Anda di halaman 1dari 19

MOLA HYDATIDOSA

PENDAHULUAN

Kehamilan mola merupakan penyakit trofoblas gestasional yang paling sering dijumpai,

terutama pada awal dan akhir masa reproduksi. Kehamilan mola bisa berupa mola komplit, bila

terdiri hanya dari proliferasi jaringan trofoblas; atau mola inkomplit (mola parsial), bila selain

proliferasi trofoblas terdapat elemen mudigah. Pada kembar dizigotik, mungkin terjadi

kehamilan mola komplit yang berkembang bersama dengan kehamilan normal.

Gambar USG kehamilan mola pada trimester I tidak spesifik dan bervariasi. Mungkin

terlihat menyerupai kehamilan nirmudigah dengan dinding yang menebal, plasenta hidropik,

missed abortion, abortus inkompletus, mioma berdegenerasi kistik, hiperplasia endometrium,

atau terlihat sebagai massa ekogenik yang mengisi seluruh kavum uteri. Dalam hal ini

pemeriksaan kadar β-hCG serum akan sangat membantu penegakan diagnosis.1

Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi

berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplit,

koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan

onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya

keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas,

sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan.2

Insidensi mola hidatidosa dilaporkan Moore dkk (2005) pada bagian barat Amerika

Serikat, terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa

1
ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di Asia, insidensi mola 15 kali

lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2

kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber

memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan. Penanganan mola

hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan mola saja, tetapi juga membutuhkan

penanganan lebih lanjut berupa monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.2

DEFINISI

Suatu kehamilan yang ditandai dengan adanya villi korialis yang tidak normal secara

histologis yang terdiri dari beberapa macam tingkatan proliferasi trofoblastik dan edema pada

stroma villus. Biasanya kehamilan mola terjadi di dalam uterus, tetapi kadang-kadang terdapat

juga di saluran telur ataupun ovarium.3

 Kehamilan yang berkembang tidak wajar

 Tidak ditemukan janin

 Hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik

 Bila disertai janin atau bagian janin disebut Mola parsial

 Pembuahan sel telur yang kehilangan intinya atau inti tidak aktif lagi

Mola hidatidosa adalah merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan edema

vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara

histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili

khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Mola hidatidosa

terbagi atas 2 kategori. Yakni komplet mola hidatidosa dan parsial mola hidatidosa. Mola

2
hidatidosa komplet tidak berisi jaringan fetus. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan

10% 46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Ovum yang tidak bernukleus mengalami

fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2

sperma. Pada mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti buah anggur,dan terdapat

trofoblastik hiperplasia. Pada mola hidatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan

pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan

bentuk dengan stroma trofoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok.3

Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka

vaskularisasi, dan edematous. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar

dan edematous itu hidup dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah

anggur. Jaringan trofoblast pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang

keras, dan mengeluarkan hormon, yakni human chorionic gonadotrophin (hCG) dalam jumlah

yang lebih besar daripada kehamilan biasa.4

KLASIFIKASI

Pembagian mola berdasarkan dengan adanya janin atau tidak.

(a) Mola hidatidosa komplit

Villi korion berubah menjadi massa vesikel dengan ukuran bervariasi dari sulit terlihat sehingga

diameter beberapa sentimeter. Histologinya memiliki karakteristik, yaitu : 2

 Terdapat degenerasi hidrofik & pembengkakan stroma villi

 Tidak ada pembuluh pada villi yang membengkak

 Proliferasi dari epitel trofoblas dengan bermacam-macam ukuran

3
 Tidak adanya janin atau amnion

(b) Mola Hidatidosa parsial

Masih tampak gelembung yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin

masih hidup dalam bulan pertama. Tetapi ada juga yang hidup sampai aterm. Pada pemeriksaan

histopatologik tampak di beberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak

begitu berproliferasi, sedangkan tempat lain masih banyak yang normal.2

Dari mola yang sifatnya jinak, dapat tumbuh tumor trofoblast yang bersifat ganas. Tumor

ini ada yang kadang-kadang masih mengandung villus di samping trofoblast yang berproliferasi,

dapat mengadakan invasi yang umumnya bersifat lokal, dan dinamakan mola destruens (invasive

mole, penyakit trofoblast ganas jenis villosum). Selain itu terdapat pula tumor trofoblast yang

hanya terdiri dari atas sel-sel trofoblast tanpa stroma, yang umumnya tidak hanya berinvasi di

otot uterus tetapi menyebar ke alat-alat lain (koriokarsinoma, penyakit trofoblast ganas non

villosum).4

Oleh IIUC (International Union against Cancer) diadakan klasifikasi sederhana penyakit

trofoblast, yang mempunyai keuntungan bahwa angka-angka yang diperoleh dari berbagai

negara di dunia dapat dibandingkan. Klasifikasi itu ialah :

A. Ada hubungan dengan kehamilan

B. Tidak ada hubungan dengan kehamilan

4
Diagnosis klinik Diagnosis morfologik

1) Non-metastatik 1) Mola hidatidosa

2) Metastatik a) Non invasif

a) Lokal (pelvis) b) Invasif

b) Ektrapelvik 2) Khoriokarsinoma

3) Tidak bisa ditentukan

Golongan tidak bisa ditentukan terdiri atas penyakit trofoblast di mana tidak terdapat

bahan-bahan dari otopsi, atau operasi, atau kerokan untuk membuat diagnosis morfologik, akan

tetapi diagnosis dibuat dengan cara-cara lain (hormonologik).4

FAKTOR RESIKO

Mola hidatidosa sering didapatkan pada wanita usia reproduktif. Wanita pada remaja

awal atau usia perimenopausal amat sangat beresiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun

memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding

wanita yang lebih muda. Paritas tidak mempengaruhi faktor resiko ini.2

Faktor lain al : 3

 Defek pada ovarium

 Defisiensi nutrisi antara lain defisiensi protein, asam folat, karoten

 Umur dibawah 20 tahun atau

 Usia diatas 40 tahun : memiliki peningkatan resiko 7x dibanding perempuan yang lebih

muda
5
PATOGENESIS

Sitogenetika : mola hidatidosa komplet berasal dari genom paternal (genotipe 46 xx

sering, 46 xy jarang, tapi 46 xx nya berasal dari reduplikasi haploid sperma dan tanpa kromosom

dari ovum). Mola parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari kromosom 2 haploid paternal dan

1 haploid maternal (triploid, 69 xxx atau 69 xxy dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi

haploid paternal dari satu sperma atau fertilisasi dispermia).

MANIFESTASI KLINIS : 3

 Derajat keluhan mual muntah lebih hebat

 Uterus lebih besar dari usia kehamilan

 Perdarahan merupakan gejala utama

 Terjadi pada bulan 1-7, rata-rata usia kehamilan 12-14 minggu

 Perdarahan bisa sampai syok dan meninggal

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti

laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplit terdapat tanda dan gejala

klasik yakni: 2

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplit adalah perdarahan

vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar

(distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina.

Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.

6
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan

akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-hCG.

(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang

hangat. Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi lebih awal pada trimester awal sebelum terjadi

onset gejala klasik tersebut, akibat terdapatnya alat penunjang USG yang beresolusi tinggi.

Gejala mola parsial tidak sama seperti komplit mola. Penderita biasanya hanya

mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplit atau missed abortion, seperti adanya

perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut jantung janin.

Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplit didapatkan umur kehamilan yang

tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak

konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah

dalam uterus. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan

karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan

hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang

diameternya berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu

dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan USG.

Kista ini berkembang sebagai respon terhadap tingginya kadar beta hCG dan akan langsung

regresi bila mola telah dievakuasi.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta hCG yang normal. Bila

didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan indikasi dari pertumbuhan trofoblastik yang banyak

sekali dan curiga terjadinya keganasan. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi

disertai dengan kecenderungan terjadinya koagulopati.sehingga pemeriksaan darah lengkap dan

7
tes koagulasi dilakukan. Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi hati, BUN dan kreatinin serta

thyroxin dan serum inhibin A dan activin A.

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi

kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai salju (snowstorm) yang

mengindikasikan vili khorialis yang hidropik. Dengan resolusi yang tinggi didapatkan massa

intra uterin yang kompleks dengan banyak kista yang kecil-kecil. Bila telah ditegakkan diagnosis

mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru - paru

merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG.2

Gambar USG kehamilan mola pada trimester I tidak spesifik dan bervariasi. Mungkin

terlihat menyerupai kehamilan nirmudigah dengan dinding yang menebal, plasenta hidropik,

missed abortion, abortus inkompletus, mioma berdegenerasi kistik, hiperplasia endometrium,

atau terlihat sebagai massa ekogenik yang mengisi seluruh kavum uteri. Dalam hal ini

pemeriksaan kadar β-hCG serum akan sangat membantu penegakan diagnosis.1

Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat jaringan fetus,

terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai

tambahan pada mola komplit memperlihatkan peningkatan faktor pertumbuhan, termasuk c-myc,

epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta yang normal. Pada mola

parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.2

Al: 3

 Amenore/ tidak haid

 Perdarahan pervaginam

8
 Uterus lebih besar dari usia kehamilan

 Tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan bunyi jantung janin

 β-hCG dalam darah atau urin

 Foto abdomen, biopsi transplasental, sonde uterus diputar, USG

Sudah dikemukan bahwa uterus pada mola hidatidosa tumbuh lebih cepat daripada

kehamilan biasa; pada uterus yang besar ini tidak terdapat tanda-tanda adanya janin di dalamnya,

seperti balottemen pada palpasi, gerak janin pada auskultasi, adanya kerangka janin pada

pemeriksaan Roentgen, dan adanya denyut jantung pada ultrasonografi. Perdarahan merupakan

gejala yang sering ditemukan. Kadar hCG pada mola jauh lebih tinggi daripada kehamilan biasa.

Ultrasonografi B-Scan) memberi gambaran yang khas mola hidatidosa.4

Uterus membesar lebih cepat dari biasa, penderita mengeluh tentang mual dan muntah,

tidak jarang terjadi perdarahan pervaginam. Kadang-kadang pengeluaran darah disertai dengan

pengeluaran beberapa gelembung villus, yang memastikan diagnosis mola hidatidosa.4

DIAGNOSIS BANDING

 Kehamilan dengan mioma

 Abortus

 Hidramnion

 Gemeli

 Kehamilan ektopik

9
PENANGANAN MOLA HIDATIDOSA

Berhubung dengan kemungkinan, bahwa mola hidatidosa menjadi ganas, maka terapi

yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah anak yang

diingini, ialah histerektomi. Akan tetapi pada wanita yang masih menginginkan anak, maka

setelah diagnosis mola dipastikan, dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan (suction

curettage) disertai dengan pemberian infus oksitosin intravena. Sesudah itu dilakukan kerokan

dengan kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa-sisa trofoblast yang dapat ditemukan. Makin

tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.4

Sebelum mola dikeluarkan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan Roentgen paru-paru untuk

menentukan ada tidaknya metastasis di tempat tersebut.

Setelah mola dilahirkan, dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista

teka-lutein. Kista-kista ini yang tumbuh karena pengaruh hormonal, kemudian mengecil sendiri.4

Terapi : 3

 Perbaikan keadaan umum

 Pengeluaran jaringan mola (evakuasi)

 Profilaksis dengan sitostatika

 Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)

1) Perbaikan keadaan umum. Transfusi darah jika anemia atau syok. Menghilangkan

penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosa.

10
2) Pengeluaran jaringan mola (evakuasi) :

 Kuret hisap (Vakum) : Sambil diberikan uterotonika untuk memperbaiki kontraksi, sedia

darah

 Histerektomi : cukup umur atau cukup anak, bila ditemukan tanda-tanda keganasan

berupa mola invasif

3) Profilaksis dengan sitostatika. Kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya

keganasan, atau pada pemeriksaan Patologi Anatomi ditemukan mencurigakan tanda keganasan,

Methotrexate atau actinomycin D dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis,

mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3x.

4. Follow up. Dianjurkan untuk tidak hamil 1 tahun, kondom atau pil KB. Pemeriksaan β-

hCG berkala dan radiologi.

Penanganan al : 2

Secara medis pasien distabilkan dahulu, dilakukan transfusi bila terjadi anemia, koreksi

koagulopati dan hipertensi diobati.

Evakuasi uterus dilakukan dengan dilatasi dan kuretase penting dilakukan. Induksi

dengan oksitosin dan prostaglandin tidak disarankan karena resiko peningkatan perdarahan dan

sekuele malignansi. Pada saat dilatasi, infus oksitosin harus segera dipasang dan dilanjutkan

pasca evakuasi untuk mengurangi kecenderungan perdarahan. Pemberian uterotonika seperti

metergin atau hemabate juga dapat diberikan. Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada

saat evakuasi. Hal ini terjadi karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan

CHF, dan iatrogenik overload. Distres harus segera ditangani dengan ventilator.

11
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 – 6 minggu dan penderita

disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang adekuat selama

periode ini. Pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi oral, sistemik atau barier selama

waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan

dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar

hCG. Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan kadar

hCG tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat mola invasif.

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG

kembali normal.

Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah pemeriksaan hCG yang dilakukan secara

berkala sampai didapatkan kadar hCG normal selama 6 bulan. Kadar hCG diperiksa pasca 48

jam evakuasi mola, kemudian di monitor setiap minggu sampai dengan terdeteksi dalam 3

minggu berturut-turut. Kemudian diikuti dengan monitoring tiap bulan sampai dengan tidak

terdeteksi dalam 6 bulan berturut – turut. Waktu rata-rata yang dibutuhkan sampai dengan kadar

hCG tidak terdeteksi setelah evakuasi kehamilan komplit maupun parsial adalah 9 – 11 minggu.

Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar normal

sekitar 6-9 bulan. Setelah monitoring selesai maka pasien dapat periksa hCG tanpa terikat oleh

waktu.2

PENGAMATAN LANJUTAN

Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya dikosongkan,

sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya tumor ganas (± 20%). Anjuran untuk

12
pada semua penderita pascamola dilakukan kemoterapi untuk mencegah timbulnya, keganasan,

belum dapat diterima oleh semua pihak.

Pada pengamatan lanjutan, selain memeriksa terhadap kemungkinan timbulnya

metastasis, sangat penting untuk memeriksa kadar hormon koriogonadotropin (hCG) secara

berulang.

Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG lekas turun menjadi negatif, dan

tetap tinggal negatif. Pada awal masa pascamola dapat dilakukan tes hamil biasa, akan tetapi

setelah tes hamil biasa menjadi negatif, perlu dilakukan pemeriksaan radio-immunoassay hCG

dalam serum. Pemeriksaan yang peka ini dapat menemukan hormon dalam kuantitas yang

rendah.

Pemeriksaan kadar hCG diselenggarakan tiap minggu sampai kadar menjadi negatif

selama 3 minggu, dan selanjutnya tiap bulan selama 6 bulan. Sampai kadar hCG menjadi negatif,

pemeriksaan Roentgen paru-paru dilakukan tiap bulan. Selama dilakukan pemeriksaan hCG,

penderita diberitahukan supaya tidak hamil. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal : 1)

mencegah kehamilan baru, dan 2) menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat

mempengaruhi pemeriksaan kadar hCG. Apabila tingkat kadar hCG tidak turun dalam 3 minggu

berturut-turut atau malah naik, dapat diberikan kemoterapi, kecuali jika penderita tidak

menghendaki bahwa uterus dipertahankan; dalam hal ini dilakukan histerektomi.

Kemoterapi dapat dilakukan dengan pemberian Methotrexate atau Dactinomycin, atau

kadang-kadang dengan kombinasi 2 obat tersebut. Biasanya cukup hanya memberi satu seri dari

obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus dilakukan, sampai kadar hCG menjadi

negatif selama 6 bulan.4

13
KOMPLIKASI

Al : 3

 Bisa disertai preeklampsia pada usia kehamilan yang lebih muda.

 Tirotoksikosis, prognosis lebih buruk, biasanya meninggal akibat krisis tiroid.

 Emboli sel trofoblas ke paru.

 Sering disertai kista lutein, baik unilateral maupun bilateral, kista menghilang jika mola

sudah dievakuasi. Mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4x lebih besar

berdegenerasi.

PROGNOSIS MOLA

Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplit berkembang menjadi

penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati. Faktor klinis

yang berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar hCG yang

tinggi (>100.000mIU/mL), eklampsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral.

Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk

memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup sulit dan keputusan

terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya faktor-faktor risiko ini. Risiko

terjadinya rekurensi adalah sekitar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, maka risiko

rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5.2

14
PENYAKIT TROFOBLAST GANAS JENIS VILLOSUM

Penyakit trofoblast ini tumbuh sesudah mola hidatidosa. Gejala-gejalanya ialah kadar

hCG pascamola setelah menurun, tidak menurun terus malahan dapat meningkat lagi, dan adanya

amenorea yang diikuti oleh perdarahan dari uterus yang tidak teratur. Pada pemeriksaan

ginekologik uterus membesar dan lembek, dan dapat ditemukan kista teka lutein pada kedua

ovarium. Kemungkinan adanya sisa-sisa mola hidatidosa tidak perlu dipikirkan, apabila 1

minggu sesudah mola lahir diadakan kerokan.4

Untuk keperluan diagnosis perlu dilakukan kerokan, histerografi atau histeroskopi. Pada

kerokan dapat ditemukan villus-villus, biasanya dengan proliferasi trofoblast yang berlebihan,

atau hasilnya ialah negatif karena tumor tidak ada lagi di kavum uteri tetapi sudah memasuki

miometrium.

Angiografi dalah hal ini dapat memperlihatkan gambaran vaskularisasi yang abnormal di

daerah invasi. Histerogram dapat memberikan gambaran kavum uteri yang tidak rata;

histeroskopi pula dapat memberi informasi yang berharga. USG dapat pula membantu

menegakkan diagnosis.

Pada penyakit trofoblast ganas jenis villosum invasi terbatas pada miometrium, akan

tetapi ada kemungkinan terdapat anak sebar yang mengandung villus di pelvis, vagina, atau paru-

paru.

 Penanganan

Dahulu terapi penyakit ini ialah histerektomi, akan tetapi sekarang dengan adanya

kemoterapi penyakit dapat disembuhkan tanpa operasi. Walaupun demikian, jika fungsi uterus

15
tidak diperlukan lagi (jumlah anak sudah cukup) lebih aman untuk melakukan terapi

pembedahan dan kemoterapi.

Kemoterapi dimulai dengan methotrexate dan dactinomycin. Jika obat pertama tidak

memenuhi harapan, yang dapat diukur dengan tingkat kadar hCG (pemeriksaan kadar dilakukan

seminggu sekali) diberikan obat kedua (sequential therapy). Dosis dengan methotrexate ialah 0,4

mg/kg berat badan sehari yang tidak dapat melebihi 25 mg, dan diberikan intramuskulus untuk 5

hari. Selama pengobatan tiap hari diperiksa Hb, leukosit, perhitungan diferensial, dan trombosit.

Antara 2 seri diadakan istirahat selama 2-4 minggu, tergantung dari efek sampingan obat.

Jika ada metastasis di pelvis dan/ atau di vagina kemoterapi diberikan seperti pada

penyakit trofoblast ganas risiko rendah.

Dalam lebih dari 50% dari semua kasus dapat dicapai reaksi baik dengan 1 jenis obat;

yang tidak bereaksi baik, diberi jenis obat yang lain. Penyembuhan penyakit diharapkan tercapai

pada hampir seluruh penderita. Efek sampingan terdiri atas tanda-tanda depresi sistem

hematopoesis, gangguan traktus digestivus, alopesia, vulvo-vaginitis, konjungtivitis, dan

eksantem pada kulit. Yang paling berat ialah depresi sistem hematopoesis.

KORIOKARSINOMA (PENYAKIT TROFOBLAST GANAS NONVILLOSUM)

Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan, ialah a) golongan dengan risiko rendah dan b)

golongan dengan risiko tinggi. Pada golongan risiko rendah penyakit terbatas pada uterus atau

terdapat metastasis di paru-paru, di pelvis , dan/ atau di vagina, dengan kadar hCG tidak melebihi

100,000 mU/ml. Koriokarsinoma didahului oleh mola hidatidosa dalam 50%, oleh kehamilan

aterm dalam 25%, dan sisanya oleh abortus atau kehamilan ektopik.

16
Penyakit Trofoblast Ganas Risiko Rendah

Pada penyakit ini dapat ditemukan metastasis di paru-paru dan/atau alat genital, dan

kadar hCG yang tetap tinggi atau meningkat tetapi tidak melebihi 100,000 mU/ml. Umumnya

penyakit diketahui dan diobati selama kurang dari 4 bulan, setelah mola dikeluarkan. Jika ada

perdarahan tidak normal, perlu dilakukan kerokan dahulu.

Untuk membuat diagnosis perlu ditentukan tidak adanya metastasis di otak, hepar, dan/

atau traktus digestivus. Jika pada biopsi (misalnya dari metastasis di vagina) ditemukan villus,

hal itu menunjukkan bahwa penyakit ialah penyakit trofoblast ganas villosum.

 Penanganan

Kemoterapi dimulai dengan pemberian berturut-turut methotrexate dalam dosis rendah

dan dactinomycin juga dalam dosis rendah. Apabila kadar hCG pada pengamatan lanjut menjadi

normal, tidak perlu pengobatan diteruskan; apabila tidak menjadi normal dalam beberapa

minggu, pengobatan diulangi.

Dalam kasus-kasus yang tetap resisten, diberi triple therapy terdiri atas methotrexate,

dactinomycin dan cyclophosphamide, atau methotrexate dalam dosis tinggi dalam infuse. Terapi

dengan infus tersebut diberikan kepada penderita yang menunjukkan tanda-tanda keracunan

dengan dactinomycin.

 Prognosis

Dengan terapi tersebut di atas sebagian besar penderita penyakit trofoblast ganas risiko

rendah dapat diselamatkan.

Penyakit Trofoblast Ganas Dengan Risiko Tinggi


17
Pada kasus-kasus ini terdapat ini terdapat tidak saja metastasis di paru-paru dan alat-alat

genital, melainkan juga di otak, di hepar, dan/ atau traktus digestivus. Diagnosis sering kali

dibuat terlambat, oleh karena hanya dalam 30% terdapat mola hidatidosa dalam anamnesis.

Tidak jarang lebih menonjol gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis, misalnya ikterus atau

perdarahan dalam otak. Diagnosis dalam hal itu baru dipikirkan apabila ditemukan kadar hCG

tinggi. MRI kiranya dapat dipakai untuk mendeteksi metastasis di otak.

 Penanganan

Sebagai pengobatan dapat diberikan secara berturut-turut methotrexate dalam dosis tinggi

dan actinomycin D dalam dosis tinggi pula. Dapat pula diberikan triple therapy terdiri atas

methotrexate, dactinomycin, dan cyclophosphamide.

Pada metastasis di otak diberikan pula iradiasi pada kepala dan pada metastasis di hepar

iradiasi pada hepar. Jika terjadi banyak perdarahan dilakukan histerektomi dan salpingo-

ooforektomi.

 Prognosis

Sekarang lebih banyak penderita dapat diselamatkan, akan tetapi perlu disadari, bahwa

pencegahan timbulnya penyakit ini ialah terapi yang terbaik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwano Prawirohardjo; Mola Hidatidosa; Perdarahan pada Kehamilan Muda; Ilmu

Kebidanan; Edisi keempat, Cetakan kedua, Jakarta : PT Bina Pustaka; 2009; halaman

488-490.

2. Anynomous; Mola Hidatidosa; 2011; diunduh dari scribd.com pada 24 April 2013.

3. Anynomous; Mola Hidatidosa; 2011; diunduh dari wordpress.com pada 24 April 2013.

4. Sarwono Prawirohardjo; Penyakit trofoblast berasal dari kehamilan; Ilmu Kandungan;

Edisi kedua, Cetakan ketujuh, Jakarta : PT Bina Pustaka; 2009; halaman 260-265.

5. Anynomous; Mola Hidatidosa; 2011; diunduh dari fk-unsyiah.forumotion.com pada 23

April 2013.

6. Cunningham dkk; Hydatidiform Mole; Williams Obstetrics; Edisi 23; Mc Graw-Hill

Companies; 2010; halaman 257-259.

19

Anda mungkin juga menyukai