Rupanya, aku tak pernah tahu bahwa sahabat baik dapat menjadi lebih dari itu. Sebelumnya, selain dengan seseorang kali ini, aku tak tahu bagaimana rasaku beralun merdu tanpa beban sedikit pun. Ada kalanya, ia mengangkat setengah bebanku. Kalau diartikan lebih banyak, dia adalah orang yang begitu manis dengan sikap spontannya, yang kemudian menambah rasa bahagiaku. Sebelumnya, aku masih menyebutnya sahabat. Setahun yang lalu, pertama kumengenalnya, menggoda lelaki itu adalah kesukaanku. Sikapnya yang ramah, rendah hati dan sedikit pendiam namun pengertian cukup sempurna. Lesung pipit di pipi kirinya menambahnya anggun. Kulitnya hitam manis, bibirnya merah kehitaman agak tebal, alisnya tebal, bulu matanya sedikit lentik dengan mata yang amat cantik dan hidungnya tidak pesek juga tidak terlalu mancung. Menurutku, sebagian orang atau mungkin menurutmu dia tidak tampan, namun hangat. Hingga yang tak kusadari terjadi, tak pernah kumenduga bahwa dia akan menjadi salah satu orang terpenting di hidupku. Langit malam ini sedikit mendung dan tidak terlalu cerah. Sambil mengawasi beberapa mahasiswa baru di alun-alun kota, aku duduk di sebuah tribun dekat trotoar jalan di belakang pohon rindang―dengannya. Beberapa mahasiswa baru ditugaskan berfoto di salah satu ikon yang identik dengan kota ini untuk tugas orientasi mahasiswa baru. Waktu itu, aku masih mahasiswi semester tiga sekaligus aktivis kampus. Kupejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, sebelumnya aku sudah menyandarkan punggungku di pohon yang berada tepat di belakangku. Beberapa detik kemudian, kedua mataku kubuka perlahan. Kulipat kedua tanganku dan beberapa kali mengeratkan jaketku. Waktu itu, beberapa saat kita hanya menghabiskan waktu duduk bersisian tanpa banyak percakapan, kadang tak terlalu berarti. Hingga, suasana canggung menyusup perlahan