Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

I. Konsep Kebutuhan
1.1 Defenisi Kebutuhan
Kebutuhan eliminasi BAB
1.2 Fisiologi Sistem
a. Mulut
Di dalam mulut terdapat gigi yang berfungsi untuk
menghancurkan makanan. Gigi seri untuk memotong, gigi taring
untuk merobek, gigi geraham untuk menggerus. Di dalam mulut juga
terdapat kelenjar saliva yang mengeluarkan saliva untuk melumasi
makanan dan memungkinkan makanan diubah menjadi massa yang
lunak. Saliva juga mengandung enzim ptialin, yang memulai
pemecahan karbohidrat menjadi gula sederhana.
Makanan dimasukkan ke dalam lambung melalui mekanisme
menelan. Menelan terjadi dalam tiga tahap.
1. Tahap bukal
Makanan dikumpulkan di permukaan atas lidah sebagai bolus
yang lembab. Lidah kemudian menekan ke langit-langit keras
mendorong bolus ke arah belakang. Langit-langit lunak terangkat
untuk mencegah makanan masuk ke dalam hidung, dan bolus
didorong ke dalam faring.
2. Tahap faringeal
Laring tertarik ke atas di bawah dasar lidah, inlet laringeal
berkontriksi dan epiglotis melipat menutupi laring untuk mencegah
makanan memasuki trakeal.
Sfingter krikofaringeal antara faring dan esofagus biasanya
tertutup untuk mencegah udara tertarik ke dalam esofagus selama
pernafasan, tetapi sfingter ini dengan berelaksasi ketika bolus
mencapai sfingter.
Otot-otot faring kemudian mendorong bolus ke dalam
esofagus bagian atas.

1
3. Tahap esofagus
Gelombang peristaltik membawa bolus makanan terus ke
bawah ke dalam lambung.

b. Esofagus
Saat makanan telah mencapai lambung, maka makanan dicegah
dari refluk kembali ke dalam esofagus oleh: kontraksi otot pada ujung
bawah esofagus (meskipun sesungguhnya tidak terdapat sfingter di
tempat tersebut); lipatan mukosa pada esofagus bagian bawah; jepitan
esofagus oleh diafragma; jalan masuk yang bertonjolan dari esofagus
ke dalam lambung.
c. Lambung
Bagian lambung mempunyai fungsi yang spesifik. Fundus
secara relatif mempunyai dinding yang tipis, mempunyai sedikit
kelenjar dan berfungsi sebagai reservoar. Korpus lambung adalah
bagian berotot dan menyimpan serta mencampur makanan,
mempunyai banyak kelenjar dan hanya sebagai tempat sekresi asam
oleh kelenjar lambung. Sfingter-pilorik menjaga pintu keluar dari
lambung sampai pilorus. Antrum pilorus terdiri atas otot tebal dan
berfungsi sebagai pompa untuk mentransfor makanan ke usus halus
dengan kecepatan yang terkendali, juga lebih mencampur makanan.
Di dalam lambung makanan diubah oleh berbagai bentuk sekresi
dari kelenjar lambung menjadi cairan seperti susu yang disebut kimus
yang cocok untuk dapat melewati usus halus. Fundus dan korpus
lambung mempunyai kelenjar-kelenjar berduktus pendek dan asini
panjang. Kelenjar ini dilapisi oleh sel-sel peptik yang mensekresi
pepsinogen, suatu enzim yang diubah menjadi pepsin yang memulai
proses pemecehan protein. Sel oksintik yang mensekresi asam
hidroklorik dan menghasilkan asam berkonsentrasi tinggi di dalam
lambung. Keasaman yang tinggi mengubah pepsinogen menjadi
pepsin, mensterilkan makanan, membuat kalsium dan zat besi cocok
untuk diserap

2
Di dalam antrum lambung kelenjar mempunyai duktus yang
panjang dan asini pendek berpilin. Kelenjar ini menghasilkan mukus
bersifat basa dan gastrin; hormon yang mengontrol sekresi asam. Sel-
sel mukosa di seluruh lambung menghasilkan lendir yang melindungi
dinding lambung dari percernaan sendiri dinding lambung oleh asam
yang dihasilkannya.
d. Usus halus
Dalam usus halus terdapat villi yang tidak mensekresi enzim.
Pada sel-sel yang melapisi villi terjadi hal-hal berikut: Protease
memecahkan peptida menjadi asam amino yang diserap melalui
kapiler-kapiler ke dalam aliran darah. Laktase, maltase, sukrase
memecah disakarida menjadi monosakarida (glukosa) yang diserap
melalui kapiler ke dalam aliran darah. Lipase berkerja pada
pemecahan lemak untuk membentuk: asam- asam lemak sederhana
dan gliserol.
e. Usus besar
1 liter kimus cair memasuki kolon setiap hari, melalui katup
ileosekal. Air dan garam terutama garam kalium diserap sepanjang
kolon. Oleh karenanya feses menjadilebih keras dengan makin
dekatnya ke rektum. Gerak peristaltik terjadi pada rektum selama
defekasi.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu
normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase
dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT
(Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang
saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin
tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan
diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri

3
secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif
dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi
tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (Sjamsuhidayat,
2005).

f. Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus
besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum
ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Suatu cincin
berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.

1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi eliminasi


a. Stress emosional ( ansietas atau depresi)
b. Gagal mencetuskan reflex defekasi, kurang waktu atau kurang privasi
c. Diet tinggi lemak, tinggi karbohidrat
d. Asupan cairan berkurang
e. Imobilitas atau tidak aktif
f. Tidak mampu jongkok akibat imobililtas, usia lanjut, deformitas
musculoskeletal, nyeri dan nyeri selama defekasi
g. Penggunan analgesic narkotik, antibiotic dan anesthesia umum, serta
penggunaan katartik yang berlebihan

1.4 Macam-macam Gangguan yang mungkin terjadi pada sistem eliminasi


a. Diare : feces encer karena adanya gangguan absorbsi air

4
b. Sembelit (konstipasi) feces menjadi lebih padat dan sukar keluar
sehingga nmenimbulkan rasa sakit pada perut .
c. Peritonitis : rasa sakit pada saluran pencernaan kaerena terjadi
peradangan selaput perut (peritonium).
d. Apendisitas : terjadinya peradangan appendiks (umbai cacing)
e. Kolik : timbulnya perasaan nyeri karena salah cerna
f. Ulkus : lukanya dinding lambung akibat produksi HCL yang berlebih
sehingga bila kena gesekan menimbulkan rasa nyeri

II. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Kebutuhan


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
1. Data demografi
Nama, Umur:, Jenis kelamin, Status perkawinan, Agama,
Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat,
Nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Gangguan pada sistem defekasi

b. Riwayat kesehatan sekarang


Klien mengatakan sudah bab 4 kali selamam 1 hari.
2.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
2. Sirkulasi : Takikardia.
3. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
4. Aktivitas/istirahat : Malaise.
5. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
6. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus.

5
7. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik
Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau
napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
8. Demam lebih dari 38oC.
9. Data psikologis klien nampak gelisah.
10. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
11. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
12. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian
obat.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah: akan didapatkan leukositosis pada
kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus
dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan
meningkat.
b. Pemeriksaan urin: untuk melihat adanya eritrosit, leukosit
dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu
dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
yang hampir sama.
c. Pemeriksaan tinja
- Makroskopis dan mikroskopis
- PH dan kadar gula dalam tinja
- Bila perlu diadakan uji bakteri
-
2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai
penyebab. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak..

6
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, dan sebagainya
4. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan
barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan komplikasi-komplikasi pada jaringan sekitarnya
dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
5. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari gangguan sistem
pencernaan. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi
seperti bila terjadi abses.
6. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera
fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, dapat
divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah
pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini
didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.

7
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1: kekurangan volume cairan
2.2.1 Defenisi
Penurunan cairan intravascular, interstisial, dan / intraseluler, ini
mengacu pada dehidrasi, kehilanga cairan apasaja tanpa perubahan
kadar natrium. (NANDA 2015-2017)
2.2.2 Batasan Karakteristik
DS/DO:
- Haus
- Kelemahan
- Kulit kering
- Membrane mukosa kering
- Peningkatan frekuensi nadi
- Peningkatan hematokrit
- Peningkatan suhu tubuh
- Penurunan pengisisan vena
- Penurunan tekanan darah
- Penurunan tirgor kulit
- Penurunan volume nadi
- Penurunan status mental

2.2.3 Faktor yang Berhubungan


- Kehilangan cairan aktif
-
Diagnosa 2: D iare
2.2.1 Defenisi
Pasase feses yang lunak dan tidak terbentuk (NANDA 2015-2017)
2.2.2 Batasan Karakteristik
DO/DS:
- Ada dorongan untuk defekasi
- Bising usus hiperaktif
- Defekasi feses cair>3x dalam 24 jam

8
- Kram
- Nyeri abdomen

2.2.3 Faktor yang Berhubungan


- Fisiologis
- Psikologis
- Situasional

Diagnosa 3: hipertermi
2.2.1 Defenisi
Suhu tubuh di atas kisaran normal di urnal area termoregulasi.
(NANDA 2015-2017)
2.2.2 Batasan Karakteristik
DS/DO:
- Gelisah
- Kulit kemerahan
- Kulit terasa hangat
- Takikardi
- Takipnea
2.2.3 Faktor yang Berhubungan
- Aktivitas berlebihan dehidrasi

9
10
11

Anda mungkin juga menyukai