Anda di halaman 1dari 4

Pendidikan Anak Sekolah Minggu

Jumat, 1 September 2017

Bersyukur kepada Tuhan untuk kesempatan bisa mengikuti workshop sekolah minggu,
sekalipun harus mengalami ban bocor saat penambal-penambal ban sedang Sholat Ied. Sebelum
saya tuliskan pengalaman dari workshop, aku ingin membagikan satu isu yang saat ini sedang
banyak didiskusikan dan diamati berbagai kalangan, baik akademisi maupun rohaniawan.
Saat ini mungkin Anda merasa ada perubahan besar dalam perilaku anak dari balita hingga anak
SD, yaitu kecanduan bermain gawai (gadget) dan kurang fokus ketika diajar. Sebenarnya tidak
hanya dua perbedaan perilaku tersebut yang dialami oleh anak-anak saat ini. Menurut
Penelitian PELP (2016) dan McCrindle (2017), karakter anak saat ini berbeda dari karakter saya,
Anda atau guru kita.
Sesungguhnya, siapakah anak saat ini, saya dan Anda yang berbeda karakter itu?
PELP mencoba membedakan generasi yang hidup saat ini ke dalam 6 kelompok generasi (age
cohort), antara lain:
 Generasi Builders atau Veteran generasi yang lahir antara tahun 1925-1944
 Generasi Baby Boomers, generasi yang lahir tahun 1945-1964
 Generasi X, generasi yang lahir tahun 1965-1980
 Generasi Y, generasi yang lahir tahun 1981-1995
 Generasi Z, generasi yang lahir tahun 1996-2010

Gambar 1 Kelompok Umur (Age Cohort) menurut McCrindle (2017)

Generasi Z dan Alfalah yang saat ini memenuhi ruang kelas SM. Dimana mereka lahir dan hidup
dalam situasi ekonomi keluarga yang lebih sejahtera dengan keberadaan teknologi yang sangat
muda dijangkau. Kondisi inilah yang memunculkan istilah digital native bagi anak dan remaja
jaman sekarang. Digital native merupakan generasi penduduk yang lahir setelah tahun 1980
ketika akses terhadap teknologi cukup mudah dan jejaring sosial digital telah ada Palfrey & Urs
(2008:346). Kelompok umur digital native secara intuitif mampu mengoperasikan teknologi
informasi dan komunikasi serta internet tanpa instruksi manual.
Beberapa ciri-ciri karakter Generasi Z menurut Dawn Wotapka (2017):
Sekolah Alkitab Batu | 1
 Lebih suka menggunakan aplikasi dalam gawai untuk mencari informasi sehingga ada
istilah they reach for a smart device every 7 minutes.
 Mereka mampu belajar dalam 4 – 5 layar informasi pada gawai.
 Lebih senang dengan materi belajar digital yang bisa dibuka dengan jari dan dibawa
kemana saja
 Tidak menyukai proses belajar dengan penjelasan yang panjang. Mereka lebih suka
dengan penjelasan yang ringkas, mudah dicerna dan straight to the point solutions.
 Menyukai gaya berkomunikasi dengan gambar, misal meme atau emoji, baik ketika
mengirim maupun menerima pesan.
 Lebih suka dengan video yang cuman beberapa menit saja. Sesuatu yang membuat
mereka hanya belajar menggunakan otaknya secara singkat.

Gambar 2 Perbedaan karakter Generasi Baby Boomers dengan Generasi Z (McCrindle, 2017)

Perlu dicari pula karakteristik generasi Alfa.


Kecenderungan dan karakter anak yang sangat lekat dengan gawai, tekonologi dan informasi
membutuhkan perubahan dalam cara memahami dan mendidik mereka. Memahami anak-anak
dan cara anak-anak belajar, itulah kunci untuk dapat mendidik anak-anak dengan efektif.

Sesi I: Anak dan Media


Kak Andrew Wokas pada sesi pertama menjelaskan perlunya penggunaan multimedia sebagai
sarana dalam mengajar di kelas, seperti perlengkapan LCD Proyektor dan laptop. Selain itu
setiap guru SM juga perlu menguasai tekonologi informasi dan komunikasi yang sedang diminati
anak-anak, misal Instagram, Facebook, Line, Whatsapp, Youtube, dan lain sebagainya untuk
memantau dan menyebarkan konten positif.
Selain itu Kak Andrew juga mengingatkan tentang komitmen seorang guru SM. Mengajar anak-
anak SM memiliki waktu yang terbatas. Terbatas waktu dalam hal waktu mengajar di hari
minggu di gereja dan terbatasnya waktu fokus anak. Menurut Kak Andrew, gurum SM hanya
memiliki waktu efektif 1 jam dalam mengajar anak. Padahal, kita tahu dan kita yakini, mengajar
anak itu adalah hal penting untuk pertumbuhan pengetahuan akan kebenaran Firman Tuhan
dan spiritualitas. Sedangkan ada begitu banyak yang harus diajarkan kepada anak. Maka dari itu,
guru SM dituntut untuk mampu memanfaatkan waktu dan media yang ada semaksimal mungkin
dengan terus mengembangkan diri dan menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada.
Sekolah Alkitab Batu | 2
Sesi II: Mengajar Kreatif Sekolah Minggu
Selanjutnya Bu Khezia Margaretha, S.Kom., M.A. menjelaskan konsep berpikir kreatif dalam
mendidik. Jika Anda adalah orang yang kreatif, Anda bisa merumuskan definisi kreatif sendiri,
tetapi saya mengartikan kreatif sebagai sifat menciptakan suatu ide dan karya rupa dari apa
yang ada di sekitar. Kreatif dimulai dari bagaimana guru memanfaatkan dana, daya dan tempat
yang ada tetap mampu memberikan pendidikan yang baik untuk SM. Hadirnya masalah, justru
menajdi pupuk untuk setiap guru mengasah kreativitasnya. Selanjutnya, tidak hanya kreatif
dalam memilih kisah, tetapi juga kreatif dalam cara menyampaikannya. Anak-anak SM akan
lebih fokus jika belajar menggunakan alat peraga. Bisa menggunakan alat peralatan dan
perlengkapan yang ada di sekitar kita, seperti kertas, karton, kardus, kain, dan sebagainya.
Untuk lebih jelas melihat contoh dari alat peraga yang kreatif, bisa dilihat pada akun facebook
bu Khezia Margaretha.
Terdapat penelitian yang membuktikan, bahwa seorang anak mampu menangkap:

 20% dari yang kita baca


 30% dari yang didengar
 40% dari yang dilihat
 50% dari yang dikatakan
 60% dari yang dikerjakan
 90% dari yang dilihat, dengar, katakan, dan kerjakan sekaligus
Jadi mendidik anak-anak dengan membuat anak duduk manis, diam, mendengarkan guru
bercerita secara monoton dari awal sampai akhir sudah tidak efektif untuk anak. Guru bisa
menerapkan active learning dalam mendidik. Active learning adalah metode mengajar dengan
memposisikan pengajar sebagai anak dan mendorong anak untuk ikut beraktivitas dalam
pengajaran.
Bagaimana caranya untuk bisa menjadi kreatif? Belajar untuk menciptakan sesuatu secara terus
menerus.

Sesi III: Penginjilan Anak


Kita telah belajar banyak metode untuk mendidik, namun apa artinya anak-anak yang bertumbh
kembang tanpa disertai kepastian keselamatan Tuhan dalam hidupnya? Itulah yang ingin ditekankan
Pdm. Rulianti Djonosiswojo, S.Pd. dalam sesi III. Bu Ruli mengawali materinya dengan sebuah
pernyataan: Sekolah minggu bukanlah tempat “sekedar” membuat anak pandai menyanyikan lagu
pujian, hafal ayat cerita dan ayat Alkitab dan menjadi anak manis. Tujuan utama Sekolah Minggu adalah
memenuhi Amanat Agung bagi anak-anak. Dengan acara yang kreatif dan mampu dipahami oleh anak-
anak.

Sumber tulisan:

Wokas, A., Margaretha, K., & Djonosiswojo, R. 2017. Workshop Guru-Guru Sekolah Minggu. Batu:
Sekolah Alkitab Batu.
Sekolah Alkitab Batu | 3
McCrindle, M. 2017. How to teach Gen Z to be collaborative, innovative and responsive.
https://www.blog.google/topics/education/how-teach-gen-z-be-collaborative-innovative-and-
responsive/ (diakses pada Agustus 2017)

Watopka, D. 2017. How to Teach Gen Z Students: Prepare for the next generation arriving on campus.
https://www.aicpa.org/interestareas/accountingeducation/newsandpublications/pages-/how-to-teach-
generation-z-students.aspx

President’s Emerging Leaders Program. 2016. Teaching Generation Z at the University of Hawai‘i.

Sekolah Alkitab Batu | 4

Anda mungkin juga menyukai