Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBELCULOSIS PARU

1. Anatomi dan Fisiologi

2. Definisi
Menurut (Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB) merupakan
contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah(droplet), dari satu individu ke individu
lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus, kuman juga
dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingestisusu tercemar yang
tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.
Menurut (Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi
granulomatosa kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (tipe
manusia), suatu basil tahan asam (BTA). Jenis lainnya meliputi M. Bovis
(sapi) dan mikobakterium altipis misalnya M. Avium intracellulare dan M.
Kansasii.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI,
2007).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh
organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernafasan dan
saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak
melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri
tersebut (NIC-NOC, 2015).
3. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada
udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es).
Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain
kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal
ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007).
4. Manifestasi klinis
1. Demam 40-41ºC, serta ada batuk atau batuk darah
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise, Keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit (NIC-NOC,
2015)
5. Patofisiologis dan Patway
Myobacterium tuberculosis masuk melalui saluran pernapasan dan
berada pada alveolus. Basil ini langsung membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit memfagosit bakteri namun tdak membunuh, sesudah hari-hari
pertama leukosit diganti dengan makrofag. Alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi. Makrofag yeng mengadakan infiltrasi bersatu menjadi sel
tuberkel epiteloid. Jaringan mengalami nekrosis keseosa dan jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa dan membentuk jaringan parut kolagenosa,
Respon radang lainnya adalah pelepasan bahan tuberkel ke trakeobronkiale
sehingga menyebabkan penumpukan sekret. Tuberkulosis sekunder muncul
bila kuman yang dormant aktif kembali dikarenakan imunitas yang menurun
(Price dan Lorraine, 2007; Amin dan Asril, 2007).

6. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnosik


1. Pemeriksaan Laboratorium
 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis
pada tahap aktif penyakit
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah
injeksi intradcrmal antigen)menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik
sakit berani bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
 Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster;
urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk
Mycobacterium tuberculosis.
 Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak
normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis
luas.
 Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital,
peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim atau fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area
paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan.
Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area
fibrosa.
7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan Diantaranya Dapat Dilakukan
Dengan Cara:
 Promotif
o Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
o Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya
TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
o Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
 Preventif
o Vaksinasi BCG
o Menggunakan isoniazid (INH)
o Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
o Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas atau Rumah
Sakit, agar dapat diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan Secara Medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
 Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu
1 – 3 bulan.
 Streptomisin injeksi 750 mg.
 Pas 10 mg.
 Ethambutol 1000 mg.
 Isoniazid 400 mg.
 Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13
– 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan
terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat
saja, obat yang diberikan dengan jenis :
 INH.
 Rifampicin.
 Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama
pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
 Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan
kombinasi obat :
 Rifampicin.
 Isoniazid (INH).
 Ethambutol.
 Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati
juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT
serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi
menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin +
Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping
itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal
sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang
direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis
dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana
tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
8. Komplikasi
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium
lanjut adalah:
1. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik
2. Kolaps lobus akibat sumbatan ductus
3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya
9. Konsep Dasar ASKEP
9. 1. Assesment
9. 2. Pengkajian
9. 3. Diagnose Keperawatan
1. Ketidak efektifan jalan napas (bronkospasme)
2. Gangguan pertukaran gas ( kongesti paru), hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung.
3. Hipertermia ( reaksi inflamasi)
4. Ketidak seimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
5. Resiko infeksi (organisme pululen) (NIC-NOC, 2015).
9. 4. Intervensi Keperawatan
1. Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian,
kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat
pengetahuan, media, orang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan
kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
2. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya:
jadwal minum obat. Informasi tertulis dapat membantu
mengingatkan pasien.
3. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan
perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan
tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.
4. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi,
gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu
menjalani terapi.
5. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi
INH.
Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis.
6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi
etambutol.
Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu
melihat warna hijau.
7. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap
penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam,
pertambangan, pengecatan.
Debu silikon beresiko keracunan silicon yang mengganggu fungsi
paru/bronkus.
8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh
lagi.
Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/
kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses,
empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna,
bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

Anda mungkin juga menyukai