Oleh:
MENDEZ FARDIAZ
A14202050
upaya untuk menyarankan kepada para petani agar bertani secara organik namun
masih belum banyak petani yang mau menerapkannya. Oleh karena itu perlu
diadakan penelitian terhadap para petani yang sudah lebih dulu menerapkan
Wilayah Cibungbulang. Dalam hal pengolahan data, untuk data kuantitatif diuji
Petani di Desa Ciaruteun Ilir pada umumnya adalah orang tua yang berusia
40-47 tahun ke atas. Para pemuda di desa ini lebih suka bekerja di sektor informal
seperti buruh atau pengojek. Lahan yang digarap petani sangat sempit dengan
rata-rata setiap petani menggarap sawah sekitar 1.101 m2-1.400 m2 dan sebagian
besar berasal dari tanah warisan. Petani juga memiliki tingkat pendidikan yang
relatif rendah, yaitu tamatan sekolah dasar dengan total 85,70 persen dari seluruh
konvensional petani di Desa Ciaruteun Ilir lebih lama dibandingkan bertani secara
organik. Dari semua jenis media massa yang ditanyakan, rata-rata tidak lebih dari
massa. Media Billboard sering dipakai petani karena sifatnya yang mudah
Petani juga menyatakan bahwa untuk bertani organik tidaklah rumit. Selain itu,
hasil pertanian organik pun sangat mudah untuk diamati. Setelah mengetahui
banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari bertani organik, beberapa petani
menyatakan menerima pertanian organik dan masih ada juga beberapa petani
dan luas lahan memiliki hubungan yang sangat nyata. Faktor pengalaman bertani
organik.
surat kabar, pamflet dan PPL memiliki hubungan yang sangat nyata. Hal ini
berarti semakin banyak petani berinteraksi dengan media massa dan PPL yang
pertanian organik.
nyata.
Hal ini berarti, interaksi petani dengan media massa dan PPL menjadi faktor kuat
Saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini diantaranya (1)
kelompok tani perlu membuat lokasi khusus untuk pembuatan pupuk organik
produksi yang baik dan yang kurang baik dan dilakukan pengepakan dan
pelabelan bagi produk yang kualitasnya baik dan (3) menjadikan media massa dan
Oleh:
MENDEZ FARDIAZ
A14202050
Skripsi
Sarjana Pertanian
pada
FAKULTAS PERTANIAN
2008
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Mendez Fardiaz
A 14202050
RIWAYAT HIDUP
dan Prof.Dr.Ir Srikandi Fardiaz (Alm) yang lahir pada tanggal 26 Desember 1982
Selanjutnya pada tahun 1990 meneruskan sekolah di Sekolah Dasar Regina Pacis,
Bogor. Pada tahun 1998 penulis lulus dari SLTP Negeri 4, Bogor dan meneruskan
Pertanian.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik dan lancar. Penelitian
diharapkan dapat menjadi masukan atau referensi berguna dalam kajian mengenai
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengemukakan ucapan terima kasih kepada
pihak tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :
1. Ir. Dwi Sadono, MSi selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam proses
pembuatan penelitian dan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi atas kesediannya menjadi dosen penguji
utama dalam ujian skripsi dan memberikan saran-saran kepada penulis.
3. Martua Sihaloho, SP, MSi atas kesediannya sebagai penguji wakil
departemen.
4. Papah & Mamah atas segala doa dan dukungannya.
5. Petani di Desa Ciaruteun Ilir atas ketersediaannya menjadi responden
penelitian ini.
6. Istriku tercinta yang telah menemani di setiap langkah dan semua menjadi
lebih berarti.
7. Teman-teman setia Arif, Yudi, Edi Botak, Ipan Ale, Bayu dan Munir
terima kasih atas dukungan dan doanya.
8. Teman-teman band LIEBE, terima kasih atas segala dukungan serta
doanya juga.”Keep on rock dude”.
9. KPM ’39, yang telah membuat waktu selama hampir 4 tahun terakhir
menjadi berkesan dan tidak terlupakan
10. Seluruh teman-teman ’38, ’39 dan ’40 serta tim KKP atas kebersamaannya
selama ini
11. Tim dosen KPM IPB dan seluruh staf Sosek Pertanian, terima kasih telah
memberikan pengajaran yang terbaik dan telah membantu selama
perkuliahan sampai pada pelaksanaan seminar.
12. Mba Maria dan Mba Nisa “nu pang geulisna”, atas semua bantuan dan
dukungannya.
DAFTAR ISI
Halaman
Nomor Halaman
Tabel 1. Luas Lahan Darat dan Lahan Sawah Desa Ciaruteun Ilir,
Kecamatan Cibungbulang ..................................................................... 37
Tabel 5. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Kelompok Umur ........... 42
Tabel 6. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Luas Lahan Sawah
yang Digarap ........................................................................................... 43
Tabel 11. Tingkat Karakteristik Sosial Ekonomi Petani di Desa Ciaruteun Ilir ..... 46
Tabel 12. Frekuensi Pemanfaatan Media Massa oleh Petani di Desa Ciaruteun
Ilir dalam Setahun Terakhir .................................................................... 47
Tabel 13. Tingkat Perilaku Komunikasi Petani dalam Pemanfaatan Media Massa
untuk Pertanian Organik .......................................................................... 48
Tabel 14. Jumlah Media Massa yang Dimanfaatkan sebagai Sumber Informasi
Petani untuk Memperoleh Pengetahuan Pertanian Organik ..................... 49
Tabel 15. Frekuensi Pertemuan Petani di Desa Ciaruteun Ilir dengan PPL ............. 49
Tabel 16. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kesesuaian Bertani
Organik dengan Lingkungan ..................................................................... 50
Tabel 17. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Bertani Organik
Secara Ekonomis ....................................................................................... 51
Tabel 23. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir ketika Pertama Kali Mendengar
Pertanian Organik ..................................................................................... 56
Tabel 24. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Tata Cara Bertani
Organik ...................................................................................................... 56
Tabel 25. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir untuk Beralih Menjadi
Petani Organik .......................................................................................... 57
Tabel 28. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Pembuatan Demplot ......... 59
Tabel 30. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir untuk Menambah Informasi
Melalui Media Massa dan PPL ................................................................ 61
Tabel 32. Hasil Uji Statistik Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi ....................... 63
Tabel 33. Hubungan antara Tingkat Pengambilan Keputusan dengan Variabel
Perilaku Komunikasi ................................................................................. 65
Nomor Halaman
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
tersebut mampu merubah sikap petani dari anti teknologi menjadi mau
pertanian adalah untuk membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan
tetapi secara mikro revolusi hijau menimbulkan permasalahan sendiri. Salah satu
masalah yang penting adalah terjadi uniformitas bibit tanaman di Indonesia. Hal
memiliki ketahanan hidup yang lama. Revolusi hijau juga membuat petani
mengendalikan hama yang bisa merugikan panen mereka. Sering kali cara yang
lingkungan dan hilangnya predator alami yang justru berperan dalam menciptakan
menjamin terciptanya lingkungan yang sehat dan ramah yang salah satunya
yang sehat meskipun dengan harga yang lebih mahal (Soetrisno, 2002). Lebih
dan gaya hidup sehat untuk kembali ke alam. Gerakan ini didasari bahwa apa
yang berasal dari alam adalah baik dan berguna, dan segalanya yang baik di alam
beracun penyebab kanker, empat kali lebih banyak daripada orang dewasa yang
2
sebagian berasal dari jenis-jenis makanan anak-anak yang mereka makan. Ketiga,
ekosistem alam yang telah rusak. Keempat, dengan menciptakan sistem budidaya
organik sama dengan menghemat uang untuk anggaran kesehatan karena pangan
organik mampu menjaga kesehatan tubuh. Ketujuh, dari segi kualitas terasa lebih
manis, renyah dan wangi empuk serta awet. Kedelapan, pangan organik sebaiknya
upaya untuk menyarankan kepada para petani agar bertani secara organik namun
masih belum banyak petani yang mau menerapkannya. Oleh karena itu perlu
diadakan penelitian terhadap para petani yang sudah lebih dulu menerapkan
kehidupan petani, karena harga dan kualitasnya yang bermutu tinggi. Oleh karena
itu kegiatan pertanian organik perlu diadopsi oleh petani untuk kaum petani.
bahaya pestisida dan berbagai bentuk kerusakan lingkungan akibat dari aktivitas
3
tani, dan serta tidak ketinggalan yaitu media massa. Tetapi kebiasaan para petani
digantikan oleh informasi baru berdasarkan sistem pertanian baru tersebut, apalagi
petanian yang secara kuantitas relatif menguntungkan dan sampai saat ini masih
hal tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian
ini adalah : (1) Bagaimana respon petani terhadap pertanian organik, dan (2) Apa
maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji respon petani terhadap
seputar adopsi inovasi pada pertanian organik khusunya sayuran oleh petani di
4
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
siklus biologis, dan aktivitas tanah. Menurut standar nasional Indonesia ( SNI,
2002), pertanian organik merupakan salah satu dari sekian banyak cara yang dapat
produksi yang spesifik dan tepat, bertujuan pada pencapaian agroekosistem yang
organik, karena kesuburan tanaman berasal dari bahan organik secara alamiah.
Pengertian lain pertanian organik adalah sistem pertanian (dalam hal bercocok
mencemarkan dan merusak lingkungan hidup. Cara yang ditempuh agar tujuan
polikultur.
organik, kedua macam kegiatan tersebut dapat diatasi. Selain menggunakan pupuk
mempunyai bintil akar yang dapat menambat nitrogen dari udara dan kemudian
dapat diganti dengan pestisida organik. Beberapa tanaman yang dapat digunakan
sebagai pestisida organik yaitu nimba, tembakau, mengkudu, mahoni, papaya, dan
udara, tidak berbahaya, tidak meracuni konsumen karena cepat terurai, dan
6
2.1.1.2 Tujuan Pertanian Organik
1. Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah
yang cukup.
mengaktifkan kehidupan jasad remik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta
hewan.
di luar usahatani.
10. Memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian
(terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi
7
manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan
11. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usahatani terhadap
kimiawi. Pupuk organik dan pupuk hayati mempunyai berbagai keunggulan nyata
makro dan mikro yang dapat dikatakan cuma-cuma. Pupuk organik dan pupuk
tanah.
8
3. Meningkatkan penyediaan lengas tanah sehingga menghindarkan
dalam tanah (Fe, Al, Mn) atau yang masuk ke dalam tanah dari bahan-bahan
karena zat-zat kimia yang terkandung berkadar rendah dan berbentuk senyawa
yang tersedia di dalam usahatani itu sendiri dan pupuk hayati hanya
diperlukan dalam jumlah yang relatif sedikit, sehingga dapat menekan biaya
produksi.
9
2.1.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian Organik
yang lain. Demikian pula sistem pertanian organik mempunyai kelebihan dan
non-organik.
a) Kebutuhan tenaga kerja lebih banyak, terutama untuk pengendalian hama dan
10
2.1.2 Penyuluhan Pertanian
Istilah penyuluhan dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang
bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian halnya
pertanian, hal ini dicapai dengan usaha merangsang petani untuk memanfaatkan
teknologi modern dan ilmiah yang dikembangkan melalui suatu penelitian (Van
bertujuan:
tindakan.
11
7. Membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan
inovasi sebagai suatu praktek, ide, atau objek yang dirasakan sebagai sesuatu yang
baru oleh seseorang (individu). Lebih lanjut Lionberger dan Gwin dalam
seseorang atau individu, tetapi juga menjadi sesuatu yang dinilai baru oleh
pengertian baru tersebut mengandung makna bukan sekedar baru diketahui dalam
artian pikiran (kognitif), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara
luas dalam artian sikap (attitude), dan juga baru baru dalam artian diputuskan
untuk dilaksanakan atau digunakan. Oleh karena itu, pengertian inovasi tidak
hanya terbatas pada pengertian benda atau hasil barang produksi, tetapi mencakup
tentang inovasi dapat diperluas menjadi sesuatu ide, perilaku, produk, informasi,
dan praktik-praktik baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan
bersangkutan.
12
Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal
proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang
Wilkening dalam Rogers dan Shoemaker (1971), terdiri dari lima tahap yaitu (1)
mengenai hal-hal tersebut; (2) minat, seseorang mulai menaruh minat terhadap
inovasi dan mencari informasi lebih lanjut mengenai inovasi; (3) menilai,
dengan situasi dirinya saat ini dan masa mendatang serta menentukan mencoba
atau tidak; (4) mencoba, seseorang menerapkan ide dalam skala kecil untuk
Adopsi dapat dikatakan suatu proses mental pada diri seseorang, pada saat
menerima atau mengetahui sesuatu yang baru bagi dirinya. Rogers dan Shoemaker
(1971) menyatakan bahwa proses adopsi merupakan proses mental yang terjadi
pada diri seseorang sejak pertama kali mengenal inovasi sampai memutuskan
menerima inovasi yang disampaikan sumber informasi, baik media cetak maupun
13
adopsi merupakan proses pengambilan keputusan dimana dalam proses tersebut
dipengaruhi oleh faktor sikap mental untuk mengadopsi inovasi dan adanya
Hanafi seperti dikutip oleh Iskandar (1999), teori tersebut menyatakan bahwa
Menurut Soekartawi seperti dikutip dari Iskandar (1999), tidak semua keputusan
melalui kelima tahapan yang dikemukakan dalam teori adopsi yang dijelaskan
Keputusan inovasi terdiri dari empat tahap, yaitu (1) tahap pengenalan,
dimana orang mengetahui adanya inovasi; (2) tahap persuasi, dimana orang
memebentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi tersebut; (3)
menerima atau menolak inovasi tersebut; (4) tahap konfirmasi, diaman orang
14
mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya (Rogers dan
Shoemaker, 1971) Rogers (1995) menambahkan suatu tahapan lagi yaitu tahap
implementasi, sehingga menjadi lima tahap, yaitu (1) tahap pengenalan, (2) tahap
persuasi, (3) tahap keputusan, (4) tahap implementasi, dan (5) tahap konfirmasi.
sesuatu yang baru. Informasi yang dipunyai tentang teknologi baru yang akan di
adopsi itu masih bersifat umum. Petani mengetahui sedikit sekali bahkan
tersebut tidak berisikan bagaimana cara melakukan ide baru tersebut, bagaimana
tentang ide baru tersebut apakah menguntungkan atau tidak, dan sebagainya.
tentang ide baru tersebut, bahkan tidak puas kalau hanya mengetahui saja tetapi
ingin berbuat yang lebih dari itu. Oleh karenanya pada tahapan ini petani mulai
mengumpulkan informasi dari berbagai pihak, apakah itu dari media cetak atau
dari media elektronik. Bahkan sering dijumpai adanya upaya yang terus-menerus
untuk mencari informasi yang juga datangnya dari dari berbagai sumber informasi
15
Pada tahapan ini, seseorang yang telah mendapatkan informasi dan bukti
yang telah dikumpulkan pada tahapan sebelumnya dalam menentukan apakah ide
baru tersebut akan diadopsi atau tidak, maka diperlukan kegiatan yang disebut
minat yang telah ditimbulkan tersebut perlu diteruskan atau tidak. Hal ini berarti
yang mereka miliki. Pekerjaan melakukan evaluasi memang tidak semudah seperti
berjalan dalam suatu dimensi waktu, mungkin dapat satu minggu atau bahkan
Pada tahapan ini, petani atau individu dihadapkan dengan suatu problema
yang nyata. Ia harus secara nyata menuangkan buah pikirannya tentang minat dan
evaluasi tentang ide baru tersebut dalam suatu kenyataan yang sebenarnya.
Pemikiran itu harus dituangkan dalam praktek, sesuai dengan apa yang disebut
dengan tahapan “mencoba” dari ide baru tersebut. Hal ini berarti bahwa ia harus
belajar, apa yang disebut ide baru, bagaimana melakukannya, mengapa harus ia
lakukan, dengan siapa ia melakukan ide baru tersebut, apakah dilakukan sendiri
atau berkelompok dan dimana ia harus melakukan percobaan itu. Untuk itu
kadang-kadang diperlukan bantuan dari pihak lain yang lebih kompeten agar
upaya melakukan percobaan ide baru tersebut untuk skala kecil, adalah tetap
mereka lakukan.
16
4. Adopsi dalam skala yang lebih luas
Pada tahapan ini, petani atau individu telah memutuskan bahwa ide baru
yang ia pelajari adalah cukup baik untuk diterapkan di lahannya dalam skala yang
lebih luas. Tahapan “adopsi” ini barangkali yang paling menentukan dalam proses
Atribut inovasi tidak harus diasumsikan seperti telah menjadi masa lalu,
bahwa semua inovasi adalah unit padanan tentang suatu analisa. Asumsi ini
tentang adopsi (Rogers, 2003). Atribut dalam Inovasi yaitu (1) relative advantage,
suatu inovasi yang dirasa lebih baik daripada gagasan lain. Derajat tingkat dari
faktor gengsi sosial, kenyamanan, dan kepuasan juga merupakan faktor yang
penting. Semakin besar keuntungan untuk adopter yang dirasakan dari suatu
dirasa sebagai hal yang konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman
masa lalu, dan kebutuhan orang yang potensial. Suatu gagasan yang tidak
sosial tidak akan diadopsi dengan cepat sebagai suatu inovasi. Adopsi dari
17
suatu inovasi yang tidak cocok atau bertentangan sering memerlukan adopsi
yang terdahulu dari suatu sistem nilai yang baru, dimana suatu proses yang
dirasa sulit untuk dipahami dan digunakan. Inovasi ada beberapa yang siap
dipahami oleh kebanyakan anggota dari suatu sistem sosial, sedangkan yang
inovasi yang mungkin dicoba dengan dibatasi suatu basis. Gagasan yang baru
dapat dicoba dengan memakai rencana angsuran akan secara umum diadopsi
inovasi dimana hasil dari inovasi tersebut terlihat oleh orang lain. Semakin
mudah untuk individu melihat hasil dari suatu inovasi, maka semakin mungkin
bagi mereka untuk mengadopsi. Hal seperti itu merangsang diskusi panutan
dari suatu gagasan yang baru, contohnya seperti tetangga atau para teman dari
suatu orang yang sering meminta informasi evaluasi inovasi tentang itu.
sama lain dan itu biasanya bersifat lokal. Oleh karena itu kecepatan petani kecil
untuk melakukan adopsi inovasi tentu akan berbeda bila dibandingkan dengan
18
Karena adopsi inovasi adalah hasil dari kegiatan suatu komunikasi
pertanian dan karena komunikasi itu melibatkan interaksi sosial antara anggota
masyarakat, maka proses adopsi inovasi tidak terlepas dari pengaruh interaksi
antar individu, anggota masyarakat atau kelompok masyarakat, juga pengaruh dari
interaksi antar kelompok dalam suatu masyarakat. Karena interaksi sosial inilah
maka tiap tahapan adopsi inovasi selalu dipengaruhi oleh interaksi individual dan
kelompok.
Sumber informasi dapat berasal dari media masa, tetangga, teman, petugas
Pada tahapan “kesadaran”, ketika petani mulai belajar tentang ide baru
atau inovasi baru, maka sumber informasi yang paling relevan adalah berasal dari
informasi.
19
Pada tahapan “menaruh minat”, ketika petani memerlukan informasi –
tahapan ini, peranan media masa dan petani-petani lain menjadi penting, serta
Variabel lain yang mempengaruhi adopsi inovasi pada tahapan ini adalah :
penilaian apakah petani akan melaksanakan adopsi inovasi atau tidak (Soekartawi,
2005). Pada tahapan ini, peranan teman atau petani lain sangat penting untuk
membantu meyakinkan bahwa adopsi inovasi itu diperlukan atau tidak. Sumber
Beberapa variabel penting yang mempengaruhi calon adopter pada tahapan ini
antara lain :
20
5. Macam usaha tani yang diusahakan dan tingkat “komersialisasinya”.
berasal dari teman atau tetangga calon adopter (Soekartawi, 2005). Calon adopter
sudah merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya merupakan keputusan yang
terbaik baginya untuk melakukan adopsi inovasi walaupun dalam skala kecil.
tersebut.
media masa atau agen pertanian, maka lebih kuatlah keputusan yang diambil
inovasi.
3. Adanya minat dari adopter dan keluarganya dalam adopsi inovasi tersebut.
21
2.1.3.5 Faktor Intern dari Adpoter
Cepat atau tidaknya proses adopsi inovasi juga tergantung dari faktor
intern dari adopter itu sendiri. Latar belakang sosial, ekonomi, budaya, atau
politik sangat berpengaruh dalam proses tersebut. Beberapa hal penting lain yang
• Umur
• Pendidikan
Mereka yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi relatif lebih cepat
Biasanya petani kecil berani mengambil resiko kalau adopsi inovasi itu
• Pola hubungan
Biasanya petani yang berada dalam pola hubungan kosmopolit, lebih cepat
hubungan lokalitas.
lahan terbatas.
• Motivasi berkarya
22
Bagi petani-petani kecil menumbuhkan motivasi berkarya tidak mudah
• Fatalisme
proses adopsi inovasi akan berjalan lebih lamban atau bahkan tidak terjadi
sama sekali.
inovasi.
• Karakteristik psikologi
juga berlaku bagi tahapan adopsi inovasi kelompok. Kejadian yang sering terjadi
23
c. Tingkatan proses adopsi inovasi terus meningkat hanya saja agak lambat.
d. Proses adopsi inovasi terus berjalan hanya lambat sekali dan bahkan
terjadi penurunan.
kelompok ini biasanya mempunyai lahan usaha tani yang relatif luas dan
golongan early adopters adalah mereka yang relatif berpandangan maju dan
mempunyai wawasan yang luas. Mereka tidak selalu skeptis terhadap perubahan-
melakukan hubungan atau kontak dengan pihak lain khususnya dari pihak
asal informasi pertanian dan sering tidak lagi menunggu penemuan penelitian
pertanian, melalui media cetak, radio, atau televisi. Late adopters, golongan ini
biasanya mempunyai lahan pertanian yang sempit dan golongan petani yang
termasuk late adopters adalah petani yang subsisten. Mereka melakukan adopsi
inovasi kalau dirasakan adopsi inovasi tersebut tidak mengandung resiko yang
24
tinggi. Hubungan dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi pertanian
dari loyalitas terdekat saja. Golongan majority ini lebih mengandalkan sumber
informasi melalui media cetak seperti koran atau majalah dan juga dari media
elektronik seperti radio atau televisi. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian
yang bersifat umum tetapi terbatas untuk menguasai hal-hal yang bersifat teknis.
Dan yang terakhir adalah Laggards, golongan ini adalah mereka yang pada
yang tergolong laggards sudah lanjut usia, status sosialnya rendah, dan usaha
taninya bersifat subsisten. Maka mereka umumnya petani kecil yang peluangnya
Keputusan inovasi terdiri dari empat tahap, yaitu (1) tahap pengenalan,
dimana orang mengetahui adanya inovasi; (2) tahap persuasi, dimana orang
membentuk sikap berkenam atau tidak berkenan terhadap inovasi tersebut; (3)
menerima atau menolak inovasi tersebut; (4) tahap konfirmasi, dimana seseorang
mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya (Rogers dan
25
Shoemaker, 1971). Sementara itu Rogers (1995) menambahkan suatu tahapan lagi
1) Pengetahuan
2) Persuasi
keputusan) membentuk suatu sikap yang baik atau yang kurang baik
terhadap inovasi.
3) Keputusan
4) Implementasi
inovasi tersebut
5) Konfirmasi
26
2.2 Penelitian Terdahulu
khusus ini antara lain dilakukan oleh Indriana (2004) yang melakukan penelitan
penelitiannya adalah menilik (1) tingkat penerapan teknik pertanian organik oleh
yang diteliti dengan tingkat penerapan teknik pertanian organik budidaya kentang
tersebut.
konvensional.
hubungan yang sangat nyata dengan adopsi inovasi. Faktor internal lainnya yang
eksternal yang berhubungan secara nyata dengan adopsi inovasi adalah pekerjaan
27
masyarakat. Inovasi yang diteliti dalam Pical (1997) adalah tentang teknologi
pengolahan ikan.
Penelitian ini beranjak dari dua asumsi penting yaitu pertanian sayuran
organik merupakan suatu inovasi serta petani setempat sudah dan masih
secara organik di wilayah setempat. Kondisi sebelumnya mencakup dua hal, yaitu
formal serta pendidikan non-formal petani, umur petani dan luas lahan. Pada
variabel perilaku komunikasi yang akan diuji meliputi media massa, interaksi
dengan PPL. Untuk variabel karakteristik inovasi, hal-hal yang akan diuji adalah
28
Karakteristik Unit Pengambilan
Keputusan
1. Karakteristik Sosial Ekonomi
a. Umur petani
b. Luas lahan
c. Pendidikan formal
d. Pendidikan non-formal
e. Pengalaman bertani
Pendidika
konvensional
f. Pengalaman bertani organik
2. Perilaku Komunikasi
a. Media massa
b. Interaksi dengan PPL
Karakteristik Inovasi
a. Tingkat keuntungan relatif Tingkat Pengambilan Keputusan
b. Tingkat kesesuaian Inovasi
c. Tingkat kerumitan ( Bertani sayuran secara organik)
d. Tingkat kemungkinan dicoba
e. Tingkat kemungkinan diamati
Kondisi Sebelumnya:
a. Teknik pertanian yang
diterapkan sebelumnya
b. Masalah yang dirasakan
Ket:
: Berhubungan dengan
29
2.4 Hipotesis
keputusan inovasi.
keputusan inovasi.
sebagai berikut:
30
8. Terdapat hubungan nyata antara interaksi dengan PPL dengan tingkat
sebagai berikut:
peubah dengan maksud untuk membatasi lingkup makna peubah agar lebih
dengan satuan variabel tertentu atau sebagai petunjuk tentang bagaimana suatu
31
variabel diukur. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini, diuraikan
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
dan di desa tersebut juga terdapat SLS (Sekolah Lapang Sayuran) yang bertujuan
bulan Juli 2007. Sebelumnya dilakukan studi penjajagan lapang terlebih dahulu
terhadap lokasi penelitian. Pemilihan lokasi dan waktu penelitian ini juga
disesuaikan dengan kemampuan tenaga, biaya, dan waktu yang dimiliki oleh
peneliti.
lapangan adalah pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang kuat dan akurat. Data kuantitatif dikumpulkan dengan
dengan cara mewawancarai sejumlah kecil dari populasi tersebut. Data kualitatif
sebagai pendukung penelitian untuk mengetahui gambaran umum serta lokasi
penelitian.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui
sejumlah pertanyaan dan pernyataan yang berkaitan dengan peran PPL dalam
penyebaran inovasi pertanian organik kepada petani (Lampiran 1). Data sekunder
adalah data yang diperoleh melalui dokumentasi dari PPL dan kantor desa
Ciaruteun Ilir. Hal ini guna memenuhi kebutuhan untuk informasi mengenai
gambaran umum lokasi penelitian. Selain itu data sekunder juga diperoleh melalui
adalah petani di Desa Ciaruteun Ilir, yang terdiri dari: (1) petani yang pernah
rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi
mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel.
34
Ilir pada umumnya dan merupakan ukuran yang dapat diterima serta memenuhi
Data yang diperoleh dari kuisioner merupakan data primer yang dianalisa
hubungan dua variabel tampak dari nilai rs (koefisien korelasi) yang diperoleh
1/√N-1
dimana hipotesis ditolak apabila Z hasil perhitungan lebih besar daripada nilai Z
pada tabel (Blalock, 1972). Adapun hipotesis nol dirumuskan secara umum
35
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, terletak kurang lebih tujuh kilometer di
sebelah timur Ibukota Kecamatan Cibungbulang. Desa ini dapat diakses dengan
kendaraan roda dua dan roda empat baik angkutan umum maupun kendaraan
Desa Ciaruteun Ilir berada pada ketinggian berkisar 250 meter dari
permukaan laut (dpl), dengan kemiringan 10-20 persen dan tingkat kemasaman 5-
dengan curah hujan 2.000-3.000 milimeter per tahun dengan sembilan bulan basah
Desa Ciaruteun Ilir mempunyai luas tanah 319 hektar yang terdiri dari lahan
sawah 156 hektar dan lahan darat 163 hektar. Lahan sawah yang dipergunakan
untuk budidaya padi sawah dan palawija ± 56 hektar dan budidaya tanaman
sayuran dataran rendah (sayuran daun) ± 100 hektar. Lahan darat digunakan untuk
Tabel 1. Luas Lahan Darat dan Lahan Sawah Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang
bulan Januari 2006 jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir tercatat 9.595 jiwa yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 4.891 jiwa (51 persen) dan perempuan sebanyak
4.704 jiwa (49 persen). Umur laki-laki paling banyak berada pada kelompok 30-
59 tahun yaitu 19,6 persen. Umur perempuan lebih banyak pada kelompok umur
37
0-14 tahun yaitu 17,1 persen. Secara keseluruhan komposisi penduduk
berdasarkan umur dan jenis kelamin tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
2
15-29 1.194 12,4 1.460 15,2 2.654 27,7
3
30-59 1.878 19,6 1.397 14,6 3.275 34,1
4
> 60 157 1,6 211 2,2 368 3,8
karena 3.166 orang (33 persen) hanya lulusan SD dan kurang dari 10 persen yang
tamat SLTP ke atas. Disamping itu masih terdapat pula sekitar 5.659 orang (59
diakibatkan orang tua mereka dahulu tidak memiliki cukup biaya untuk
beranggapan bahwa petani tidak perlu memiliki tingkat pendidikan yang tinggi
karena teknik-teknik bercocok tanam dapat dipelajari dari pengalaman orang tua.
pada Tabel 3.
38
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ciaruteun
Ilir, Kecamatan Cibungbulang
Jumlah
No Pendidikan Orang Persen (%)
1 Belum Sekolah 5.659 59,0
2 Tamat SD 3.166 33,0
3 SLTP 528 5,5
4 SLTA 219 2,3
5 D1, D2, D3 19 0,2
6 Sarjana 4 0,0
JUMLAH 9.595 100,0
Sumber : Monografi Desa Ciaruteun Ilir (2005)
Keluarga (PKK), P3 Mitra Cai, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan ada 4
kelompok tani. Secara rinci gambaran kelompok tani yang ada di Desa Ciaruteun
39
Ciaruteun Ilir selain untuk mendengarkan penyuluhan dari penyuluh, juga gotong
untuk menghemat biaya, dan kegiatan makan bersama sebulan sekali untuk
Keterangan:
Petani di Desa Ciaruteum memiliki luas lahan yang tergolong sempit yaitu
antara 800 m2 -1.700 m2. Mereka menanam komoditas sayuran seperti kubis,
sayuran ini cocok dengan kondisi iklim di desa ini. Dalam menanam komoditas
tersebut, petani dibagi ke dalam lima kelompok tanam. Setiap kelompok tanam
40
menanam kangkung pada pola tanam pertamanya, kelompok kedua menanam kubis,
kelompok ketiga menanam kol, kelompok keempat menanam bayam, dan kelompok
kelima menanam saucine. Selanjutnya, dalam pola tanam kedua dan seterusnya
sampai satu tahun, setiap kelompok pola tanam petani tersebut bergiliran menanam
komoditas yang berbeda. Salah satu tujuan pengiliran pola tanam ini adalah untuk
menghindari melonjaknya serangan hama. Selain itu, tujuan lainnya adalah agar
41
BAB V
Petani di Desa Ciaruteun Ilir pada umumnya adalah orang tua. Dari Tabel
5 dapat dilihat umur petani di atas 40-an dengan kelompok usia terbanyak yaitu
40-43 tahun sebanyak 16 orang atau sekitar 45,71 persen. Menurut petani di sana,
hal ini diakibatkan kurang minatnya para pemuda untuk bekerja di sektor
pertanian. Para pemuda lebih suka bekerja di sektor informal seperti buruh
ataupun pengojek.
Lahan yang digarap petani sangatlah sempit yaitu rata-rata setiap petani
menggarap sawah sekitar 1.101 m2.- 1.400 m2 Luas lahan yang hanya sedikit ini
sebagian besar adalah tanah warisan. Tabel 6 menunjukkan luas lahan yang
Tabel 6. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Luas Lahan Sawah yang
Digarap
85,70 persen petani mempunyai tingkat pendidikan rendah yaitu pendidikan tamat
Sekolah Dasar, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 5 orang atau sekitar 14,30
persen petani mempunyai tingkat pendidikan tamat SMP. Banyaknya petani yang
berpendidikan rendah lebih banyak disebabkan karena orang tua mereka dulu
Tabel 7. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pendidikan Formal yang
Ditamatkan
43
5.1.4 Pendidikan Non-formal
besar petani pernah mengikuti pelatihan yaitu sebanyak 26 orang (74,30 persen)
dan sisanya sebanyak sembilan orang (25,70 persen) menyatakan belum pernah
menggunakan bahan-bahan kimia yang tentu saja dianjurkan ketika revolusi hijau.
12 hingga 19 tahun ada dua orang (5,70 persen) dan sisanya sebanyak dua orang
hingga 27 tahun.
44
Tabel 9. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pengalaman Bertani
Konvensional
secara organik selama 0-2 tahun, sisanya hanya empat orang (11,40 persen) yang
mempunyai pengalaman bertani organik selama 3-5 tahun dan sebanyak 14 orang
mengetahui ilmu pertanian yang diperoleh dari orang tua mereka seperti yang
Tabel 10. Jumlah Petani di Desa Ciaruteun Ilir menurut Pengalaman Bertani
Organik
dalam rendah, sedang dan tinggi, ternyata menunjukkan semua petani memiliki
tingkat karakteristik sosial ekonomi rendah yaitu dengan skor antara 4-9 seperti
45
Tabel 11. Tingkat Karakteristik Sosial Ekonomi Petani di Desa Ciaruteun Ilir
Dewasa ini media massa khususnya yang memuat masalah pertanian dapat
perlu diketahui akses petani terhadap media massa. Dari jawaban petani terhadap
media massa secara penuh untuk menambah pengetahuan bertani organik. Dari
semua jenis media massa yang ditanyakan, rata-rata tidak lebih dari 12 petani
yang sering menambah pengetahuan bertani organik melalui media massa. Media
Billboard sering dipakai petani karena sifatnya yang mudah dimengerti dan dapat
Brosur dan pamflet kurang menjadi media yang digunakan petani untuk
menambah pengetahuan tentang bertani organik. Hal ini karena brosur dan
pamflet yang mereka punya adalah pemberian dari produsen pestisida kimia yang
46
organik sangat minim sehingga banyak petani yang tidak pernah
dan 14,2 persen untuk majalah, petani yang sering menggunakan media tersebut
untuk menambah wawasan bertani organik. Padahal sekarang ini terdapat majalah
dan tabloid yang mengkhususkan isi beritanya mengenai pertanian secara umum
dan juga pertanian organik. Pada Tabel 12 dapat dilihat frekuensi petani yang
Tabel 12. Frekuensi Pemanfaatan Media Massa oleh Petani di Desa Ciaruteun Ilir
dalam Setahun Terakhir
rendah, sedang dan tinggi, ternyata menurut hasil penelitian ini didapatkan
47
sebanyak 17 orang (48,57 persen) petani masuk ke dalam kategori sedang dalam
petani yang mempunyai kategori perilaku komunikasi tinggi (Tabel 13). Petani
yang termasuk kategori tinggi ini adalah petani yang memiliki tingkat pendidikan
SMP.
Tabel 13. Tingkat Perilaku Komunikasi Petani dalam Pemanfaatan Media Massa
untuk Pertanian Organik
organik (Tabel 14). Minimnya petani yang menggunakan media massa lebih
bertani yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Petani lebih suka menanyakan
informasi kepada petani lain yang dianggapnya berhasil, selain karena tidak
mengeluarkan biaya juga bisa dilakukan langsung ketika bertani melalui diskusi.
48
Tabel 14. Jumlah Media Massa yang Dimanfaatkan sebagai Sumber Informasi
Petani untuk Memperoleh Pengetahuan Pertanian Organik
petani untuk menambah informasi. Dari Tabel 15 dapat terlihat bahwa sebagian
besar petani sering bertemu dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Petani
apabila ada materi penyuluhan yang dirasakan tidak dimengerti karena merasa
dikatakannya selalu benar. Petani yang belum pernah bertemu dengan PPL adalah
petani yang bergabung dengan kelompok tani secara terpaksa karena adanya
Sebagian besar petani yang sering bertemu PPL adalah petani yang aktif di dalam
Tabel 15. Frekuensi Pertemuan Petani di Desa Ciaruteun Ilir dengan PPL
49
5.3 Karakteristik Inovasi.
direspon positif oleh petani. Ketika ditanya tentang kesesuaian budidaya organik
oleh jawaban sangat tidak sesuai dan tidak sesuai masing-masing sebanyak 13
orang (37,10 persen) dan 12 orang (34,30 persen) seperti yang terlihat pada Tabel
16. Para petani menganggap bahwa mereka selama ini telah terbiasa dengan pola
bertani konvensional yang sudah lama diajarkan oleh orang tua mereka. Dengan
adanya pertanian organik, berarti mereka harus mengubah tata cara mereka dalam
bertani.
Tabel 16. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kesesuaian Bertani
Organik dengan Lingkungan
50
pupuk/pestisida yang bahan-bahannya mudah didapat untuk dibuat pupuk organik
seperti jerami, dedak, serabut kelapa dan lain-lain, daripada cara bertani
semakin mahal. Selain itu, petani memaparkan apabila pemasaran hasil bertani
organik ini dapat dikelola dengan baik, maka akan mendapatkan harga jual yang
kelebihan yaitu hasil produk lebih aman untuk dikonsumsi dan tidak mengandung
bahan kimia. Hal itulah yang membuat produk organik lebih tinggi harganya
organik harganya Rp. 500,00 per ikat, sementara harga kangkung non-organik
harganya Rp. 300,00 per ikat. Harga-harga ini sifatnya fluktuatif, namun tetap saja
harga sayuran organik lebih mahal. Ini juga dibuktikan dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Herdiansyah (2005) yang meneliti tentang padi
organik, bahwa nilai jual padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai jual
padi anorganik.
Tabel 17. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Bertani Organik Secara
Ekonomis
51
Petani pada umumnya juga menganggap bahwa tatacara bertani organik
tidaklah rumit. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 18 dimana jawaban petani lebih
banyak (sebanyak 11 orang atau 31,40 persen) menyatakan tata cara organik tidak
rumit dan 4 orang atau 11,4 persen menyatakan sangat tidak rumit, serta sebanyak
8 orang petani menyatakan tata caranya sama dengan tata cara pertanian
konvensional yang selama ini telah lama mereka lakukan. Sebagai contoh, untuk
membuat pupuk organik, petani tinggal menaburi jerami yang merupakan sisa
panen dengan EM4 untuk dibusukkan dan akhirnya bisa terproses menjadi pupuk.
membuat bahan organik tidak mendukung seperti cuaca yang buruk akan
organik yang ada kadang-kadang tidak dapat memenuhi kebutuhan terutama bagi
yang sulit bagi petani. Ketika ditanyakan tentang kemungkinan mereka membuat
52
dicoba dan sangat mungkin dicoba yaitu masing-masing sebanyak 15 orang
petani (28,60 persen) menyatakan sangat mungkin dicoba seperti yang dapat
Tabel 19. Pendapat Petani di Desa Ciaruteun Ilir mengenai Demplot untuk
Bertani Organik
Hasil pertanian organik, menurut petani, tidak sukar untuk diamati. Pada
mungkin hasil pertanian organik dapat diamati, disusul oleh sekitar 12 orang
petani yang menyatakan bahwa hasil pertanian organik mungkin diamati. Hal
yang dapat diamati dari produk pertanian organik adalah terdapatnya lubang-
lubang pada daun sayuran yang diakibatkan oleh serangan hama. Itu disebabkan
karena tidak adanya kandungan kimia yang terdapat dalam daun sayuran sehingga
53
Tabel 20. Penilaian Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kemungkinan
Diamatinya Hasil Bertani Organik
pertanian organik tidak rumit. Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa petani
dapat menerima pertanian organik dan sudah mau beralih untuk menerapkannya
dalam bertani.
dalam tiga kategori rendah, sedang dan tinggi, yang mayoritas petani masuk ke
dalam kategori tinggi yaitu sekitar 60,00 persen seperti terlihat pada Tabel 21.
54
5.4 Tingkat Pengambilan Keputusan Inovasi.
Keputusan inovasi terdiri dari lima tahap, yaitu (1) tahap pengenalan, (2)
tahap persuasi, (3) tahap keputusan, (4) tahap implementasi, (5) tahap konfirmasi
petani untuk melihat sejauh mana mereka telah mengambil keputusan inovasi.
secara organik baik secara ekonomis maupun dampaknya bagi lingkungan seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 22. Penggunaan pupuk dan pestisida organik akan
membuat petani lebih efisien dan harga jual produknya akan lebih tinggi
Tabel 22. Pengetahuan Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Bertani Organik
Ramah Lingkungan dan Bernilai Ekonomis
Pada tahap persuasi, sebagian besar petani yaitu 82,90 persen (29 orang)
organik. Ketertarikan mereka ini dikarenakan menurut apa yang mereka dengar,
teknik pertanian yang mereka jalankan saat itu. Petani yang kurang tertarik
pertanian organik adalah petani yang merasa tidak mau meninggalkan teknik
55
pertanian yang telah diajarkan orang tua mereka. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
23.
Tabel 23. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir ketika Pertama Kali Mendengar
Pertanian Organik
keputusan, hal ini ditunjukkan dengan petani yang menyatakan akan menerima
persen) menyatakan akan menerima, dan hanya 1 orang saja yang menolak. Petani
yang menerima pertanian organik ini sering mendengar dan membaca tentang
keberhasilan petani yang menerapkan pertanian organik dari media massa dan
PPL.
Tabel 24. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Tata Cara Bertani Organik
menyatakan akan beralih dari bertani konvensional menjadi organik. Hal ini
56
didukung oleh pernyataan petani pada Tabel 25, lebih dari setengah petani
menyatakan akan beralih dari pertanian konvensional yang selama ini mereka
lakukan menjadi pertanian yang organik. Ini sebetulnya indikasi awal yang sangat
Tabel 25. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir untuk Beralih Menjadi Petani
Organik
mengembangkan pertanian organik, mencoba mencari info dari media massa dan
tenaga PPL untuk lebih meyakinkan mereka untuk bertani secara organik, ternyata
pupuk kandang atau pupuk hijau dalam bertani seperti yang terlihat pada Tabel
26. Pupuk ini mereka gunakan untuk dicampur dengan buah berenuk yang
membusuk atau keong mas yang sering menjadi hama bagi petani, apabila petani
57
kesulitan mendapatkan pupuk cair beserta perekatnya dengan harga yang mahal.
Menurut petani, untuk mendapatkan bahan pupuk hijau juga tidak terlalu sulit
karena petani dapat mengumpulkannya dari sisa-sisa sayuran yang busuk sehingga
dan membuat pupuknya sendiri. Apalagi dengan luas lahan petani yang tidak
Tabel 26. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Penggunaan Pupuk Hijau
sudah banyak juga para petani yang memiliki keinginan untuk menerapkan
termasuk cukup besar, yaitu sekitar 45,70 persen atau sekitar 16 orang petani. Hal
ini sesuai dengan konsep bertani organik yang sudah tidak lagi menggunakan
pestisida kimia. Namun, masih ada 16 orang atau 45,7 persen lagi yang masih
58
Tabel 27. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Penggunaan Pestisida
Organik
cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
petani yang bersedia membuat demplot pertanian organik di lahan mereka cukup
banyak yaitu 14 orang atau sekitar 40,00 persen (Tabel 28). Demplot tersebut
dengan pertanian konvensional agar petani lebih yakin akan keunggulan dari
mereka bisa melihat demplot petani lainnya jadi tidak perlu membuat sendiri.
Tabel 28. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Pembuatan Demplot
di Desa Ciaruteun Ilir telah mencapai tahap ini. Sebanyak 21 orang petani
lahan mereka seperti yang terlihat pada Tabel 29. Petani merencanakan,
59
pengembangan yang dilakukan ini berupa pengurangan penggunaan pupuk non-
organik dan pestisida kimia tetapi meningkatkan pemupukan dengan pupuk hijau
dan pemberantasan hama dilakukan dengan membuat pestisida alami yang terbuat
dalam skala kecil, mereka telah mengamati apa saja yang menjadi kelebihan dan
dimilikinya.
Tabel 29. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir terhadap Pengembangan Teknik
Organik
sampai pada tahap konfirmasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya inisiatif dari
petani untuk mencari informasi tambahan mengenai teknik pertanian organik dari
media massa. Sebanyak 25 orang petani atau sekitar 71,40 persen mau mencari
informasi tambahan tersebut dari media massa dan bahkan sekitar 28 orang (80,00
dari tenaga PPL untuk menambah pengetahuan tentang tata cara betani organik
(Tabel 30). Apabila mereka membaca dan mendengar hal-hal yang tidak
60
dimengerti mengenai teknik bertani organik dari media massa, mereka akan
Tabel 30. Sikap Petani di Desa Ciaruteun Ilir untuk Menambah Informasi Melalui
Media Massa dan PPL
Sumber Informasi
Media Massa PPL
Sikap Petani Jumlah % Jumlah %
Tidak mencari informasi 6 17,1 4 11,4
Kurang mencari informasi 4 11,4 3 8,6
Mencari informasi 25 71,5 28 80,0
Jumlah 35 100,0 35 100,0
pengambilan keputusan inovasi pun menunjukkan hasil yang sama, terbukti untuk
yaitu sekitar 20 orang petani atau sekitar 57,14 persen seperti yang ditunjukkan
Tabel 31.
61
BAB VI
dengan variabel karakteristik sosial ekonomi, ternyata variabel usia dan luas lahan
memiliki hubungan yang sangat nyata. Golongan usia petani di desa ini masih
tergolong usia produktif, sehingga masih mau untuk menerima inovasi dalam
bertani asalkan dapat meningkatkan produksi pertanian, selain itu, mereka mau
Lahan yang tidak terlalu luas juga sangat berpengaruh terhadap keputusan
petani untuk bertani organik. Mereka tidak perlu mengumpulkan kotoran hewan
dalam jumlah yang sangat besar. Kotoran hewan ini biasa mereka peroleh dari
peternak dengan harga Rp. 5.000 satu karung. Untuk dipakai di lahannya,
mereka tetapi bukan rendah dalam pengetahuan bertani sayuran organik. Petani
keberhasilan yang dilakukan oleh PPL dalam melakukan pertanian organik, itu
disebabkan juga karena UPTD tidak memberikan sepenuhnya sarana-sarana yang
mereka merasakan semakin hari harga pupuk dan pestisida semakin mahal
diperoleh dari bertani organik seperti kemudahan dalam penerapan, hasil yang
lebih sehat, kesuburan tanah tetap terjaga dan harga jual produk organik yang
organik yang sekarang sedang dianjurkan oleh pemerintah. Hal ini berarti bahwa
semakin yakin dengan pertanian organik. Hasil pengolahan data dengan uji
statistik untuk variabel karakteristik sosial ekonomi dapat dilihat pada Tabel 32.
63
6.2 Hubungan antara Tingkat Pengambilan Keputusan dengan Variabel
Perilaku Komunikasi
pengambilan keputusan inovasi seperti yang terlihat pada Tabel 33. Bahkan,
interaksi dengan radio, surat kabar, pamflet dan PPL memiliki hubungan yang
sangat nyata. Hal ini berarti semakin banyak petani berinteraksi dengan media
massa dan PPL yang membahas pertanian organik, semakin mendorong petani
dari radio pertanian yang terletak di Ciawi. Namun menurut petani, informasi
berita mengenai pertanian organik masih sedikit. Informasi bertani organik juga
mereka dapatkan dari surat kabar. Apabila salah satu petani menemukan berita di
Selain itu juga masih ada spanduk, majalah dan billboard yang terynyata semua
inovasi. Hal ini berarti semakin banyak spanduk, billboard ataupun majalah yang
mereka baca atau mereka lihat maka petani akan semakin banyak informasi dan
akan lebih tertarik lagi menerapkan pertanian organik apabila di media massa
64
Dengan melihat keberhasilan petani-petani lain yang berhasil meningkatkan hasil
65
menurut petani dengan mereka melakukan pertanian organik harga jual semakin
tinggi, dan bila dilihat dari tingkat kemungkinan dicoba menurut petani dalam
kita amati, sayuran organik akan tampak lubang-lubang pada daun sayuran yang
menandakan bahwa daun tersebut tidak mengandung bahan kimia sehingga hama-
hama masih ada yang memakannnya dalam jumlah kecil. Pada variabel tingkat
karena menurut petani di Desa Ciaruteun Ilir walaupun teknik ini merupakan
pengalaman baru bagi mereka dan relatif lebih rumit dibandingakan dengan teknik
non-organik sesuai dengan yang diajarkan oleh orang tua mereka. Mereka lebih
mengenal bahan-bahan kimia yang sudah jadi di toko dibandingkan pupuk atau
pestisida organik. Hasil uji statistik variabel karakteristik inovasi terlihat pada
Tabel 34.
66
Tabel 34. Hubungan antara Karakteristik Inovasi dengan Tingkat Pengambilan
Keputusan Inovasi
atas, variabel perilaku komunikasi memiliki korelasi lebih besar daripada variabel
lainnya terhadap tingkat pengambilan keputusan inovasi yaitu 0,728 dengan nilai
signifikansi 0,000 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai taraf nyata
α = 0,05 seperti yang ditunjukkan Tabel 35. Hal ini berarti, interaksi petani
dengan media massa dan PPL menjadi faktor kuat yang menyebabkan petani
faktor karakteristik sosial ekonomi mereka seperti pendidikan baik formal maupun
Faktor lain yang mendorong petani untuk bertani organik juga disebabkan
oleh karakteristik pertanian organik itu sendiri seperti keuntungan ekonomis yang
67
akan diperoleh petani apabila menerapkan pertanian organik, tingkat kerumitan
68
BAB VII
7.1 Kesimpulan
organik. Petani menunjukkan respon positif terhadap inovasi untuk bertani secara
inovasi.
variabel karakteristik sosial ekonomi, variabel usia dan luas lahan memiliki
hubungan yang sangat nyata serta faktor pengalaman bertani organik dan non-
organik. Variabel tingkat pendidikan formal dan pendidikan non- formal petani
surat kabar, pamflet dan PPL memiliki hubungan yang sangat nyata.
7.2 Saran
membuat pupuk organik terutama pada musim penghujan. Apabila tersedia lokasi
dan yang kurang baik. Produk yang baik diberikan pengepakan dan pelabelan agar
sistem pemasaran yang sudah berjalan dengan cara mengfungsikan kelompok tani
Untuk produk yang kurang baik, dijual ke pasar tradisional dengan harga
yang sama dengan produk yang bukan organik. Media massa dan PPL sebagai
faktor kuat yang mempengaruhi petani untuk bertani organik, sangat tepat
70
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar. 1999. Sumber Informasi bagi Petani dalam Penerapan Teknologi Usaha
Kentang (Kasus di Kecamatan Pengalengan Dati II. Bandung). Thesis.
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Pical, Venda Jolanda. 1997. Tahapan Adopsi Teknologi Pengolahan Ikan oleh
Wanita Pedesaan. Thesis. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Pracaya. 2004. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan Polibag. Cetakan
ke-4. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Prawoto, Agung 2002. Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap
Optimal. Kompas. Jum’at, 19 Juli 2002.
Rogers, Everett M. 1995. Diffusion of Inovations: Four Edition. The Fress Press:
New York.
Rogers, Everett M. 2003. Diffusion of Inovation. Fifth Edition. New York : Free
Press.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penilaian Survai. LP3ES:
Jakarta.
72
LAMPIRAN
Lampiran 1
KUESIONER
I. Biodata Petani
Nama :
Pendidikan :
Pelatihan yang pernah diikuti :
Pengalaman bertani non-organik :
Pengalaman bertani organik :
75
a. Sangat rumit
b. Rumit
c. Sama saja
d. Tidak rumit
e. Sangat tidak rumit
4. Bagaimana menurut anda tentang kemungkinan dibuatnya demplot pertanian
organik dalam skala kecil:
a. Sangat tidak memungkinkan untuk dicoba
b. Tidak memungkinkan untuk dicoba
c. Sama saja
d. Memungkinkan untuk dicoba
e. Sangat memungkinkan untuk dicoba
5. Bagaimana kemungkinan diamatinya hasil pertanian organik:
a. Sangat tidak memungkinkan untuk diamati
b. Tidak memungkinkan untuk diamati
c. Sama saja
d. Memungkinkan untuk diamati
e. Sangat memungkinkan untuk diamati
76
4. Apakah anda akan beralih untuk bertani dengan cara organik:
a. Menolak
b. Ragu-ragu
c. Melakukan
5. Apakah anda akan menggunakan pupuk kandang atau pupuk hijau pada
usahatani tani anda:
a. Tidak melakukan
b. Ragu- ragu
c. Melakukan
6. Apakah anda membasmi hama dengan pestisida organik:
a. Tidak melakukan
b. Ragu-ragu
c. Melakukan
7. Apakah anda melakukan demplot pada usahatani anda:
a. Tidak melakukan
b. Ragu-ragu
c. Melakukan
8. Apakah anda mulai mengembangkan teknik pertanian organik yang sudah ada
dengan teknik yang sesuai dengan keinginan anda:
a. Tidak sama sekali
b. Sebagian
c. Banyak
9. Apakah anda mencari tambahan informasi untuk meyakinkan keputusan anda
untuk bertani organik melalui media massa:
a. Tidak mencari informasi
b. Kurang mencari informasi
c. Mencari informasi
10. Apakah anda mencari tambahan informasi kepada PPL untuk meyakinkan
keputusan anda dalam bertani organik:
a. Tidak mencari informasi
b. b. Kurang mencari informasi
c. Mencari informasi
77
IV. Panduan Pertanyaan
1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu melakukan kegiatan bertani?
2. Sudah berapa lama Bapak/Ibu melakukan kegiatan bertanam sayuran secara
organik?
3. Apa alasan Bapak/Ibu bertanam sayuran organik ?
4. Apa keuntungan dan/atau kerugian yang Bapak/Ibu peroleh dengan
bertanam sayuran secara organik, dibandingkan dengan teknik bertanam
sayuran yang sudah pernah Bapak/Ibu lakukan?
5. Apakah Bapak/Ibu mudah mendapatkan bahan-bahan (kotoran ternak/sisa-
sisa tanaman) untuk pembuatan bokasi?
6. Apakah Bapak/Ibu telah menggunakan pestisida sesuai dengan petunjuk
aturannya?
7. Apakah Bapak/Ibu mengetahui bahwa bawang putih dapat digunakan untuk
membunuh hama (pestisida organik)?
8. Manakah yang lebih Bapak/Ibu sering lakukan, membunuh hama dengan
pestisida kimia atau organik?
9. Apakah biaya dan tenaga untuk bertani sayuran organik dengan bertani
tradisional (non-organik) berbeda? Manakah yang lebih disukai?
10. Bagaimanakah cara Bapak/Ibu melakukan pengemasan terhadap hasil
panen sayuran organik?
11. Apakah bimbingan dari PPL dapat membantu Bapak/Ibu bertani sayuran
organik?
12. Apakah Bapak/Ibu mempunyai cara lain untuk bertani sayuran organik
selain cara yang diajarkan oleh PPL?
13. Apakah bapak/ ibu berlangganan majalah tentang pertanian organik?
14. Menurut Bapak/Ibu, pelatihan apakah yang seharusnya diselenggarakan
oleh PPL untuk mendukung pertanian organik?
15. Faktor yang dapat menyebabkan Bapak tidak mau bertani sayuran organik?
78
Lampiran 2
Total skor pada variabel x karakteristik sosial ekonomi dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
Rendah = 6 – 9
Sedang = 10 – 17
Tinggi = 18 - 26
2. Perilaku Komunikasi (variabel x)
1. Tingkat Intensitas media massa yang a. Tidak pernah = skor 1
digunakan sebagai sumber informasi b. Kadang- kadang = skor 2
Penggunaan
tentang teknik pertanian organik, c. Sering = skor 3
media massa meliputi radio, televisi, surat kabar,
leaflet atau pamflet,brosur,
selebaran( surat edaran), poster,
spanduk, majalah pertanian, koran
atau buletin dinding, kaos, melalui,
media papan dan billboard, VCD
(film dokumenter), kalender.
2. Intensitas Frekuensi pertemuan petani dengan a. 0 – 1 kali sebulan = skor 1
PPL untuk membahas permasalahan b. 2 – 3 kali sebulan = skor 2
interaksi
usahatani dengan teknik pertanian c. 4 – 5 kali sebulan = skor 3
dengan PPL organik.
Total skor pada variabel x karakteristik perilaku komunikasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
Rendah = 15 - 25
Sedang = 26 - 36
Tinggi = 37 - 45
80
d. Memungkinkan untuk dicoba = skor
4
e. Sangat memungkinkan untuk dicoba
= skor 5
5. Tingkat Pandangan petani terhadap a. Sangat tidak memungkinkan untuk
kemungkinan kemungkinan diamatinya hasil diamati = skor 1
diamati pengambilan keputusan teknik b. Tidak memungkinkan untuk diamati
pertanian organik pada budidaya = skor 2
sayuran. c. Sama saja = skor 3
d. Memungkinkan untuk diamati = skor
4
e. Sangat memungkinkan untuk diamati
= skor 5
Total skor pada variabel x karakteristik Inovasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
Rendah = 5 - 11
Sedang = 12 - 18
Tinggi = 19 - 25
2. Tahap persuasi ( Persuasion) Terjadi ketika perorangan (atau a. Tidak tertarik = skor 1
unit lain dalam pengambilan b Kurang tertarik = skor
keputusan) membentuk suatu 2
sikap yang baik atau yang c. Tertarik dan mencari
kurang baik terhadap inovasi, informasi lebih lanjut =
dimana menunjukan sikap skor 3
petani terhadap inovasi sayuran
organik.
81
kearah suatu pilihan untuk
mengadopsi atau menolak
inovasi, dimana petani mau
menerima atau menolak adanya
inovasi sayuran organik.
82
Lampiran 3
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Usia
Inovasi Responden
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .849**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Responden Pearson Correlation .849** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Usia
Inovasi Responden
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .915**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Responden Correlation Coefficient .915** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Luas Lahan
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .734**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Luas Lahan Pearson Correlation .734** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Luas Lahan
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .835**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Luas Lahan Correlation Coefficient .835** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Usia
Inovasi Responden
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .744**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Responden Pearson Correlation .744** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Usia
Inovasi Responden
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .833**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Responden Correlation Coefficient .833** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan Tingkat
Keputusan Pendidikan
Inovasi Responden
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .209
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .228
N 35 35
Tingkat Pendidikan Pearson Correlation .209 1
Responden Sig. (2-tailed) .228 .
N 35 35
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan Tingkat
Keputusan Pendidikan
Inovasi Responden
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .207
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .233
N 35 35
Tingkat Pendidikan Correlation Coefficient .207 1.000
Responden Sig. (2-tailed) .233 .
N 35 35
84
Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Pelatihan
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 -.008
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .962
N 35 35
Pelatihan Pearson Correlation -.008 1
Sig. (2-tailed) .962 .
N 35 35
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Pelatihan
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .039
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .824
N 35 35
Pelatihan Correlation Coefficient .039 1.000
Sig. (2-tailed) .824 .
N 35 35
Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Pengalaman
Inovasi Non Organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .353
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .042
N 35 35
Pengalaman Non Pearson Correlation .353 1
Organik Sig. (2-tailed) ..042 .
N 35 35
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Pengalaman
Inovasi Non Organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .293
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .087
N 35 35
Pengalaman Non Correlation Coefficient .293 1.000
Organik Sig. (2-tailed) .087 .
N 35 35
85
Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Pengalaman
Inovasi Organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .362*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .033
N 35 35
Pengalaman Organik Pearson Correlation .362* 1
Sig. (2-tailed) .033 .
N 35 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Pengalaman
Inovasi Organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .478**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .004
N 35 35
Pengalaman Organik Correlation Coefficient .478** 1.000
Sig. (2-tailed) .004 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Luas Lahan
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .721**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Luas Lahan Pearson Correlation .721** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nonparametric Correlations
86
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Inovasi Luas Lahan
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .803**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Luas Lahan Correlation Coefficient .803** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Correlations
Tingkat Total
Pengambilan Karakteristik
Keputusan Sosial
Inovasi Ekonomi
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .673**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Total Karakteristik Pearson Correlation .673** 1
Sosial Ekonomi Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat Total
Pengambilan Karakteristik
Keputusan Sosial
Inovasi Ekonomi
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .775**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Total Karakteristik Correlation Coefficient .775** 1.000
Sosial Ekonomi Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
87
Correlations
Correlations
Menggunakan
radio sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .731**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Menggunakan radio Pearson Correlation .731** 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .000 .
bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
Correlations
Menggunakan
radio sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .794**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Menggunakan radio Correlation Coefficient .794** 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .000 .
bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
TV sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .417*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .013
N 35 35
Menggunakan TV Pearson Correlation .417* 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .013 .
bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
88
Correlations
Menggunakan
TV sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .417*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .013
N 35 35
Menggunakan TV Correlation Coefficient .417* 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .013 .
bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
tabloid
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .439**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .008
N 35 35
Menggunakan tabloid Pearson Correlation .439** 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .008 .
bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
Correlations
Menggunakan
tabloid
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .463**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .005
N 35 35
Menggunakan tabloid Correlation Coefficient .463** 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .005 .
bertani organik N
35 35
Correlations
89
Correlations
Menggunakan
koran sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .609**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Menggunakan koran Pearson Correlation .609** 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .000 .
bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
Correlations
Menggunakan
koran sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .677**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Menggunakan koran Correlation Coefficient .677** 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .000 .
bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
pamflet/leaflet
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .503**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .002
N 35 35
Menggunakan Pearson Correlation .503** 1
pamflet/leaflet sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .002 .
untuk bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
90
Correlations
Menggunakan
pamflet/leaflet
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .541**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .001
N 35 35
Menggunakan Correlation Coefficient .541** 1.000
pamflet/leaflet sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .001 .
untuk bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
brosur
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .368*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .030
N 35 35
Menggunakan brosur Pearson Correlation .368* 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .030 .
bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
91
Correlations
Menggunakan
brosur
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .359*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .034
N 35 35
Menggunakan brosur Correlation Coefficient .359* 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .034 .
bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
media papan
atau billboard
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .484**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .003
N 35 35
Menggunakan media Pearson Correlation .484** 1
papan atau billboard Sig. (2-tailed)
sebagai sumber .003 .
informasi untuk
bertani organik N
35 35
92
Nonparametric Correlations
Correlations
Menggunakan
media papan
atau billboard
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .546**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .001
N 35 35
Menggunakan media Correlation Coefficient .546** 1.000
papan atau billboard Sig. (2-tailed)
sebagai sumber .001 .
informasi untuk
bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
poster
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .395*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .019
N 35 35
Menggunakan poster Pearson Correlation .395* 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .019 .
bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
93
Correlations
Menggunakan
poster
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .429*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .010
N 35 35
Menggunakan poster Correlation Coefficient .429* 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .010 .
bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
spanduk
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .377*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .026
N 35 35
Menggunakan Pearson Correlation .377* 1
spanduk sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .026 .
untuk bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
94
Correlations
Menggunakan
spanduk
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .455**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .006
N 35 35
Menggunakan Correlation Coefficient .455** 1.000
spanduk sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .006 .
untuk bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
majalah
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .448**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .007
N 35 35
Menggunakan Pearson Correlation .448** 1
majalah sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .007 .
untuk bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
95
Correlations
Menggunakan
majalah
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .469**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .005
N 35 35
Menggunakan Correlation Coefficient .469** 1.000
majalah sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .005 .
untuk bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
film
dokumenter
berupa VCD
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .467**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .005
N 35 35
Menggunakan film Pearson Correlation .467** 1
dokumenter berupa Sig. (2-tailed)
VCD sebagai sumber .005 .
informasi untuk
bertani organik N
35 35
96
Nonparametric Correlations
Correlations
Menggunakan
film
dokumenter
berupa VCD
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .547**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .001
N 35 35
Menggunakan film Correlation Coefficient .547** 1.000
dokumenter berupa Sig. (2-tailed)
VCD sebagai sumber .001 .
informasi untuk
bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
kaos sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .415*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .013
N 35 35
Menggunakan kaos Pearson Correlation .415* 1
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .013 .
bertani organik N
35 35
97
Nonparametric Correlations
Correlations
Menggunakan
kaos sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .396*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .018
N 35 35
Menggunakan kaos Correlation Coefficient .396* 1.000
sebagai sumber Sig. (2-tailed)
informasi untuk .018 .
bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Menggunakan
kalender
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .383*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .023
N 35 35
Menggunakan Pearson Correlation .383* 1
kalender sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .023 .
untuk bertani organik N
35 35
Nonparametric Correlations
98
Correlations
Menggunakan
kalender
sebagai
Tingkat sumber
Pengambilan informasi
Keputusan untuk bertani
Inovasi organik
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .411*
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .014
N 35 35
Menggunakan Correlation Coefficient .411* 1.000
kalender sebagai Sig. (2-tailed)
sumber informasi .014 .
untuk bertani organik N
35 35
Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Jumlah media
Inovasi masa
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .268
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .120
N 35 35
Jumlah media masa Pearson Correlation .268 1
Sig. (2-tailed) .120 .
N 35 35
99
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Jumlah media
Inovasi masa
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .251
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .145
N 35 35
Jumlah media masa Correlation Coefficient .251 1.000
Sig. (2-tailed) .145 .
N 35 35
Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Frekuensi
Inovasi bertemu PPL
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .605**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Frekuensi bertemu PPL Pearson Correlation .605** 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Frekuensi
Inovasi bertemu PPL
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .636**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Frekuensi bertemu PPL Correlation Coefficient .636** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
100
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Total Perilaku
Inovasi Komunikasi
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .728**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Total Perilaku Pearson Correlation .728** 1
Komunikasi Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan
Keputusan Total Perilaku
Inovasi Komunikasi
Spearman's rho Tingkat Pengambilan Correlation Coefficient 1.000 .800**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Total Perilaku Correlation Coefficient .800** 1.000
Komunikasi Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Correlations
Tingkat
Pengambilan Karakteristik
Keputusan Sosial Perilaku Karakteristik
Inovasi Ekonomi Komunikasi Inovasi
Tingkat Pengambilan Pearson Correlation 1 .673** .728** .709**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000
N 35 35 35 35
Karakteristik Sosial Pearson Correlation .673** 1 .588** .461**
Ekonomi Sig. (2-tailed) .000 . .000 .005
N 35 35 35 35
Perilaku Komunikasi Pearson Correlation .728** .588** 1 .479**
Sig. (2-tailed) .000 .000 . .004
N 35 35 35 35
Karakteristik Inovasi Pearson Correlation .709** .461** .479** 1
Sig. (2-tailed) .000 .005 .004 .
N 35 35 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Nonparametric Correlations
101
Correlations
Tingkat
Pengambilan Karakteristik
Keputusan Sosial Perilaku Karakteristik
Inovasi Ekonomi Komunikasi Inovasi
Spearman's rho Tingkat Pengambila Correlation Coefficie 1.000 .775** .800** .581**
Keputusan Inovasi Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000
N 35 35 35 35
Karakteristik Sosial Correlation Coefficie .775** 1.000 .612** .518**
Ekonomi Sig. (2-tailed) .000 . .000 .001
N 35 35 35 35
Perilaku Komunikas Correlation Coefficie .800** .612** 1.000 .450**
Sig. (2-tailed) .000 .000 . .007
N 35 35 35 35
Karakteristik Inovas Correlation Coefficie .581** .518** .450** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .001 .007 .
N 35 35 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
102
Lampiran 4
HIPOTESIS
H0 : KEDUA VARIABEL BEBAS
H1 : KEDUA VARIABEL TIDAK BEBAS
KRITERIA UJI
JIKA CHISQ HITUNG > CHISQ TABEL
MAKA TOLAK H0
104
105