien akibat pelayanan kedokteran yang
semakin berorientasi ke keterampilan laboratorium dan teknis. Dampak lainnya adalah
meningkatnya biaya kesehatan sebagai dampak dari pelayanan spesialistis dan bergantung
pada teknologi. Biaya perawatan demikian tingginya dan penanganan spesialistis demikian
menonjolnya sehingga kasus-kasus yang telah lanjut memerlukan perawatan canggih dan
spesialistik. Beberapa penilaian juga juga menyimpulkan bahwa pendidikan dokter yang
menekankan pada pengajaran klinik di ruang perawatan tidak memberikan kemampuan yang
memadai kepada peserta didik untuk menangani kasus-kasus di masyarakat dengan
pendekatannya yang tentunya sangat berbeda. Pengaruh berbagai faktor ini, mendorong
kesadaran pentingnya peningkatan jumlah dan mutu jajaran pelayanan kesehatan tingkat
primer. Disiplin ini berkembang secara epistemologis atas dasar dorongan kebutuhan akan
layanan yang kemudian dikenal sebagai disiplin kedokteran keluarga.1

Pembahasan
Skenario 5
Bapak M(45 tahun) memiliki seorang istri (43tahun) dan 5 orang anak yang masing masing
A(P) 25tahun, S(P)23 tahun, As(L)20tahun, Rs (L)10tahun, R(P)5tahun. Istri bapak M
mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan. Anak perempuannya, R saat
ini sedang batuk batuk sudah 3 minggu tidak kunjung reda. Riwayat penurunan berat badan
dan keringat malam juga ada. Berat badan 12 kg, skar BCG +. Karena keluarga ini tidak
memiliki jaminan kesehatan nasional, maka anak R hanya diberi jamu jamuan dan obat
warung
Kedokteran Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter yang berprofesi khusus sebagai Dokter Praktik Umum yang
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama (pelayanan kesehatan primer)
dengan menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga. Sasaran dari dokter keluarga bukan
hanya pelayanan kesehatan perorangan, ia juga berusaha meniadakan sumber penularan
penyakit. Dengan melakukan kunjungan ke rumah pasien, tujuan dari kedokteran keluarga
dapat disempurnakan.
Dokter Keluarga adalah dokter yang bertanggung jawab melaksanakan pelayanan kesehatan
personal, terpadu, berkesinambungan dan proaktif yang dibutuhkan oleh pasiennya dalam
kaitan sebagai anggota dari satu unit keluarga serta komunitas tempat pasien itu berada. Sifat
pelayanannya meliputi peningkatan derajat kesehatan (promotif). pencegahan (preventif),
pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif. Bila berhadapan dengan suatu masalah khusus yang
tak mampu ditanggulangi, Dokter Keluarga bertindak sebagai koordinator dalam
merencanakan konsultasi atau rujukan yang diperlukan kepada dokter spesialis yang lebih
sesuai. Dari pengertian ini, terlihat jelas bahwa sifat dan layanan kesehatan Dokter Keluarga
amat berbeda dengan dokter lain.1

Tujuan pelayanan dokter keluarga secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni: 2

1. Tujuan umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga pada dasarnya adalah sama dengan tujuan
pelayanan kesehatan secara keseluruhan, yaitu terciptanya keadaan sehat bagi setiap
anggota keluarga.2

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus pelayanan dokter keluarga erat hubungannya dengan sejarah
perkembangan pelayanan dokter keluarga di satu pihak serta ciri-ciri pelayanan dokter
keluarga dipihak lain.Tujuan khusus yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan
keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif dan efisien.

Five Star Doctor


Sistem pelayanan dokter keluarga sesungguhnya merupakan bagian dari Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) yang perlu diatur dalam Undang-undang. Disinilah sesungguhnya tumbuh
kembangnya "the five stars doctors", sebagai "the agent of change”, yang berkemampuan dan
berfungsi sebagai "care provider" (sebagai bagian dari kelurga, sebagai pelaksana pealyanan
kedokteran komprehensif, terpadu, berkesinambungan, pada pelayanan dokter tingkat
pertama; sebagai pelapis menuju ke pelayanan kedokteran tingkat kedua), sebagai "decicion
maker" (sebagai penentu pada setiap tindakan kedokteran, dengan memperhatikan semua
kondisi yang ikut mempengaruhinya), sebagai "communicator" (sebagai pendidik, penyuluh,
teman, mediator dan sebagai penasehat keluarga dalam banyak hal dan masalah: gizi,
narkoba, keluarga berencana, seks, HIV, AIDS, sters, kebersihan, pola hidup sehat, olah raga,
olah jiwa, kesehatan lingkungan), sebagai "community leader" (membantu mengambil
keputusan dalan ikhwal kemasyarakatan, utamanya kesehatan dan kedokteran keluarga,
sebagai pemantau, penelaah ikhwal kesehatan dan kedokteran keluarga), dan sebagai
"manager" (berkemampuan untuk berkolaborasi dalam kemitraan, dalam ikhwal penanganan
kesehatan dan kedokteran keluarga). 2
Five star doctor merupakan profil dokter ideal yang memiliki kemampuan untuk melakukan
serangkaian pelayanan kesehatan untuk memenuhi kualitas, kebutuhan, efektifitas biaya, dan
persamaan dalam dunia kesehatan. WHO menerapkan batasan bahwa dokter masa depan
wajib memenuhi kriteria lima kualitas seorang dokter, yaitu:
1. Care provider
Dalam memberikan pelayanan medis, seorang dokter hendaknya:
a. Memperlakukan pasien secara holistic
b. Memandang Individu sebagai bagian integral dari keluarga dan komunitas.
c. Memberikan pelayanan yang bermutu, menyeluruh, berkelanjutan dan
manusiawi.
d. Dilandasi hubungan jangka panjang dan saling percaya.
2. Decision maker
Seorang dokter diharapkan memiliki:
a. Kemampuan memilih teknologi
b. Penerapan teknologi penunjang secara etik
c. Cost Effectiveness
3. Communicator
Seorang dokter, dimanapun ia berada dan bertugas, hendaknya:
a. Mampu mempromosikan gaya hidup sehat.
b. Mampu memberikan penjelasan dan edukasi yang efektif.
c. Mampu memberdayakan individu dan kelompok untuk dapat tetap sehat.
4. Community leader
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seorang dokter hendaknya:
a. Dapat menempatkan dirinya sehingga mendapatkan kepercayaan
masyarakat.
b. Mampu menemukan kebutuhan kesehatan bersama individu serta
masyarakat.
c. Mampu melaksanakan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Manager
Dalam hal manajerial, seorang dokter hendaknya:
a. Mampu bekerja sama secara harmonis dengan individu dan organisasi di
luar dan di dalam lingkup pelayanan kesehatan, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan pasien dan komunitas.
b. Mampu memanfaatkan data-data kesehatan secara tepat dan berhasil guna.
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberkulosis, sebagian besar kuman menyerang paru tetapi dapat mengenai organ tubuh lain.
Sumber penularan adalah pasien TB dengan BTA + (Basilus Tahan Asam). Apabila pasien
dengan BTA+ bersin atau batuk dapat menyebarkan kuman melalui udara, dalam bentuk
percikan ludah (droplet nuklei). Biasanya penularan terjadi di dalam ruangan dimana
percikan dahak berada pada waktu yang lama & tempat yang lembab. Seseorang dapat
tertular TB selain ditentukan oleh konsentrasi kuman yang terhirup, lama kuman terhirup,
virulensi kuman, umur juga dipengaruhi oleh keadaan gen dari orang tersebut. Tidak semua
kuman yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan sakit, hal ini tergantung dari
kerentanan tubuh sebagai akibat interaksi beberapa faktor di dalam tubuh misalnya status
gizi, imunisasi, kepadatan hunian dan gen individu tersebut. 3
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.364/MENKES/SK/V/2009 dinyatakan bahwa penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan
penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dan salah satu
penyebab kematian, sehingga perlu dilaksanakan program penanggulangan TB secara
berkesinambungan. Strategi penemuan pasien TB baru tidak hanya melalui penemuan secara
pasif, tetapi penemuan secara aktif juga sangat diperlukan.
Pemeriksaan laboratorium
- Pengambilan sputum
Pengambilan sputum dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu sputum sewaktu-pagi-
sewaktu.
Apabila dari ketiga specimen hanya ada 1 yang SPS nya positif 
pemeriksaan rongent paru / pemeriksaan SPS ulangan. Apabila hasil radiologi
menunjukkan tanda-tanda TB  positif TB. Bila hasil radiologi adalah
negative  pemeriksaan SPS harus diulang.
Apabila ketiga specimen SPS hasilnya adalah negatif,  diberikan antibiotic
berspektrum luas (1-2 minggu). dengan amoksilin atau kotrimoksasol. Bila
dapam pengobatan antibiotik pasien tetap menunjukkan tanda-tanda TB ,
pemeriksaan SPS harus diulang. Jika setelah pengulangan hasil adalah positif
 positif TB.
- Pewarnaan dengan Ziehl Neelsen
Merupakan kriteria terpenting dalam menetapkan dugaan TB. Namun, metode
ini kurang sensitif, karena baru memberikan hasil positif bila terdapat >103
organisme/ml sputum.
- Kultur Lowenstein-Jensen
Kultur memiliki peran penting dalam menegakkan diagnosis TB karena
mempunyai sensitivitas dan spesivisitas yang lebih baik jika dibandingkan
dengan pewarnaan tahan asam. Kultur LJ ini merupakan baku emas dalam
pemeriksaan kuman TB karena sensitivitas dan spesifisitasnya masing-masing
99% dan 100%, akan tetapi waktu untuk memperoleh hasil kultur cukup lama
yaitu, kurang lebih 8 minggu.
- Uji tuberculin
Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB pada anak
didapat dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin.
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, bila terdapat gejala
seperti:
1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA
positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam
waktu 3-7 hari.
3. Terdapat gejala umum TB.
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan (yakni
di dalam kulit), dengan tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin
Unit ). Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur
diameter dari peradangan atau indurasi yang dinyatakan dalam
milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesa r > 10 mm pada anak
dengan gizi baik, dan pada anak-anak dengan gizi buruk. 3
Epidemiologi
TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global dan
nasional. Berdasarkan laporan global TB report tahun 2015 diketahui bahwa Indonesia
merupakan salah satu negara yang mempunyai beban TB yang terbesar diantara 5 negara
yaitu India, China, Nigeria, dan Pakistan. Pada tahun 2015, diperkirakan ada 1.000.000 kasus
TB di Indonesia di mana 324.000 ternotifikasi oleh Program. Dengan demikian masih ada
sekitar 680.000 (68%) kasus TB yang hilang atau tidak terlaporkan, sehingga hal tersebut
akan menjadi sumber penularan TB di masyarakat. Ditambah dengan muncul tantangan baru
bagi pengendalian TB, misalnya ko-infeksi TB-HIV, TB kebat obat (MDR), TB kormobid,
TB pada anak dan tantangan lain dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi.4
Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Kuman tersebut
mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus, atau
agak bengkok, bergranular atau lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alcohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA) serta tahan terhadap zat kimia
dan fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman
dan aerob. 5
Gambar 1: Bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC

Peran Dokter Keluarga dalam Kasus TBC


1. Primordial 6
Melakukannya dengan cara memperbaiki kondisi lingkungan
 Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang bersifat
tidak bernyawa, misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda
mati lainnya
 Lingkungan Biologis
Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh
tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.
 Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan manusia
dan usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan, seperti pendidikan pada tiap
individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan, jumlah
penghuni dan keadaan ekonomi.
 Lingkungan Rumah
Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan
rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding
serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni.
Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga
semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan
individu. 12
Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat
memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat
serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun
sosial, menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
829/Menkes/SK/VII/1999, syarat-syarat kesehatan rumah tinggal di antaranya :
1. Bahan Bangunan
Bahan bangunan yang digunakan tidak terbuat dari material yang bisa melepaskan zat-zat
yang berbahaya bagi kesehatan dengan kriteria debu total tidak melebihi 150 µgm3, asbes
bebas tidak lebih dari 0,5 fiber/m3/4 jam, dan timah hitam tidak lebih dari 300 mg/kg. Bahan
bangunan ini juga tidak terbuat dari material yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan
organisme-organisme pantogen.
2. Komponen dan Penataan Ruangan
Komponen-komponen rumah wajib memiliki ciri-ciri meliputi lantai bersifat kedap air dan
mudah dibersihkan, dinding di ruang tidur dan ruang keluarga harus dilengkapi dengan
lubang ventilasi agar sirkulasi udara dapat berjalan lancar, serta dinding di kamar mandi dan
tempat cuci wajib bersifat kedap air dan gampang dibersihkan. Begitu pun dengan langit-
langit yang mesti mudah dibersihkan dan tidak rawan menimbulkan kecelakaan.
Rumah yang dilengkapi dengan bumbu setinggi 10 meter harus didukung dengan penangkal
petir. Ruangan-ruangan di dalam rumah juga perlu ditata sedemikian rupa supaya bisa
berfungsi sebagaimana mestinya. Pun demikian halnya dengan ruangan dapur sebaiknya
disertai dengan sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
Ada dua macam pencahayaan yang mendukung keberadaan rumah tersebut. Di antaranya
yaitu pencahayaan alami dari sinar matahari dan pencahayaan buatan dari lampu. Kedua
pencahayaan ini harus bisa menerangi seluruh bagian ruangan dengan minimal intensitas
cahaya sekitar 60 lux dan tidak bersifat menyilaukan mata.
4. Kualitas Udara
Ketentuan kualitas udara di rumah yang baik antara lain suhu berkisar antara 18-30 derajat
celsius, kelembaban sekitar 40-70 persen, konsentrasi gas SO2 kurang dari 0,1 ppm/24 jam,
sirkulasi lancar, konsentrasi gas CO maksimal 100 ppm/8 jam, dan konsentrasi gas
formaldehide paling tinggi 120 mg/m3.
5. Ventilasi
Ukuran luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen setidaknya 10 persen dari
total luas lantai di masing-masing ruangan.
6. Binatang Penular Penyakit
Rumah yang sehat juga bebas dari binatang penular penyakit yang bersarang di dalamnya.
sebagai tambahan, contoh binatang-binatang tersebut yakni tikus, kecoak, lalat, kelabang, dan
lain-lain.
7. Air
Air di dalam rumah harus senantiasa tersedia dengan kapasitas minimal 60 liter/hari/orang.
Kualitas air yang bersih ini wajib memenuhi semua persyaratan kesehatan air bersih dan air
minum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
8. Sarana Penyimpanan
Rumah yang mempunyai sarana penyimpanan makanan yang aman, bersih, dan higienis.
9. Limbah
Limbah cair yang berasal dari rumah harus dikelola dengan baik supaya tidak mencemari
sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah. Begitu pula
dengan pengelolaan limbah padat wajib dikerjakan dengan sebaik-baiknya sehingga tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.
2. Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah
timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.
 Health Promotion
Upaya promotif dilakukan dengan beberapa cara:
a. Peningkatan pengetahuan tentang penanggulangan TBC melalui
pendidikan dan pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di
tempat kerja.
b. Penyuluhan
Materi penyuluhan terdiri dari:
Pengertian TB, penyebab TB, tanda dan gejala TB, cara penularan TB,
cara mencegah penularan TB, pengobatan TB, prognosis penyakit TB,
penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani,
peningkatan kepuasan kerja, peningkatan gizi kerja
 Spesific Protection
Memberikan vaksin BCG. Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-
bekukan untuk injeksi berupa suspensi. Sebelum digunakan serbuk vaksin
BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah disediakan secara
terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau
tempat bersuhu 2 – 8 0 C serta terlindung dari cahaya.
Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi
intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas
atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin
sulit menerima injeksi intradermal. 12
Selain pemberian vaksin, upaya mencegah penularan penyakit TBC, antara
lain:
- Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin
- Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi
desinfektan (air sabun)
- Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
- Menghindari udara dingin
- Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya
ke dalam tempat tidur
- Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari
- Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain
- Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein
- Meningkatkan ventilasi rumah
- Sterilisasi dahak, seprai, sarung bantal,dll dengan menggunakan
sinar matahari langsung atau sodium hipoklorit 1%
3. Sekunder
Pada pencegahan sekunder, sasaran kepada penderita TBC agar tidak menyebar
kepada orang-orang di sekitar
 Early diagnosis and promt treatment
Diagnosis dini TB paru dengan mengeathui bahwa ciri-ciri atau gejala
pasien yaitu:
- Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih
- Batuk diikuti dengan gejala tambahan yaitu batuk berdarah, sesak
napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan turun, BB turun,
malaise, keringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan.
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak
menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan
bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10
mg/kgbb/hari.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang
masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan
obat-obat ini.
Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat Dosis Harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu
(mg/kgBB/hari) (mg/kgBB/hari) (mg/kgBB/hari)
INH 5-15 (maks 300mg) 15-40 (maks 900mg) 15-40 (maks 900mg)
Rifampisin 10-20 (maks 600mg) 10-20 (maks 600mg) 15-20 (maks 600mg)
Pirazinamid 15-40 (maks 2gr) 50-70 (maks 4gr) 15-30 (maks 3gr)
Ethambutol 15-25 (maks 2,5gr) 50 (maks 2,5gr) 15-25 (maks 2,5gr)
Streptomisin 15-40 (maks 1gr) 25-40 (maks 1,5gr) 25-40 (maks 1,5gr)
Pengobatan TBC pada Dewasa
1. Kategori I : 2RHZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol setiap hari
(tahanp intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan Rifampsisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
2. Kategori II : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada penderita kambuh, penderita gagal terapi, dan penderita dengan
pengobatan setelah lalai minum obat
3. Kategori III : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif
Pengobatan TBC pada Anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2
INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin
setaip hari atau 2x seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada
resistensi terhadap INH)
2. 2HRZ/4H2R2
INH+Rifampisin+Pirazinamid setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH+Rifampisin setiap hari atau 2x seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)


Strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Strategi
tersebut terdiri atas 5 komponen:
1. Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi
TBC.
2. Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
3. Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-tuberkulosis jangka pendek, diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
4. Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
5. Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.

4. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TB. Dimulai dengan
diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara
psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,
kemudian rehabilitas pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selain itu, tindakan
pencegahan sebaiknya dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang
TB, yaitu dengan jalan sebagai berikut
 Perkembangan media
 Metode solusi problem keresistensian obat
 Perkembangan obat bakterisidal baru
 Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TB yang terkontrol
Pencegahan tersier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah jangan
sampai mengalami kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit
atau mencegah kematian. Dapat juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah efek
fisik, psikologis dan sosial.7
Kesehatan Anak
Dalam skenario, anak perempuan yang berinisial R saat ini sedang batuk batuk sudah 3
minggu tidak kunjung reda. Riwayat penurunan berat badan dan keringat malam juga ada.
Berat badan 12 kg, skar BCG +
 Berat badan ideal anak usia 1-5 tahun, berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.9

 Imunisasi wajib untuk bayi10


1. Hepatitis B
Vaksin ini diberikan saat bayi baru lahir, paling baik diberikan sebelum waktu 12 jam setelah
bayi lahir. Vaksin ini berfungsi untuk mencegah penularan hepatitis B dari ibu ke anak saat
proses kelahiran.
2. Polio
Vaksin polio diberikan sebanyak 4 kali sebelum bayi berusia 6 bulan. Vaksin ini bisa
diberikan pada saat lahir, kemudian pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Vaksin ini
diberikan untuk mencegah lumpuh layu.
3. BCG
BCG hanya diberikan sebanyak 1 kali dan disarankan pemberiannya sebelum bayi berusia 3
bulan. Paling baik diberikan saat bayi berusia 2 bulan. Vaksin BCG ini berfungsi untuk
mencegah kuman tuberkulosis yang dapat menyerang paru-paru dan selaput otak, dapat
menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
4. Campak
Vaksin campak diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada usia 9 bulan dan 24 bulan. Namun,
vaksin campak kedua pada usia 24 bulan tidak perlu lagi diberikan ketika anak sudah
mendapatkan vaksin MMR pada usia 15 bulan. Vaksin ini diberikan untuk mencegah
penyakit campak berat yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru), diare, dan bahkan
bisa menyerang otak.
5. Pentavalen (DPT-HB-HiB)
Pentavalen merupakan vaksin gabungan dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus), vaksin
HB (Hepatitis B), dan vaksin HiB (haemophilus influenza tipe B). Vaksin ini diberikan untuk
mencegah 6 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, pneumonia,
dan meningitis (radang otak). Vaksin ini diberikan sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 2 bulan, 3
bulan, 4 bulan, dan 18 bulan.

Kesimpulan
Tuberkulosis adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberkulosis yang utama menyerang organ paru-paru manusia. Tuberkulosis merupakan salah
satu problem utama epidemiologi kesehatan di dunia. Meningkatnya angka penderita
tuberkulosis disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya karakteristik demografi keluarga,
sosial-ekonomi, sikap keluarga itu sendiri, seperti ketidak tahuan akan akibat, komplikasi
serta cara merawat anggota keluarga yang menderita tuberkulosis. Pencegahan terhadap
infeksi tuberkulosis sebaiknya dilakukan sedini mugnkin, yang terdiri dari pencegahan
primer, sekunder dan tersier (rehabilitasi). Dengan demikian, pencegahan dan pengobatan
tuberculosis wajib dilaksanakan sebaik mungkin untuk mengurangi angka kejadian
bersamaan dengan partisipasi penduduk baik yang sehat maupun yang sudah terinfeksi.
Daftar Pustaka
1. Budiman C. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas / penulis, Budiman Chandra ;
editor penyelaras, Husny Muttaqin, Windriya Kerta Nirmala. – Jakarta : EGC, 2009.
2. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.
3. Crofton J. Tuberculosis klinis. Edisi ke-2, Jakarta : Widya Medika ; 2002. hal 23-4.
4. Depkes RI. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1997.
5. P Manalis H S. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru dan upaya
penanggulangannya. Jurusan ekologi kesehatan, Desember 2010, Vol.9 No.4 : 1341-45.
6. Aditama Tjandra et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2.
Cetakan ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. hal: 3-37
7. Soetono, Sadikin & Zanilda. Membangun praktek dokter keluarga mandiri. Jakarta:
Pengurus Besar IDI; 2006.
8. Pohan Imbalo. Tuberkulosis Paru. In: Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. hal: 438-50
9. Berapa Tinggi dan Berat Badan Ideal Anak Usia 1-5 Tahun? Tersedia
https://hellosehat.com/parenting/perkembangan-balita/tinggi-berat-badan-ideal-anak-1-5-
tahun/ diakses tanggal 14 Juli 2018.
10. Daftar Lengkap Imunisasi Wajib untuk Bayi Anda. Tersedia
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/jenis-jenis-imunisasi-wajib-bagi-anak/
diakses tanggal 14 juli 2018

Anda mungkin juga menyukai