Anda di halaman 1dari 123

PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI

TERHADAP TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI

DALAM USAHA SAYURAN ORGANIK

(Kasus: Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

Oleh:
MENDEZ FARDIAZ
A14202050

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

MENDEZ FARDIAZ. PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI TERHADAP


TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI DALAM USAHA
SAYURAN ORGANIK: Kasus Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor (Di Bawah Bimbingan DWI SADONO).

Pada saat sekarang ini, walaupun pemerintah telah melaksanakan berbagai

upaya untuk menyarankan kepada para petani agar bertani secara organik namun

masih belum banyak petani yang mau menerapkannya. Oleh karena itu perlu

diadakan penelitian terhadap para petani yang sudah lebih dulu menerapkan

pertanian secara organik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon petani terhadap pertanian

organik dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan petani mau

berusahatani secara organik. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir

Kecamatan Cibungbulang, Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai

dengan bulan Juli 2007. Pengambilan sampel penelitian ditentukan dengan

metode acak sederhana sehingga mendapatkan sampel yang berjumlah 35 orang.

Penelitian ini merupakan jenis deskriptif korelasional dengan metode penelitian

survey. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Data primer

diperoleh dari responden melalui pengisian kuisioner dan hasil wawancara,

sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor UPTD Penyuluhan Pertanian

Wilayah Cibungbulang. Dalam hal pengolahan data, untuk data kuantitatif diuji

melalui Chi-Square dan korelasi rank Spearman yang dilakukan dengan

menggunakan program SPSS .

Petani di Desa Ciaruteun Ilir pada umumnya adalah orang tua yang berusia

40-47 tahun ke atas. Para pemuda di desa ini lebih suka bekerja di sektor informal
seperti buruh atau pengojek. Lahan yang digarap petani sangat sempit dengan

rata-rata setiap petani menggarap sawah sekitar 1.101 m2-1.400 m2 dan sebagian

besar berasal dari tanah warisan. Petani juga memiliki tingkat pendidikan yang

relatif rendah, yaitu tamatan sekolah dasar dengan total 85,70 persen dari seluruh

responden. Dari total 35 orang, sebanyak 26 orang pernah mengikuti pendidikan

non-formal berupa pelatihan pertanian organik. Pengalaman bertani secara

konvensional petani di Desa Ciaruteun Ilir lebih lama dibandingkan bertani secara

organik. Dari semua jenis media massa yang ditanyakan, rata-rata tidak lebih dari

12 petani yang sering menambah pengetahuan bertani organik melalui media

massa. Media Billboard sering dipakai petani karena sifatnya yang mudah

dimengerti dan dapat dibaca secara sekilas.

Petani memiliki respon yang baik terhadap kehadiran pertanian organik.

Petani menyatakan bahwa pertanian organik sebagai upaya memenuhi kebutuhan

pangan, dan mekanismenya dapat mengurangi pencemaran lingkungan sehingga

kesuburan tanah dapat terjaga. Selain itu, pengurangan penggunaan pestisida

dapat mengurangi pembunuhan terhadap predator-predator hama yang

menguntungkan petani. Secara ekonomis, petani menyatakan dengan bertani

organik ternyata lebih menguntungkan daripada bertani secara konvensional.

Petani juga menyatakan bahwa untuk bertani organik tidaklah rumit. Selain itu,

hasil pertanian organik pun sangat mudah untuk diamati. Setelah mengetahui

banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari bertani organik, beberapa petani

menyatakan menerima pertanian organik dan masih ada juga beberapa petani

menyatakan ragu-ragu untuk beralih dari pertanian konvensional ke pertanian

organik. Petani pun menyatakan akan mengembangkan pertanian organik dan


akan mencari informasi lebih lanjut mengenai pertanian organik baik melalui

media massa maupun PPL.

Hasil analisis korelasi antara variabel tingkat pengambilan keputusan

inovasi dengan variabel karakteristik sosial ekonomi, menunjukkan variabel usia

dan luas lahan memiliki hubungan yang sangat nyata. Faktor pengalaman bertani

organik juga berhubungan nyata dengan keputusan petani untuk melakukan

pertanian organik. Tingkat pendidikan petani ternyata tidak berhubungan nyata

dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi yang berarti keputusan petani

bertani organik tidak dipengaruhi tinggi rendahnya pendidikan mereka. Walaupun

berpendidikan rendah, namun mereka mau menerima inovasi bertani secara

organik.

Dari variabel komunikasi, ternyata semua variabelnya berhubungan nyata

dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi. Bahkan, interaksi dengan radio,

surat kabar, pamflet dan PPL memiliki hubungan yang sangat nyata. Hal ini

berarti semakin banyak petani berinteraksi dengan media massa dan PPL yang

membahas pertanian organik, semakin mendorong petani untuk ikut mencoba

pertanian organik.

Dari kelima indikator variabel karakteristik inovasi ternyata empat

indikator yang mempunyai hubungan yang nyata dengan tingkat pengambilan

keputusan inovasi yaitu apakah pertanian organik memberikan keuntungan relatif

terhadap petani, apakah teknik pertanian memungkinkan untuk dicoba serta

bagaimanakah tingkat kesulitan teknik pertanian organik jika dibandingkan

dengan teknik pertanian konvensional dan tingkat kemungkinan diamatinya hasil


pertanian organik, sedangkan indikator tingkat kesesuaian tidak berhubungan

nyata.

Setelah melihat hubungan antara variabel karakteristik sosial ekonomi,

perilaku komunikasi dan karakteristik inovasi dengan tingkat pengambilan

keputusan inovasi, ternyata variabel perilaku komunikasi memiliki korelasi lebih

besar daripada variabel lainnya terhadap tingkat pengambilan keputusan inovasi.

Hal ini berarti, interaksi petani dengan media massa dan PPL menjadi faktor kuat

yang menyebabkan petani mengambil keputusan untuk bertani organik.

Saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini diantaranya (1)

kelompok tani perlu membuat lokasi khusus untuk pembuatan pupuk organik

secara kelompok. (2) petani diberikan pelatihan untuk menggolongkan hasil

produksi yang baik dan yang kurang baik dan dilakukan pengepakan dan

pelabelan bagi produk yang kualitasnya baik dan (3) menjadikan media massa dan

PPL sebagai media bagi pemerintah untuk menginformasikan inovasi-inovasi di

bidang pertanian, khususnya pertanian organik.


PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI

TERHADAP TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI

DALAM USAHA SAYURAN ORGANIK

(Kasus: Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

Oleh:

MENDEZ FARDIAZ

A14202050

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa penelitian yang ditulis oleh :


Nama : Mendez Fardiaz
No Pokok : A14202050
Judul : Pengaruh Karakteristik Petani terhadap Tingkat Pengambilan
Keputusan Inovasi dalam Usaha Sayuran Organik
(Kasus: Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Dwi Sadono, MSi


NIP.132 009 375

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus Ujian : 22 Agustus 2008


PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA PENELITIAN YANG


BERJUDUL “PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI TERHADAP
TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI DALAM USAHA
SAYURAN ORGANIK” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA
PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA PENELITIAN INI BENAR-BENAR HASIL
KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN
YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN
KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM
NASKAH.

Bogor, Agustus 2008

Mendez Fardiaz
A 14202050
RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kedua dari pasangan Prof.Dr.Ir.Dedi Fardiaz.MSc

dan Prof.Dr.Ir Srikandi Fardiaz (Alm) yang lahir pada tanggal 26 Desember 1982

di Jakarta. Pendidikan pertama ditempuh di Taman Kanak-Kanak Syntha, Bogor.

Selanjutnya pada tahun 1990 meneruskan sekolah di Sekolah Dasar Regina Pacis,

Bogor. Pada tahun 1998 penulis lulus dari SLTP Negeri 4, Bogor dan meneruskan

di SMU Negeri 3, Bogor yang kemudian lulus pada tahun 2001.

Pada tahun 2002 selanjutnya penulis diterima di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur SPMB pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat (KPM), Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, kekuatan serta jalan yang terbaik menurut-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik dan lancar. Penelitian

yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Petani terhadap Tingkat Pengambilan

Keputusan Inovasi dalam Usaha sayuran Organik”

Penelitian ini memang bukan merupakan studi yang pertama kali

mengenai pengambilan keputusan di Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu

diharapkan dapat menjadi masukan atau referensi berguna dalam kajian mengenai

pengambilan keputusan terhadap usaha sayuran organik dengan lingkungan sosial

mereka. Semoga skripsi ini bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, Agustus 2008

Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengemukakan ucapan terima kasih kepada
pihak tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :
1. Ir. Dwi Sadono, MSi selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam proses
pembuatan penelitian dan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi atas kesediannya menjadi dosen penguji
utama dalam ujian skripsi dan memberikan saran-saran kepada penulis.
3. Martua Sihaloho, SP, MSi atas kesediannya sebagai penguji wakil
departemen.
4. Papah & Mamah atas segala doa dan dukungannya.
5. Petani di Desa Ciaruteun Ilir atas ketersediaannya menjadi responden
penelitian ini.
6. Istriku tercinta yang telah menemani di setiap langkah dan semua menjadi
lebih berarti.
7. Teman-teman setia Arif, Yudi, Edi Botak, Ipan Ale, Bayu dan Munir
terima kasih atas dukungan dan doanya.
8. Teman-teman band LIEBE, terima kasih atas segala dukungan serta
doanya juga.”Keep on rock dude”.
9. KPM ’39, yang telah membuat waktu selama hampir 4 tahun terakhir
menjadi berkesan dan tidak terlupakan
10. Seluruh teman-teman ’38, ’39 dan ’40 serta tim KKP atas kebersamaannya
selama ini
11. Tim dosen KPM IPB dan seluruh staf Sosek Pertanian, terima kasih telah
memberikan pengajaran yang terbaik dan telah membantu selama
perkuliahan sampai pada pelaksanaan seminar.
12. Mba Maria dan Mba Nisa “nu pang geulisna”, atas semua bantuan dan
dukungannya.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi


DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Perumusan masalah ................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 4
1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................. 4

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ...................................................... 5


2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................... 5
2.1.1. Pertanian Organik ........................................................... 5
2.1.1.1. Pengertian Pertanian Organik ................................... 5
2.1.1.2. Tujuan Pertanian Organik ......................................... 7
2.1.1.3. Kegunaan Pertanian Organik .................................... 8
2.1.1.4. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian
Organik ...................................................................... 10
2.1.2. Penyuluhan Pertanian ..................................................... 11
2.1.3. Adopsi Inovasi ............................................................... 12
2.1.3.1. Pengertian Adopsi .................................................... 13
2.1.3.2. Atribut Inovasi ......................................................... 17
2.1.3.3. Interaksi Individual dan Kelompok dalam Adopsi
Inovasi ...................................................................... 18
2.1.3.4. Sumber Informasi dalam Adopsi Inovasi ................. 19
2.1.3.5. Faktor Intern dari Adopter ....................................... 22
2.1.3.6. Proses Adopsi Inovasi di Masyarakat ...................... 23
2.1.3.7. Langkah-langkah Proses Pengambilan Keputusan
Inovasi ...................................................................... 25
2.2. Penelitian Terdahulu ............................................................. 27
2.3. Kerangka Pemikiran .............................................................. 28
2.4. Hipotesis ................................................................................ 30
2.5. Definisi Operasional .............................................................. 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 33


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 33
3.2 Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data ..................... 33
3.3 Penentuan Sampel ................................................................. 34
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................. 34

BAB IV GAMBARAN UMUM ................................................................ 36


4.1. Keadaan Wilayah .................................................................. 36
4.2. Potensi Sumber Daya Alam .................................................. 36
4.3. Potensi Sumber Daya Manusia ............................................. 37
4.4. Potensi Kelembagaan ............................................................ 39
4.5. Keadaan Pertanian Organik di Desa Ciaruteun Ilir ............... 40
BAB V KARAKTERISTIK DAN PETANI TERHADAP
PERTANIAN ORGANIK .......................................................... 42

5.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani .................................... 42


5.1.1. Umur Petani .................................................................... 42
5.1.2. Luas Lahan ...................................................................... 42
5.1.3. Tingkat Pendidikan Formal ............................................. 43
5.1.4. Tingkat Pendidikan Non-Formal ..................................... 44
5.1.5. Pengalaman Bertani Konvensional ................................. 44
5.1.6. Pengalaman Bertani Organik .......................................... 45
5.2. Interaksi Petani dengan Media Massa ................................... 46
5.3. Karakteristik Inovasi ............................................................. 50
5.4. Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi .............................. 55

BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN KEPUTUSAN


INOVASI ...................................................................................... 62
6.1. Hubungan Antara Tingkat Pengambilan Keputusan
Inovasi dengan Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi ........ 62
6.2. Hubungan Antara Tingkat Pengambilan Keputusan
dengan Variabel Perilaku Komunikasi .................................. 64
6.3. Hubungan Antara Tingkat Pengambilan Keputusan
Inovasi dengan Variabel Karakteristik Inovasi ..................... 65
6.4. Hubungan Antara Tingkat Pengambilan Keputusan
dengan Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi, Perilaku
Komunikasi dan Karakteristik Inovasi .................................. 67

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 69


7.1. Kesimpulan ........................................................................... 69
7.2. Saran ...................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 71


LAMPIRAN ................................................................................................ 73
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Luas Lahan Darat dan Lahan Sawah Desa Ciaruteun Ilir,
Kecamatan Cibungbulang ..................................................................... 37

Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Desa


Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang ............................................... 38

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa


Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang .............................................. 39

Tabel 4. Data Kelompok Tani di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan


Cibungbulang ......................................................................................... 40

Tabel 5. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Kelompok Umur ........... 42

Tabel 6. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Luas Lahan Sawah
yang Digarap ........................................................................................... 43

Tabel 7. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pendidikan Formal


yang Ditamatkan ..................................................................................... 43

Tabel 8. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pendidikan


Non-formal yang diikuti ......................................................................... 44

Tabel 9 Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pengalaman


Bertani Konvensional .............................................................................. 45

Tabel 10. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pengalaman


Bertani Organik ....................................................................................... 45

Tabel 11. Tingkat Karakteristik Sosial Ekonomi Petani di Desa Ciaruteun Ilir ..... 46

Tabel 12. Frekuensi Pemanfaatan Media Massa oleh Petani di Desa Ciaruteun
Ilir dalam Setahun Terakhir .................................................................... 47

Tabel 13. Tingkat Perilaku Komunikasi Petani dalam Pemanfaatan Media Massa
untuk Pertanian Organik .......................................................................... 48

Tabel 14. Jumlah Media Massa yang Dimanfaatkan sebagai Sumber Informasi
Petani untuk Memperoleh Pengetahuan Pertanian Organik ..................... 49

Tabel 15. Frekuensi Pertemuan Petani di Desa Ciaruteun Ilir dengan PPL ............. 49
Tabel 16. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kesesuaian Bertani
Organik dengan Lingkungan ..................................................................... 50

Tabel 17. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Bertani Organik
Secara Ekonomis ....................................................................................... 51

Tabel 18. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Perbandingan


Kerumitan Bertani Organik dengan Konvensional .................................. 52

Tabel 19. Pendapat Petani di Desa Ciaruteun Ilir mengenai Demplot


untuk Bertani Organik ............................................................................... 53

Tabel 20. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kemungkinan


Diamatinya Hasil Bertani Organik ............................................................ 54

Tabel 21. Tingkat Karakteristik Inovasi …………………………………………... 54

Tabel 22. Pengetahuan Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Bertani


Organik Ramah Lingkungan dan Bernilai Ekonomis .............................. 55

Tabel 23. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir ketika Pertama Kali Mendengar
Pertanian Organik ..................................................................................... 56

Tabel 24. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Tata Cara Bertani
Organik ...................................................................................................... 56

Tabel 25. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir untuk Beralih Menjadi
Petani Organik .......................................................................................... 57

Tabel 26. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Penggunaan


Pupuk Hijau .............................................................................................. 58

Tabel 27. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Penggunaan


Pestisida Organik ..................................................................................... 59

Tabel 28. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Pembuatan Demplot ......... 59

Tabel 29. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Pengembangan


Teknik Organik ........................................................................................ 60

Tabel 30. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir untuk Menambah Informasi
Melalui Media Massa dan PPL ................................................................ 61

Tabel 31. Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi ………………………………. 61

Tabel 32. Hasil Uji Statistik Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi ....................... 63
Tabel 33. Hubungan antara Tingkat Pengambilan Keputusan dengan Variabel
Perilaku Komunikasi ................................................................................. 65

Tabel 34. Hubungan antara Karakteristik Inovasi dengan Tingkat Pengambilan


Keputusan Inovasi ..................................................................................... 67

Tabel 35. Hubungan antara Variabel-variabel terhadap Pengambilan


Keputusan Inovasi ..................................................................................... 68
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ”Pengaruh Karakteristik Petani terhadap


Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi pada Usaha Sayuran
Organik” ................................................................................................. 29
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1. Kuisioner .......................................................................................... 74

Lampiran 2. Definisi Operasional ......................................................................... 79

Lampiran 3. Hasil Uji Korelasi Rank Spearmen .................................................. 83

Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi Chi- Square ....................................................... 103

Lampiran 5. Peta Wilayah Kecamatan Cibungbulang ......................................... 105


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awal permulaan tahun 1970-an, pemerintah Indonesia melaksanakan

suatu program pembangunan pertanian yang dikenal dengan sebutan revolusi

hijau. Masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan program BIMAS.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas pertanian khususnya sektor

pertanian pangan dengan menerapkan teknologi pertanian modern. Program

tersebut mampu merubah sikap petani dari anti teknologi menjadi mau

memanfaatkan teknologi pertanian modern, dan peranan agen penyuluhan

pertanian adalah untuk membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan

yang baik dengan cara berkomunikasi dan memberikan informasi serta

menyebarkan inovasi yang mereka perlukan.

Menurut Soetrisno (2002), secara makro program revolusi hijau berhasil

karena mampu meningkatkan produktivitas sub-sektor pertanian pangan, Akan

tetapi secara mikro revolusi hijau menimbulkan permasalahan sendiri. Salah satu

masalah yang penting adalah terjadi uniformitas bibit tanaman di Indonesia. Hal

tersebut mengakibatkan sub-sektor pertanian pangan rentan terhadap barbagai

hama. Meskipun produktivitas sub-sektor pertanian pangan tinggi, tetapi tidak

memiliki ketahanan hidup yang lama. Revolusi hijau juga membuat petani

menjadi bodoh. Banyak pengetahuan lokal dilupakan oleh petani. Ketergantungan

pada teknologi industri pertanian membuat rentan terjadinya objek permainan

produk-produk seperti pupuk kimia.


Selain itu, juga digunakan pestisida sebagai salah satu cara untuk

mengendalikan hama yang bisa merugikan panen mereka. Sering kali cara yang

dilakukan tersebut justru membahayakan, dimana pupuk kimia yang digunakan

membuat kondisi tanah kurang subur, pestisida mengakibatkan pencemaran

lingkungan dan hilangnya predator alami yang justru berperan dalam menciptakan

keseimbangan ekosistem. Melihat kenyataan ini, perlu adanya sistem yang

menjamin terciptanya lingkungan yang sehat dan ramah yang salah satunya

melalui sistem organik.

Prospek ekonomis dari pertanian ini cukup baik seiring dengan

berubahnya pola konsumsi manusia, dimana manusia lebih memilih makanan

yang sehat meskipun dengan harga yang lebih mahal (Soetrisno, 2002). Lebih

lanjut, Prawoto (2002) menambahkan bahwa adanya perbaikam mutu kehidupan

dan gaya hidup sehat untuk kembali ke alam. Gerakan ini didasari bahwa apa

yang berasal dari alam adalah baik dan berguna, dan segalanya yang baik di alam

itu selalu berada dalam keseimbangan.

Menurut Organic Farming Research Foundation (OFRF), pertanian

organik adalah sistem manajemen produksi ekologis yang mendukung dan

memperkaya keanekaragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.

Terdapat delapan alasan pentingnya pertanian organik. Pertama, budidaya

pertanian secara konvensional yang menggunakan pestisida kimia atau sintesis

secara berlebihan akan menghasilkan residu bahan-bahan kimia yang bersifat

karsiogenik yang dapat memicu terbentuknya kanker. Kedua, hasil penelitian

tahun 1980-an menyimpulkan bahwa rata-rata anak-anak yang terkena bahan

beracun penyebab kanker, empat kali lebih banyak daripada orang dewasa yang

2
sebagian berasal dari jenis-jenis makanan anak-anak yang mereka makan. Ketiga,

dengan mengkonsumsi pangan organik dapat membantu dalam pemulihan

ekosistem alam yang telah rusak. Keempat, dengan menciptakan sistem budidaya

organik akan menciptakan pula kondisi lingkungan yang sehat dan

menguntungkan bagi kesehatan petani. Kelima, membantu dalam mendukung

petani-petani lokal yang masih berskala kecil. Keenam, mengkonsumsi pangan

organik sama dengan menghemat uang untuk anggaran kesehatan karena pangan

organik mampu menjaga kesehatan tubuh. Ketujuh, dari segi kualitas terasa lebih

manis, renyah dan wangi empuk serta awet. Kedelapan, pangan organik sebaiknya

harus bebas dari bahan-bahan hasil rekayasa genetik.

Pada saat sekarang ini, walaupun pemerintah telah melaksanakan berbagai

upaya untuk menyarankan kepada para petani agar bertani secara organik namun

masih belum banyak petani yang mau menerapkannya. Oleh karena itu perlu

diadakan penelitian terhadap para petani yang sudah lebih dulu menerapkan

pertanian secara organik. Tujuannya adalah mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi pengambilan keputusan petani untuk bertani secara organik.

1.2 Perumusan Masalah

Pertanian organik memberikan dampak yang baik bagi kesejahteraan

kehidupan petani, karena harga dan kualitasnya yang bermutu tinggi. Oleh karena

itu kegiatan pertanian organik perlu diadopsi oleh petani untuk kaum petani.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi bahayanya pestisida bagi

kesehatan manusia, beragam informasi yang disampaikan mengenai seputar

bahaya pestisida dan berbagai bentuk kerusakan lingkungan akibat dari aktivitas

pertanian disebarluaskan melalui kegiatan penyuluhan, organisasi, dan kelompok

3
tani, dan serta tidak ketinggalan yaitu media massa. Tetapi kebiasaan para petani

yang melakukan pertanian konvensional tersebut sulit untuk diubah dan

digantikan oleh informasi baru berdasarkan sistem pertanian baru tersebut, apalagi

teknik konvensional tersebut telah dibuktikan dapat menghasilkan produksi

petanian yang secara kuantitas relatif menguntungkan dan sampai saat ini masih

diterapkan secara dominan dalam pengelolaan usaha sayuran. Sehubungan dengan

hal tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian

ini adalah : (1) Bagaimana respon petani terhadap pertanian organik, dan (2) Apa

faktor-faktor yang menyebabkan petani mau untuk berusahatani secara organik.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengarah pada rumusan permasalahan yang telah dikemukakan di atas,

maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji respon petani terhadap

pertanian organik, dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan petani

mau untuk berusahatani secara organik.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum

seputar adopsi inovasi pada pertanian organik khusunya sayuran oleh petani di

Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang kepada para pembaca. Disamping itu,

dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat adopsi

inovasi pada pertanian organik, faktor-faktor tersebut dapat ditindaklanjuti untuk

memperluas skala adopsi inovasi di wilayah setempat. Dengan demikian

penelitian diharapkan dapat mendorong pengembangan adopsi inovasi tersebut

lebih lanjut ke skala yang lebih luas.

4
BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pertanian Organik

2.1.1.1 Pengertian Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan suatu sistem pertanian yang didisain dan

dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang

berkelanjutan (Winarno dalam Wisnuwardhani, 2002). Pertanian organik menurut

Codex Alimentarius Commision (CAC) adalah suatu sistem manajemen pertanian

holistik (integral) yang mempromosikan dan menunjang kesehatan agroekosistem

(ekosistem pertanian), termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologi, dan

aktivitas biologis tanah. Definisi pertanian organik adalah sistem manajemen

produksi ekologis yang mendukung dan memperkaya keanekaragaman hayati,

siklus biologis, dan aktivitas tanah. Menurut standar nasional Indonesia ( SNI,

2002), pertanian organik merupakan salah satu dari sekian banyak cara yang dapat

mendukung lingkungan. Sistem produksi organik didasarkan pada standar

produksi yang spesifik dan tepat, bertujuan pada pencapaian agroekosistem yang

optimal, dan berkelanjutan baik secara sosial, ekologi maupun ekonomi.

Pertanian yang mirip dengan kelangsungan hidup hutan disebut pertanian

organik, karena kesuburan tanaman berasal dari bahan organik secara alamiah.

Pengertian lain pertanian organik adalah sistem pertanian (dalam hal bercocok

tanam) yang tidak mempergunakan bahan kimia, tetapi menggunakan bahan


organik. Bahan kimia tersebut dapat berupa pupuk, pestisida, hormon

pertumbuhan, dan lain sebagainya (Pracaya, 2004).

Prinsip pertanian organik yaitu berteman akrab dengan lingkungan, tidak

mencemarkan dan merusak lingkungan hidup. Cara yang ditempuh agar tujuan

tersebut tercapai antara lain (Pracaya, 2004) :

1. Memupuk dengan kompos, pupuk kandang, guano.

2. Memupuk dengan pupuk hijau.

3. Memupuk dengan limbah yang berasal dari kandang ternak, pemotongan

hewan (RPH), septic tank.

4. Mempertahankan dan melestarikan habitat tanaman dengan pola tanam

polikultur.

Bahan kimia dalam pertanian konvensional, dipergunakan untuk

menyuburkan tanah dan memberantas hama dan penyakit. Dengan pertanian

organik, kedua macam kegiatan tersebut dapat diatasi. Selain menggunakan pupuk

kandang, tanaman yang termasuk famili leguminosae misalnya kacang-kacangan

mempunyai bintil akar yang dapat menambat nitrogen dari udara dan kemudian

mengubahnya menjadi nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman.

Adapun pestisida yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit,

dapat diganti dengan pestisida organik. Beberapa tanaman yang dapat digunakan

sebagai pestisida organik yaitu nimba, tembakau, mengkudu, mahoni, papaya, dan

lain sebagainya. Pestisida organik ini mudah membuatnya, tidak mencemari

udara, tidak berbahaya, tidak meracuni konsumen karena cepat terurai, dan

tanamannya mudah diperoleh, serta dapat ditanam di kebun.

6
2.1.1.2 Tujuan Pertanian Organik

Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture

Movement, 1997), tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan sistem

pertanian organik adalah :

1. Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah

yang cukup.

2. Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang

mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.

3. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usahatani dengan

mengaktifkan kehidupan jasad remik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta

hewan.

4. Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.

5. Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbaharui yang berasal dari

sistem usaha tani itu sendiri.

6. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik didalam maupun

di luar usahatani.

7. Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan

perilakunya yang hakiki.

8. Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin

dihasilkan oleh kegiatan pertanian.

9. Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat

tanaman dan hewan.

10. Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian

(terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi

7
manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan

kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat.

11. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usahatani terhadap

kondisi fisik dan sosial.

2.1.1.3 Kegunaan Pertanian Organik

Kegunaan budidaya organik pada dasarnya adalah meniadakan atau

membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya

kimiawi. Pupuk organik dan pupuk hayati mempunyai berbagai keunggulan nyata

dibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik dengan sendirinya merupakan

keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber unsur hara

makro dan mikro yang dapat dikatakan cuma-cuma. Pupuk organik dan pupuk

hayati berdaya ameliorasi ganda dengan bermacam-macam proses yang saling

mendukung, bekerja menyuburkan tanah dan sekaligus mengkonservasikan dan

menyehatkan unsur tanah serta menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran

lingkungan (Sutanto, 2002).

Beberapa hal yang mencakup kegunaan budidaya organik dalam

meniadakan atau membatasi keburukan budidaya kimiawi dan kemungkinan

resiko terhadap lingkungan adalah (Sutanto, 2002) :

1. Menghemat penggunaan hara tanah, berarti memperpanjang umur produktif

tanah.

2. Melindungi tanah terhadap kerusakan karena erosi dan mencegah degradasi

tanah karena kerusakan struktur tanah (pemampatan tanah).

8
3. Meningkatkan penyediaan lengas tanah sehingga menghindarkan

kemungkinan resiko kekeringan dan memperbaiki ketersediaan hara tanah dan

hara yang berasal dari pupuk mineral, berarti meningkatkan kemangkusan

penggunaannya, dan sekaligus menghemat penggunaan pupuk buatan yang

harganya semakin mahal.

4. Menghindari terjadinya ketimpangan (unbalance) hara, bahkan dapat

memperbaiki neraca (balance) hara dalam tanah.

5. Melindungi pertanaman terhadap cekaman (stress) oleh unsur-unsur yang ada

dalam tanah (Fe, Al, Mn) atau yang masuk ke dalam tanah dari bahan-bahan

pencemar (jenis logam berat).

6. Tidak membahayakan kehidupan flora dan fauna tanah, bahkan dapat

menyehatkannya, berarti mempunyai daya memelihara ekosistem tanah.

7. Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, khususnya atas sumberdaya air,

karena zat-zat kimia yang terkandung berkadar rendah dan berbentuk senyawa

yang tidak mudah larut.

8. Berharga murah karena pupuk organik terutama dihasilkan dari bahan-bahan

yang tersedia di dalam usahatani itu sendiri dan pupuk hayati hanya

diperlukan dalam jumlah yang relatif sedikit, sehingga dapat menekan biaya

produksi.

9. Merupakan teknologi berkemampuan ganda (sumber hara dan pembenah

tanah), sehingga cocok sekali untuk diterapkan pada tanah-tanah berpersoalan

ganda yang terdapat cukup luas terutama di luar Pulau Jawa

9
2.1.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian Organik

Berkembangnya suatu sistem, dalam hal ini sistem budidaya, tentu

mempunyai kelebihan maupun kekurangan apabila dibandingkan dengan sistem

yang lain. Demikian pula sistem pertanian organik mempunyai kelebihan dan

kekurangan dibandingkan sistem pertanian non-organik (Pracaya, 2004).

Kelebihan dari digunakannya sistem pertanian organik antara lain :

a) Tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimia sehingga tidak

menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air, maupun

udara, serta produknya tidak mengandung racun.

b) Tanaman organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan tanaman

non-organik.

c) Produk tanaman organik lebih mahal.

Sistem pertanian organik juga mempunyai faktor kekurangan atau

kelemahan, yaitu sebagai berikut :

a) Kebutuhan tenaga kerja lebih banyak, terutama untuk pengendalian hama dan

penyakit. Umumnya, pengendalian hama dan penyakit masih dilakukan secara

manual. Apabila menggunakan pestisida alami, perlu dibuat sendiri karena

pestisida ini belum ada di pasaran.

b) Penampilan fisik tanaman organik kurang bagus (misalnya berukuran lebih

kecil dan daun berlubang-lubang) dibandingkan dengan tanaman yang

dipelihara secara non-organik.

10
2.1.2 Penyuluhan Pertanian

Istilah penyuluhan dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang

bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian halnya

dengan masyarakat luas. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan produksi

pertanian, hal ini dicapai dengan usaha merangsang petani untuk memanfaatkan

teknologi modern dan ilmiah yang dikembangkan melalui suatu penelitian (Van

den Ban dan Hawkins, 1999).

Penyuluhan dapat didefinisikan secara sistematis sebagai proses yang

bertujuan:

1. Membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan

melakukan perkirakan ke depan.

2. Membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya

masalah dari analisis tersebut.

3. Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap

suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan

pengetahuan yang dimiliki petani.

4. Membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan

dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang

ditimbulkannya, sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif

tindakan.

5. Membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut

pendapat mereka sudah optimal.

6. Meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya.

11
7. Membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan

mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan.

2.1.3 Adopsi Inovasi

Pengertian inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971) mengartikan

inovasi sebagai suatu praktek, ide, atau objek yang dirasakan sebagai sesuatu yang

baru oleh seseorang (individu). Lebih lanjut Lionberger dan Gwin dalam

Mardikanto (1988) menekankan bahwa inovasi tidak hanya dirasakan oleh

seseorang atau individu, tetapi juga menjadi sesuatu yang dinilai baru oleh

sekelompok masyarakat dalam lokalitas tertentu.

Sehubungan dengan hal tersebut, Mardikanto (1988) memaparkan bahwa

pengertian baru tersebut mengandung makna bukan sekedar baru diketahui dalam

artian pikiran (kognitif), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara

luas dalam artian sikap (attitude), dan juga baru baru dalam artian diputuskan

untuk dilaksanakan atau digunakan. Oleh karena itu, pengertian inovasi tidak

hanya terbatas pada pengertian benda atau hasil barang produksi, tetapi mencakup

ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi atau gerak-gerakan menuju pada

proses perubahan didalam kehidupan masyrakat. Dengan demikian, pengertian

tentang inovasi dapat diperluas menjadi sesuatu ide, perilaku, produk, informasi,

dan praktik-praktik baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan

atau dilaksanakan oleh sekelompok warga masyarakat dalam suatu lokalitas

tertentu untuk melakukan perubahan tertentu di bidang ekonomi, politik, dan

sosial budaya demi tercapainya perbaikan mutu hidup seluuh masyarakat

bersangkutan.

12
Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal

ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut

proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang

mempengaruhinya. Sehubungan dengan tahapan adopsi inovasi menurut

Wilkening dalam Rogers dan Shoemaker (1971), terdiri dari lima tahap yaitu (1)

kesadaran, seseorang mengetahui adanya ide-ide baru tetapi kekurangan informasi

mengenai hal-hal tersebut; (2) minat, seseorang mulai menaruh minat terhadap

inovasi dan mencari informasi lebih lanjut mengenai inovasi; (3) menilai,

sesorang mengadakan penilaian terhadap ide-ide baru dan menghubungkan

dengan situasi dirinya saat ini dan masa mendatang serta menentukan mencoba

atau tidak; (4) mencoba, seseorang menerapkan ide dalam skala kecil untuk

menentukan kegunaanya. Apakah sesuai dengan dirinya; (5) menerapkan,

seseorang menggunakan ide-ide secara tetap dalam skala luas.

2.1.3.1 Pengertian Adopsi

Adopsi dapat dikatakan suatu proses mental pada diri seseorang, pada saat

menerima atau mengetahui sesuatu yang baru bagi dirinya. Rogers dan Shoemaker

(1971) menyatakan bahwa proses adopsi merupakan proses mental yang terjadi

pada diri seseorang sejak pertama kali mengenal inovasi sampai memutuskan

untuk mengadopsi inovasi tersebut. Sehubungan dengan itu, Mardikanto (1988)

menyatakan bahwa adopsi diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik

berupa pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada seseorang setelah

menerima inovasi yang disampaikan sumber informasi, baik media cetak maupun

interpersonal. Menurut Soekartawi seperti dikutip oleh Iskandar (1999) proses

13
adopsi merupakan proses pengambilan keputusan dimana dalam proses tersebut

dipengaruhi oleh faktor sikap mental untuk mengadopsi inovasi dan adanya

konfirmasi dari keputusan yang telah diambil.

Konsep adopsi inovasi tersebut banyak kekurangannya antara lain menurut

Hanafi seperti dikutip oleh Iskandar (1999), teori tersebut menyatakan bahwa

proses adopsi berakhir dengan keputusan mengadopsi, sedangkan kenyataanya

mungkin hasil akhirnya penolakan. Biasanya proses dilanjutkan dengan pencarian

untuk memperkuat atau memperkukuh keputusan yang telah dibuatnya. Mungkin

juga seseorang berubah dari menerima menjadi menolaknya dan sebaliknya.

Menurut Soekartawi seperti dikutip dari Iskandar (1999), tidak semua keputusan

melalui kelima tahapan yang dikemukakan dalam teori adopsi yang dijelaskan

sebelumnya, urutan pengambilan keputusan kadang-kadang terjadi tumpang tindih

pada berbagai tahapan yang ada.

Rogers dan Shoemaker (1971) menyempurnakan teori adopsi tersebut

menjadi teori pengambilan keputusan inovasi. Keputusan inovasi adalah proses

mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan

untuk menerima atau menolak kemudian mengukuhkannya. Keputusan inovasi

merupakan suatu tipe pengambilan keputusan dimana seseorang harus memilih

alternatif baru setelah adanya inovasi .

Keputusan inovasi terdiri dari empat tahap, yaitu (1) tahap pengenalan,

dimana orang mengetahui adanya inovasi; (2) tahap persuasi, dimana orang

memebentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi tersebut; (3)

tahap keputusan, dimana seseorang harus memilih alternatif pilihan untuk

menerima atau menolak inovasi tersebut; (4) tahap konfirmasi, diaman orang

14
mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya (Rogers dan

Shoemaker, 1971) Rogers (1995) menambahkan suatu tahapan lagi yaitu tahap

implementasi, sehingga menjadi lima tahap, yaitu (1) tahap pengenalan, (2) tahap

persuasi, (3) tahap keputusan, (4) tahap implementasi, dan (5) tahap konfirmasi.

Tahapan Adopsi Inovasi menurut Soekartawi (2005) adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui untuk pertama kalinya (sadar dan menaruh minat)

Pada tahapan kesadaran, petani untuk pertama kalinya belajar tentang

sesuatu yang baru. Informasi yang dipunyai tentang teknologi baru yang akan di

adopsi itu masih bersifat umum. Petani mengetahui sedikit sekali bahkan

informasi yang diketahui tersebut kadang-kadang tidak ada kaitannya dengan

kualitas khusus yang diperlukan untuk melakukan adopsi. Misalnya, informasi

tersebut tidak berisikan bagaimana cara melakukan ide baru tersebut, bagaimana

tentang ide baru tersebut apakah menguntungkan atau tidak, dan sebagainya.

Sebaliknya pada tahapan menaruh minat, petani mulai mengembalikan informasi

yang diperoleh dalam menimbulkan dan mengembangkan minatnya untuk

melakukan adopsi inovasi. Petani mulai mempelajari secara lebih terperinci

tentang ide baru tersebut, bahkan tidak puas kalau hanya mengetahui saja tetapi

ingin berbuat yang lebih dari itu. Oleh karenanya pada tahapan ini petani mulai

mengumpulkan informasi dari berbagai pihak, apakah itu dari media cetak atau

dari media elektronik. Bahkan sering dijumpai adanya upaya yang terus-menerus

untuk mencari informasi yang juga datangnya dari dari berbagai sumber informasi

yang lain seperti tetangga, teman atau para penyuluh pertanian.

2. Menerima ide baru tersebut setelah mereka “mengevaluasi”

15
Pada tahapan ini, seseorang yang telah mendapatkan informasi dan bukti

yang telah dikumpulkan pada tahapan sebelumnya dalam menentukan apakah ide

baru tersebut akan diadopsi atau tidak, maka diperlukan kegiatan yang disebut

“evaluasi”. Maksudnya tentu saja untuk mempertimbangkan lebih lanjut apakah

minat yang telah ditimbulkan tersebut perlu diteruskan atau tidak. Hal ini berarti

petani mulai menilai secara sungguh-sungguh dan mengaitkannya dengan situasi

yang mereka miliki. Pekerjaan melakukan evaluasi memang tidak semudah seperti

yang digambarkan di sini. Di dalam kenyataan sehari-hari, pekerjaan evaluasi ini

berjalan dalam suatu dimensi waktu, mungkin dapat satu minggu atau bahkan

setahun atau mungkin lebih.

3. Menerima ide tersebut setelah mereka “mencoba”

Pada tahapan ini, petani atau individu dihadapkan dengan suatu problema

yang nyata. Ia harus secara nyata menuangkan buah pikirannya tentang minat dan

evaluasi tentang ide baru tersebut dalam suatu kenyataan yang sebenarnya.

Pemikiran itu harus dituangkan dalam praktek, sesuai dengan apa yang disebut

dengan tahapan “mencoba” dari ide baru tersebut. Hal ini berarti bahwa ia harus

belajar, apa yang disebut ide baru, bagaimana melakukannya, mengapa harus ia

lakukan, dengan siapa ia melakukan ide baru tersebut, apakah dilakukan sendiri

atau berkelompok dan dimana ia harus melakukan percobaan itu. Untuk itu

kadang-kadang diperlukan bantuan dari pihak lain yang lebih kompeten agar

upaya melakukan percobaan ide baru tersebut untuk skala kecil, adalah tetap

berhasil. Hal ini bermaksud untuk membuktikan keberhasilan eksperimen yang

mereka lakukan.

16
4. Adopsi dalam skala yang lebih luas

Pada tahapan ini, petani atau individu telah memutuskan bahwa ide baru

yang ia pelajari adalah cukup baik untuk diterapkan di lahannya dalam skala yang

lebih luas. Tahapan “adopsi” ini barangkali yang paling menentukan dalam proses

kelanjutan pengambilan keputusan lebih lanjut.

2.1.3.2 Atribut Inovasi

Atribut inovasi tidak harus diasumsikan seperti telah menjadi masa lalu,

bahwa semua inovasi adalah unit padanan tentang suatu analisa. Asumsi ini

adalah suatu penyederhanaan yang berlebihan. Karakteristik dari inovasi, seperti

yang dirasakan oleh individu, membantu menjelaskan ke arah yang berbeda

tentang adopsi (Rogers, 2003). Atribut dalam Inovasi yaitu (1) relative advantage,

(2) compatibility, (3) kompleksitas, (4) trialability, dan (5) observability.

1. Keuntungan Relatif (Relative Advantage) merupakan derajat tingkat bagi

suatu inovasi yang dirasa lebih baik daripada gagasan lain. Derajat tingkat dari

keuntungan yang relatif mungkin terukur dalam terminologi ekonomi, tetapi

faktor gengsi sosial, kenyamanan, dan kepuasan juga merupakan faktor yang

penting. Semakin besar keuntungan untuk adopter yang dirasakan dari suatu

inovasi, adopsi akan semakin cepat tingkatnya.

2. Kesesuaian (Compability) merupakan derajat tingkat bagi suatu inovasi yang

dirasa sebagai hal yang konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman

masa lalu, dan kebutuhan orang yang potensial. Suatu gagasan yang tidak

cocok atau bertentangan dengan norma-norma dan nilai-nilai suatu sistem

sosial tidak akan diadopsi dengan cepat sebagai suatu inovasi. Adopsi dari

17
suatu inovasi yang tidak cocok atau bertentangan sering memerlukan adopsi

yang terdahulu dari suatu sistem nilai yang baru, dimana suatu proses yang

secara relatif lebih lambat.

3. Kerumitan (Kompleksitas) merupakan derajat tingkat bagi suatu inovasi yang

dirasa sulit untuk dipahami dan digunakan. Inovasi ada beberapa yang siap

dipahami oleh kebanyakan anggota dari suatu sistem sosial, sedangkan yang

lain dapat lebih rumit dan diadopsi lebil lamban.

4. Kemungkinan dicoba (Trialability) merupakan derajat tingkat bagi suatu

inovasi yang mungkin dicoba dengan dibatasi suatu basis. Gagasan yang baru

dapat dicoba dengan memakai rencana angsuran akan secara umum diadopsi

dengan lebih cepat dibanding inovasi yang tidak dapat dibagi.

5. Kemungkinan diamati (Observabilitas) merupakan derajat tingkat bagi suatu

inovasi dimana hasil dari inovasi tersebut terlihat oleh orang lain. Semakin

mudah untuk individu melihat hasil dari suatu inovasi, maka semakin mungkin

bagi mereka untuk mengadopsi. Hal seperti itu merangsang diskusi panutan

dari suatu gagasan yang baru, contohnya seperti tetangga atau para teman dari

suatu orang yang sering meminta informasi evaluasi inovasi tentang itu.

2.1.3.3 Interaksi Individual dan Kelompok dalam Adopsi Inovasi

Karakteristik individu maupun kelompok kadang-kadang berbeda satu

sama lain dan itu biasanya bersifat lokal. Oleh karena itu kecepatan petani kecil

untuk melakukan adopsi inovasi tentu akan berbeda bila dibandingkan dengan

kecepatan mengadopsi yang dilakukan petani besar.

18
Karena adopsi inovasi adalah hasil dari kegiatan suatu komunikasi

pertanian dan karena komunikasi itu melibatkan interaksi sosial antara anggota

masyarakat, maka proses adopsi inovasi tidak terlepas dari pengaruh interaksi

antar individu, anggota masyarakat atau kelompok masyarakat, juga pengaruh dari

interaksi antar kelompok dalam suatu masyarakat. Karena interaksi sosial inilah

maka tiap tahapan adopsi inovasi selalu dipengaruhi oleh interaksi individual dan

kelompok.

2.1.3.4 Sumber Informasi dalam Adopsi Inovasi

Sumber informasi dapat berasal dari media masa, tetangga, teman, petugas

penyuluhan pertanian, pedagang, pejabat desa, atau dari informan lainnya.

Pada tahapan “kesadaran”, ketika petani mulai belajar tentang ide baru

atau inovasi baru, maka sumber informasi yang paling relevan adalah berasal dari

majalah-majalah pertanian (Soekartawi, 2005). Bagi petani yang termasuk

golongan baru belajar berinovasi (golongan pemula), maka pelayanan penyuluhan

pertanian terhadapnya adalah merupakan sumber informasi yang sangat penting.

Faktor-faktor pribadi yang berperan dalam adopsi inovasi pada tahapan

“kesadaran” antara lain adalah :

1. Hubungan antara calon adopter dengan sumber informasi di sekitarnya.

2. Hubungan antara calon adopter dengan anggota masyarakat di sekitarnya.

3. Tersedianya media komunikasi, seperti koran, televisi, radio, dan lain-lain.

4. Tingkat pendidikan calon adopter dan anggota keluarganya.

5. Adanya anggota masyarakat yang bersedia dalam menyampaikan

informasi.

6. Bahasa dan adat atau kebiasaan masyarakat setempat.

19
Pada tahapan “menaruh minat”, ketika petani memerlukan informasi –

informasi yang terperinci tentang inovasi, maka kemudahan untuk berkomunikasi

dengan sumber informasi adalah semakin penting (Soekartawi, 2005). Dalam

tahapan ini, peranan media masa dan petani-petani lain menjadi penting, serta

peranan agen pertanian yang berupa kegiatan pelayanan penyuluhan pertanian.

Variabel lain yang mempengaruhi adopsi inovasi pada tahapan ini adalah :

1. Tingkat pendidikan calon adopter dan anggota keluarganya.

2. Tingkat kebutuhan akan informasi yang mereka perlukan.

3. Hubungan dengan sumber-sumber informasi.

4. Keaktifan dalam mencari informasi.

5. Adanya sumber-sumber informasi.

6. Dorongan masyarakat di sekelilingnya.

Selanjutnya pada tahapan “evaluasi”, petani akan melakukan kegiatan

penilaian apakah petani akan melaksanakan adopsi inovasi atau tidak (Soekartawi,

2005). Pada tahapan ini, peranan teman atau petani lain sangat penting untuk

membantu meyakinkan bahwa adopsi inovasi itu diperlukan atau tidak. Sumber

informasi yang lain seperti agen pertanian dalam memberikan pelayanan

penyuluhan juga sangat membantu untuk meyakinkan calon adopter tersebut.

Beberapa variabel penting yang mempengaruhi calon adopter pada tahapan ini

antara lain :

1. Pengertian apakah adopsi inovasi itu menguntungkan atau tidak.

2. Apakah tujuan ia melakukan adopsi inovasi.

3. Tersedianya penjelasan bahwa adopsi inovasi itu menguntungkan.

4. Pengalaman petani-petani lain di sekitar tempat tinggal calon adopter.

20
5. Macam usaha tani yang diusahakan dan tingkat “komersialisasinya”.

Pada tahapan “mencoba”, informasi mengenai adopsi inovasi lebih banyak

berasal dari teman atau tetangga calon adopter (Soekartawi, 2005). Calon adopter

sudah merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya merupakan keputusan yang

terbaik baginya untuk melakukan adopsi inovasi walaupun dalam skala kecil.

Variabel penting pada tahapan ini adalah :

1. Keterampilan yang spesifik tentang bidang apa dalam adopsi inovasi

tersebut.

2. Tingkat “kepuasan” pada adopsi inovasi yang dilakukan.

3. Keberanian menanggung resiko.

4. Bantuan penjelasan dalam melakukan adopsi inovasi.

5. Tersedianya sumber daya yang dimiliki.

6. Adanya variabel ekonomi khususnya harga yang memadai.

Pada tahapan “adopsi”, pelaksanaan yang lebih baik untuk

mendemonstrasikan adopsi inovasi yang telah dicoba (walaupun dalam skala

kecil), sangat penting (Soekartawi, 2005). Apabila pengalaman sendiri dan

pengalaman petani-petani lain ditunjang dengan tersedianya informasi melalui

media masa atau agen pertanian, maka lebih kuatlah keputusan yang diambil

adopter. Beberapa variabel yang mempengaruhi tahapan adopsi adalah :

1. Adanya “kepuasan” pada saat tahapan mencoba.

2. Adanya “kepuasan” dalam memperoleh kemampuan melaksanakan adopsi

inovasi.

3. Adanya minat dari adopter dan keluarganya dalam adopsi inovasi tersebut.

4. Adanya tujuan tertentu dari adopter dan anggota keluarganya.

21
2.1.3.5 Faktor Intern dari Adpoter

Cepat atau tidaknya proses adopsi inovasi juga tergantung dari faktor

intern dari adopter itu sendiri. Latar belakang sosial, ekonomi, budaya, atau

politik sangat berpengaruh dalam proses tersebut. Beberapa hal penting lain yang

mempengaruhi proses adopsi inovasi adalah (Soekartawi, 2005) :

• Umur

Makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu,

sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi.

• Pendidikan

Mereka yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi relatif lebih cepat

melaksanakan adopsi inovasi daripada mereka yang berpendidikan rendah.

• Keberanian mengambil resiko

Biasanya petani kecil berani mengambil resiko kalau adopsi inovasi itu

benar-benar telah mereka yakini.

• Pola hubungan

Biasanya petani yang berada dalam pola hubungan kosmopolit, lebih cepat

melakukan adopsi inovasi daripada petani yang berada dalam pola

hubungan lokalitas.

• Sikap terhadap perubahan

Kebanyakan petani kecil lamban dalam mengubah sikapnya terhadap

perubahan karena sumberdaya yang mereka miliki, khususnya sumberdaya

lahan terbatas.

• Motivasi berkarya

22
Bagi petani-petani kecil menumbuhkan motivasi berkarya tidak mudah

karena keterbatasan sumberdaya lahan, pengetahuan, keterampilan, dan

sebagainya yang dimiliki oleh petani tersebut.

• Fatalisme

Apabila adopsi inovasi menyebabkan resiko yang tinggi, maka jalannya

proses adopsi inovasi akan berjalan lebih lamban atau bahkan tidak terjadi

sama sekali.

• Sistem kepercayaan tertentu

Makin tertutup sistem sosial dalam masyarakat terhadap sentuhan luar,

maka semakin sulit juga anggota masyarakatnya untuk melakukan adopsi

inovasi.

• Karakteristik psikologi

Apabila karakter calon adopter sedemikian rupa sehingga mendukung

situasi yang memungkinkan adanya adopsi inovasi, maka proses adopsi

inovasi tersebut akan berjalan lebih cepat.

2.1.3.6 Proses Adopsi Inovasi di Masyarakat

Adopsi inovasi di dalam masyarakat pada prinsipnya adalah kumulatif dari

adopsi inovasi individual, sehingga tahapan-tahapan adopsi inovasi individual

juga berlaku bagi tahapan adopsi inovasi kelompok. Kejadian yang sering terjadi

dalam proses adopsi adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2005):

a. Berjalan lambat saat awal.

b. Kemudian meningkat sampai pada tingkatan dimana “nilai”nya hamper

“setengah” dari adopter potensial yang menerima adopsi inovasi.

23
c. Tingkatan proses adopsi inovasi terus meningkat hanya saja agak lambat.

d. Proses adopsi inovasi terus berjalan hanya lambat sekali dan bahkan

terjadi penurunan.

e. Perkembangan proses adopsi inovasi itu menurun sedemikian rupa

sehingga proses adopsi inovasi membentuk kurva normal.

Ada beberapa ciri umum yang banyak ditemui dalam kelompok

masyarakat adopter menurut Soekartawi (2005). Innovators yaitu anggota

kelompok ini biasanya mempunyai lahan usaha tani yang relatif luas dan

pendapatannya tinggi dibandingkan pendapatan rata-rata masyarakat sekitar

dimana mereka bertempat tinggal. Early adopters, mereka yang termasuk

golongan early adopters adalah mereka yang relatif berpandangan maju dan

mempunyai wawasan yang luas. Mereka tidak selalu skeptis terhadap perubahan-

perubahan baru yang berada di sekitarnya bahkan sebaliknya biasanya selalu

berpandangan positif terhadap adanya perubahan tersebut. Mereka sering

melakukan hubungan atau kontak dengan pihak lain khususnya dari pihak

golongan yang dikategorikan sebagai golongan “pembaharu”.

Early adopters mempunyai hubungan yang luas dengan sumber-sumber

asal informasi pertanian dan sering tidak lagi menunggu penemuan penelitian

yang dipublikasikan. Selain itu, early adopters juga mendapatkan informasi

dengan cara berhubungan langsung dengan perusahaan, dengan para agen

pertanian, melalui media cetak, radio, atau televisi. Late adopters, golongan ini

biasanya mempunyai lahan pertanian yang sempit dan golongan petani yang

termasuk late adopters adalah petani yang subsisten. Mereka melakukan adopsi

inovasi kalau dirasakan adopsi inovasi tersebut tidak mengandung resiko yang

24
tinggi. Hubungan dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi pertanian

sebagian besar terbatas.

Late Majority, golongan petani ini biasanya berpendapatan lebih dari

cukup bila dibandingkan dengan pendapatan rata-rata petani yang tinggal di

sekitarnya. Partisipasi kelompok sebagian besar terbatas pada organisasi lokal

dimana ciri organisasi seperti ini hanya cenderung menarik anggota-anggotanya

dari loyalitas terdekat saja. Golongan majority ini lebih mengandalkan sumber

informasi melalui media cetak seperti koran atau majalah dan juga dari media

elektronik seperti radio atau televisi. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian

besar mereka berpendidikan tinggi. Akibatnya mereka lebih menguasai informasi

yang bersifat umum tetapi terbatas untuk menguasai hal-hal yang bersifat teknis.

Dan yang terakhir adalah Laggards, golongan ini adalah mereka yang pada

umumnya bersifat tradisional sehingga enggan melakukan adopsi inovasi. Mereka

yang tergolong laggards sudah lanjut usia, status sosialnya rendah, dan usaha

taninya bersifat subsisten. Maka mereka umumnya petani kecil yang peluangnya

sedikit sekali sebagai opinion leader.

2.1.3.7 Langkah-langkah Proses Pengambilan Keputusan Inovasi

Keputusan inovasi terdiri dari empat tahap, yaitu (1) tahap pengenalan,

dimana orang mengetahui adanya inovasi; (2) tahap persuasi, dimana orang

membentuk sikap berkenam atau tidak berkenan terhadap inovasi tersebut; (3)

tahap keputusan, dimana seseorang harus memilih alternatif pilihan untuk

menerima atau menolak inovasi tersebut; (4) tahap konfirmasi, dimana seseorang

mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya (Rogers dan

25
Shoemaker, 1971). Sementara itu Rogers (1995) menambahkan suatu tahapan lagi

yaitu tahap implementasi, sehingga proses pengambilan keputusan inovasi adalah

sebagai berikut (Rogers, 2003):

1) Pengetahuan

Terjadi ketika perorangan (atau unit lain dalam pengambilan

keputusan) ditunjukan ke suatu laba dan keberadaan inovasi merupakan

suatu pemahaman dari bagaimana hal tersebut berfungsi.

2) Persuasi

Terjadi ketika perorangan (atau unit lain dalam pengambilan

keputusan) membentuk suatu sikap yang baik atau yang kurang baik

terhadap inovasi.

3) Keputusan

Berlangsung ketika perorangan (atau unit lain dalam pengambilan

keputusan) terlibat dalam aktivitas yang mendorong kearah suatu pilihan

untuk mengadopsi atau menolak inovasi.

4) Implementasi

Terjadi ketika perorangan (atau unit dalam pengambilan

keputusan) menaruh suatu gagasan yang baru ke dalam penggunaan

inovasi tersebut

5) Konfirmasi

Berlangsung ketika perorangan mencari penguatan dari suatu

keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi dapat membalikkan keputusan

tersebut jika berlawanan dengan pesan tentang inovasi.

26
2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait dengan topik dari pengkajian masalah

khusus ini antara lain dilakukan oleh Indriana (2004) yang melakukan penelitan

penerapan teknik pertanian organik pada budidaya kentang. Tujuan dari

penelitiannya adalah menilik (1) tingkat penerapan teknik pertanian organik oleh

petani kentang di Kecamatan Pangalengan, (2) hubungan antara faktor-faktor

yang diteliti dengan tingkat penerapan teknik pertanian organik budidaya kentang

tersebut.

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang

berhubungan dengan tingkat penerapan organik dalam budidaya kentang oleh

petani di Kecamatan Pangalengan yakni karakteristik sosial ekonomi, perilaku

berkomunikasi, dan tingkat persepsi petani tentang ciri-ciri inovasi (teknik

pertanian organik). Adapun faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan

penerapan teknik pertanian organik budidaya kentang oleh petani di Kecamatan

Pangalengan yakni faktor karakteristik sosial ekonomi yang mencakup tingkat

pendidikan formal dan pengalaman berusahatani kentang dengan teknik

konvensional.

Faktor pendidikan dalam penelitian Pical (1997) juga menunjukkan

hubungan yang sangat nyata dengan adopsi inovasi. Faktor internal lainnya yang

berhubungan sangat nyata dengan adopsi inovasi adalah umur, pekerjaan,

frekuensi mendengar radio dan frekuensi menonton televisi, sedangkan faktor

eksternal yang berhubungan secara nyata dengan adopsi inovasi adalah pekerjaan

suami, kunjungan penyuluh, keterkaitan pada adat dan pengaruh tokoh

27
masyarakat. Inovasi yang diteliti dalam Pical (1997) adalah tentang teknologi

pengolahan ikan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini beranjak dari dua asumsi penting yaitu pertanian sayuran

organik merupakan suatu inovasi serta petani setempat sudah dan masih

menerapkan kegiatan pertanian sayuran organik pada lahannya sebagai suatu

bentuk adopsi. Faktor “kondisi sebelumnya” diuraikan untuk kondisi yang

melatarbelakangi muncul dan berkembangnya penerapan teknik pertanian sayuran

secara organik di wilayah setempat. Kondisi sebelumnya mencakup dua hal, yaitu

teknik pertanian yang diterapkan sebelumnya dan masalah yang dirasakan.

Karakteristik unit pengambilan keputusan menjadi variabel yang

mempengaruhi adopsi inovasi (Rogers, 1995), (Soemantri, 1998), (Iskandar,

1999), dan (Indriana, 2004). Karakteristik unit pengambilan keputusan tersebut

meliputi karakteristik sosial ekonomi, variabel kepribadian dan perilaku

komunikasi. Karakteristik sosial ekonomi meliputi pengalaman berusaha tani

secara konvensional dan pengalaman berusaha tani secara organik, pendidikan

formal serta pendidikan non-formal petani, umur petani dan luas lahan. Pada

variabel perilaku komunikasi yang akan diuji meliputi media massa, interaksi

dengan PPL. Untuk variabel karakteristik inovasi, hal-hal yang akan diuji adalah

tingkat keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, tingkat kerumitan, tingkat

kemungkinan dicoba dan tingkat kemungkinan diamati. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Gambar 1.

28
Karakteristik Unit Pengambilan
Keputusan
1. Karakteristik Sosial Ekonomi
a. Umur petani
b. Luas lahan
c. Pendidikan formal
d. Pendidikan non-formal
e. Pengalaman bertani
Pendidika
konvensional
f. Pengalaman bertani organik
2. Perilaku Komunikasi
a. Media massa
b. Interaksi dengan PPL

Karakteristik Inovasi
a. Tingkat keuntungan relatif Tingkat Pengambilan Keputusan
b. Tingkat kesesuaian Inovasi
c. Tingkat kerumitan ( Bertani sayuran secara organik)
d. Tingkat kemungkinan dicoba
e. Tingkat kemungkinan diamati

Kondisi Sebelumnya:
a. Teknik pertanian yang
diterapkan sebelumnya
b. Masalah yang dirasakan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ”Pengaruh Karakteristik Petani terhadap

Pengambilan Keputusan Inovasi pada Usaha Sayuran Organik”

Ket:

: Berhubungan dengan

: Menjadi latar belakang

29
2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan, maka dapat

disusun hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

(a) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik unit pengambilan keputusan

dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi, yang dijabarkan dalam

hipotesis-hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan nyata antara umur petani dengan tingkat pengambilan

keputusan inovasi.

2. Terdapat hubungan nyata antara luas lahan dengan tingkat pengambilan

keputusan inovasi.

3. Terdapat hubungan nyata antara pengalaman berusahatani konvensional

dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi.

4. Terdapat hubungan nyata antara pengalaman berusahatani organik dengan

tingkat pengambilan keputusan inovasi.

5. Terdapat hubungan nyata antara pendidkan formal dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi.

6. Terdapat hubungan nyata antara pendidikan non-formal dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi.

(b) Terdapat hubungan nyata antara perilaku komunikasi dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi, yang dijabarkan dalam hipotesis-hipotesis

sebagai berikut:

7. Terdapat hubungan nyata antara tingkat penggunaan media massa dengan

tingkat pengambilan keputusan inovasi.

30
8. Terdapat hubungan nyata antara interaksi dengan PPL dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi.

(c) Terdapat hubungan nyata antara karakteristik inovasi dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi, yang dijabarkan dalam hipotesis-hipotesis

sebagai berikut:

9. Terdapat hubungan nyata antara tingkat keuntungan relatif dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi.

10. Terdapat hubungan nyata antara tingkat kesesuaian dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi.

11.Terdapat hubungan nyata antara tingkat kerumitan dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi.

12. Terdapat hubungan nyata antara tingkat kemungkinan dicoba dengan

tingkat pengambilan keputusan inovasi.

13. Terdapat hubungan nyata antara tingkat kemungkinan diamati dengan

tingkat pengambilan keputusan.

2.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan atau pengertian dari peubah-

peubah dengan maksud untuk membatasi lingkup makna peubah agar lebih

mengarah pada objek pengamatan/penelitian sehingga dapat dilakukan

pengukuran (Singarimbun dan Effendi, 1989). Definisi operasional merupakan

suatu kegiatan untuk memberikan nilai/skor kepada suatu obyek berkaitan

dengan satuan variabel tertentu atau sebagai petunjuk tentang bagaimana suatu

31
variabel diukur. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini, diuraikan

berdasarkan variabel, dan indikator yang tampak pada Lampiran 2.

32
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir. Pemilihan lokasi penelitian

ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa di Desa

Ciaruteun Ilir sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani,

dan di desa tersebut juga terdapat SLS (Sekolah Lapang Sayuran) yang bertujuan

membina petani untuk bertanam secara organik.

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan

bulan Juli 2007. Sebelumnya dilakukan studi penjajagan lapang terlebih dahulu

terhadap lokasi penelitian. Pemilihan lokasi dan waktu penelitian ini juga

disesuaikan dengan kemampuan tenaga, biaya, dan waktu yang dimiliki oleh

peneliti.

3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan untuk menggali data dan informasi di

lapangan adalah pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif, hal ini dilakukan untuk

mendapatkan hasil yang kuat dan akurat. Data kuantitatif dikumpulkan dengan

metode survei, yaitu melalui pembagian kuisoner, sebagai instrumen utama

penelitian untuk mengumpulkan informasi tentang orang yang jumlahnya besar,

dengan cara mewawancarai sejumlah kecil dari populasi tersebut. Data kualitatif
sebagai pendukung penelitian untuk mengetahui gambaran umum serta lokasi

penelitian.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui

pengisian kuisioner dan hasil wawancara. Kuisioner dan wawancara berisi

sejumlah pertanyaan dan pernyataan yang berkaitan dengan peran PPL dalam

penyebaran inovasi pertanian organik kepada petani (Lampiran 1). Data sekunder

adalah data yang diperoleh melalui dokumentasi dari PPL dan kantor desa

Ciaruteun Ilir. Hal ini guna memenuhi kebutuhan untuk informasi mengenai

gambaran umum lokasi penelitian. Selain itu data sekunder juga diperoleh melalui

data-data yang terkait dengan lokasi atau hasil di lapangan.

3.3 Penentuan Sampel

Unit analisis penelitian adalah individu sedangkan populasi penelitian

adalah petani di Desa Ciaruteun Ilir, yang terdiri dari: (1) petani yang pernah

mendapatkan penyuluhan tentang kegiatan pertanian sayuran organik, atau (2)

petani yang terdaftar menjadi bagian dari kelompok tani.

Metode pengambilan sampel penelitian ini adalah pengambilan sampel

acak sederhana. Metode ini merupakan pengambilan sebuah sampel sedemikian

rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi

mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel.

Metode pengambilan sampel dengan random sederhana ditempuh melalui cara

undian. Jumlah sampel keseluruhan yang diambil adalah sebanyak 35 orang.

Jumlah tersebut sudah dapat merepresentasikan keadaan petani di Desa Ciaruteun

34
Ilir pada umumnya dan merupakan ukuran yang dapat diterima serta memenuhi

syarat dari suatu metode penelitian (minimal 30 orang) jenis deskriptif

korelasional (Gay dalam Hasan, 2002).

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari kuisioner merupakan data primer yang dianalisa

berdasarkan masing-masing subpokok bahasan. Subpokok kondisi sebelumnya

yang diduga mempengaruhi perubahan perilaku petani dalam menerima atau

menolak inovasi pertanian sayuran organik diuraikan secara kualitatif deskriptif

untuk memberi gambaran proses pengambilan keputusan, inovasi pada usaha

sayuran organik. Karakteristik petani dan karakteristik inovasi (variabel x) dalam

hubungannya, dengan tingkat pengambilan keputusan untuk menerima atau

menolak inovasi ( variabel y) dianalisis dengan menggunakan uji korelasi rank

Spearman dan Chi-Square. Pada uji korelasi rank spearmen, signitifikasi

hubungan dua variabel tampak dari nilai rs (koefisien korelasi) yang diperoleh

dari hasil perhitungan.

Bila N (sampel) ≥ 10, maka rs akan menyebar normal dengan standar

deviasi 1/√N-1, sehingga hipotesis dibuktikan dengan menggunakan Z = rs-0

1/√N-1

dimana hipotesis ditolak apabila Z hasil perhitungan lebih besar daripada nilai Z

pada tabel (Blalock, 1972). Adapun hipotesis nol dirumuskan secara umum

dengan pernyataan “hubungan antara kedua variabel sama dengan nol”.

Ho : Hubungan antara kedua variable sama dengan nol


H1 : Terdapat hubungan antara kedua variabel
Maka,
Bila Z hitung > Z tabel tolak Ho

35
BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1 Keadaan Wilayah

Desa Ciaruteun Ilir merupakan wilayah Kecamatan Cibungbulang,

Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, terletak kurang lebih tujuh kilometer di

sebelah timur Ibukota Kecamatan Cibungbulang. Desa ini dapat diakses dengan

kendaraan roda dua dan roda empat baik angkutan umum maupun kendaraan

pribadi. Angkutan umum yang dimaksud adalah angkot jurusan Bubulak-Jasinga

atau Bubulak-Leuwiliang. Setelah sampai di Kecamatan Cibungbulang,

dilanjutkan dengan perjalanan menuju ke arah Desa Ciaruteun menggunakan ojeg.

Lokasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Adapun batas-batas wilayah Desa

Ciaruteun Ilir adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rumpin

b. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijujung

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweung Kolot

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciampea

Desa Ciaruteun Ilir berada pada ketinggian berkisar 250 meter dari

permukaan laut (dpl), dengan kemiringan 10-20 persen dan tingkat kemasaman 5-

7 pH serta memiliki klasifikasi jenis tanah Latosol. Suhu berkisar 22°C-28°C

dengan curah hujan 2.000-3.000 milimeter per tahun dengan sembilan bulan basah

dan 2 bulan kering.

4.2 Potensi Sumberdaya Alam

Desa Ciaruteun Ilir mempunyai luas tanah 319 hektar yang terdiri dari lahan

sawah 156 hektar dan lahan darat 163 hektar. Lahan sawah yang dipergunakan
untuk budidaya padi sawah dan palawija ± 56 hektar dan budidaya tanaman

sayuran dataran rendah (sayuran daun) ± 100 hektar. Lahan darat digunakan untuk

budidaya tanaman sayuran daun ± 25 hektar, sisanya antara lain digunakan

sebagai lahan pekarangan dan tegalan. Rincian tentang penggunaan lahan

dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Lahan Darat dan Lahan Sawah Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang

No Uraian Luas Lahan (Ha) Persen (%)


1 Lahan Darat :
a. Tegalan 37 11,6
b. Pekarangan 21 6,6
c. Kolam 8 2,5
d. Pekarangan 51 16,0
e. Hutan Rakyat 12 3,8
f. Lain-lain 34 10,7
2 Lahan Sawah :
a. Pengairan Teknis 156 48,9
JUMLAH 319 100,0
Sumber : Profil Desa Ciaruteun Ilir tahun 2005

4.3 Potensi Sumberdaya Manusia

Berdasarkan data monografi desa, diperoleh data bahwa sampai dengan

bulan Januari 2006 jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir tercatat 9.595 jiwa yang

terdiri dari laki-laki sebanyak 4.891 jiwa (51 persen) dan perempuan sebanyak

4.704 jiwa (49 persen). Umur laki-laki paling banyak berada pada kelompok 30-

59 tahun yaitu 19,6 persen. Umur perempuan lebih banyak pada kelompok umur

37
0-14 tahun yaitu 17,1 persen. Secara keseluruhan komposisi penduduk

berdasarkan umur dan jenis kelamin tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Desa


Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang

No Kelompok Laki-laki Perempuan Persen


Umur (Tahun) Orang % Orang % Jumlah (%)
1
0-14 1.661 17,3 1.636 17,1 3.298 34,4

2
15-29 1.194 12,4 1.460 15,2 2.654 27,7

3
30-59 1.878 19,6 1.397 14,6 3.275 34,1
4
> 60 157 1,6 211 2,2 368 3,8

JUMLAH 4.891 51,0 4.704 49,0 9.595 100,0


Sumber : Monografi Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2005

Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciaruteun Ilir tergolong masih rendah,

karena 3.166 orang (33 persen) hanya lulusan SD dan kurang dari 10 persen yang

tamat SLTP ke atas. Disamping itu masih terdapat pula sekitar 5.659 orang (59

persen) belum sekolah. Masih rendahnya tingkat pendidikan di desa ini

diakibatkan orang tua mereka dahulu tidak memiliki cukup biaya untuk

menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka juga

beranggapan bahwa petani tidak perlu memiliki tingkat pendidikan yang tinggi

karena teknik-teknik bercocok tanam dapat dipelajari dari pengalaman orang tua.

Secara rinci penggolongan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat

pada Tabel 3.

38
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ciaruteun
Ilir, Kecamatan Cibungbulang

Jumlah
No Pendidikan Orang Persen (%)
1 Belum Sekolah 5.659 59,0
2 Tamat SD 3.166 33,0
3 SLTP 528 5,5
4 SLTA 219 2,3
5 D1, D2, D3 19 0,2
6 Sarjana 4 0,0
JUMLAH 9.595 100,0
Sumber : Monografi Desa Ciaruteun Ilir (2005)

4.4 Potensi Kelembagaan

Desa Ciaruteun Ilir terdapat beberapa kelembagaan yang diharapkan

mampu mendukung terhadap kegiatan pertanian. Kelembagaan yang ada tersebut

yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Program Kesejahteraan

Keluarga (PKK), P3 Mitra Cai, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan ada 4

kelompok tani. Secara rinci gambaran kelompok tani yang ada di Desa Ciaruteun

dapat dilihat pada Tabel 4.

Kegiatan kelembagaan tersebut sesuai dengan fungsinya masing-masing.

LPM berfungsi sebagai pelaksana proyek kegiatan pemberdayaan masyarakat baik

program swadaya desa maupun program pemerintah pusat yang tujuannya

meningkatkan kesejahteraan desa misalnya pembangunan infrastruktur dan proyek

pengentasan kemiskinan. PKK kegiatannya difokuskan kepada pelaksanaan

program kesejahteraan untuk keluarga seperti posyandu dan imunisasi. P3 Mitra

Cai, Gapoktan dan kelompok tani merupakan kelembagaan yang kegiatannya

berhubungan dengan aktivitas pertanian. kegiatan kelompok tani di Desa

39
Ciaruteun Ilir selain untuk mendengarkan penyuluhan dari penyuluh, juga gotong

royong di dalam pemberantasan hama sayuran, pembelian pupuk secara kolektif

untuk menghemat biaya, dan kegiatan makan bersama sebulan sekali untuk

meningkatkan kerukunan petani.

Tabel 4. Data Kelompok Tani di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang

Jumlah Tahun Kelas Kelompok


No Nama kelompok Tani Anggota Berdiri P L M U
1 Tani Jaya 40 1996 √ - - -
2 Mekar Tani 30 1996 √ - - -
3 Tani Raharja 40 1996 √ - - -
4 Setia Tani 35 1998 - √ - -
Sumber : Rencana Kerja Penyuluh Pertanian Wilbin Dukuh Tahun 2005

Keterangan:

P = Pemula L = Lanjut M = Madya U = Utama

4.5 Keadaan Pertanian Organik di Desa Ciaruteun Ilir

Secara konseptual, pertanian organik dengan serangkaian visi dan misinya,

prinsip dan karakterisiknya, terdefinisi sebagai teknik budidaya komoditas pertanian

yang berkualitas, sehat berorientasi ekologis, serta menjanjikan terciptanya suatu

keberlanjutan dalam proses pembangunan pertanian.

Petani di Desa Ciaruteum memiliki luas lahan yang tergolong sempit yaitu

antara 800 m2 -1.700 m2. Mereka menanam komoditas sayuran seperti kubis,

kangkung, bayam, saucine, dan kol. Menurut pengalaman mereka, komoditas

sayuran ini cocok dengan kondisi iklim di desa ini. Dalam menanam komoditas

tersebut, petani dibagi ke dalam lima kelompok tanam. Setiap kelompok tanam

beranggotakan tujuh orang petani. Sebagai contoh, kelompok petani pertama

40
menanam kangkung pada pola tanam pertamanya, kelompok kedua menanam kubis,

kelompok ketiga menanam kol, kelompok keempat menanam bayam, dan kelompok

kelima menanam saucine. Selanjutnya, dalam pola tanam kedua dan seterusnya

sampai satu tahun, setiap kelompok pola tanam petani tersebut bergiliran menanam

komoditas yang berbeda. Salah satu tujuan pengiliran pola tanam ini adalah untuk

menghindari melonjaknya serangan hama. Selain itu, tujuan lainnya adalah agar

tidak terjadi kelebihan produksi sehingga dapat menurunkan harga komoditas

tersebut di pasaran. Dengan adanya pengelompokkan seperti ini, menjadikan

kerjasama petani semakin mudah di dalam mengumpulkan bahan-bahan organik

untuk pupuk maupun pestisida organik.

41
BAB V

KARAKTERISTIK DAN RESPON PETANI TERHADAP PERTANIAN


ORGANIK

5.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani

Hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukan gambaran karakteristik

petani seperti diuraikan di bawah ini.

5.1.1 Umur Petani

Petani di Desa Ciaruteun Ilir pada umumnya adalah orang tua. Dari Tabel

5 dapat dilihat umur petani di atas 40-an dengan kelompok usia terbanyak yaitu

40-43 tahun sebanyak 16 orang atau sekitar 45,71 persen. Menurut petani di sana,

hal ini diakibatkan kurang minatnya para pemuda untuk bekerja di sektor

pertanian. Para pemuda lebih suka bekerja di sektor informal seperti buruh

ataupun pengojek.

Tabel 5. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Kelompok Umur

Kelompok Usia (tahun) Jumlah Petani (orang) Persen (%)


40-43 16 45,71
44-47 14 40,00
48-50 5 14,29
Jumlah 35 100,00

5.1.2 Luas Lahan

Lahan yang digarap petani sangatlah sempit yaitu rata-rata setiap petani

menggarap sawah sekitar 1.101 m2.- 1.400 m2 Luas lahan yang hanya sedikit ini
sebagian besar adalah tanah warisan. Tabel 6 menunjukkan luas lahan yang

digarap oleh petani.

Tabel 6. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Luas Lahan Sawah yang
Digarap

Luas lahan (m2) Jumlah Petani (orang) Persen (%)


800-1.100 11 31,43
1.101-1.400 15 42,86
1.401-1.700 9 25,71
Jumlah 35 100,00

5.1.3 Tingkat Pendidikan Formal


Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa sebanyak 30 orang atau sekitar

85,70 persen petani mempunyai tingkat pendidikan rendah yaitu pendidikan tamat

Sekolah Dasar, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 5 orang atau sekitar 14,30

persen petani mempunyai tingkat pendidikan tamat SMP. Banyaknya petani yang

berpendidikan rendah lebih banyak disebabkan karena orang tua mereka dulu

tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anaknya dan kurangnya kesadaran

akan pentingnya bersekolah.

Tabel 7. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pendidikan Formal yang
Ditamatkan

Tingkat Pendidikan Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Formal
SD 30 85,70
SMP 5 14,30
Total 35 100,00

43
5.1.4 Pendidikan Non-formal

Pendidikan non-formal yang dimaksud adalah keikutsertaan petani dalam

kegiatan pelatihan pertanian organik. Ternyata dari Tabel 8 menunjukkan sebagian

besar petani pernah mengikuti pelatihan yaitu sebanyak 26 orang (74,30 persen)

dan sisanya sebanyak sembilan orang (25,70 persen) menyatakan belum pernah

mendapatkan/ mengikuti pelatihan tentang pertanian organik.

Tabel 8. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pendidikan Non-formal


yang Diikuti

Pendidikan Non- Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Formal
Pernah 26 74,3
Belum Pernah 9 25,7
Total 35 100,00

5.1.5 Pengalaman Bertani Konvensional

Berdasarkan Tabel 9 petani telah lama melakukan pertanian dengan

menggunakan bahan-bahan kimia yang tentu saja dianjurkan ketika revolusi hijau.

Sebanyak 31 orang petani (88,60 persen) mempunyai pengalaman bertani secara

konvensional di bawah 11 tahun, sedangkan yang mempunyai pengalaman antara

12 hingga 19 tahun ada dua orang (5,70 persen) dan sisanya sebanyak dua orang

(5,70 persen) mempunyai pengalaman bertani secara konvensional selama 20

hingga 27 tahun.

44
Tabel 9. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pengalaman Bertani
Konvensional

Pengalaman Bertani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


0-11 tahun 31 88,60
12-19 tahun 2 5,70
20-27 tahun 2 5,70
Total 35 100,00

5.1.6 Pengalaman Bertani Organik

Berdasarkan Tabel 10, 17 orang petani mempunyai pengalaman bertani

secara organik selama 0-2 tahun, sisanya hanya empat orang (11,40 persen) yang

mempunyai pengalaman bertani organik selama 3-5 tahun dan sebanyak 14 orang

petani (40,00 persen) menyatakan belum pernah melakukan teknik pertanian

organik. Minimnya pengalaman bertani organik ini disebabkan mereka hanya

mengetahui ilmu pertanian yang diperoleh dari orang tua mereka seperti yang

sekarang lebih banyak dilakukan (non-organik).

Tabel 10. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pengalaman Bertani
Organik

Pengalaman Bertani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Belum Pernah 14 40,00
0-2 tahun 17 48,60
3-5 4 11,40
Total 35 100,00

Setelah semua indikator karakteristik sosial ekonomi ini dikategorikan ke

dalam rendah, sedang dan tinggi, ternyata menunjukkan semua petani memiliki

tingkat karakteristik sosial ekonomi rendah yaitu dengan skor antara 4-9 seperti

yang terlihat pada Tabel 11.

45
Tabel 11. Tingkat Karakteristik Sosial Ekonomi Petani di Desa Ciaruteun Ilir

Tingkat Karakteristik Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Sosial Ekonomi
Rendah 35 100
Sedang 0 0
Tinggi 0 0
Total 35 100

5.2. Interaksi Petani dengan Media Massa

Dewasa ini media massa khususnya yang memuat masalah pertanian dapat

dimanfaatkan petani untuk menambah pengetahuannya sekaligus untuk

mengetahui perkembangan inovasi pertanian, termasuk bertani organik. Untuk itu

perlu diketahui akses petani terhadap media massa. Dari jawaban petani terhadap

kuesioner yang diberikan, ternyata banyak petani yang belum memanfaatkan

media massa secara penuh untuk menambah pengetahuan bertani organik. Dari

semua jenis media massa yang ditanyakan, rata-rata tidak lebih dari 12 petani

yang sering menambah pengetahuan bertani organik melalui media massa. Media

Billboard sering dipakai petani karena sifatnya yang mudah dimengerti dan dapat

dibaca secara sekilas.

Brosur dan pamflet kurang menjadi media yang digunakan petani untuk

menambah pengetahuan tentang bertani organik. Hal ini karena brosur dan

pamflet yang mereka punya adalah pemberian dari produsen pestisida kimia yang

memasarkan produk-produknya sedangkan para penyuluh yang ada jarang

memberikan pengetahuan organik melalui brosur dan pamflet. Begitupun dengan

TV dan VCD, acara-acara yang memiliki siaran atau bertemakan pertanian

46
organik sangat minim sehingga banyak petani yang tidak pernah

menggunakannya untuk memahami lebih lanjut tentang pertanian organik.

Petani juga belum sepenuhnya memanfaatkan tabloid dan majalah untuk

menambah pengetahuan bertani organik. Hanya sekitar 20 persen untuk tabloid

dan 14,2 persen untuk majalah, petani yang sering menggunakan media tersebut

untuk menambah wawasan bertani organik. Padahal sekarang ini terdapat majalah

dan tabloid yang mengkhususkan isi beritanya mengenai pertanian secara umum

dan juga pertanian organik. Pada Tabel 12 dapat dilihat frekuensi petani yang

memanfaatkan masing-masing jenis media massa.

Tabel 12. Frekuensi Pemanfaatan Media Massa oleh Petani di Desa Ciaruteun Ilir
dalam Setahun Terakhir

Jenis Media Massa Frekuensi Pemanfaatan Media Massa


Tidak Pernah Kadang-Kadang Sering
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
TV 15 42,9 15 42,9 5 14,2
Surat Kabar 10 28,6 18 51,4 7 20,0
Tabloid 13 37,1 15 42,9 7 20,0
Radio 13 37,1 12 34,3 10 28,6
Pamflet 15 42,9 10 28,6 10 28,6
Brosur 16 45,7 10 28,6 9 25,7
Poster 9 25,7 16 45,7 10 28,6
Spanduk 9 25,7 16 45,7 10 28,6
Majalah 9 25,7 21 60,0 5 14,2
Billboard 11 31,4 12 34,3 12 34,3
VCD 17 48,6 9 25,7 9 25,7
Kaos 13 37,1 13 37,1 9 25,7
Kalender 10 28,6 16 45,7 9 25,7

Setelah semua indikator perilaku komunikasi ini dikategorikan dalam

rendah, sedang dan tinggi, ternyata menurut hasil penelitian ini didapatkan

47
sebanyak 17 orang (48,57 persen) petani masuk ke dalam kategori sedang dalam

berperilaku komunikasi (penggunaan macam-macam media massa untuk

menambah informasi/pengetahuan mereka tentang pertanian organik), sedangkan

13 orang diantaranya berperilaku komunikasi kategori rendah dan hanya 5 orang

petani yang mempunyai kategori perilaku komunikasi tinggi (Tabel 13). Petani

yang termasuk kategori tinggi ini adalah petani yang memiliki tingkat pendidikan

SMP.

Tabel 13. Tingkat Perilaku Komunikasi Petani dalam Pemanfaatan Media Massa
untuk Pertanian Organik

Tingkatan Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Rendah 13 37,14
Sedang 17 48,57
Tinggi 5 14,29
Jumlah 36 100,00

Secara keseluruhan, sebanyak 22 orang petani menyatakan tidak ada

media massa yang digunakan sebagai penambah informasi tentang pertanian

organik (Tabel 14). Minimnya petani yang menggunakan media massa lebih

banyak disebabkan karena mereka merasa telah cukup memiliki kemampuan

bertani yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Petani lebih suka menanyakan

informasi kepada petani lain yang dianggapnya berhasil, selain karena tidak

mengeluarkan biaya juga bisa dilakukan langsung ketika bertani melalui diskusi.

48
Tabel 14. Jumlah Media Massa yang Dimanfaatkan sebagai Sumber Informasi
Petani untuk Memperoleh Pengetahuan Pertanian Organik

Banyaknya Media Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Massa yang digunakan
Tidak Pernah 22 62,9
1-2 buah 10 28,6
Lebih dari 2 buah 3 8,5
Total 35 100,0

Keberadaan PPL juga belum dimanfaatkan secara maksimal oleh semua

petani untuk menambah informasi. Dari Tabel 15 dapat terlihat bahwa sebagian

besar petani sering bertemu dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Petani

kadang-kadang tidak berani untuk mengeluarkan pendapatnya kepada penyuluh

apabila ada materi penyuluhan yang dirasakan tidak dimengerti karena merasa

penyuluh memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi sehingga apa yang

dikatakannya selalu benar. Petani yang belum pernah bertemu dengan PPL adalah

petani yang bergabung dengan kelompok tani secara terpaksa karena adanya

program pemerintah sehingga tidak aktif di dalam kegiatan kelompok tani.

Sebagian besar petani yang sering bertemu PPL adalah petani yang aktif di dalam

kegiatan kelompok taninya.

Tabel 15. Frekuensi Pertemuan Petani di Desa Ciaruteun Ilir dengan PPL

Frekuensi Menemui Jumlah Petani (orang) Persen (%)


PPL
Tidak Pernah 4 11,4
Kadang-kadang 3 8,6
Sering 28 80,0
Total 35 100,0

49
5.3 Karakteristik Inovasi.

Karakteristik inovasi ini, ternyata keempat indikatornya saling

memperkuat. Hanya karakteristik inovasi mengenai tingkat kesesuaian yang tidak

direspon positif oleh petani. Ketika ditanya tentang kesesuaian budidaya organik

dalam memenuhi kebutuhan pangan dengan lingkungan sehat ternyata didominasi

oleh jawaban sangat tidak sesuai dan tidak sesuai masing-masing sebanyak 13

orang (37,10 persen) dan 12 orang (34,30 persen) seperti yang terlihat pada Tabel

16. Para petani menganggap bahwa mereka selama ini telah terbiasa dengan pola

bertani konvensional yang sudah lama diajarkan oleh orang tua mereka. Dengan

adanya pertanian organik, berarti mereka harus mengubah tata cara mereka dalam

bertani.

Tabel 16. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kesesuaian Bertani
Organik dengan Lingkungan

Penilaian Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Sangat Tidak Sesuai 13 37,1
Tidak Sesuai 12 34,3
Sama Saja 6 17,1
Sesuai 3 8,6
Sangat Sesuai 1 2,9
Total 35 100,0

Beda halnya ketika petani ditanya tentang pandangan mereka mengenai

pertanian organik secara ekonomis jika dibanding dengan pertanian yang

konvensional ternyata sebanyak 22 orang (62,9 persen) menyatakan lebih untung

pertanian organik jika dibandingkan pertanian konvensional seperti ditunjukkan

pada Tabel 17. Petani merasa diuntungkan karena dapat menyediakan

50
pupuk/pestisida yang bahan-bahannya mudah didapat untuk dibuat pupuk organik

seperti jerami, dedak, serabut kelapa dan lain-lain, daripada cara bertani

konvensional yang mengharuskan membeli pestisida/pupuk yang harganya

semakin mahal. Selain itu, petani memaparkan apabila pemasaran hasil bertani

organik ini dapat dikelola dengan baik, maka akan mendapatkan harga jual yang

lebih baik dibandingkan produk bertani konvensional asalkan petani bisa

melakukan pengepakan dan pelabelan sesuai dengan keinginan pasar.

Dibandingkan dengan hasil produk konvensional produk organik memiliki

kelebihan yaitu hasil produk lebih aman untuk dikonsumsi dan tidak mengandung

bahan kimia. Hal itulah yang membuat produk organik lebih tinggi harganya

dibandingkan dengan produk konvensional. Sebagai contoh, harga kangkung

organik harganya Rp. 500,00 per ikat, sementara harga kangkung non-organik

harganya Rp. 300,00 per ikat. Harga-harga ini sifatnya fluktuatif, namun tetap saja

harga sayuran organik lebih mahal. Ini juga dibuktikan dengan penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Herdiansyah (2005) yang meneliti tentang padi

organik, bahwa nilai jual padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai jual

padi anorganik.

Tabel 17. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Bertani Organik Secara
Ekonomis

Nilai Ekonomis Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Sangat Tidak 1 2,9
Menguntungkan
Tidak Menguntungkan 5 14,3
Sama Saja 7 20
Lebih Menguntungkan 22 62,9
Total 35 100,0

51
Petani pada umumnya juga menganggap bahwa tatacara bertani organik

tidaklah rumit. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 18 dimana jawaban petani lebih

banyak (sebanyak 11 orang atau 31,40 persen) menyatakan tata cara organik tidak

rumit dan 4 orang atau 11,4 persen menyatakan sangat tidak rumit, serta sebanyak

8 orang petani menyatakan tata caranya sama dengan tata cara pertanian

konvensional yang selama ini telah lama mereka lakukan. Sebagai contoh, untuk

membuat pupuk organik, petani tinggal menaburi jerami yang merupakan sisa

panen dengan EM4 untuk dibusukkan dan akhirnya bisa terproses menjadi pupuk.

Petani yang menganggap kerumitannya sama berpendapat apabila kondisi untuk

membuat bahan organik tidak mendukung seperti cuaca yang buruk akan

menyebabkan jerami sukar membusuk. Selain itu, kadang-kadang jumlah bahan

organik yang ada kadang-kadang tidak dapat memenuhi kebutuhan terutama bagi

petani yang lahan garapannya luas.

Tabel 18. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Perbandingan


Kerumitan Bertani Organik dengan Konvensional

Penilaian Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Sangat Rumit 5 14,3
Rumit 7 20
Sama Saja 8 22,9
Tidak Rumit 11 31,4
Sangat Tidak Rumit 4 11,4
Total 35 100,0

Pembuatan demplot untuk mencoba bertani organik pun bukanlah sesuatu

yang sulit bagi petani. Ketika ditanyakan tentang kemungkinan mereka membuat

demplot pertanian organik skala kecil ternyata mayoritas menjawab mungkin

52
dicoba dan sangat mungkin dicoba yaitu masing-masing sebanyak 15 orang

(42,90 persen) menyatakan mungkin dicoba dan bahkan sebanyak 10 orang

petani (28,60 persen) menyatakan sangat mungkin dicoba seperti yang dapat

dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Pendapat Petani di Desa Ciaruteun Ilir mengenai Demplot untuk
Bertani Organik

Nilai Ekonomis Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Sangat Tidak mungkin Dicoba 2 5,7
Tidak Mungkin Dicoba 5 14,3
Sama Saja 3 8,6
Mungkin Dicoba 15 42,9
Sangat Mungkin Dicoba 10 28,6
Total 35 100,0

Hasil pertanian organik, menurut petani, tidak sukar untuk diamati. Pada

Tabel 20 menunjukkan pendapat petani mengenai kemungkinan hasil pertanian

organik diamati, ternyata sebanyak 17 orang (48,60 persen) menyatakan sangat

mungkin hasil pertanian organik dapat diamati, disusul oleh sekitar 12 orang

petani yang menyatakan bahwa hasil pertanian organik mungkin diamati. Hal

yang dapat diamati dari produk pertanian organik adalah terdapatnya lubang-

lubang pada daun sayuran yang diakibatkan oleh serangan hama. Itu disebabkan

karena tidak adanya kandungan kimia yang terdapat dalam daun sayuran sehingga

hama akan mudah menyerang pada sayuran yang ditanam.

53
Tabel 20. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kemungkinan
Diamatinya Hasil Bertani Organik

Penilaian Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Sangat Tidak Mungkin 1 2,9
Tidak Mungkin Diamati 3 8,6
Sama Saja 2 5,7
Dapat Diamati 12 34,3
Sangat Mungkin Diamati 17 48,6
Total 35 100,0

Dari kelima indikator karakteristik inovasi di atas, ternyata semuanya

saling mendukung ke arah pertanian organik, karena mayoritas petani menyatakan

pertanian organik sangat sesuai dengan lingkungan sehat, lebih menguntungkan

jika dibandingkan pertanian konvensional, dan mayoritas petani menyatakan

pertanian organik tidak rumit. Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa petani

dapat menerima pertanian organik dan sudah mau beralih untuk menerapkannya

dalam bertani.

Indikator karakteristik inovasi, ternyata hasil pengkategorian menyebar ke

dalam tiga kategori rendah, sedang dan tinggi, yang mayoritas petani masuk ke

dalam kategori tinggi yaitu sekitar 60,00 persen seperti terlihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Tingkat Karakteristik Inovasi

Kategori Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Rendah 3 8,57
Sedang 11 31,43
Tinggi 21 60,00
Total 35 100,00

54
5.4 Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi.

Keputusan inovasi terdiri dari lima tahap, yaitu (1) tahap pengenalan, (2)

tahap persuasi, (3) tahap keputusan, (4) tahap implementasi, (5) tahap konfirmasi

Rogers (1995). Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dideskripsikan keadaan

petani untuk melihat sejauh mana mereka telah mengambil keputusan inovasi.

Pada tahap pengenalan, para petani telah mengetahui keuntungan bertani

secara organik baik secara ekonomis maupun dampaknya bagi lingkungan seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 22. Penggunaan pupuk dan pestisida organik akan

membuat petani lebih efisien dan harga jual produknya akan lebih tinggi

dibandingkan hasil bertani konvensional. Selain itu, berkurangnya penggunaan

bahan kimia dalam bertani akan berdanpak baik terhadap lingkungan.

Tabel 22. Pengetahuan Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Bertani Organik
Ramah Lingkungan dan Bernilai Ekonomis

Penilaian Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Tidak Tahu 6 17,1
Kurang tahu 10 28,6
Tahu 19 54,3
Total 35 100,0

Pada tahap persuasi, sebagian besar petani yaitu 82,90 persen (29 orang)

menyatakan tertarik ketika mereka pertama kali mendengar tentang pertanian

organik. Ketertarikan mereka ini dikarenakan menurut apa yang mereka dengar,

pertanian organik lebih menguntungkan khususnya secara ekonomis daripada

teknik pertanian yang mereka jalankan saat itu. Petani yang kurang tertarik

pertanian organik adalah petani yang merasa tidak mau meninggalkan teknik

55
pertanian yang telah diajarkan orang tua mereka. Hal ini dapat dilihat pada Tabel

23.

Tabel 23. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir ketika Pertama Kali Mendengar
Pertanian Organik

Sikap Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Tidak Tertarik 2 5,7
Kurang Tertarik 4 11,4
Tertarik 29 82,9
Total 35 100,0

Tingkat pengambilan keputusan inovasi petani juga telah mencapai tahap

keputusan, hal ini ditunjukkan dengan petani yang menyatakan akan menerima

teknik pertanian organik. Tabel 24 menunjukkan sebanyak 28 orang (80,00

persen) menyatakan akan menerima, dan hanya 1 orang saja yang menolak. Petani

yang menerima pertanian organik ini sering mendengar dan membaca tentang

keberhasilan petani yang menerapkan pertanian organik dari media massa dan

PPL.

Tabel 24. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Tata Cara Bertani Organik

Sikap Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Tidak Menerima 1 2,9
Ragu-ragu 6 17,1
Menerima 28 80,0
Total 35 100,0

Tidak hanya menerima kehadiran bertani secara organik, mereka juga

menyatakan akan beralih dari bertani konvensional menjadi organik. Hal ini

56
didukung oleh pernyataan petani pada Tabel 25, lebih dari setengah petani

menyatakan akan beralih dari pertanian konvensional yang selama ini mereka

lakukan menjadi pertanian yang organik. Ini sebetulnya indikasi awal yang sangat

baik terhadap diterimanya kegiatan pertanian organik di masyarakat, tinggal

dilakukan pembinaan-pembinaan dari instansi-instansi yang terkait dengan

memberikan informasi-informasi tentang tata cara pertanian organik yang baik

dan benar serta teknologi terbarunya yang terus menerus berkembang.

Tabel 25. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir untuk Beralih Menjadi Petani
Organik

Sikap Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Menolak 1 2,9
Ragu-Ragu 14 40,0
Melakukan 20 57,1
Total 35 100,0

Indikator-indikator tingkat pengambilan keputusan inovasi yang lain,

seperti penggunaan pupuk kandang atau pupuk hijau, penggunaan pestisida

organik, pembuatan demplot pertanian organik, tentang mencoba mulai

mengembangkan pertanian organik, mencoba mencari info dari media massa dan

tenaga PPL untuk lebih meyakinkan mereka untuk bertani secara organik, ternyata

indikator-indikator ini menunjukkan sikap positif petani.

Ketika ditanyakan tentang penggunaan pupuk kandang atau pupuk hijau

dalam bertani ternyata sebagian besar petani menyatakan telah menggunakan

pupuk kandang atau pupuk hijau dalam bertani seperti yang terlihat pada Tabel

26. Pupuk ini mereka gunakan untuk dicampur dengan buah berenuk yang

membusuk atau keong mas yang sering menjadi hama bagi petani, apabila petani

57
kesulitan mendapatkan pupuk cair beserta perekatnya dengan harga yang mahal.

Menurut petani, untuk mendapatkan bahan pupuk hijau juga tidak terlalu sulit

karena petani dapat mengumpulkannya dari sisa-sisa sayuran yang busuk sehingga

daripada terbuang petani dapat memanfaatkannya dengan mengumpulkan bahan

dan membuat pupuknya sendiri. Apalagi dengan luas lahan petani yang tidak

terlalu besar akan semakin memudahkan petani dalam mencukupi kebutuhan

pupuk untuk lahannya.

Tabel 26. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Penggunaan Pupuk Hijau

Sikap Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Tidak Melakukan 7 20,0
Ragu-ragu 3 8,6
Melakukan 25 71,4
Total 35 100,0

Tidak hanya menyadari keuntungan dari penggunaan pupuk organik,

sudah banyak juga para petani yang memiliki keinginan untuk menerapkan

penggunaan pestisida organik. Pada Tabel 27 dapat dilihat bahwa persentase

petani yang akan menggunakan pestisida organik (bukan pestisida kimia)

termasuk cukup besar, yaitu sekitar 45,70 persen atau sekitar 16 orang petani. Hal

ini sesuai dengan konsep bertani organik yang sudah tidak lagi menggunakan

pestisida kimia. Namun, masih ada 16 orang atau 45,7 persen lagi yang masih

menggunakan pestisida kimia sekitar 30 persen. Ini disebabkan karena

keterbatasan biaya atau bahan-bahan pembuat pestisida organik seperti bawang

putih, kunyit, jahe dan daun buaya.

58
Tabel 27. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Penggunaan Pestisida
Organik

Sikap Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Tidak Melakukan 16 45,7
Ragu-ragu 3 8,6
Melakukan 16 45,7
Total 35 100,0

Minat petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap pertanian organik ternyata

cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa

petani yang bersedia membuat demplot pertanian organik di lahan mereka cukup

banyak yaitu 14 orang atau sekitar 40,00 persen (Tabel 28). Demplot tersebut

digunakan untuk mencoba teknik pertanian organik dan membandingkan hasilnya

dengan pertanian konvensional agar petani lebih yakin akan keunggulan dari

pertanian organik. Petani yang tidak membuat demplot beranggapan bahwa

mereka bisa melihat demplot petani lainnya jadi tidak perlu membuat sendiri.

Tabel 28. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Pembuatan Demplot

Sikap Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Tidak Melakukan 18 51,4
Ragu-ragu 3 8,6
Melakukan 14 40,0
Total 35 100,0

Pada tahap implementasi, hasil penelitiian ini menunjukkan bahwa petani

di Desa Ciaruteun Ilir telah mencapai tahap ini. Sebanyak 21 orang petani

menyatakan akan mulai mengembangkan teknik pertanian organik di sebagian

lahan mereka seperti yang terlihat pada Tabel 29. Petani merencanakan,

59
pengembangan yang dilakukan ini berupa pengurangan penggunaan pupuk non-

organik dan pestisida kimia tetapi meningkatkan pemupukan dengan pupuk hijau

dan pemberantasan hama dilakukan dengan membuat pestisida alami yang terbuat

dari bahan-bahan organik. Selama penerapan bertani organik yang dilakukan

dalam skala kecil, mereka telah mengamati apa saja yang menjadi kelebihan dan

kekurangan bertani organik sesuai dengan pengalaman mereka sehingga mereka

akan mengimplementasikan pertanian organik pada sebagian lahannya bahkan

tidak menutup kemungkinan akan diterapkan pada seluruh lahan yang

dimilikinya.

Tabel 29. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Pengembangan Teknik
Organik

Sikap Petani Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Tidak Sama Sekali 10 28,6
Sebagian 21 60,0
Seluruhnya 4 11,4
Total 35 100,0

Tahap pengambilan keputusan petani di Desa Ciaruteun Ilir ternyara

sampai pada tahap konfirmasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya inisiatif dari

petani untuk mencari informasi tambahan mengenai teknik pertanian organik dari

media massa. Sebanyak 25 orang petani atau sekitar 71,40 persen mau mencari

informasi tambahan tersebut dari media massa dan bahkan sekitar 28 orang (80,00

persen) petani bersedia mencari informasi tambahan tentang pertanian organik

dari tenaga PPL untuk menambah pengetahuan tentang tata cara betani organik

(Tabel 30). Apabila mereka membaca dan mendengar hal-hal yang tidak

60
dimengerti mengenai teknik bertani organik dari media massa, mereka akan

menanyakannya kepada PPL.

Tabel 30. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir untuk Menambah Informasi Melalui
Media Massa dan PPL

Sumber Informasi
Media Massa PPL
Sikap Petani Jumlah % Jumlah %
Tidak mencari informasi 6 17,1 4 11,4
Kurang mencari informasi 4 11,4 3 8,6
Mencari informasi 25 71,5 28 80,0
Jumlah 35 100,0 35 100,0

Sejalan dengan tingginya tingkat karakteristik inovasi, tingkat

pengambilan keputusan inovasi pun menunjukkan hasil yang sama, terbukti untuk

tingkat pengambilan keputusan inovasi mayoritas masuk ke dalam kategori tinggi,

yaitu sekitar 20 orang petani atau sekitar 57,14 persen seperti yang ditunjukkan

Tabel 31.

Tabel 31. Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi

Kategori Jumlah Petani (orang) Persen (%)


Rendah 3 8,57
Sedang 12 34,29
Tinggi 20 57,14
Total 35 100,00

61
BAB VI

FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI

6.1 Hubungan antara Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi dengan


Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi.

Hasil analisis korelasi antara variabel tingkat pengambilan keputusan inovasi

dengan variabel karakteristik sosial ekonomi, ternyata variabel usia dan luas lahan

memiliki hubungan yang sangat nyata. Golongan usia petani di desa ini masih

tergolong usia produktif, sehingga masih mau untuk menerima inovasi dalam

bertani asalkan dapat meningkatkan produksi pertanian, selain itu, mereka mau

bertani organik karena melihat keuntungan yang akan diperoleh apabila

menerapkan teknik pertanian ini.

Lahan yang tidak terlalu luas juga sangat berpengaruh terhadap keputusan

petani untuk bertani organik. Mereka tidak perlu mengumpulkan kotoran hewan

dalam jumlah yang sangat besar. Kotoran hewan ini biasa mereka peroleh dari

peternak dengan harga Rp. 5.000 satu karung. Untuk dipakai di lahannya,

diperlukan lima hingga enam karung pupuk.

Tingkat pendidikan petani ternyata tidak berhubungan nyata dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi. Ini disebabkan karena rendahnya pendidikan

mereka tetapi bukan rendah dalam pengetahuan bertani sayuran organik. Petani

mengatakan bahwa guru terbaik adalah pengalaman karena dengan pengalaman

petani dapat menerima, memahami dan menerapkan sistem pertanian organik.

Pendidikan non-formal juga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat

pengambilan keputusan karena petani belum melihat secara langsung

keberhasilan yang dilakukan oleh PPL dalam melakukan pertanian organik, itu
disebabkan juga karena UPTD tidak memberikan sepenuhnya sarana-sarana yang

mendukung PPL untuk melakukan pertanian organik.

Pengalaman bertani non-organik berpengaruh nyata terhadap tingkat

pengambilan keputusan. Ini disebabkan, selama bertani secara non-organik,

mereka merasakan semakin hari harga pupuk dan pestisida semakin mahal

sedangkan harga produk tidak mengalami peningkatan. Petani yang telah

menerapkan pertanian organik telah merasakan keuntungan-keuntungan yang

diperoleh dari bertani organik seperti kemudahan dalam penerapan, hasil yang

lebih sehat, kesuburan tanah tetap terjaga dan harga jual produk organik yang

relatif lebih mahal dibanding non-organik. Faktor pengalaman bertani organik

juga berhubungan nyata dengan keputusan petani untuk melakukan pertanian

organik yang sekarang sedang dianjurkan oleh pemerintah. Hal ini berarti bahwa

semakin lama petani mempunyai pengalaman bertani organik maka petani

semakin yakin dengan pertanian organik. Hasil pengolahan data dengan uji

statistik untuk variabel karakteristik sosial ekonomi dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Hasil Uji Statistik Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi

Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi


Variabel Karakteristik Sosial Koefisien
Ekonomi Korelasi Signifikansi Keputusan
Usia 0,849 0,000** Sangat Nyata
Luas Lahan 0,734 0,000** Sangat Nyata
Tingkat Pendidikan Formal 0,209 0,228 Tidak Nyata
Tingkat Pendidikan Nonformal 0,008 0,962 Tidak Nyata
Pengalaman Bertani Non-organik 0,353 0,042* Nyata
Pengalaman Bertani Organik 0,362 0,033* Nyata
Ket : * α = 0,05 → nyata
** α = 0,01→ sangat nyata

63
6.2 Hubungan antara Tingkat Pengambilan Keputusan dengan Variabel
Perilaku Komunikasi

Semua variabel komunikasi berhubungan nyata dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi seperti yang terlihat pada Tabel 33. Bahkan,

interaksi dengan radio, surat kabar, pamflet dan PPL memiliki hubungan yang

sangat nyata. Hal ini berarti semakin banyak petani berinteraksi dengan media

massa dan PPL yang membahas pertanian organik, semakin mendorong petani

untuk ikut mencoba pertanian organik.

Petani di Ciaruteun Ilir mendapatkan informasi seputar pertanian organik

dari radio pertanian yang terletak di Ciawi. Namun menurut petani, informasi

berita mengenai pertanian organik masih sedikit. Informasi bertani organik juga

mereka dapatkan dari surat kabar. Apabila salah satu petani menemukan berita di

surat kabar mengenai keberhasilan pertanian organik, dengan otomastis mereka

membicarakannya secara informal di lahan garapan mereka sambil beristirahat.

Pamflet-pamflet mengenai pertanian organik mereka dapatkan dari

produsen pupuk organik yang menawarkan produk-produk organik dalam

kemasan. Di dalam pamflet-pamflet atau brosur tersebut diceritakan keberhasilan

petani yang sudah mengaplikasikan produk pupuk organik yang ditawarkan.

Selain itu juga masih ada spanduk, majalah dan billboard yang terynyata semua

variabel tersebut berhubungan nyata dengan tingkat pengambilan keputusan

inovasi. Hal ini berarti semakin banyak spanduk, billboard ataupun majalah yang

mereka baca atau mereka lihat maka petani akan semakin banyak informasi dan

mencoba tekhnik-tekhnik baru dalam pertanian organik. Menurut petani, mereka

akan lebih tertarik lagi menerapkan pertanian organik apabila di media massa

diceritakan keberhasilan petani-petani yang menerapkan pertanian organik.

64
Dengan melihat keberhasilan petani-petani lain yang berhasil meningkatkan hasil

pertaniannya melalui pertanian organik, petani menjadi semakin yakin untuk

mencoba bertani secara organik.

Tabel 33. Hubungan antara Tingkat Pengambilan Keputusan dengan Variabel


Perilaku Komunikasi

Peranan Media Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi


Komunikasi Koefisien Korelasi Signifikansi Keputusan
TV 0,417 0,013* Nyata
Surat Kabar 0,609 0,000** Sangat Nyata
Tabloid 0,439 0,008 * Nyata
Radio 0,731 0,000** Sangat Nyata
Pamflet 0,503 0,002** Sangat Nyata
Brosur 0,368 0,030* Nyata
Poster 0,395 0,019* Nyata
Spanduk 0,377 0,026* Nyata
Majalah 0,448 0,005* Nyata
Billboard 0,484 0,003* Nyata
VCD 0,467 0,005* Nyata
Kaos 0,415 0,013* Nyata
Kalender 0,383 0,023* Nyata
Frekuensi Bertemu
dengan PPL 0,605 0,000** Sangat Nyata
Ket : * α = 0,05 → nyata
** α = 0,01 → sangat nyata

6.3 Hubungan antara Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi dengan


Variabel Karakteristik Inovasi.

Kelima indikator variabel karakteristik inovasi ternyata empat indikator

yang mempunyai hubungan yang nyata dengan tingkat pengambilan keputusan

inovasi yaitu tingkat keuntungan relatif, tingkat kerumitan, tingkat kemungkinan

dicoba dan tingkat kemungkinan diamati. Variabel tingkat keuntungan relatif

berhubungan nyata dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi karena

65
menurut petani dengan mereka melakukan pertanian organik harga jual semakin

tinggi, dan bila dilihat dari tingkat kemungkinan dicoba menurut petani dalam

melakukan penanaman, perawatan dan pembuatan pupuknya tidaklah sulit bahkan

mereka dengan mudah membuat demplot di halaman rumah mereka. Hasil

pertanian organik juga dapat dibedakan dengan pertanian non-organik. Apabila

kita amati, sayuran organik akan tampak lubang-lubang pada daun sayuran yang

menandakan bahwa daun tersebut tidak mengandung bahan kimia sehingga hama-

hama masih ada yang memakannnya dalam jumlah kecil. Pada variabel tingkat

kerumitan berhubungan nyata dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi

karena menurut petani di Desa Ciaruteun Ilir walaupun teknik ini merupakan

pengalaman baru bagi mereka dan relatif lebih rumit dibandingakan dengan teknik

pertanian non- organik membuat mereka semakin tertantang untuk berhasil

menerapkan teknik organik asalkan produksi pertanian mereka meningkat.

Variabel tingkat kesesuaian tidak berhubungan nyata dengan tingkat

pengambilan keputusan inovasi. Petani telah terbiasa melakukan pertanian secara

non-organik sesuai dengan yang diajarkan oleh orang tua mereka. Mereka lebih

mengenal bahan-bahan kimia yang sudah jadi di toko dibandingkan pupuk atau

pestisida organik. Hasil uji statistik variabel karakteristik inovasi terlihat pada

Tabel 34.

66
Tabel 34. Hubungan antara Karakteristik Inovasi dengan Tingkat Pengambilan
Keputusan Inovasi

Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi


Variabel Koefisen Korelasi Signifikansi Keputusan
Tingkat Keuntungan Relatif 0,471 0,004* Nyata
Tingkat Kesesuaian 0,313 0,067 Tidak Nyata
Tingkat Kerumitan 0,564 0,000* Nyata
Tingkat Kemungkinan
Dicoba 0,465 0,005* Nyata
Tingkat Kemungkinan
Diamati 0,265 0,005* Nyata
Ket : * α = 0,05 → nyata

6.4 Hubungan antara Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi dengan


Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi, Perilaku Komunikasi dan
Karakteristik Inovasi.

Analisis korelasi digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

karakteristik sosial ekonomi, perilaku komunikasi dan karakteristik inovasi

dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi. Dari ketiga variabel tersebut di

atas, variabel perilaku komunikasi memiliki korelasi lebih besar daripada variabel

lainnya terhadap tingkat pengambilan keputusan inovasi yaitu 0,728 dengan nilai

signifikansi 0,000 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai taraf nyata

α = 0,05 seperti yang ditunjukkan Tabel 35. Hal ini berarti, interaksi petani

dengan media massa dan PPL menjadi faktor kuat yang menyebabkan petani

mengambil keputusan untuk bertani organik. Petani melakukan pertanian organik

disebabkan oleh adanya pemberitaan di media massa seputar pertanian organik,

faktor karakteristik sosial ekonomi mereka seperti pendidikan baik formal maupun

formal dan pengalamannya dalam bertani organik dan non-organik.

Faktor lain yang mendorong petani untuk bertani organik juga disebabkan

oleh karakteristik pertanian organik itu sendiri seperti keuntungan ekonomis yang

67
akan diperoleh petani apabila menerapkan pertanian organik, tingkat kerumitan

bertani organik dibandingkan bertani secara konvensional, kemudahan dicoba,

serta kemudahan diamati hasilnya.

Tabel 35. Hubungan antara Variabel-variabel terhadap Pengambilan Keputusan


Inovasi

Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi


Koefisien
Variabel Korelasi Signifikansi Deskripsi
Karakteristik Sosial
Ekonomi 0,673 0,000** Sangat Nyata
Perilaku Komunikasi 0,728 0,000** Sangat Nyata
Karakteristik Inovasi 0,709 0,000** Sangat Nyata
Ket : ** α = 0,01 → sangat nyata

68
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Menurut petani di Desa Ciaruteun Ilir bertani organik lebih

menguntungkan daripada konvensional secara ekonomis dan mekanismenya tidak

rumit. Petani bersedia beralih dari pertanian konvensional menjadi pertanian

organik. Petani menunjukkan respon positif terhadap inovasi untuk bertani secara

organik yang ditunjukkan dengan tingginya tingkat pengambilan keputusan

inovasi.

Variabel perilaku komunikasi memiliki korelasi lebih besar daripada

variabel lainnya terhadap tingkat pengambilan keputusan inovasi. Dari hasil

analisis korelasi antara variabel tingkat pengambilan keputusan inovasi dengan

variabel karakteristik sosial ekonomi, variabel usia dan luas lahan memiliki

hubungan yang sangat nyata serta faktor pengalaman bertani organik dan non-

organik berpengaruh nyata terhadap keputusan petani untuk melakukan pertanian

organik. Variabel tingkat pendidikan formal dan pendidikan non- formal petani

tidak berhubungan nyata dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi.

Variabel komunikasi menunjukkan semua variabelnya berhubungan nyata

dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi. Bahkan, interaksi dengan radio,

surat kabar, pamflet dan PPL memiliki hubungan yang sangat nyata.

Dari kelima indikator variabel karakteristik inovasi, empat indikator yang

mempunyai hubungan yang nyata dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi

yaitu apakah pertanian organik memberikan keuntungan yang relatif terhadap


petani, apakah teknik pertanian memungkinkan untuk dicoba, bagaimanakah

tingkat kesulitan teknik pertanian organik jika dibandingkan dengan teknik

pertanian konvensional dan tingkat kemungkinan diamatinya hasil pertanian

organik, sedangkan indikator tingkat kesesuaian tidak berhubungan nyata.

7.2 Saran

Kelompok tani perlu membuat lokasi khusus untuk pembuatan pupuk

organik secara kelompok. Hal ini dikarenakan petani kadang-kadang sulit

membuat pupuk organik terutama pada musim penghujan. Apabila tersedia lokasi

khusus pembuatan pupuk organik secara kelompok, maka pembuatan bokashi

yang membutuhkan pembusukan sempurna tidak terganggu cuaca.

Petani diberikan pelatihan untuk menggolongkan hasil produksi yang baik

dan yang kurang baik. Produk yang baik diberikan pengepakan dan pelabelan agar

dapat dipasarkan ke supermarket, untuk itu kelompok tani perlu memperbaiki

sistem pemasaran yang sudah berjalan dengan cara mengfungsikan kelompok tani

sebagai lembaga pengelola penjualan hasil pertanian.

Untuk produk yang kurang baik, dijual ke pasar tradisional dengan harga

yang sama dengan produk yang bukan organik. Media massa dan PPL sebagai

faktor kuat yang mempengaruhi petani untuk bertani organik, sangat tepat

dijadikan media bagi pemerintah untuk menginformasikan program-program baik

menyangkut tata cara bertani secara organik.

70
DAFTAR PUSTAKA

Blalock, Hubert.1792. Social Statistics. McGraw-Hill Book Company: New York.


Hassan, M. Iqbal. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002.

Herdiansyah, Irwan.2005. Analisis Aspek Ekonomi dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Adopsi Sistem Usahatani Padi Organik. Studi Kasus di
Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Propinsi Jawa
Barat. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.

IFOAM. 1997. Principles of Organic Agriculture. IFOAM General assembly in


Adelaide in 1997. http://www.ifoam.com.

Indriana, Hana. 2004. Penerapan Teknik Pertanian Organik pada Budidaya


Kentang: Studi Kasus pada Petani di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten
Bandung, Propinsi Jawa Barat. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial dan
Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Iskandar. 1999. Sumber Informasi bagi Petani dalam Penerapan Teknologi Usaha
Kentang (Kasus di Kecamatan Pengalengan Dati II. Bandung). Thesis.
Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Mardikanto, Totok.1988. Komunikasi Pembangunan. Sebelas Maret University


Press: Surakarta.

Pical, Venda Jolanda. 1997. Tahapan Adopsi Teknologi Pengolahan Ikan oleh
Wanita Pedesaan. Thesis. Bogor: Program Pascasarjana IPB.

Pracaya. 2004. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan Polibag. Cetakan
ke-4. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Prawoto, Agung 2002. Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap
Optimal. Kompas. Jum’at, 19 Juli 2002.

Rogers, Everett M. dan F. Floud Shoemaker 1971. Communication of


Innovations. The Free Press: New York.

Rogers, Everett M. 1995. Diffusion of Inovations: Four Edition. The Fress Press:
New York.

Rogers, Everett M. 2003. Diffusion of Inovation. Fifth Edition. New York : Free
Press.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penilaian Survai. LP3ES:
Jakarta.

Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan dan


Pengembangannya. Kanisius: Yogyakarta.

Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta : UI – Press.

Soemantri, Dody Achadiyat. 1998. Hubungan Karakteristik dan Intensitas


Komunikasi Petani Peserta UPSA dengan Perilaku Mereka dalam
Menerapkan Teknologi Teras di Kabupaten DT. II Sukabumi. Thesis.
Proram Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Soetrisno, Loekman 2002. Paradigma Baru Pertanian: Sebuah Tinjauan


Sosiologis. Kanisius: Yogyakarta.

Van den Ban, A. W. dan H. S. Hawkins.1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit :


Kanisius.

Wisnuwardhani. 2002. Kajian Pengembangan Bisnis Pengusahaan Pergiliran


Tanaman Hortikultura (Nasubi, Buncis, Kubis, Wortel) Menggunakan
Sistem Pertanian Organik. Program Diploma III, Program Studi
Manajemen Agribisnis Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Perrtanian.
Fakultas Pertanian IPB: Bogor.

72
LAMPIRAN
Lampiran 1
KUESIONER

I. Biodata Petani
Nama :
Pendidikan :
Pelatihan yang pernah diikuti :
Pengalaman bertani non-organik :
Pengalaman bertani organik :

II. Perilaku Komunikasi


1. Menggunakan radio sebagai sumber informasi untuk bertani organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
2. Menggunakan televisi sebagai sumber informasi untuk bertani organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
3. Tabloid digunakan sebagai penambah informasi tata cara bertni organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
4. Membaca koran sebagai penambah informasi bertani organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
5. Pamflet atau liflet sebagai media untuk menambah wawasan tentang bertani
organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
6. Brosur digunakan sebagai penambah informasi bertani organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
7. Media papan atau billboard digunakan sebagai sumber informasi pertanian
organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
8. Poster digunakan menjadi sarana informasi bertani organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
9. Spanduk digunakan sebagai sumber informasi bertani organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
10. Majalah digunakan sebagai sumber informasi bertani organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
11. Film dokumenter berupa VCD sebagai sumber informasi tata cara bertani
organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
12. Informasi yang dicetak pada kaos tentang bertani organik dapat digunakan
sebagai sumber informasi:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
13. Kalender pertanian digunakan sebagai media pendukung informasi pertanian
organik:
a. Tidak pernah b. Kadang-kadang c. Sering
14. Jumlah media massa yang digunakan untuk menambah informasi bertani
organik?
15. Berapa kali anda menemui PPL untuk membahas masalah pertanian organik
dalam sebulan?

II. Karakteristik Inovasi


1. Bagaimana pandangan anda tentang bertani organik secara ekonomis,
dibandingkan dengan bertani sebelumnya (konvensional):
a. Sangat tidak menguntungkan
b. Tidak menguntungkan
c. Sama saja
d. Lebih menguntungkan
e. Sangat menguntungkan
2. Bagaimana pandangan anda terhadap kesesuaian budidaya sayuran organik
dalam memenuhi kebutuhan pangan dan lingkungan sehat:
a. Sangat tidak sesuai
b. Tidak sesuai
c. Sama saja
d. Sesuai
e. Sangat sesuai
3. Bagaimana pandangan anda tentang tata cara bertani organik, dibandingkan
dengan teknik bertani sebelumnya (konvensional):

75
a. Sangat rumit
b. Rumit
c. Sama saja
d. Tidak rumit
e. Sangat tidak rumit
4. Bagaimana menurut anda tentang kemungkinan dibuatnya demplot pertanian
organik dalam skala kecil:
a. Sangat tidak memungkinkan untuk dicoba
b. Tidak memungkinkan untuk dicoba
c. Sama saja
d. Memungkinkan untuk dicoba
e. Sangat memungkinkan untuk dicoba
5. Bagaimana kemungkinan diamatinya hasil pertanian organik:
a. Sangat tidak memungkinkan untuk diamati
b. Tidak memungkinkan untuk diamati
c. Sama saja
d. Memungkinkan untuk diamati
e. Sangat memungkinkan untuk diamati

III. Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi


1. Pertanian organik merupakan teknik baru dalam pertanian yang ramah
lingkungan dan menguntungkan secara ekonomis:
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
2. Bagaimana sikap anda ketika pertama kali mendengar tentang pertanian organik:
a. Tidak tertarik
b. Kurang tertarik
c. Tertarik dan mencari informasi lebih lanjut
3. Bagaimana sikap anda dengan adanya teknik pertanian organik:
a. Tidak menerima
b Ragu-ragu
c. Menerima

76
4. Apakah anda akan beralih untuk bertani dengan cara organik:
a. Menolak
b. Ragu-ragu
c. Melakukan
5. Apakah anda akan menggunakan pupuk kandang atau pupuk hijau pada
usahatani tani anda:
a. Tidak melakukan
b. Ragu- ragu
c. Melakukan
6. Apakah anda membasmi hama dengan pestisida organik:
a. Tidak melakukan
b. Ragu-ragu
c. Melakukan
7. Apakah anda melakukan demplot pada usahatani anda:
a. Tidak melakukan
b. Ragu-ragu
c. Melakukan
8. Apakah anda mulai mengembangkan teknik pertanian organik yang sudah ada
dengan teknik yang sesuai dengan keinginan anda:
a. Tidak sama sekali
b. Sebagian
c. Banyak
9. Apakah anda mencari tambahan informasi untuk meyakinkan keputusan anda
untuk bertani organik melalui media massa:
a. Tidak mencari informasi
b. Kurang mencari informasi
c. Mencari informasi
10. Apakah anda mencari tambahan informasi kepada PPL untuk meyakinkan
keputusan anda dalam bertani organik:
a. Tidak mencari informasi
b. b. Kurang mencari informasi
c. Mencari informasi

77
IV. Panduan Pertanyaan
1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu melakukan kegiatan bertani?
2. Sudah berapa lama Bapak/Ibu melakukan kegiatan bertanam sayuran secara
organik?
3. Apa alasan Bapak/Ibu bertanam sayuran organik ?
4. Apa keuntungan dan/atau kerugian yang Bapak/Ibu peroleh dengan
bertanam sayuran secara organik, dibandingkan dengan teknik bertanam
sayuran yang sudah pernah Bapak/Ibu lakukan?
5. Apakah Bapak/Ibu mudah mendapatkan bahan-bahan (kotoran ternak/sisa-
sisa tanaman) untuk pembuatan bokasi?
6. Apakah Bapak/Ibu telah menggunakan pestisida sesuai dengan petunjuk
aturannya?
7. Apakah Bapak/Ibu mengetahui bahwa bawang putih dapat digunakan untuk
membunuh hama (pestisida organik)?
8. Manakah yang lebih Bapak/Ibu sering lakukan, membunuh hama dengan
pestisida kimia atau organik?
9. Apakah biaya dan tenaga untuk bertani sayuran organik dengan bertani
tradisional (non-organik) berbeda? Manakah yang lebih disukai?
10. Bagaimanakah cara Bapak/Ibu melakukan pengemasan terhadap hasil
panen sayuran organik?
11. Apakah bimbingan dari PPL dapat membantu Bapak/Ibu bertani sayuran
organik?
12. Apakah Bapak/Ibu mempunyai cara lain untuk bertani sayuran organik
selain cara yang diajarkan oleh PPL?
13. Apakah bapak/ ibu berlangganan majalah tentang pertanian organik?
14. Menurut Bapak/Ibu, pelatihan apakah yang seharusnya diselenggarakan
oleh PPL untuk mendukung pertanian organik?
15. Faktor yang dapat menyebabkan Bapak tidak mau bertani sayuran organik?

78
Lampiran 2

1. Karakteristik Sosial Ekonomi ( variabel x)


1. Tingkat Pendidkan Pendidikan formal yang a. Tidak tamat SD = skor 1
Formal pernah diikuti oleh petani. b. Tamat SD = skor 2
c. Tidak tamat SLTP = skor 3
d. Tamat SLTP = skor 4
e. Tidak tamat SMU = skor 5
f. Tamat SMU = skor 6
g. Perguruan tinggi = skor 7
2. Tingkat Pendidikan Non- Pendidikan seputar a. Tidak pernah = skor 1
kelengkapan materi sayuran b. SLS = skor 2
Formal
organik yang dilakukan oleh c. Budidaya sayuran = skor 3
petani
3. Tingkat Pengalaman Lamanya petani mengelola a. 4 tahun- 11 tahun = skor 1
Petani Konvensional usahatani sayuran secara b. 12 tahun – 19 tahun = skor 2
mandiri dengan teknik c. 20 tahun – 27 tahun = skor 3
konvensional, dihitung dari d. 28 tahun – 35 tahun = skor 4
awal berusahatani sampai e. 36 tahun – 43 tahun = skor 5
beralih ke pertanian organik.
4. Tingkat Pengalaman Lamanya petani mengelola a. 1 tahun – 2 tahun = skor 1
usahatani sayuran secara b. 3 tahun – 5 tahun = skor 2
Bertani Organik
mandiri dengan teknik c. 6 tahun – 8 tahun = skor 3
pertanian organik, dihitung d. 9 tahun – 11 tahun = skor 4
dari awal berusahatani organik e. 12 tahun – 14 tahun = skor 5
sampai penelitian dilakukan.
5. Umur Petani Usia petani pada saat a. 40 thn- 43 thn = skor 3
penelitian dilakukan b. 44 thn- 47 thn = skor 2
c. 48 thn- 50 thn = skor 1
6. Luas Lahan Luas lahan yang digarap oleh a. 800 m2 - 1.100 m2= skor 3
petani ketika penelitian b. 1.101m2 – 1.400 m2= skor 2
dilakukan. c. 1.401 m2- 1.700 m2= skor 1

Total skor pada variabel x karakteristik sosial ekonomi dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
Rendah = 6 – 9
Sedang = 10 – 17
Tinggi = 18 - 26
2. Perilaku Komunikasi (variabel x)
1. Tingkat Intensitas media massa yang a. Tidak pernah = skor 1
digunakan sebagai sumber informasi b. Kadang- kadang = skor 2
Penggunaan
tentang teknik pertanian organik, c. Sering = skor 3
media massa meliputi radio, televisi, surat kabar,
leaflet atau pamflet,brosur,
selebaran( surat edaran), poster,
spanduk, majalah pertanian, koran
atau buletin dinding, kaos, melalui,
media papan dan billboard, VCD
(film dokumenter), kalender.
2. Intensitas Frekuensi pertemuan petani dengan a. 0 – 1 kali sebulan = skor 1
PPL untuk membahas permasalahan b. 2 – 3 kali sebulan = skor 2
interaksi
usahatani dengan teknik pertanian c. 4 – 5 kali sebulan = skor 3
dengan PPL organik.

Total skor pada variabel x karakteristik perilaku komunikasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
Rendah = 15 - 25
Sedang = 26 - 36
Tinggi = 37 - 45

3. Karakteristik Inovasi ( variabel x)


1. Tingkat keuntungan Pandangan petani terhadap a. Sangat tidak menguntungkan = skor
relatif keuntungan budidaya sayuran 1
organik secara ekonomis b. Tidak menguntungkan = skor 2
dibandingkan dengan teknik c. Sama saja = skor 3
konvensional. d. Menguntungkan = skor 4
e. Sangat menguntungkan = skor 5
2. Tingkat kesesuaian Pandangan petani terhadap a. Sangat tidak sesuai = skor 1
kesesuaian budidaya sayuran b. Tidak sesuai = skor 2
organik dalam memenuhi c. Sama saja = skor 3
kebutuhan petani akan pangan d. Sesuai = skor 4
dan lingkungan yang sehat. e. Sangat sesuai = skor 5
3. Tingkat kerumitan Pandangan petani terhadap a. Sangat rumit = skor 1
kerumitan budidaya sayuran b. Rumit = skor 2
dengan teknik pertanian organik c. Sama saja = skor 3
untuk dimengerti dan diterapkan d. Tidak rumit = skor 4
pada lahan usahatani. e. Sangat tidak rumit = skor 5
4. Tingkat Pandangan petani terhadap a. Sangat tidak memungkinkan untuk
kemungkinan dicoba kemungkinan dicobanya dicoba = skor 1
budidaya sayuran dengan teknik b. Tidak memungkinkan untuk dicoba =
pertanian organik pada lahan skor 2
percontohan (demplot). c. Sama saja = skor 3

80
d. Memungkinkan untuk dicoba = skor
4
e. Sangat memungkinkan untuk dicoba
= skor 5
5. Tingkat Pandangan petani terhadap a. Sangat tidak memungkinkan untuk
kemungkinan kemungkinan diamatinya hasil diamati = skor 1
diamati pengambilan keputusan teknik b. Tidak memungkinkan untuk diamati
pertanian organik pada budidaya = skor 2
sayuran. c. Sama saja = skor 3
d. Memungkinkan untuk diamati = skor
4
e. Sangat memungkinkan untuk diamati
= skor 5
Total skor pada variabel x karakteristik Inovasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
Rendah = 5 - 11
Sedang = 12 - 18
Tinggi = 19 - 25

4. Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi (variabel y)


1. Tahap pengenalan ( Knowledge) Terjadi ketika perorangan (atau a. Tidak tahu = skor 1
unit lain dalam pengambilan b. Kurang tahu = skor 2
keputusan) ditunjukan ke suatu c. Tahu = skor 3
laba dan keberadaan inovasi
merupakan suatu pemahaman
dari bagaimana hal tersebut
berfungsi, dimana petani
mengetahui adanya cara bertani
sayuran organik.

2. Tahap persuasi ( Persuasion) Terjadi ketika perorangan (atau a. Tidak tertarik = skor 1
unit lain dalam pengambilan b Kurang tertarik = skor
keputusan) membentuk suatu 2
sikap yang baik atau yang c. Tertarik dan mencari
kurang baik terhadap inovasi, informasi lebih lanjut =
dimana menunjukan sikap skor 3
petani terhadap inovasi sayuran
organik.

3. Tahap keputusan ( Decisions) Berlangsung ketika perorangan a. Tidak melakukan =


(atau unit lain dalam skor 1
pengambilan keputusan) terlibat b. Ragu- ragu = skor 2
dalam aktivitas yang mendorong c. Melakukan = skor 3

81
kearah suatu pilihan untuk
mengadopsi atau menolak
inovasi, dimana petani mau
menerima atau menolak adanya
inovasi sayuran organik.

4. Tahap implementasi Terjadi ketika perorangan (atau a. Tidak sama sekali =


( Implementation) unit dalam pengambilan skor 1
keputusan) menaruh suatu b. Sebagian = skor 2
gagasan yang baru ke dalam c. Banyak = skor 3
penggunaan inovasi tersebut,
dimana petani berimprovisasi
dalam bertani sayuran organik.

5. Tahap konfirmasi Berlangsung ketika perorangan a. Tidak mencari


( Confirmation) mencari penguatan dari suatu informasi lebih lanjut =
keputusan inovasi yang telah skor 1
dibuat, tetapi dapat b.Kurang mencari
membalikkan keputusan informasi lebih lanjut =
tersebut jika berlawanan dengan skor 2
pesan tentang inovasi, dimana c. Mencari informasi lebih
petani mencari pembenaran lanjut = skor 3
akan keputusan yang
diambilnya.

Total skor pada variabel y dibagi menjadi 3 bagian yaitu:


Y = rentang skor 10 - 30
Rendah = 10 - 16
Sedang = 17 - 23
Tinggi = 24 - 30

82
Lampiran 3

Korelasi TPKI dengan usia data kontinu


Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Usia
Inovasi Responden
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .849**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Responden Pearson Correlation .849** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Korelasi TPKI dengan usia data kontinu


Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Usia
Inovasi Responden
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .915**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Responden Correlation Coefficient .915** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Korelasi TPKI dengan luas lahan data kontinu


Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Luas Lahan
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .734**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Luas Lahan Pearson Correlation .734** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Korelasi TPKI dengan luas lahan data kontinu


Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Luas Lahan
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .835**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Luas Lahan Correlation Coefficient .835** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Usia
Inovasi Responden
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .744**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Responden Pearson Correlation .744** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Usia
Inovasi Responden
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .833**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Responden Correlation Coefficient .833** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan Tingkat
Keputusan Pendidikan
Inovasi Responden
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .209
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .228
N 35 35
Tingkat Pendidikan Pearson Correlation .209 1
Responden Sig. (2-tailed) .228 .
N 35 35

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan Tingkat
Keputusan Pendidikan
Inovasi Responden
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .207
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .233
N 35 35
Tingkat Pendidikan Correlation Coefficient .207 1.000
Responden Sig. (2-tailed) .233 .
N 35 35

84
Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Pelatihan
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 -.008
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .962
N 35 35
Pelatihan Pearson Correlation -.008 1
Sig. (2-tailed) .962 .
N 35 35

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Pelatihan
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .039
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .824
N 35 35
Pelatihan Correlation Coefficient .039 1.000
Sig. (2-tailed) .824 .
N 35 35

Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Pengalaman
Inovasi Non Organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .353
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .042
N 35 35
Pengalaman Non Pearson Correlation .353 1
Organik Sig. (2-tailed) ..042 .
N 35 35

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Pengalaman
Inovasi Non Organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .293
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .087
N 35 35
Pengalaman Non Correlation Coefficient .293 1.000
Organik Sig. (2-tailed) .087 .
N 35 35

85
Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Pengalaman
Inovasi Organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .362*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .033
N 35 35
Pengalaman Organik Pearson Correlation .362* 1
Sig. (2-tailed) .033 .
N 35 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Pengalaman
Inovasi Organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .478**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .004
N 35 35
Pengalaman Organik Correlation Coefficient .478** 1.000
Sig. (2-tailed) .004 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Luas Lahan
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .721**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Luas Lahan Pearson Correlation .721** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations

86
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Luas Lahan
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .803**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Luas Lahan Correlation Coefficient .803** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Tingkat Total
Pengambilan Karakteristik
Keputusan Sosial
Inovasi Ekonomi
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .673**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Total Karakteristik Pearson Correlation .673** 1
Sosial Ekonomi Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat Total
Pengambilan Karakteristik
Keputusan Sosial
Inovasi Ekonomi
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .775**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Total Karakteristik Correlation Coefficient .775** 1.000
Sosial Ekonomi Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

87
Correlations
Correlations

Menggunakan
radio sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .731**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Menggunakan radio Pearson Correlation .731** 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .000 .
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations
Correlations

Menggunakan
radio sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .794**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Menggunakan radio Correlation Coefficient .794** 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .000 .
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
TV sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .417*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .013
N 35 35
Menggunakan TV Pearson Correlation .417* 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .013 .
bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations

88
Correlations

Menggunakan
TV sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .417*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .013
N 35 35
Menggunakan TV Correlation Coefficient .417* 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .013 .
bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
tabloid
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .439**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .008
N 35 35
Menggunakan tabloid Pearson Correlation .439** 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .008 .
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations
Correlations

Menggunakan
tabloid
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .463**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .005
N 35 35
Menggunakan tabloid Correlation Coefficient .463** 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .005 .
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

89
Correlations

Menggunakan
koran sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .609**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Menggunakan koran Pearson Correlation .609** 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .000 .
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations
Correlations

Menggunakan
koran sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .677**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Menggunakan koran Correlation Coefficient .677** 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .000 .
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
pamflet/leaflet
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .503**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .002
N 35 35
Menggunakan Pearson Correlation .503** 1
pamflet/leaflet sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .002 .
untuk bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations

90
Correlations

Menggunakan
pamflet/leaflet
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .541**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .001
N 35 35
Menggunakan Correlation Coefficient .541** 1.000
pamflet/leaflet sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .001 .
untuk bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
brosur
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .368*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .030
N 35 35
Menggunakan brosur Pearson Correlation .368* 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .030 .
bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations

91
Correlations

Menggunakan
brosur
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .359*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .034
N 35 35
Menggunakan brosur Correlation Coefficient .359* 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .034 .
bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
media papan
atau billboard
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .484**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .003
N 35 35
Menggunakan media Pearson Correlation .484** 1
papan atau billboard Sig. (2-tailed)
sebagai sumber .003 .
informasi untuk
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

92
Nonparametric Correlations
Correlations

Menggunakan
media papan
atau billboard
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .546**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .001
N 35 35
Menggunakan media Correlation Coefficient .546** 1.000
papan atau billboard Sig. (2-tailed)
sebagai sumber .001 .
informasi untuk
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
poster
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .395*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .019
N 35 35
Menggunakan poster Pearson Correlation .395* 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .019 .
bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations

93
Correlations

Menggunakan
poster
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .429*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .010
N 35 35
Menggunakan poster Correlation Coefficient .429* 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .010 .
bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
spanduk
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .377*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .026
N 35 35
Menggunakan Pearson Correlation .377* 1
spanduk sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .026 .
untuk bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations

94
Correlations

Menggunakan
spanduk
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .455**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .006
N 35 35
Menggunakan Correlation Coefficient .455** 1.000
spanduk sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .006 .
untuk bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
majalah
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .448**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .007
N 35 35
Menggunakan Pearson Correlation .448** 1
majalah sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .007 .
untuk bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations

95
Correlations

Menggunakan
majalah
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .469**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .005
N 35 35
Menggunakan Correlation Coefficient .469** 1.000
majalah sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .005 .
untuk bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
film
dokumenter
berupa VCD
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .467**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .005
N 35 35
Menggunakan film Pearson Correlation .467** 1
dokumenter berupa Sig. (2-tailed)
VCD sebagai sumber .005 .
informasi untuk
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

96
Nonparametric Correlations
Correlations

Menggunakan
film
dokumenter
berupa VCD
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .547**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .001
N 35 35
Menggunakan film Correlation Coefficient .547** 1.000
dokumenter berupa Sig. (2-tailed)
VCD sebagai sumber .001 .
informasi untuk
bertani organik N
35 35

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
kaos sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .415*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .013
N 35 35
Menggunakan kaos Pearson Correlation .415* 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .013 .
bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

97
Nonparametric Correlations
Correlations

Menggunakan
kaos sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .396*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .018
N 35 35
Menggunakan kaos Correlation Coefficient .396* 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .018 .
bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Menggunakan
kalender
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .383*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .023
N 35 35
Menggunakan Pearson Correlation .383* 1
kalender sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .023 .
untuk bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations

98
Correlations

Menggunakan
kalender
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .411*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .014
N 35 35
Menggunakan Correlation Coefficient .411* 1.000
kalender sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .014 .
untuk bertani organik N
35 35

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Jumlah media
Inovasi masa
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .268
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .120
N 35 35
Jumlah media masa Pearson Correlation .268 1
Sig. (2-tailed) .120 .
N 35 35

99
Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Jumlah media
Inovasi masa
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .251
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .145
N 35 35
Jumlah media masa Correlation Coefficient .251 1.000
Sig. (2-tailed) .145 .
N 35 35

Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Frekuensi
Inovasi bertemu PPL
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .605**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Frekuensi bertemu PPL Pearson Correlation .605** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Frekuensi
Inovasi bertemu PPL
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .636**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Frekuensi bertemu PPL Correlation Coefficient .636** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

100
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Total Perilaku
Inovasi Komunikasi
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .728**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Total Perilaku Pearson Correlation .728** 1
Komunikasi Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan
Keputusan Total Perilaku
Inovasi Komunikasi
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .800**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Total Perilaku Correlation Coefficient .800** 1.000
Komunikasi Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations
Correlations

Tingkat
Pengambilan Karakteristik
Keputusan Sosial Perilaku Karakteristik
Inovasi Ekonomi Komunikasi Inovasi
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .673** .728** .709**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000
N 35 35 35 35
Karakteristik Sosial Pearson Correlation .673** 1 .588** .461**
Ekonomi Sig. (2-tailed) .000 . .000 .005
N 35 35 35 35
Perilaku Komunikasi Pearson Correlation .728** .588** 1 .479**
Sig. (2-tailed) .000 .000 . .004
N 35 35 35 35
Karakteristik Inovasi Pearson Correlation .709** .461** .479** 1
Sig. (2-tailed) .000 .005 .004 .
N 35 35 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Nonparametric Correlations

101
Correlations

Tingkat
Pengambilan Karakteristik
Keputusan Sosial Perilaku Karakteristik
Inovasi Ekonomi Komunikasi Inovasi
Spearman's rho Tingkat Pengambila Correlation Coefficie 1.000 .775** .800** .581**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000
N 35 35 35 35
Karakteristik Sosial Correlation Coefficie .775** 1.000 .612** .518**
Ekonomi Sig. (2-tailed) .000 . .000 .001
N 35 35 35 35
Perilaku Komunikas Correlation Coefficie .800** .612** 1.000 .450**
Sig. (2-tailed) .000 .000 . .007
N 35 35 35 35
Karakteristik Inovas Correlation Coefficie .581** .518** .450** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .001 .007 .
N 35 35 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

102
Lampiran 4

Rows: TPKI Columns: USIA


Rendah Sedang Tinggi All
Rendah 3 0 0 3
100.00 0.00 0.00 100.00
18.75 0.00 0.00 8.57
8.57 0.00 0.00 8.57
1.371 1.200 0.429 3.000
Sedang 10 2 0 12
83.33 16.67 0.00 100.00
62.50 14.29 0.00 34.29
28.57 5.71 0.00 34.29
5.486 4.800 1.714 12.000
Tinggi 3 12 5 20
15.00 60.00 25.00 100.00
18.75 85.71 100.00 57.14
8.57 34.29 14.29 57.14
9.143 8.000 2.857 20.000
All 16 14 5 35
45.71 40.00 14.29 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
45.71 40.00 14.29 100.00
16.000 14.000 5.000 35.000
Cell Contents: Count
% of Row
% of Column
% of Total
Expected count
Pearson Chi-Square = 18.359, DF = 4 chisq tabel = 9.488
Likelihood Ratio Chi-Square = 21.845, DF = 4
* WARNING * 1 cells with expected counts less than 1
* WARNING * Chi-Square approximation probably invalid
* NOTE * 6 cells with expected counts less than 5

Rows: TPKI Columns: LUAS


Rendah Sedang Tinggi All
Rendah 2 1 0 3
66.67 33.33 0.00 100.00
18.18 6.67 0.00 8.57
5.71 2.86 0.00 8.57
0.943 1.286 0.771 3.000
Sedang 9 3 0 12
75.00 25.00 0.00 100.00
81.82 20.00 0.00 34.29
25.71 8.57 0.00 34.29
3.771 5.143 3.086 12.000
Tinggi 0 11 9 20
0.00 55.00 45.00 100.00
0.00 73.33 100.00 57.14
0.00 31.43 25.71 57.14
6.286 8.571 5.143 20.000
All 11 15 9 35
31.43 42.86 25.71 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
31.43 42.86 25.71 100.00
11.000 15.000 9.000 35.000

Cell Contents: Count


% of Row
% of Column
% of Total
Expected count
Pearson Chi-Square = 23.114, DF = 4 chisq tabel = 9.488
Likelihood Ratio Chi-Square = 30.488, DF = 4
* WARNING * 2 cells with expected counts less than 1
* WARNING * Chi-Square approximation probably invalid
* NOTE * 5 cells with expected counts less than 5

HIPOTESIS
H0 : KEDUA VARIABEL BEBAS
H1 : KEDUA VARIABEL TIDAK BEBAS

KRITERIA UJI
JIKA CHISQ HITUNG > CHISQ TABEL
MAKA TOLAK H0

TPKI DENGAN USIA


Pearson Chi-Square = 18.359, DF = 4 chisq tabel = 9.488
KESIMPULAN TIDAK BEBAS

TPKI DENGAN LUAS


Pearson Chi-Square = 23.114, DF = 4 chisq tabel = 9.488
KESIMPULAN TIDAK BEBAS

104
105

Anda mungkin juga menyukai