Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA PADA ANAK

Disusun Oleh:
NOVITA ADITAMA
P1337420216048
2B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMEMTERIAN KESEHATAN SEMARANG

PRODI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL

A. DEFINISI
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan
mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun
dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk
terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali
bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005;
Bousquet, 2008)

B. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan
imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau faktor
pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer & Bare,
2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-
bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan: Bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik

Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara


spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti
buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium
metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin,
ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig
E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu,
serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi
reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap
faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi
sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease
sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang
disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya
terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik,
berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh
adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan
inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme
mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada
sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan
ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma

C. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma
dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun
fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus
atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari
serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan
dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala
yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelahHiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal

D. PATOFISIOLOGI
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita
asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa
jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris
selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang
merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan
prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara
bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan
bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat
ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan
pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan
alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut,
histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos
bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul
spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus
dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti
dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu
mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
PATHWAY

E. KOMPLIKASI
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
Kristal eosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
3. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada
paru
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.
4. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
6. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru.
7. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya
respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri
tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi.

G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang
cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (
beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak
. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)
dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan
fungsional menurut Gordon :
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat penyakit yang pernah dialami seperti sesak napas yang
mengganggu aktivitas.
- Riwayat keperawatan diri serta pemeliharaan lingkungan yang
dapat menjadi penyebab asma seperti debu, serbuk bunga, bulu
binatang, dan cuaca
- Riwayat kesehatan keluarga ada yang menderita penyakit asma
b. Pola metabolik nutrisi
Dapat muncul mual dan anoreksia sebagai dampak penurunan
oksigen jaringan gastrointestinal. Anak biasanya mengeluh
badannya lemah karena penurunan asupan nutrisi, terjadi penurun
BB.
c. Pola eliminasi
Anak dengan asma jarang terjadi gangguan eliminasi baik buang
besar dan kecil
d. Pola tidur dan istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur
karena sesak napas. Penampilan anak terlihat lemah, sering
menguap,mata merah, anak juga sering menangis pada malam hari
karena ketidaknyamanan tersebut
e. Pola aktivitas dan latihan
Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak
kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta digendong
orang tua atau bedrest/ seta orang tua membatasi aktivitas anak,
berlari atau bermain
f. Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada
otak. Pada saat dirawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang
hal-hal baru disampaikan
g. Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang
bersahabat,tidak suka bermain ketakutan terhadap orang lain
meningkat.
h. Pola peran-hubungan
Anak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya maupun
lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama dengan
orang terdekat.
i. Pola seksual-reproduksi
Pola kondisi sakit anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang
sudah mengalami puberitas mungkin terjadi gangguan menstruasi
pada wanita tetapi berifat sementara dan biasanya penundaan.
j. Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak, saat menghadapi stress anak sering
menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah
mudah tersinggung dan suka marah.
k. Pola nilai-keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan
untuk mendapat sumber kesembuhan Allah SWT.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi
mucus.
- Intoleransi aktivitas b/d kelemahan tubuh dan hipoksia
- Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d dipnea,
kelemahan, produksi sputum, anoreksia, mual dan muntah
- Kecemasan b/d adanya hospitalisasi disstres pernapasan
- Perubahan proses keluarga b/d kondisi kronik
- Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan pengobatan

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx.1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi
mucus
Tujuan:
- Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan naps,
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret

Intervensi :

1. Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada


R/ takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris
terjadi karena peningkatan tekanan dalam paru dan penyempitan
bronkus semakin sempit dan tinggi tekanan semakin meningkat
frekuensi pernapasan.
2. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya,
mengi, krekels dan ronchi
R/ pernapasan bising menunjukan terhentinya secret atau obstruksi
jalan napas
3. Observasi TTV
R/ perubahan pada TTV dapat memberikan petunjuk adanya
perubahan pada kondisi pasien.
4. Bantu pasien latihan napas dan batuk secara efektif
R/ napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau
jalan napas lebih kecil. Batuk secara efektif mempermudah
pengeluaran dahak.
5. Section sesuai indikasi bila perlu sesuai instruksi dokter
R/ mengeluarkan sputum secara mekanik dan mencegah obstruksi
jalan napas
6. Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya, debu, asap
yang berhubungan dengan kondisi pasien.
R/ pencetus tipe reaksi, alergi pernapasan yang dapat mentriger
epiodik akut.
7. Berikan posisi yang nyaman pada pasien misalnya,peninggian
kepala tempat tidur(posisi semi fowler)
R/ mempermudah fungsi pernapasan
8. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari. Tawarkan air hangat
R/ meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi tingkat
kekentalan dahak sehingga mudah dikeluarkan.
9. Kolaborasi dengan dokter dalam hal pemberian obat seperti
bronkodilator dan mukolitik melalui inhalasi
R/ memudahkan pengenceran dan pembuangan secret dengan
cepat
Dx.2 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan tubuh dan hipoksia
Tujuan:
Pasien mampu menunjukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur dengan tidak adanya dispnea, tidak lagi mengalami kelemahan
yang berlebihan dan TTV kembali dalam rentang normal.
Intervensi
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung sealama fase
akut sesuai indikasi, dorong penggunaan manajemen stress dan
pengalih yang tepat
R/ Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat
3. Jelaskan pada orang tua pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya kesimbangan aktivitas dan istirahat
R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik,menghemat energi untuk penyembuhan.
Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien
terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan
4. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen
5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/ menunjukan kerja sama dan pasien merasa lebih diperhatikan
Dx 3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d dipnea
kelemahan produksi sputum, anoreksia, mual dan muntah
Kriteria Hasil:
1. Berat badan dapat dipertahankan
a. Anak merasa semakin kuat
b. Anak dapat menghabiskan porsi makanan yang diberikan
c. Mual yang dirasakan dapat berkurang atau hilang

Intervensi:

1. Identifikasi factor yang menimbulkan mual atau muntah


(sputum banyak), pengobatan aerosol, dispnea berat dan nyeri
R/ sputum akan merangsang nervus vagus sehingga berakibat
mual, dispnea dapat merangsang pusat pengaturan makanan di
medulla oblongata
2. Auskultasi bunyi usus. Obervasi atau palpasi distensi
abdomen.
R/ bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi
berat atau memanjang. Distensi abdomen terjadi akibat
menelan udara atau menunjukan pengaruh toksin pada saluran
gastrointestinal.
3. Evaluasi status nutrisi umum. Timbang berat badan dasar.
R/ adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan dapat
menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi
dan atau lambatnya respons terhadap terapi.
4. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum
makan.
R/ menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini
5. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan makan porsi kecil
dan sering dan atau makanan yang disukai pasien
R/ tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali
6. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diet yang diberikan
R/ menghindari adanya makanan pantangan pada pasien
DAFTAR PUTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk


Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .
Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas
Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM
Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-
2006. Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen
Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung
Seto

Anda mungkin juga menyukai