Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN .........................……………………………..... 2
KATA PENGANTAR .................................................................................. 3
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… 4
BAB 1 PENDAHULUAN
Pendahuluan ..........………………………………………….. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan spektrum autism (Autism Spectrum Disorders/ASD) atau


gangguan autistik (autistic disorder) telah didefinisikan oleh American
Psychiatric Assotiation (APA) yaitu gangguan atau kecacatan perkembangan
dengan karakteristik kerusakan interaksi sosial, abnormalitas dalam komunikasi
verbal dan non verbal, dan perilaku berulang. Autistik adalah kondisi yang
menggambarkan individu yang seolah-olah mereka hidup dalam dunianya sendiri.
Di dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ III) gangguan spektrum autisme disebut sebagai Autisme Masa Kanak.
Gejala-gejala gangguan autistik secara klinis dapat dilihat dalam 3 tahun pertama
kehidupan dan menetap sepanjang kehidupan.
Gangguan autistik terjadi akibat gangguan neurobiologis yang
memengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu
berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif. Karena berbeda individu dengan
autisme mempunyai ciri dan tingkat keparahan gejala yang sangat berbeda,
autisme disebut sebagai suatu “spektrum” gangguan, yaitu sekelompok gangguan
dengan cakupan ciri yang serupa. Oleh karena itu muncul istilah ASDs (Autism
Spectrum Disorders) atau GSA (Gangguan Spektrum Autism)
Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang
ditandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal
dan nonverbal, disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan
yang dangkal dan obsesif. Kelainan perkembangan ini dapat secara pasti
dideteksi saat anak berusia 3 tahun dan pada beberapa kasus pada usia 18
bulan, tapi tanda-tanda yang mengarah ke gangguan ini sebenarnya sudah
dapat terlihat sejak umur 1 tahun, bahkan pada bayi usia 8 bulan.
Prevalensi anak yang mengalami gangguan autistik diseluruh dunia saat
ini diperkirakan mencapai 0,1%, dimana telah terjadi peningkatan
mengkhawatirkan baik di negara maju maupun negara berkembang. Kejadian
pada anak laki-laki 4 kali lebih sering dibanding pada anak perempuan (Szatmari,

2
2007; Abrahams & Geschwind, 2008). Menurut Autism Research Institute di San
Diego, jumlah anak yang mengalami gangguan spektrum autisme tahun 1980
diperkirakan 1: 5000 anak dan tahun 2005 sudah menjadi 1:160 anak (Center for
Disease Control and Prevention, 2007). The Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) memperkirakan di Amerika Serikat saat ini terdapat 1 dalam 88
anak teridentifikasi mengalami gangguan autistik, prevalensi pada anak laki-laki 1
dalam 54 anak dan pada anak perempuan 1 dalam 252 anak. Perkiraan CDC ini
berdasarkan laporan dari Autism and Developmental Disabilities Monitoring
(ADDM) Network yang memonitor jumlah anak autisme usia 8 tahun selama
tinggal di Amerika Serikat dalam komunitas yang berbeda. Perkiraan
prevalensinya meningkat 23% selama 2006 sampai 2008 dan 78% selama 2002
sampai 2008.
Indonesia belum mempunyai data akurat anak yang mengalami gangguan
autistik. Sampai saat ini belum ada data resmi, namun lembaga sensus Amerika
Serikat melaporkan bahwa tahun 2004 jumlah anak dengan ciri-ciri autistik atau
gangguan spektrum autism di Indonesia mencapai 475.000 orang. Berdasarkan
fenomena yang dapat dilihat saat ini, diperkirakan anak yang mengalami
gangguan autistik di Indonesia juga sangat meningkat karena jumlah yang
ditangani oleh dokter dan psikolog semakin meningkat dan semakin banyak pusat
terapi yang menangani anak-anak gangguan autistik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah
Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo
Kanner, seorang psikiater dari John Hopkins University yang menangani
sekelompok anak-anak yang mengalami kelainan sosial yang berat, hambatan
komunikasi dan masalah perilaku. Anakanak ini menunjukkan sifat menarik diri
(withdrawal), membisu, dengan aktivitas repetitif (berulang-ulang) dan stereotipik
(klise) serta senantiasa memalingkan pandangannya dari orang lain. Secara
harfiah autisme berasal dari kata autos=diri dan isme= paham/aliran.
Autisme berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti ”sendiri” anak
autisme seolah-olah hidup didunianya sendiri, mereka menghindari/tidak
merespon terhadap kontak sosial dan lebih senang menyendiri.
Secara etimologi (ilmu asal kata) : anak autis adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Seperti kita ketahui banyak
istilah yang muncul mengenai gangguan perkembangan.
Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial,
perilaku pada anak (LeoKanner & Asperger, 1943).
Autist = autisme : Anak yangmengalami ganguan autisme.
Autistic child=anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan
autisme. Autistic disorder gangguan autistic = anak-anak yang mengalami
gangguan perkembangan.

Definisi
World Health Organization’s International Classification of Diseases
(ICD-10) mendefinisikan autisme khususnya childhood autism sebagai adanya
keabnormalan dan atau gangguan perkembangan yang muncul sebelum usia tiga
tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya tiga bidang yaitu interaksi sosial,
komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang.
Anak autis termasuk salah satu jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

4
yang mengalami gangguan neurobiologis dengan adanya hambatan fungsi syaraf
otak yang berhubungan dengan fungsi komunikasi, motorik sosial dan perhatian.
Hambatan yang dialami anak autis merupakan kombinasi dari beberapa gangguan
perkembangan syaraf otak dan perilaku siswa yang muncul pada tiga tahun
pertamausia anak. Sutadi (2002) menjelaskan bahwa yang dimaksud autistik
adalah gangguan perkembangan neurobiologis berat yang mempengaruhi cara
seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan dengan orang lain).
Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti,
serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain terganggu
karena ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dan mengerti perasaan orang
lain penyandang autis memiliki gangguan pada interaksi sosial, komunikasi (baik
verbal maupun non-verbal), imajinasi, pola perilaku repetitive dan resistensi
terhadap perubahan pada rutinitas. Ika Widyawati (2001) menjelaskan bahwa
autism merupakan gangguan perkembangan pervasif/Pervasive Developmental
Disorder(PDD) atau disebut Autism Specrtum Disorder (ASD) yang ditandai
dengan adanya abnormalitas dan / atau hendaya perkembangan yang muncul
sebelum usia 3 tahun, dan mempunyai fungsi yang abnormal dalam 3 bidang,
yaitu interaksi : sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas (restriktif) dan
berulang (repetitif).
Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai
dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal,
disertai dengan 3 pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan
obsesif. 1 Autisme merupakan suatu gangguan spektrum, artinya gejala yang
tampak bisa sangat bervariasi. Tidak ada dua anak yang memiliki diagnosis yang
sama yang menunjukkan pola dan variasi perilaku yang sama persis. Autisme
sesungguhnya adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatar
belakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain
dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus.
“Autism and Pervasive Developmental Disorder” (2006). A publication of
the National Dissemination Center for Children with Disabilities. Available:
http://www.nichcy.org/pubs/factshe/fs1txt.htm (Accesed: 2006, September 30).

5
Menurut kriteria diagnostik dalam DSM IV (Elliott
GR. Autistic Disorder and Other Pervasive
Developmental Disorders. In: Rudolph CD, Rudolph
AM. Rudolph’s Pediatrics, 21st ed. McGraw-Hill: New
York, 2003. p498-500) karakteristik penderita adalah :
Harus ada sedikitnya 6 gejala dari butir (1), (2), dan
(3), dengan minimal 2 gejala dari butir (1) dan masingmasing
1 gejala dari butir (2) dan (3) dibawah ini.
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang
timbal balik.Tak mampu menjalin interaksi sosial
yang cukup memadai : kontak mata sangat
kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik
yang kurang tertuju.
a. Tak bisa bermain dengan teman sebaya.
b. Tak dapat merasakan apa yang dirasakan
orang lain.
c. Kurangnya hubungan sosial dan emosional
yang timbal balik.
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi
a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak
berkembang (dan tidak ada usaha untuk
mengimbangi komunikasi dengan cara lain
tanpa bicara)
b. Bila bisa bicara, bicara tidak dipakai untuk
komunikasi
c. Sering menggunakan bahasa aneh yang
diulang-ulang
d. Cara bermain kurang variatif, kurang
imajinatif, dan kurang bisa meniru
(3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang
dari perilaku, minat, dan kegiatan.
a. Mempertahankan satu minat atau lebih,
dengan cara yang sangat khas dan berlebihlebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik
atau rutinitas yang tak ada gunanya.
c. Ada gerakan aneh yang khas dan diulangulang.
d. Seringkali terpukau pada bagian-bagian
benda.
Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan
kemudian dilakukan penanganan yang tepat dan
intensif, kita dapat membantu anak autis untuk
perkembang secara optimal.
Pada lampiran ada 4 alat yang dapat melakukan deteksi
dini autisme pada anak.
Epidemiologi

6
Menurut CDC, autisme terdapat pada 1 dari 166 kelahiran. Berdasarkan
statistic Departemen pendidikan Amerika Serikat angka pertumbuhan autisme
adalah 10-27 persen per tahun. National Institute of Mental Health Amerika
(NIMH) memperkirakan antara 2 dan 6 per 1000 orang menderita autisme.
Insiden autisme konsisten di seluruh dunia tapi prevalen laki-laki empat kali lebih
besar daripadapada perempuan.
“NINDS Autism Information Page”, (2006). National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (NINDS). Available:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/autism/autism.htm#What_is (Accessed: 2006,
September 25).
“Autism Spectrum Disorders (Pervasive Developmental Disorders)”,
(2006). National Institute of Mental Health (NIMH). Available:
http://www.nimh.nih.gov/publicat/autism.cfm (Accesed: 2006, September 24)

Etiologi
Secara pasti penyebab autisme tidak diketahui namun autisme dapat terjadi
dari kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor
lingkungan. Ada berbagai teori yang menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya autisme yaitu :
Teori Biologis
1. Faktor Genetik,
Keluarga yang terdapat anak autis memiliki resiko lebih tinggi
dibandingkan populasi keluarga normal. Abnormalitas genetik dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak.
2. Prenatal, natal dan post natal
Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi yang terlambat,
gangguan pernapasan dan anemia merupakan salah faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya autisme. Kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi
yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak mencukupi karena nutrisi tidak
dapat diserap oleh tubuh, hal ini dapat terjadi karena adanya jamur dalam
lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi.
3. Neuro Anatomi
Gangguan/fungsi pada sel-sel otak selama dalam kandungan yang
mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi perdarahan atau infeksi
dapat memicu terjadinya autisme.
4. Struktur dan Biokimiawi Otak dan Darah
Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel purkinje mempunyai kandungan
serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dopamin
atau upioid dalam darah.

7
b. Teori Psikososial.
Beberapa ahli (Kanner & Bruno Bettelhem) autism dianggap sebagai
akibat hubungan yang dingin/tidak akrab antara orang tua ibu dan anak. Demikian
juga orang yang mengasuh dengan emosional kaku, obsesif tidak hangat bahkan
dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
c. Faktor Keracunan Logam Berat
Keracunan logam berat dapat terjadi pada anak yang tinggal dekat
tambang batu bara, emas dsb. Keracunan logam berat pada makanan yang
dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat
yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autism
terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
d. Faktor Gangguan Pencernaan, Pendengaran, dan Penglihatan.
Menurut data yang ada 60% anak autistik mempunyai sistem pencernaan
kurang sempurna. Kemungkinan timbulnya autistik karena adanya gangguan
dalam pendengaran dan penglihatan.
e. Autoimun tubuh
Auto imun pada anak dapat merugikan perkembangan tubuhnya sendiri
karena zat – zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun
adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan
autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh sendiri yang justru
kebal terhadap zat – zat penting dalam tubuh dan menghancurkannya.

Dapat disimpulkan penyebab autisme adalah multifaktorial. Faktor genetik


maupun lingkungandiduga mempunyai peranan yang signifikan. Sebuah studi
mengemukakan bahwa apabila satu keluarga memiliki satu anak autis maka risiko
untuk memiliki anak kedua dengan kelainan yang sama mencapai 5%, risiko yang
lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Di lain pihak, lingkungan
diduga pula berpengaruh karena ditemukan pada orang tua maupun anggota
keluarga lain dari penderita autistik menunjukkan kerusakan ringan dalam
kemampuan sosial dan komunikasi atau mempunyai kebiasaan yang repetitif.
Akan tetapi penyebab secara pasti belum dapat dibuktikan secara empiris.
“NINDS Autism Information Page”, (2006). National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (NINDS). Available:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/autism/autism.htm#What_is (Accessed: 2006,
September 25).

Patofisiologi

8
Saat ini telah diketahui bahwa autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan, yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang. Akibat
perkembangan otak yang salah maka jaringan otak tidak mampu mengatur
pengamatan dan gerakan, belajar dan merasakan serta fungsi-fungsi vital dalam
tubuh.
“NINDS Autism Information Page”, (2006). National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (NINDS). Available:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/autism/autism.htm#What_is (Accessed: 2006,
September 25).
Penelitian post-mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-
daerah yang berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme
yang berbeda-beda pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas
berupa substansia grisea yang walaupun volumenya sama seperti anak normal
tetapi mengandung lebih sedikit neuron.
Finding Adds Another Piece to Autism Puzzle. (2006). MedlinePlus.
Available:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/FindingAddsAnotherPiecetoAutismPuzzle.h
tm (Accesed: 2006, September 30)
Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak
dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai
neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-sel saraf. Anak-anak
penyandang autism dijumpai 30-50% mempunyai kadar serotonin tinggi dalam
darah. Perkembangan norepinefrine (NE), dopamin (DA), dan 5-HT juga
mengalami gangguan.
“NINDS Autism Information Page”, (2006). National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (NINDS). Available:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/autism/autism.htm#What_is (Accessed: 2006,
September 25).

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Autisme dapat dibagi berdasarkan berbagai pengelompokan
kondisi

9
1. Klasifikasi berdasarkan saat munculnya kelainan
a. Autisme infantil; istilah ini digunakan untuk menyebut anak autis yang
kelainannya sudah nampak sejak lahir
b. Autisme fiksasi; adalah anak autis yang pada waktu lahir kondisinya normal,
tanda-tanda autisnya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun
2. Klasifikasi berdasarkan intelektual
a. Autis dengan keterbelakangan mental sedang dan berat (IQ dibawah 50).
Prevalensi 60% dari anak autistik
b. Autis dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70) Prevalensi 20% dari
anak autis
c. Autis yang tidak mengalami keterbelakangan mental (Intelegensi diatas 70)
Prevalensi 20% dari anak autis
3. Klasifikasi berdasarkan interaksi sosial:
a. Kelompok yang menyendiri; banyak terlihat pada
anak yang menarik diri, acuh tak acuh dan
kesal bila diadakan pendekatan sosial serta
menunjukkan perilaku dan perhatian yang tidak
hangat
b. Kelompok yang pasif, dapat menerima pendekatan
sosial dan bermain dengan anak lain jika pola
permainannya disesuaikan dengan dirinya
c. Kelompok yang aktif tapi aneh : secara spontan
akan mendekati anak yang lain, namun interaksinya
tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
4. Klasifikasi berdasarkan prediksi kemandirian:
a. Prognosis buruk, tidak dapat mandiri (2/3 dari
penyandang autis)
b. Prognosis sedang, terdapat kemajuan dibidang
sosial dan pendidikan walaupun problem perilaku
tetap ada (1/4 dari penyandang autis)
c. Prognosis baik; mempunyai kehidupan sosial
yang normal atau hampir normal dan berfungsi
dengan baik di sekolah ataupun ditempat kerja.
(1/10 dari penyandang autis)
D. JENIS GANGGUAN
Ada beberapa jenis gangguan perkembangan pervasif
sbb :
1. Gangguan autistik
Gejala ini sering diartikan orang saat mendengar kata
autis. Penyandangnya
memiliki masalah interaksi sosial, berkomunikasi, dan
permainan imaginasi
pada anak di bawah usia tiga tahun.
2. Sindrom Asperger
Anak yang menderita sindrom Asperger biasanya umur

10
lebih dari 3 th memiliki problem bahasa. Penderita
sindrom ini cenderung memiliki intelegensi rata-rata
atau lebih tinggi. Namun seperti halnya gangguan
autistik, mereka kesulitan berinteraksi dan
berkomunikasi.
3. Gangguan perkembangan menurun (PDD
NOS/Pervasive developmental disorder not otherwise
specified) . Gejala ini disebut juga non tipikal autisme.
Penderita memiliki gejala-gejala autisme, namun
berbeda dengan jenis autisme lainnya. IQ penderita ini
rendah.
4. Sindrom Rett
Sindrom ini terjadi hanya pada anak perempuan.
Mulanya anak tumbuh normal. Pada usia satu hingga
empat tahun, terjadi perubahan pola komunikasi,
dengan pengulangan gerakan tangan dan pergantian
gerakan tangan.
5. Gangguan Disintegrasi Anak
Pada gejala autisme ini, anak tumbuh normal hingga
tahun kedua. Selanjutnya anak akan kehilangan
sebagian atau semua kemampuan komunikasi dan
keterampilan sosialnya.
Untuk lebih jelasnya tabel1. Dibawah ini menggambarkan
perbedaan secara klinis dari lima jenis gangguan
perkembangan pervasif tersebut diatas.

E. KARAKTERISTIK ANAK AUTIS


1. Karakteristik dalam interaksi sosial
a. Menyendiri (aloof): terlihat pada anak yang

11
menarik diri, acuh tak acuh, dan kesal bila diadakan
pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku dan
perhatian yang terbatas (tidak hangat).
b. Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan
bermain dengan anak lain jika pola permaiannya
disesuaikan dengan dirinya.
c. Aktif tapi aneh: secara spontan akan mendekati
anak lain, namun interaksi ini seringkali tidak
sesuai dan sering hanya sepihak.
2. Karakteristik dalam komunikasi antara lain adalah :
a. Bergumam
b. Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti
kata-kata dan kesukaran dalam mengggunakan
bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar
c. Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka
dengar atau yang pernah mereka dengar sebelumnya
tanpa bermaksud untuk berkomunikasi
d. Bila bertanya sering menggunakan kata ganti
orang dengan terbalik, seperti "saya" menjadi
"kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai "kamu";
e. Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang
potongan kata atau lagu dari iklan tv dan
mengucapkannya di muka orang lain dalam
suasana yang tidak sesuai.
f. Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti
kiasan, seperti seorang anak berkata "sembilan"
setiap kali ia melihat kereta api.
g. Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi
walaupun mereka dapat berbicara dengan baik,
karena tidak tahu kapan giliran mereka berbicara,
memilih topik pembicaraan, atau melihat kepada
lawan bicaranya.
h. Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan.
i. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau
emosinya melalui nada suara
j. Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh
untuk menyampaikan keinginannya, tetapi dengan
mengambil tangan orangtuanya untuk mengambil
obyek yang dimaksud
k. Mengalami gangguan dalam komunikasi nonverbal;
mereka sering tidak menggunakan gerakan
tubuh dalam berkomunikasi untuk
mengekspresikan perasaannya atau untuk merabarasakan
perasaan orang lain, misalnya
menggelengkan kepala, melambaikan tangan,

12
mengangkat alis, dan sebagainya.
3. Karakteristik dalam perilaku dan pola bermain
a. Abnormalitas dalam bermain, seperti stereotip,
diulang-ulang dan tidak kreatif
b. Tidak menggunakan mainannya dengan sesuai
c. Menolak adanya perubahan lingkungan dan
rutinitas baru
d. Minatnya terbatas, sering aneh, dan diulang-ulang
e. Hiperaktif pada anak prasekolah atau sebaliknya
hipoaktif
f. Gangguan pemusatan perhatian, impulsifitas,
koordinasi motorik terganggu, kesulitan dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
4. Karakteristik kognitif
a. Hampir 75-80% anak autis mengalami retardasi
mental dengan derajat rata-rata sedang.
b. Sebanyak 50% dari idiot savants (retardasi mental
yang menunjukan kemampuan luar biasa) adalah
seorang penyandang autisme.

F84.0 AUTISME MASA KANAN


Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas
dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan
ciri fungsi yang abnormal dalam tiga bidang dari interaksi social, komunikasi, dan
perilaku yang terbatas dan berulang. Gangguan ini dijumpai 3 sampai 4 kali lebih
banyak pada anak laki-laki dibanding dengan anak perempuan.
Pedoman Diagnostik
Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi jika
dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun. Selalu dijumpai hendaya
kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini berbentuk tiadanya apresiasi adekuat
terhadap isyarat sosio-emosional, yang tampak sebagai kurangnya respons
terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam
konteks social; buruk dalam menggunakan isyarat social dan lemah dalam
integrasi perilaku social, emosional, dan komunikatif; dan khususnya, kurangnya
respons timbal balik sosio-emosional. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif
dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya penggunaan social dari kemampuan
bahasa yang ada; hendaya dalam permainan imaginative dan imitasi social;

13
buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan;
buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam kreatifitas
dan fantasi dalam proses piker; kurangnya respons emosional terhadap ungkapan
verbal dan nonverbal orang lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau
tekanan modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan
atau mengartikan komunikasi lisan.
Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang
terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecenderungan untuk
bersikap kaku dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku
untuk kegitan baru atau kebiasaan sehari-hari yang rutin dan pola bermain.
Terutama sekali dalam masa dini kanak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap
benda yang tidak lembut. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin seperti
upacara dari kegiatan yang sebelumnya tidak perlu; dapat menjadi preokupasi
yang stereotipik dengan perhatian pada tanggal, rute dan jadwal; sering terdapat
stereotipi motoric; sering menunjukan perhatian yang khusus terhadap unsur
sampingan dari benda (seperti baud an rasa); dan terdapat penolakan terhadap
perubahan dari rutinitas atau dalam tata ruang dari lingkungan pribadi (seperti
perpindahan dari mebel atau hiasan dalam rumah).
Sebagai tambahan dari gambaran diagnosis yang khas ini, anak autistic
sering menunjukan beberapa masalah yang tak khas seperti ketakutan/fobia,
gangguan tidur dan makan, mengadat (temper tantrum), dan agresivitas.
Mencederai diri sendiri (seperti, mengigit tangan) sering terjadi, khususnya jika
terkait dengan retardasi mental. Kebanyakan individu dengan autism kurang
dalam spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu luang dan
mempunyai kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan sesuatu
dalam pekerjaan (meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan dengan baik).
Manifestasi khusus dari sifat deficit dari autism berubah sejalan dengan
pertumbuhan, tetapi deficit itu berlanjut sampai dan melewati usia dewasa dengan
pola yang sama dalam sosialisasi, komunikasi, dan pola minat. Abnormalitas
perkembangan harus telah tampak dalam usia 3 tahun untuk dapat menegakkan
diagnosis, tetapi sindrom ini dapat didiagnosis pada semua usia.

14
Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autism,
tetapi ditemui retardasi mental yang bermakna pada tiga perempat kasus.
Termasuk : gangguan autistic
Autism infantile
Psikosis infanti
Sindrom kanner
Diagnosis Banding
Selain dari variasi gangguan perkembangan pervasive yang lain, penting
untuk diperhatikan: gangguan perkembangan khas berbahasa perseptif (F80.2)
dengan masalah sosio-emosional sekunderl gangguan kelekatan (attachment)
reaktif (F94.1) atau gangguan kelekatan yang tak terkendali (F94.2); retardasi
mental (F70-F79) dengan gangguan emosional/perilaku dengan gangguan
emosional/perilaku; skizofrenia (F20.-) dengan onset dini; dan sindrom Rett
(F84.2).
Tak termasuk: psikopati autistic (F84.2)

F84.1 AUTISME TAK KHAS


Gangguan perkembangan pervasive yag dibedakan dari autism dalam usia
awalnya atau dari tidak terpenuhinya ketiga kriteria diagnostic. Jadi abnormalitas
dan/atau hendaya perkambangan baru timbul untuk pertama kali setelah berusia di
atas 3 tahun; dan/atau tidak cukup ditunjukkan abnormalitas dalam satu atau dua
dari tiga bidang pskikopatologi yang dibutuhkan untuk diagnosis autism (interaksi
social timbal balik, komunikasi, dan perilaku terbatas, stereotipik, dan berulang)
meskipun terdapat abnormalitas yang khas dalam bidang lain. Autism tak khas
sering muncul pada individu dengan retardasi mental yang berat, yang sangat
rendah kemampuannya sehingga pasien tidak mampu menampakkan gejala yang
cukup untuk menegakkan diagnosis autism; ini juga tampak pada individu dengan
gangguan perkembangan yang khas dari bahasa reseptif yang berat. Jadi autism
tak khas secara bermaksud merupakan kondisi yang terpisah dari autism.
Termasuk: psikosis masa kanak tak khas
Retardasi mental dengan gambaran autistic

15
DIAGNOSIS
Ada beberapa instrumen screening untuk autisme:
“Living with Autism”, (2005). Autism Society of America (ASA). Available:
http://www.autism-society.org/site/PageServer?pagename=allaboutautism
(Accesed: 2006, September 25).
1. CARS rating system (Childhood Autism Rating Scale), dikembangkan
oleh Eric Schopler pada awal 1970an, berdasarkan pengamatan terhadap
perilaku. Di dalamnya terdapat 15 nilai skala yang mengandung penilaian
terhadap hubungan anak dengan orang, penggunaan tubuh, adaptasi
terhadap perubahan, respon pendengaran, dan komunikasi verbal.
2. Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) digunakan untuk screening
autisme pada usia 18 bulan. Dikembangkan oleh Simon Baron-Cohen
pada awal 1990an untuk melihat apakah autisme dapat terdeteksi pada
anak umur 18 bukan. alat screening ini menggunakan kuesioner yang
terbagi 2 sesi, satu melalui penilaian orang tua, yang lain melalui penilaian
dokter yang menangani.
3. Autism Screening Questionnaire adalah 40 poin skala skreening yang telah
digunakan untuk anak usia 4 tahun ke atas untuk mengevaluasi
kemampuan berkomunikasi dan fungsi sosialnya. Adapun untuk
menegakkan diagnosis autisme dapat digunakan kriteria diagnostic
menurut DSM IV, seperti yang tertera dibawah ini.
A. Harus ada 6 gejala atau lebih dari 1, 2 dan 3 di bawah ini:
a) Gangguan kualitatif dari interaksi sosial (minimal 2 gejala)
Gangguan pada beberapa kebiasaan nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, postur tubuh, sikap tubuh dan pengaturan interaksi social
Kegagalan membina hubungan yang sesuai dengan tingkat
perkembangannya
Tidak ada usaha spontan membagi kesenangan, ketertarikan, ataupun
keberhasilan dengan orang lain (tidak ada usaha menunjukkan, membawa,
atau menunjukkan barang yang ia tertarik)

16
Tidak ada timbal balik sosial maupun emosional
b) Gangguan kualitatif dari komunikasi (minimal 1 gejala)
Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa yang diucapkan
(tidak disertai dengan mimik ataupun sikap tubuh yang merupakan usaha
alternatif untuk kompensasi)
Pada individu dengan kemampuan bicara yang cukup. Terdapat
kegagalan dalam kemampuan berinisiatif maupun mempertahankan
percakapan dengan orang lain.
Penggunaan bahasa yang meniru atau repetitif atau bahasa idiosinkrasi
Tidak adanya variasu dan usaha untuk permainan imitasi social sesuai
dengan tingkat perkembangan
c) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku,
minat dan aktivitas (minimal 1 gejala)
Kesibukan (preokupasi) dengan satu atau lebih pola ketertarikan
stereotipik yang abnormal baik dalam hal intensitas maupun focus
Tampak terikan kepada rutinitas maupun ritual spesifik yang tidak
berguna
Kebiasaan motorik yang stereotipik dan repetitif (misalnya
mengibaskan atau memutar-mutar tangan atau jari, atau gerakan tubuh
yang kompleks)
Preokupasi persisten dengan bagian dari suatu obyek
B. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut terjadi sebelum
umur 3 tahun, dengan adanya gangguan dalam 3 bidang yaitu: interaksi
sosial; penggunaan bahasa untuk komunikasi sosial; bermain simbol atau
imajinasi.
C. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Rett atau gangguan
disintegratif (sindrom Heller)

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua
disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter

17
rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi
bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah untuk
mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar dan
perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini
mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu,
diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan
autisme.
“Autism Spectrum Disorders (Pervasive Developmental Disorders)”,
(2006). National Institute of Mental Health (NIMH). Available:
http://www.nimh.nih.gov/publicat/autism.cfm (Accesed: 2006, September 24)
Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa dan
medika mentosa.
1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan
sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode
penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and Education of
Autistic and related Communication Handicapped Children) metode
ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang
mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran
yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
b. Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin
yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak
dipakai adalah ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana
keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan
(terbaik sekitar usia 2 – 5 tahun).
c. Terapi wicara
Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan,
mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi

18
secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan dengan intensif
dengan terapi-terapi yang lain.
d. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol
dan teratur sesuai kebutuhan saat itu.
e. Sensori integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan,
sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran)untuk
menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada
otak menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan
sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.
f. AIT (Auditory Integration Training)
Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang mengganggu
pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti dengan seri terapi yang
mendengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan
suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap
suara-suara yang menyakitkan tersebut.
g. Intervensi keluarga
h. Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik
perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk dapat
tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri
dan dapat bersosialisai dengan lingkungannya. Untuk itu diperlukan
keluarga yang dapat berinteraksi satu sama lain (antar anggota
keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu pengolahan keluarga
dalam kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat penting,
tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan
terapi apapun pada individu dengan autisme.
2. Medikamentosa
Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang tegang
bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau terapisnya.

19
Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang
mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini dan sebaiknya diberikan
bersama-sama dengan intervensi edukational, perilaku dan sosial.
a) Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen terbaik
adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi dapat juga
dengan agonis alfa adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai
alternatif.
 Neuroleptik
 Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-dapat menurunkan
agresifitas dan agitasi.
 Neuroleptik tipikal potensi tinggi-Haloperidol-dapat menurunkan
agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotipik.
 Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak perbaikan dalam
hubungan sosial, atensi dan absesif.
 Agonis reseptor alfa adrenergic
 Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas, impulsifitas dan
hiperaktifitas.
 Beta adrenergik blocker
 Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang disertai
dengan agitasi dan anxietas.
b) Jika perilaku repetitif menjadi target terapi
Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk mengatasi
perilaku stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten terhadap
perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif dengan anxietas tinggi.
c) Jika inatensi menjadi target terapi
Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi dan
mengurangi destruksibilitas.
d) Jika insomnia menjadi target terapi
Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin) dapat
mengatasi keluhan ini.
e) Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama

20
Ganguan metabolisme yang sering terjadi meliputi gangguan pencernaan,
alergi makanan, gangguan kekebalan tubuh, keracunan logam berat yang
terjadi akibat ketidak mampuan anak-anak ini untuk membuang racun dari
dalam tubuhnya. Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes
laboratorium diperoleh. Semua gangguan metabolisme yang ada
diperbaiki dengan obatobatan maupun pengaturan diet.
“Living with Autism”, (2005). Autism Society of America (ASA). Available:
http://www.autism-society.org/site/PageServer?pagename=allaboutautism
(Accesed: 2006, September 25).

Prognosis
Intervensi dini yang tepat dan perogram pendidikan terspesialisasi serta
pelayanan pendukung mempengaruhi hasil pada penderita autisme. Autisme tidak
fatal dan tidak mempengaruhi harapan hidup normal. Penderita autis yang
dideteksi dini serta langsung mendapat perawatan dapat hidup mandiri tergantung
dari jenis gangguan autistik apa yang diderita dan berapa umurnya saat terdeteksi
dan ditangani sebagai penderita autis.
“NINDS Autism Information Page”, (2006). National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (NINDS). Available:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/autism/autism.htm#What_is
(Accessed: 2006, September 25).

BAB III
PENUTUP

World Health Organization’s International Classification of Diseases


(ICD-10) mendefinisikan autism khususnya childhood autisme sebagai adanya
keabnormalan dan atau gangguan perkembangan yang muncul sebelum usia tiga
tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya tiga bidang yaitu interaksi sosial,

21
komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang (World Health Organozation, h.
253, 1992). Dalam dekade terakhir, jumlah anak yang mengalami Autism
Spectrum Disorder (ASD) semakin meningkat pesat. Dengan semakin
berkembangnya metode diagnosis, semakin banyak ditemukan anak penyandang
ASD.
Anak Autis adalah di Indonesia adalah bagian integral dari anak Indonesia
secara khusus, bangsa Indonesia secara umum yang berhak mengenyam
pendidikan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 45 pasal 31 yang menekankan
bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali.
Pendidikan dan terapi yang tepat bagi anak autis akan mendorong anak autis
mampu tumbuh dan belajar sesuai dengan kemampuan dan keadaan mereka.
Selain itu suksesnya penanganan pendidikan anak autis sangat tergantung dari tiga
pilar utama yaitu diagnosa akurat, pendidikan tepat dan dukungan yang kuat.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 1993; Selvi, Vineeta, & Paul, 2010; Guerra, 2011; Rai, 2011,
dan Dufault et al, 2012
2. Ginanjar, 2007 dan The National Institute of Child Health and Human
Development & U.S. Department of Health and Human Services, 2005.
3. “NINDS Autism Information Page”, (2006). National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (NINDS). Available:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/autism/autism.htm#What_is
(Accessed: 2006, September 25).
4. Autism Spectrum Disorders (Pervasive Developmental Disorders)”,
(2006). National Institute of Mental Health (NIMH). Available:
http://www.nimh.nih.gov/publicat/autism.cfm (Accesed: 2006,
September 24)
5. (ADDM, 2012 dan Ratajczak, 2011).
6.

23

Anda mungkin juga menyukai