Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Lansia

a. Definisi

Lanjut usia adalah proses tumbuh kembang. Manusia tidak tiba-

tiba menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan perilaku

yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat

mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia

merupakan proses alami yang ditentukan oleh Tuhan yang Maha Esa.

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang

mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap 1.

Lansia adalah tahap akhir dari proses penuaan. Penuaan

merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,

sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup2. Lansia

adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih3.

Ada batasan-batasan pada lansia, di antaranya adalah:

1) Pra usia lanjut (Pra senilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

2) Usia lanjut

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3) Usia lanjut resiko tinggi

10
11

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang

berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

4) Usia lanjut potensial

Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan

yang dapat menghasilkan barang atau jasa

5) Usia lanjut tidak potensial

Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain

b. Proses Menua

Aging Process (proses menua) adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang di derita. Proses menua merupakan proses yang terus

menerus (berlanjut) secara ilmiah, yang dimulai sejak lahir dan

umumnya di alami oleh mahhluk hidup 1.

c. Tipe – tipe lanjut usia menurut azizah (2011) tipe lanjut usia yaitu:

1) Tipe Arif dan Bijaksana

Kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah

hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan.


12

2) Tipe Mandiri

Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-

kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan,

serta memenuhi undangan.

3) Tipe Tidak Puas

Konflik batin menentang proses penuaan, yang menyebabkan

kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,

tidak sabar, mudah tesinggung, menuntut, sulit dilayani dan

pengkritik.

4) Tipe Pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis

gelap datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan

kaki,pekerjaanapa saja dilakukan.

5) Tipe Bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,

menyesal, pasif mental, sosial dan ekonominya.

d. Permasalahan pada lanjut usia

Usia lanjut pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat

terjadinya penurunan fungsi biologis, sosial, ekonomi. Perubahan ini

akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk

kesehatan4. Di sisi lain, permasalahan yang berkaitan dengan

perkembangan kehidupan lansia (yang bersifat negative) antara lain

sebagai berikut4.
13

1) Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan

berbagai masalah, baik secara biologis, mental, maupun sosial

ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan

fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat menyebabkan

kemunduran pada peran-peran sosialnya. Hal ini mengakibatkan

pula timbulnya gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan

hidupnya, sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang

memerlukan bantuan orang lain.

2) Semakin lanjut usia seseorang, maka kesibukan sosialnya akan

semakin berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya

integritas dengan lingkungan yang dapat memberikan dampak pada

kebahagiaan seseorang.

3) Sebagian para lansia masih mempunyai kemampuan untuk bekerja.

Permasalahannya adalah bagaimana memfungsikan tenaga dan

kemampuan mereka tersebut ke dalam situasi keterbatasan

kemampuan kerja.

4) Masih ada sebagian dari lansia dalam keadaan terlantar, selain

tidak mempunyai bekal hidup dan pekerjaan/penghasilan, mereka

juga tidak mempunyai keluarga/sebatang kara.

5) Dalam masyarakat tradisional biasanya lansia dihargai dan

dihormati, sehingga mereka masih dapat berperan dan berguna bagi

masyarakat. Akan tetapi, dalam masyarakat industry ada


14

kecenderungan mereka kurang dihargai, sehingga mereka terisolir

dari kehidupan masyarakat.

6) Berdasarkan pada sistem kultural yang berlaku, maka

mengharuskan generasi tua/lansia masih dibutuhkan sebagai

Pembina, agar jati diri budaya dan ciri-ciri khas Indonesia masih

terpelihara

7) Oleh karena kondisinya yan semakin menurun, maka lansia

memerlukan tempat tinggal atau fasilitas perumahan yang khusus.

2. Insomnia

a. Definisi

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering di

alami oleh seluruh orang di dunia.Insomnia dapat didefinisikan sebagai

gangguan maupun gejala.Insomnia sebagai gangguan merupakan

keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan tidur, kesulitan dalam

mempertahankan tidur maupun kualitas tidur yang buruk dan disertai

keadaan penyulit5.Keluhan insomnia mencakup ketidak mampuan

untuk tertidur, sering terbangun, ketidak mampuan untuk kembali tidur

dan terbangun pada dini hari.

b. Jenis Insomnia6

1) Jangka Pendek

Berakhir beberapa minggu dan muncul akibat pengalaman stress

yang bersifat sementara, seperti kehilangan orang yang dicintai,


15

tekanan tempat kerja, atau takut kehilangan pekerjaan. Biasanya

kondisi ini dapat hilang tanpa intervensi medis setelah orang

tersebut dapat beradaptasi dengan stressor.

2) Sementara

Episode malam gelisah yang tidak sering terjadi dan disebabkan

oleh perubahan – perubahan lingkungan seperti jet lag.Konstruksi

bangunan yang bising, atau pengalaman yang menimbulkan

ansietas.

3) Kronis

Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup.Kondisi ini dapat

disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis,

penggunaan obat tidur yang berlebihan, penggunaan alcohol

berlebihan dan gangguan jadwal tidur-bangun.

c. Penyebab insomnia7

1) Obat psikoaktif atau stimulant, termasuk obat-obatan tertentu,

herbal, kafein, nikotin, kokain, MDMA dan modafinil.

2) Obat antibiotic fluoroquinolone, terkait dengan jenis lebih parah

kronis insomnia.

3) Sindrom kaki resah dapat menyebabkan insomnia karena sensasi

tidak menyenangkan merasa dan perlu untuk menggerakan kaki

atau bagian tubuh lain untuk menghilangkan sensasi tersebut. Hal

ini sulit jika tidak mustahil untuk tertidur sambil bergerak.


16

4) Hormon pergeseran seperti yang mendahului menstruasi dan

mereka yang selama menopause.

5) Masalah kehidupan seperti rasa takut, kecemasan, stress,

ketegangan emosional atau mental, masalah pekerjaan, kehidupan

seks yang tidak memuaskan.

6) Gangguan mental seperti gangguan bipolar, gangguan stress pasca

trauma atau gangguan obsesif kompulsif.

7) Gangguan neurologis tertentu, lesi otak atau sejarah dari cedera

otak traumatis.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi insomnia8:

1) Penyakit

Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih

banyak dari normal.Namun demikian, keadaan sakit menjadikan

pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur.Misalnya pada pasien

dengan gangguan pernafasan seperti asma, bronchitis, penyakit

kardiovaskuler dan penyakit pernafasan.

2) Lingkungan

Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,

kemungkinana terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan

menghambat tidurnya.

3) Kelelahan

Kelelahan dapat memperpendek periode pertama pada tahap REM


17

4) Kecemasan

Pada keadaan cemas sesorang mungkin meningkatkan syaraf

simpatis.

5) Obat-obatan

Jenis obat yang dapat menyebabkan gangguan tidur antara lain

diuretik (menyebabkan insomnia), anti depresan (mensupresi

REM), kafein (meningkatkan syaraf simpatis), beta bloker

(menimbulkan insomnia), narkotika (mensupresi REM).

e. Patofisiologi Insomnia

Etiologi dan patofisiologi insomnia belum bisa dijelaskan secara

pasti tetapi insomnia dihubungkan dengan hipotesis peningkatan

arousal. Arousal dikaitkan dengan struktur yang memicu kesiagaan di

ARAS (ascending reticular activating system), hipotalamus, basal

forebrain yang berinteraksi dengan pusat-pusat pemicu tidur pada otak

di anterior hipotalamus dan thalamus. Hyperarousal merupakan

keadaan yang ditandai dengan tingginya tingkat kesiagaan yang

merupakan respon terhadap situasispesifik seperti lingkungan tidur.8

Data psikofisiologi dan metabolik dari hyperarousal pada pasien

insomnia meliputi peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi

dan penurunan variasi periodejantung selama tidur. Kecepatan

metabolik seluruh tubuh dihitung melalui penggunaan O2 persatuan

waktu ternyata lebih tinggi pada pasien insomnia dibandingkan pada

orangnormal. Data elektrofisiologi hyperarousal menunjukkan


18

peningkatan frekuensi gelombang beta pada EEG selama tidur NREM.

Aktivitas gelombang beta dikaitkan dengan aktivitas gelombang otak

selama terjaga. Penurunan dorongan tidur pada pasien insomnia

dikaitkan dengan penurunan aktivitas gelombang delta. Data

neuroendokrin tentang hyperarousal menunjukan peningkatan level

kortisoldan adrenokortikoid (ACTH) sebelum dan selama tidur,

terutama pada setengah bagianpertama tidur pada pasien insomnia.

Penurunan level melatonin tidak konsisten ditemukan. Data menurut

functional neuroanatomi studies of arousal tentang hyperarousal

menunjukan pola-pola aktivitas metabolisme regional otak selama

tidur NREM melalui SPECT (single-photon emission computer

tomography) dan PET (positron emissiontomography). Pada penelitian

PET yang pertama pada insomnia terjadipeningkatan kecepatan

metabolisme glukosa baik pada waktu tidur maupun terjaga.8

Selama terjaga, pada pasien insomnia ditemukan penurunan

aktivitas dorselateral prefrontal cortical. Dari hasil penelitian-

penelitian tersebut menunjukkan hyperarousal pada tidur NREM dan

hypoarousal frontal selama terjaga, hal inilah yang menyebabkan

keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien baik pada saat terjaga

maupun tidur. Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena

depresi berat terjadi peningkatan gelombang beta yang berkaitan

dengan peningkatan aktivitas metabolik di kortek orbita frontal dan

mengelukan kualitas tidur yang buruk, hal ini juga mendukung


19

hipotesis mengenai hyperarousal. Pada pemeriksaan SPECT pada

pasien insomnia, selama tidur NREM terjadi hipoperfusi diberbagai

tempat yang paling jelas pada basal ganglia. Kesimpulan penelitian

imaging mulai menunjukkan perubahan fingsi neuroanatomi selama

tidur NREM yang berkaitan dengan insomnia primer maupun

sekunder.8

f. Upaya-upaya mengatasi Insomnia

Tujuan dari upaya untuk mengatasi insomnia pada lansia

adalah menghilangkan gejala, meningkatkan produktifitas dan fungsi

koknitif sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur pada lansia17.

Insomnia dapat di atasi dengan terapi,yaitu:

1) Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi adalah untuk menghilangkan keluhan pasien

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut. Ada

lima prinsip dalam terapi farmakologi yaitu: menggunakan dosis

yang rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan bersifat intermiten

(3-4 kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek (3-4

minggu), penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada

gejala insomnia, memilikiefek sedasi yang rendah sehingga tidak

mengganggu aktifitas sehari-hari pasien. Selain kelima prinsip di

atas, dalam memberikan obat harus memperhatikan perubahan

farmako kinetik dan farmako dinamik pada usia lanjut. Dengan

pertambahan umur akan terjadi perubahan dalam distribusi,


20

metabolism dan eliminasi obat yang yang berkaitan erat dengan

timbulnya efek samping obat. Obat golongan lain yang digunakan

dalam terapi insomnia adalah golongan sedatif, anti depresan,

antihistamin dan masih banyak yang lainnya.

2) Terapi Non-Farmakologi

Terapi non-Farmakologi sebagai farmakoterapi dan diharapkan

menjadi pilihan pertama untuk mengatasi insomnia pada usia

lanjut. Terapi non-Farmakologi yang digunakan untuk mengatasi

insomnia pada lansia,yaitu31.

a) Gunakan tehnik-tehnik pelepasan otot-otot serta meditasi

sebelum berusahatidur.

b) Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak

menjelang tidur.

c) Terapi Sleep Hygiene(1) yaitu, merupakan identifikasi dan

modifikasi perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi tidur,

diantaranya hindari kegiatan yang membangkitkan minat

sebelum tidur

-Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama

-Hindari tidur pada waktu siang hari maupun sore hari.

d) Memberikan terapi Guide imagery yaitu, tehnik menuntun

individu dalam membayangkan sensasi apa yang dilihat,

dirasakan, didengar, dicium dan disentuh tentang kondisi yang

santai atau pengalaman yang menyenangkan untuk membawa


21

respon fisik yang diinginkan (Academic for Guide Imagery,

2010).

e) Terapi otot progresif adalah ajaran diri atau latihan terinstruksi

yang meliputi pembelajaran untuk mengerutkan dan

merilekskan otot secara sistemik, otot yang kaku akan

menyebabkan tubuh tidak menjadi rileks sehingga

memungkinkan lansia mengalami insomnia2.

g. Pengukuran insomnia

Gangguan pola tidur diukur dengan menggunakan panduan

wawancara dengan mengacu pada insomnia rating scale yang

digunakan oleh kelompok studi biologik Jakarta (KSPBJ), sehingga

dapat mengetahui skor insomnia secara objektif. Skala pengukuran

insomnia ini tersusun atas 8 pertanyaan yang terdiri dari:

1) Lamanya Tidur

a) Nilai 0 untuk jawaban tidur lebih dari 6,5 jam

b) Nilai 1 untuk jawaban 5 jam 30 menit sampai 6 jam 30 menit

c) Nilai 2 untuk jawaban antara 4 jam 30 menit sampai 5 jam 30

menit

d) Nilai 3 untuk jawaban tidur kurang dari 4 jam 30 menit

2) Mimpi

a) Nilai 0 untuk jawaban tidak bermimpi sama sekali

b) Nilai 1 untuk jawaban terkadang bermimpi dan mimpi yang

menyenangkan
22

c) Nilai 2 untuk jawban selalu bermimpi dan mimpi yang

menggangu

d) Nilai 3 untuk jawaban selalu mimpi mimpi buruk dan tidak

menyenangkan

3) Kualitas Tidur

a) Nilai 0 untuk jawaban tidur ssangat lelap dan sulit terbangun.

b) Nilai 1 utnuk jawaban tidur nyenyak dan sulit terbangun.

c) Nilai 2 untuk jawaban tidur tidak nyenyak dan sangat mudah

untuk terbangun.

4) Masuk Tidur

a) Nilai 0 untuk jawaban memulai waktu tidur kurang dari 5

menit.

b) Nilai 1 untuk jawban memulai waktu tidur antara 6 menit

sampai 15 menit.

c) Nilai 2 untuk jawaban memulai waktu tidur antara 16 – 29

menit.

d) Nilai 3 untuk jawaban memulai waktu tidur antara 30 – 44

menit.

e) Nilai 4 untuk jawaban memulai waktu tidur antara 45 – 60

menit.

f) Nilai 5 untuk jawaban memulai waktu tidur lebih dari 60 menit.

5) Bangun Malam Hari

a) Nilai 0 untuk jawaban tidak terbangun sama sekali.


23

b) Nilai 1 untuk jawaban terbangun 1 – 2 kali.

c) Nilai 2 untuk jawaban terbangun 3 – 4 kali.

d) Nilai 3 untuk jawaban terbangun lebih dari 4 kali.

6) Waktu Untuk Kembali Tidur Setelah Bangun Malam Hari

a) Nilai 0 untuk jawaban kurang dari 5 menit.

b) Nilai 1 untuk jawaban antara 6 – 15 menit.

c) Nilai 2 untuk jawaban antara 16 – 60 menit.

d) Nilai 3 untuk jawaban lebih dari 1 jam.

7) Bangun Dini Hari

a) Nilai 0 untuk jawaban bangun pada waktu biasanya.

b) Nilai 1 untuk jawaban 30 menit lebih cepat dari biasanya dan

tidak bisa tidur lagi.

c) Nilai 2 untuk jawaban bangun 1 jam lebih cepat dan tidak bisa

tidur lagi.

d) Nilai 3 untuk jawaban lebih dari 1 jam bangun lebih cepat dari

biasanya dan tidak dapat tidur lagi.

8) Perasaan Segar Diwaktu Bangun

a) Nilai 0 untuk jawaban perasaan segar.

b) Nilai 1 untuk jawaban tidak begitu segar.

c) Nilai 2 untuk jawaban tidak segar sama sekali.

Alat ukur Insomnia Severity Index (ISI) juga dapat digunakan

untuk mengidentifikasi kasus gangguan tidur sebelum intervensi

dilakukan dan untuk menguji efektivitas dari intervensi. Alat ukur ISI,
24

dengan nama Sleep Impairment Index pertama kali disusun oleh

Morin. Setelah itu, terdapat banyak penelitian yang menguji validitas

dan reliabilitas alat ukur ini untuk mendiagnosis insomnia 28.

Pada umumnya, partisipan mengisi alat ukur ini dengan

mengacu pada kondisinya dalam dua minggu hingga sebulan terakhir.

Aspek-aspek tidur yang diukur adalah tingkat keparahan masalah

susah tidur, tetap tidur (tidak mudah bangun), dan bangun lebih pagi

dari yang diinginkan, ketidakpuasan dengan pola tidur, mengganggu

kegiatan sehari-hari, seberapa terlihatkah masalah tidur, dan distres

yang muncul akibat gangguan tidur. Untuk mengukur aspek-aspek

tersebut, alat ukur ini menggunakan skala Likert dengan 5-poin

(0=tidak ada masalah; 4=masalah yang sangat parah). Dengan

demikian, alat ukur ini memiliki rentang skor dari 0 hingga 28.

Rentang skor tersebut diinterpretasikan sebagai berikut: tidak ada

insomnia (0-7); batas bawah insomnia (8-14); insomnia sedang (15-

21); dan insomnia parah (22-28).

Morin, Belleville, Belanger, dan Ivers (2011) meneliti indikator

psikometris ISI untuk mendeteksi kasus insomnia klinis pada konteks

populasi maupun klinis dan untuk mengevaluasi efektivitas intervensi

psikologis. Dalam mendeteksi kasus insomnia klinis, analisis receiver-

operating curves(ROC) dengan Item Response Theory (IRT) merujuk

pada skor 10 ke atas pada konteks populasi sebagai skor optimal untuk

mendeteksi kasus insomnia. Peneliti akan menggunakan skor 10 untuk


25

kriteria partisipan penelitian. Selain itu, Morin, dkk. (2011) juga

menyatakan bahwa perubahan skor sebesar 7 antara pretest dan

posttest merupakan skor minimal untuk mencapai perubahan yang

cukup terlihat oleh penilai independen. Selanjutnya, perubahan skor 9

ke atas menunjukkan peningkatan kualitas tidur yang tinggi.

Untuk menggunakan alat ukur ini dalam konteks lansia di

Indonesia, peneliti menggunakan prosedur untuk mencapai alat ukur

yang valid dan reliabel. Pertama, peneliti melakukan uji keterbacaan

agar mendapatkan tampilan, besar huruf, dan kalimat yang mudah

dimengerti lansia di Indonesia. Kedua, hasil terjemahan tersebut

dibawa ke penerjemah yang disumpah untuk diterjemahkan kembali ke

bahasa Inggris. Setelah alat ukur dianggap baik secara kualitatif,

peneliti melakukan uji reliabilitas ke lansia di Indonesia untuk

mengetahui kualitas alat ukur secara kuantitatif.

3. Guide Imagery

a. Definisi

Guide imagery (imajinasi terbimbing) imagery atau pikiran

atau mental representatif dengan menggunakan sensori persepsi adalah

tehnik terapeutik yang digunakan untuk relaksasi atau untuk tujuan

proses penyembuhan10. Imagery merupakan sebuah bentuk simulasi

yang aktual, dalam imagery berbagai pengalaman itu nyata, melalui


26

panca indera (melihat, merasakan dan mendengarkan) terapi ini secara

keseluruhan pengalaman itu terjadi di dalam otak11.

b. Tujuan Guide Imagery

Tujuan dari guide imagery yang diinginkan adalah untuk

mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan stress,

depresi, kecemasan, gangguan tidur dan lain-lain. Dengan demikian

maka terbentuklah keseimbangan antara keseimbangan antara tubuh,

pikiran dan jiwa seseorang12. Dalam imajinasi terbimbing pasien

menciptakan kesan dalam pikiran, berkonsentrasi dalam kesan

tersebut, sehingga secara bertahap merasa rileks13.

c. Manfaat Guide Imagery

Tehnik guide imagery ini membantu individu dalam

mempercepat proses penyembuhan penyakit, meringankan gejala

alergi dan asma, membantu pasien lebih rileks, mengurangi

kecemasan, depresi, stress, mengurangi nyeri dan efek samping terapi

medis, misalnya pada pasien yang menjalani kemoterapi atau operasi,

mengobati gejala sulit tidur dan meningkatkan system kekebalan

tubuh12.

Guide imagery dapat bermanfaat untuk menurunkan

kecemasan, kontraksi otot dan memfasilitasi. Guide imagery juga dapat

meningkatkan tidur(16).Pada lansia Guide Imagery dapat membantu

menurunkan depresi, kecemasan, fobia, trauma, mengurangi rokok,

tekanan darah, insomnia dan sebagainya15.


27

Guide Imagery mempunyai elemen yang secara umum sama

dengan relaksasi, yaitu sama-sama membawa klien ke arah relaksasi,

namun Guide Imagery menekankan bahwa klien membayangkan hal-

hal yang nyaman dan menyenangkan dan tidak dapat memusatkan

perhatian pada banyak hal dalam satu waktu oleh karena itu klien harus

membayangkan satu imajinasi yang sangat kuat dan menyenangkan35.

Guided imagery dapat meningkatkan aktivitas dorselateral

prefrontal cortical yang menurun pada orang yang terjaga. Orang yang

menderita insomnia memiliki arousal yang terkait dengan struktur yang

memicu kesiagaan di ARAS (ascending reticular activating system),

hipotalamus, basal forebrain yang berinteraksi dengan pusat-pusat

pemicu tidur padaotak di anterior hipotalamus dan thalamus. Guided

imagery dapat mengatasi kejadian hiperarousal yang kerap membuat

seseorang menjadi terus terjaga8.

d. Prosedur Guide Imagery

Prosedur guide imagery adalah sebagai berikut14:

1) Memberikan salam dan menjaga privasi

2) Menjelaskan tujuan dan prosedur pada pasien

3) Ciptakan suasana yang nyaman dan aman, ventilasi tercukupi.

4) Anjurkan pasien untuk menutup mata dengan perlahan

5) Mintalah pasien untuk menarik nafas dalam dan perlahan sehingga

menimbulkan relaksasi, bila perlu sediakan musik lembut yang

menenangkan.
28

6) Usahakan lingkungan tidak bising, ruangan telah dikondisikan

untuk digunakan responden melakukan guided imagery saja.

7) Mintalah pasien untuk menggunakan panca inderanya dalam

melaksanakan bayangan dan lingkungan bayangan tersebut

B. KERANGKA TEORI
Faktor-faktor yang
mempengaruhi insomnia :

1. Penyakit
Insomnia 2. Lingkungan
3. Kecemasan
4. Kelelahan
5. Obat-obatan

Penatalaksanaan insomnia :

1. Terapi Mozart
2. Terapi Sleep Higyene
3. Terapi Guided Imagery
4. Terapi aroma lavender
5. Terapi non farmakologi

Skema 2.1
Kerangka Teori

Sumber : (Tarwoto & Wartonah, 2010; Azizah, 2010; Maryam, 2010)


29

C. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi

dari hal-hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka,

konsep tidak dapat langsing diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati

melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Jadi variabel

adalah simbol atau lambang yang menunjukan nilai atau bilangan dari

konsep15.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Guided Imagery Insomnia pada lansia

Skema 3. 1
kerangka Konsep

D. VARIABEL PENELITIAN

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian suatu tentang konsep

pengertian tertentu16. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Variabel Dependent (variabel bebas)

Variabel Dependent (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi

atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel lain16. Variabel

bebas dari penelitian ini adalah guided imagery.


30

2. Variabel Independen (variabel terikat)

Variabel Independen (variabel terikat) adalah variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas16. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah insomnia pada lansia.

E. HIPOTESA PENELITIAN

Hipotesis adalah pernyataan awal penelitian mengenai hubungan antar

variabel yang merupakan jawaban penelitian tentang kemungkinan hasil

penelitian. Di dalam pernyataan hipotesis terkandung variabel yang akan

diteliti dan hubungan antar variabel-variabel tersebut. Pernyataan hipotesis

mengarahkan peneliti untuk menentukan desain penelitian, teknik pemilihan

sampel, pengumpulan dan metode analisis data16.

Ha : Ada perbedaan tingkat insomnia sebelum dan sesudah diberi guided

imagery pada lansia dip anti jompo Harapan Ibu Ngaliyan Kota

Semarang.

Ho : Tidak ada perbedaan tingkat insomnia sebelum dan sesudah diberi

guided imagery pada lansia dip anti jompo Harapan Ibu Ngaliyan

Kota Semarang.

Anda mungkin juga menyukai