Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

STROKE HEMORAGIK

Disusun oleh:
Dessy
406152083

Pembimbing:
dr. Antonius Adinatha, SpS, FINS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RS SUMBER WARAS
PERIODE 8 JANUARI – 10 FEBRUARI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1
BAB 1
PENDAHULUAN

Stroke menempati peringkat pertama dan sangat penting dari semua kasus penyakit neurologi
pada orang dewasa. Stroke terdiri dari dua kategori, yaitu iskemik dan hemoragik. Pada
kondisi stroke iskemik, terjadi oklusi dari pembuluh darah serebral dan menyebabkan infark
pada serebri. Sedangkan stroke hemoragik dibagi menjadi dua yaitu karena intraserebral
hemoragik atau subarakhnoid hemoragik.1
Pada stroke hemoragik, perdarahan dapat terjadi langsung pada parenkim otak.
Mekanisme terjadinya perdarahan bersumber dari kebocoran arteri intracerebral kecil yang
rusak akibat hipertensi kronik. Stroke hemoragik lebih jarang terjadi dibandingkan stroke
iskemik (stroke karena trombosis atau emboli) ; suatu penelitian epidemiologi menyebutkan
hanya sekitar 8-18 % stroke merupakan hemoragik. Meskipun demikian, stroke hemoragik
berhubungan dengan tingginya angka mortalitas dibandingkan stroke iskemik.2,3,4
Kecenderungan prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan wawancara menunjukkan
kenaikan dari 8,3 per mil tahun 2007 menjadi 12,1 per mil. Terlihat kecenderungan menurun
yang cukup berarti di dua provinsi yaitu Kepulauan Riau dan Aceh, provinsi lainnya
cenderung meningkat.5

Gambar 1. Kecenderungan prevalensi stroke permil pada usia ≥ 15 tahun menurut provinsi
pada tahun 2007 dan 2013.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2
BAB 2
STROKE HEMORAGIK

2.1 Definisi Stroke Hemoragik


Definisi stroke menurut World Health Organization yaitu manifestasi klinis gangguan fungsi
serebral fokal (atau global) dengan onset mendadak dan berlangsung lebih dari 24 jam, atau
sampai menyebabkan kematian, dengan penyebab yang berasal dari vaskular tanpa adanya
penyebab lain. Stroke merupakan gangguan neurologis yang menempati peringkat pertama
dalam frekuensi dan kepentingan dari semua penyakit neurologi yang menyerang kehidupan
orang dewasa. Bentuk manifestasi tersering stroke yaitu adanya defisit (gangguan) neurologis
fokal secara tiba-tiba.1 Sekitar 8-18 % dari seluruh stroke disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah pada atau disekitar otak, yang disebut sebagai stroke perdarahan atau stroke
hemoragik.2,3,4
Stroke hemoragik dibagi menjadi dua yaitu karena intraserebral hemoragik atau
subarakhnoid hemoragik. Intraserebral hemoragik dapat disebabkan oleh hipertensi kronis,
koagulopati, malformasi vaskular otak, trauma serebral dan perdarahan yang terjadi disekitar
area stroke iskemik. Subarakhnoid hemoragik dapat disebabkan oleh pecahnya aneurisma
dari pembuluh darah sirkulus Willisi, tetapi dapat juga disebabkan oleh trauma serebral dan
malformasi arteri-vena.1

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization, persentase stroke pada populasi Kaukasian
yaitu 80% untuk stroke iskemik, 10%-15% stroke hemoragik tipe perdarahan intraserebral
(ICH), dan 5% stroke hemoragik tipe perdarahan subarakhnoid (SAH). Studi dari negara-
negara Asia menyatakan bahwa proporsi perdarahan intraserebral (ICH) lebih tinggi
dibandingkan Kaukasian yaitu berkisar 20%-30%.6 Kecenderungan prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan wawancara menunjukkan kenaikan dari 8,3 per mil tahun 2007
menjadi 12,1 per mil. Terlihat kecenderungan menurun yang cukup berarti di dua provinsi
yaitu Kepulauan Riau dan Aceh, provinsi lainnya cenderung meningkat.5

2.3 Sirkulasi Darah Otak7,8


Otak menerima darah dari dua sumber yaitu sirkulasi anterior (arteri karotis) memperdarahi
hemisfer serebri kecuali lobus temporal medial dan sebagian lobus occipital; sirkulasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3
posterior (arteri vertebralis) memperdarahi batang otak, talamus, cerebelum, dan bagian
posterior hemisfer serebri.
Arteri karotis interna bercabang membentuk arteri cerebri anterior dan arteri cerebri
media. Arteri vertebralis kanan dan kiri keluar setinggi pons pada bagian ventral batang otak
untuk membentuk batas tengah arteri basilaris. Arteri basilaris bergabung dengan aliran darah
dari arteri karotis interna pada cincin arteri di dasar otak yang disebut circle of Willis
(linkaran Willis). Arteri cerebri posterior berasal dari pertemuan ini, seperti halnya arteri
komunikans anterior dan posterior. Gabungan dari dua sumber vaskularisasi serebral melalui
circle of Willis memungkinkan bagian-bagian dari otak tetap menerima darah bila salah satu
arteri tersebut tersumbat.
Arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media membentuk sirkulasi anterior yang
memperdarahi forebrain (otak depan). Masing-masing mempunyai cabang yang memasok
korteks dan cabang yang menembus batang otak, struktur dalam seperti ganglia basal,
thalamus, dan kapsula interna. Sirkulasi posterior otak memasok korteks posterior, otak
tengah dan batang otak. Ini terdiri dari cabang arteri yang timbul dari arteri serebral, basilar
posterior, dan vertebralis. Pola distribusi arteri serupa untuk semua subdivisi batang otak:
Arteri garis pertengahan memasok struktur medial, arteri lateral memasok batang otak lateral,
dan arteri lateral-lateral memasok struktur batang otak lateral-lateral dan serebelumm. Di
antara arteri dorsal-lateral yang paling penting (juga disebut arteri sirkumferensia longus)
adalah arteri cerebellar inferior posterior (PICA) dan arteri cerebellar inferior (AICA)
anterior, yang memasok daerah yang berbeda dari medula dan pons. Arteri ini, serta cabang
arteri basilar yang menembus batang otak dari permukaan ventral dan lateral (disebut
paramedian dan arteri melingkar pendek), merupakan tempat oklusi umum dan menghasilkan
defisit fungsional khusus saraf kranial, sensor somatik, dan fungsi motor.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4
Gambar 2. Sirkulasi Pembuluh Darah Otak

2.4 Faktor Risiko9,10


Faktor risiko strok hemoragik dibagi menjadi 2:
 Faktor risiko yang tak dapat dimodifikasi
- Jenis kelamin laki-laki
- Usia tua
- Etnis negro dan asia
- Malformasi arteriovena (AVM)
- Vaskulitis
- Koagulopati
 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
- Hipertensi
- Diabetes mellitus
- Konsumsi alkohol
- Kebiasaan atau riwayat merokok
- Kolesterol
- Penggunaan obat antikoagulan dan trombolitik
- Penyalahgunaan obat (kokain)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5
2.5 Patofisiologi9
2.5.1 Perdarahan Intraserebral (ICH)
Perdarahan intraserebral (ICH) menggambarkan perdarahan intrakranial yang terjadi
langsung pada parenkim otak. Hal ini terutama disebabkan oleh hipertensi kronis dan
perubahan degeneratif pada arteri serebral. Dalam beberapa dekade terakhir, dengan
meningkatnya kesadaran akan kebutuhan untuk mengendalikan tekanan darah, proporsi
perdarahan yang disebabkan oleh penyebab selain hipertensi, terutama antikoagulan, telah
meningkat pesat sehingga lebih dari setengah perdarahan terjadi pada individu
normotensif, dan perdarahan lebih sering timbul di lokasi yang tidak khas untuk
hipertensi. Ekstravasasi darah ke dalam substansi otak membentuk massa melingkar atau
oval yang mengganggu jaringan dan volumenya dapat bertambah jika pendarahan
berlanjut. Jaringan otak yang berdekatan terdistorsi dan terkompresi. Jika perdarahannya
besar, struktur garis tengah (midline) bergeser ke sisi berlawanan dari cranium dan pusat
pengaktifan retikuler dan pernapasan terganggu, yang dapat menyebabkan koma dan
kematian.1
Hipertensi kronis dapat mengarah pada vaskulopati hipertensi, yang menyebabkan
perubahan degeneratif mikroskopik di dinding pembuluh kecil hingga menengah, yang
dikenal sebagai lipohyalinosis. Pada amiloid angiopati ditandai oleh pengendapan
amyloid-beta peptide di dinding pembuluh darah leptomeningeal dan kortikal. Meskipun
mekanisme yang mendasari akumulasi amiloid masih belum diketahui, konsekuensi
terakhirnya adalah perubahan degeneratif pada dinding pembuluh yang ditandai dengan
hilangnya sel otot polos, penebalan dinding, penyempitan lumen, pembentukan
mikroaneurisma, dan mikrohemoragik. Setelah pecahnya pembuluh darah awal,
hematoma menyebabkan cedera mekanis langsung pada parenkim otak. Edema
perihematom berkembang dalam 3 jam pertama dari onset gejala dan puncaknya antara
10 dan 20 hari. Selanjutnya, produk darah dan plasma menengahi proses cedera sekunder,
termasuk respons inflamasi, aktivasi kaskade koagulasi, dan deposisi besi dari degradasi
hemoglobin. Akhirnya, hematoma dapat terus berkembang hingga 38% pasien selama 24
jam pertama.

2.5.2 Perdarahan Subarakhnoid (SAH)


Perdarahan subarakhnoid (SAH) didefinisikan sebagai ekstravasasi darah ke dalam ruang
subarachnoid. Penyebab SAH yang paling umum adalah trauma; di antara kasus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6
nontraumatic, pecahnya aneurisma intrakranial adalah penyebab utama, mewakili hingga
85% kasus. Aneurisma lebih sering terjadi pada bifurkasio arteri yang terletak di dasar
otak, terutama arteri besar yang membentuk lingkaran Willis. Faktor hemodinamik yang
berkontribusi terhadap pembentukan dan perkembangan aneurisma adalah wall shear
stress, tekanan hidrostatik dan transmural. Wall shear stress yang tinggi ditemui di titik
cabang arteri serebral, dan paparan jangka panjang ini dapat menyebabkan remodeling
dinding pembuluh darah melalui interaksi dengan endotel dan sekresi faktor-faktor seperti
nitrit oksida (NO) dan faktor pertumbuhan endothelial (endothelial growth factors).
Tekanan hidrostatik dan transmural menghasilkan tarikan mekanik dari dinding yang
menginduksi regulasi molekul seperti endothelin-1 B reseptor (ETBR) yang lebih lanjut
mempengaruhi sel otot polos vaskuler dengan apoptosis. Mekanisme pembentukan dan
pertumbuhan aneurisma sebagian dipahami, tetapi masih belum jelas apa yang
menyebabkan ruptur aneurisma.

2.6 Manifestasi Klinis11,12


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.
2.6.1 Perdarahan Intraserebral (ICH)
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun,
pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa
gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya
mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi
bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda
atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan
dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.
2.6.2 Perdarahan Subarakhnoid (SAH)
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.
Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai
puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah
sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya
bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit,
penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit
kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 8
2.7 Diagnosis13
2.7.1 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan saat pasien dicurigai stroke saat masuk ke unit
gawat darurat:
 Elektrokardiogram (EKG)
 Pencitraan otak : CT Scan Non Kontras atau MRI
 Pemeriksaan laboratorium darah :
- Hematologi rutin,
- Gula darah sewaktu,
- Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
- Activated Partial Thrombin Time (APTT)
- Phrotrombin Time (PT)
- Profil Lipid
- C-Reactive Protein (CRP)
- Laju Endap Darah
- Pemeriksaan atas indikasi seperti : enzim jantung (troponin / CKMB), serum
elektrolit, analisis hepatik dan pemeriksaan elektrolit

Pemeriksaan tambahan yang disesuaikan dengan indikasi (sebagian dapat dapat dilakukan
diruang rawat) meliputi:
 Ekokardiografi (transthoracic clan/ atau transoesophageat)
 Foto rontgen dada
 Saturasi oksigen dan analisis gas darah
 Pungsi lumbal jika dicurigai adanya perdarahan subaraknoid dan CT scan tidak
ditemukan adanya perdarahan
 EEG jika dicurigai adanya kejang
 Skrining toksikologi (alkohol, kecanduan obat)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 9
2.7.2 Skoring
Siriraj Score14

Versi orisinal:

= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan


darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.

Versi disederhanakan:

= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah


diastolik) – (3 x atheroma) – 12.

Kesadaran:

Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2

Muntah: tidak = 0 ; ya = 1

Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1

Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1

(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:

Skor > 1 : Perdarahan otak

< -1: Infark otak

Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.

Untuk infark: 93.2%.

Ketepatan diagnostic : 90.3%.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 10
National Institute of Health Stroke Scale

2.8 Diagnosis Banding2


 Lesi/ massa intracranial: Tumor, hematoma subdural
 Infeksi; Encephalitis, meningitis, abses otak
 Cedera kepala
 Ensefalopati metabolik (hipoglikemia, hiperglikemia non-ketotik, hiponatremia,
Wernicke-Korsakoff syndrome, ensefalopati hepatic, intoksikasi obat dan alkohol,
septicemia.
 Ensefalopati hipertensi
2.9 Komplikasi
2.9.1 Perdarahan Intraserebral15
 Edema perihematoma dengan peningkatan TIK
 Perluasan perdarahan
 Perdarahan intraventrikuler disertai hidrosefalus
 Kejang
 Demam
 Infeksi
 Defisit neurologis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 11
2.9.2 Perdarahan Subaraknoid2,8,16
 Perdarahan ulang (hari pertama 15%, satu bulan pertama 40%, setelah 6 bulan 3%
pertahun)
 Iskemi serebral (immediate/delayed); karena peningkatan tekanan intracranial dan
tekanan perfusi serebral yang berkurang
 Hidrosefalus
 Defisit neurologis
 Kejang
 Hiponatraemia / hipomagnesemia
2.10 Prognosis

Interpretasi Indeks Barthel


 0-20 : Dependen total
 21-60 : Dependen berat
 61-90 : Dependen sedang
 91-99 : Dependen ringan
 100 : Mandiri
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 12
BAB 3
TATALAKSANA STROKE HEMORAGIK

3.1 Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat13


Terapi Umum
a) Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan darah,
suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit
neurologis yang nyata.
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway) diperlukan
pada pasien dengan hipoksia (p02:50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk terjadi aspirasi.
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang
lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
b) Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan hipotonik
seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk
memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukkan cairan dan
nutrisi.
 Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah
mencukupi, maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin
dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik
berkisar 140 mmHg.
c) Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus dilakukan
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari
pertama setelah serangan stroke
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 13
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :
- Tinggikan posisi kepala 200 - 300
- Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolernia
- Osmoterapi atas indikasi:
 Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam
dengan target ≤ 310 mOsrn/L.
 Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
- Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg). Hiperventilasi
mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.
d) Pengendalian Kejang
 Diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-
20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
 Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat diberikan
selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama
pengobatan.
e) Pengendalian Suhu Tubuh
 Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya
 Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA Guideline)1
atau 37,5 oC (ESO Guideline)
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan
(trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik.
3.2 Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat13
a) Cairan
 Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan
vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
 Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
 Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan
pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 14
kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius
pada penderita panas).
 Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan
diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
 Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
 Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali pada
keadaan hipoglikemia.
b) Nutrisi
 Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya
boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
 Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi diberikan
melalui pipa nasogastrik.
 Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
- Karbohidrat 30-40 % dari total kalori
- Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %)
- Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari (pada
gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
 Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
 Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan
nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
 Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan.
Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada pasien
yang mendapat warfarin
3.3 Penatalaksaan Khusus Intraserebral Hemoragik13
a) Tekanan Darah
Tingginya tekanan darah berkaitan dengan kematian dan kecacatan pada penderita stroke.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena kemungkinan akan memperburuk keluaran neurologis. Sebagian pasien
mengalami penurunan tekanan darah dalam 24 jam pertama. Penurunan tekanan darah pada
stroke perdarahan intraserebral harus memperhatikan hal-hal berikut:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 15
1. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200 mmHg atau
Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan
tekanan darah setiap 5 menit.
2. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan intracranial.
Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara
kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
3. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan
darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140
mmHg masih diperbolehkan.
4. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan
tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi,
target MAP adalah 100mmHg.
5. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral.
6. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan
dalam upaya diatas.
7. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah
dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan
ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama,
dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahan Kerusakan Otak Sekunder
a. Pemantauan dan penanganan pasien sebaiknya dilakukan di ICU dengan dokter dan
perawat yang memiliki keahlian intensif neurosains
b. Penanganan Glukosa
c. Obat Kejang dan Antiepilepsi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 16
Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi. Pemantauan EEG secara kontinu
dapat diindikasikan pada pasien perdarahan intrakranial dengan kesadaran menurun tanpa
mempertimbangkan kerusakan otak yang terjadi. Pasien dengan perubahan status
kesadaran yang didapatkan gelombang epiloptogenik pada EEG sebaiknya diterapi
dengan obat antiepilepsi. Pemberian antikonvulsan profilaksis tidak direkomendasikan.
Prosedur/ Operasi
a. Penanganan dan pemantauan tekanan intracranial;
- Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi transtentorial,atau dengan
perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus, dapat dipertimbangkan untuk
penanganan dan Pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan perfusi otak 50-70 mmHg
dapat dipertahankan tergantung pada status otoregulasi otak.
- Drainase ventrikular sebagai tata laksana hidrosefalus dapat dipertimbangkan pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.
b. Evakuasi hematom
- Pasien dengan perburukan neurologis, kompresi batang otak, hidrosefalus akibat
obstruksi ventrikel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah secepatnya.
- Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat di 1 cm dari
permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan kraniotomi
standar dipertimbangkan
Rehabilitasi dan pemulihan
Rehabilitasi secara multidisiplin dilakukan untuk menangani kecacatan yang serius dan
kompleks akibat prdarahan intrakranial. Rehabilitasi dapat dilakukan sedini mungkin dan
berlanjut disarana rehabilitasi komunitas, agar tercapai koordinasi yang baik dari perawatan
berbasis RS dan perawatan berbasis rumah (Home care).

3.4 Penatalaksaan Khusus Subarakhnoid Hemoragik13


Tatalaksana dilaksanakan berdasarkan derajat perdarahan subaraknoid menurut Hunt & Hess.
Derajat Perdarahan Subarachnoid (Hunt dan Hess).
Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
Derajat 1 : Sakit kepala ringan
Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang meningeal dan kemungkinan adanya
defisit saraf kranialis
Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan derajat defisit fokal neurologi ringan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 17
Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal deserebrasi
Derajat 5 : koma dalam, deserebrasi

1. Tatalaksana pasien SAH derajat I atau II berdasarkan Hunt & Hess (H&H) adalah sebagai
berikut :
a. Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
b. Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 300dan nyaman, bila perlu berikan
O2 2-3 L/menit
c. Hati-hati dalam pemakaian sedatif (kesulitan dalam penilaian tingkat kesadaran).
d. Pasang infus diruang gawat darurat, usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem
kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang timbul
2. Pasien SAH derajat III, IV atau V berdasarkan H&H,perawatan harus lebih intensif
a. Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protokol pasien diruang gawat darurat
b. Perawatan sebaiknya dilakukan diruang intensif atau semiintensif
c. Untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas yang adekuat perlu
dipertimbangkan intubasi endotrakheal dengan hati-hati terutama apabila didapatkan
tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial
d. Hindari pemakaian obat-obatan sedatif yang berlebihan karena akan menyulitkan
penialaian status neurologi
Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah perdarahan subaraknoid
1. Kontrol dan monitor tekanan darah. Tekanan darah sistolik yang dianjurkan dalam
pencegahan perdarahan berulang adalah 140-160 mmHg
2. Istirahat total di tempat tidur
3. Terapi antifibrinolitik (epsilon-aminocaproic acid: loading 1 g IV kemudian dilanjutkan 1
g setiap 6 jam sampai aneurisma tertutup atau biasanya disarankan 72 jam).
Kontraindikasi pada pasien dengan koagulopati, riwayat infark miokard akut, stroke
iskemik, emboli paru, atau trombosis vena dalam. Lebih dianjurkan pada pasien dengan
risiko rendah terhadapa terjadinya vasospasme atau pada pasien dengan penundaan
operasi.

Tindakan operasi pada aneurisma yang ruptur

1. Operasi Clipping atau endovaskuler coiling sangat direkomendasikan untuk mengurangi


perdarahan ulang setelah ruptur aneurisma.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 18
2. Operasi yang dilakukan segera akan mengurangi risiko perdarahan ulang setelah SAH,
namun banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir
tidak berbeda dengan operasi yang ditunda.
3. Tindakan endovaskuler coiling lebih bermanfaat pada rupture aneurisma

Pencegahan dan tatalaksana vasospasme

1. Pencegahan nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke 3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam setiap 21 hari. 2 Pemakaian nimodipin oral terbukti meperbaiki
defisit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme.
2. Pengobatan vasospasme serebral dimulai dengan penanganan aneurisma yang ruptur,
dengan mempertahankan volume darah sirkulasi yang normal (euvolemia) dan
menghindari terjadinya hipovolemia.
3. Terutama pada pasien SAH dengan tanda-tanda vasospasme, terapi hiperdinamik yang
dikenal dengan triple H (Hypervolemic-Hypertensive-Hemodilution) perlu
dipertimbangkan dengan tujuan mepertahankan tekanan perfusi serebral. Hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan
embolisasi atau Clipping.
4. Cara lain untuk penatalaksanaan vasospasme adalah sebagai berikut;
- Pencegahan vasospasme
I. Nimodipin 60 mg peroral 4 kali sehari
II. NaCl 3% intravena 50 ml 3 kali sehari (hati-hati terhadap timbulnya komplikasi
berupa Central Pontine Myelinolisis (CPM)
III. Jaga keseimbangan elektrolit
- Delayed vasospasm
I. Stop dimodipin, antihipertensi dan diuretika
II. Berikan 5% albumin 250 ml intravena
III. Bila memungkinkan lakukan pemasangan Swangans dan usahakan wedge
preasure 12-14 mmHg
IV. Jaga cardiac index sekitar 4 L/min/sg.meter
V. Berikan dobutamin 2-15 ug/kg/min
Tekanan Darah
1. Tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi
serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah SAH serta perdarahan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 19
ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, tekanan darah
diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg.
2. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan SAH karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila
vasospasme serebral telah terjadi.
3. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah
dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya
diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati
hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90
mmHg dalam 6 jam pertama.
Tata Laksana Hiponatremia pada SAH
- Bila natrium dibawah 120 mEq/L, berikan NaCL 0,9% 2-3 L/hari. Berikan NaCl
hipertonil 3% 50 ml 3 kali sehari bila perlu. Praktik di Indonesia maksimal 0,5
mEq/L/jam, sehingga kadar natrium diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.
- Hindari pemberian cairan hipotonik dan kontraksi volume intravaskular pada pasien
perdarahan subarachnoid.
- Pantau status volume cairan pada pasien SAH dengan kombinasi tekanan vena sentral,
tekanan arteri pulmoner, balans cairan. Terapi untuk kontraksi volume cairan adalah
dengan cairan isotonic.
- Pemberian fludrocortisone acetate dan cairan hipertonik berguna untuk mengoreksi
hiponatremia. Dosis fludrocortisone 0,4 mg/hari secara oral atau 0,4 mg dalam dextrose
5% intravena 2 kali sehari.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 10th
edition. Mc Graw Hill Education ; 2014.
2. Liebeskind DS, Schraga ED, O’Connor RE, Huff JS, Kirshner HS, Krause RS, et al.
Hemorrhagic Stroke. Accessed; July 25th 2017. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview#a3.
3. Feigin VL, Lawes CM, Bennett DA, Anderson CS. Stroke epidemiology: a review of
population-based studies of incidence, prevalence, and case-fatality in the late 20th
century. Lancet Neurol. 2003 Jan. 2(1):43-53.
4. Broderick J, Connolly S, Feldmann E, Hanley D, Kase C, Krieger D, et al. Guidelines for
the management of spontaneous intracerebral hemorrhage in adults: 2007 update: a
guideline from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke
Council, High Blood Pressure Research Council, and the Quality of Care and Outcomes
in Research Interdisciplinary Working Group. Circulation. 2007 Oct 16. 116(16):e391-
413.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Available from:
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
6. Truelsen T, Begg S, Mathers C. The global burden of cerebrovascular disease. 2000.
7. Drislane FW, Benatar M, Chang BS, Acosta J, Tarulli A, Caplan LR. Blueprints
Neurology. 3rd edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2009.
8. Lemonick DM. Subarachnoid hemorrhage: state of the artery. American Journal of
Clinical Medicine. 2010, vol 7 No 2.
9. Caceres JA, Goldstein JN. Intracranial Hemorrhage. Emerg Med Clin North Am. 2012
August ; 30(3): 771–794. doi:10.1016/j.emc.2012.06.003
10. Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral Hemorrhage: Pathophysiology, Diagnosis
and Management. McMaster University Medical Journal Vol 10 No 1. Available from:
https://pdfs.semanticscholar.org/dd6e/3f675e5f91884-115c3df2c48d53de4e284af.pdf
11. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : July 26, 2017.
12. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Accessed; July 25 2017. Available from :
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html
13. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline Stroke
2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2011.
14. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark. Accessed; July 24 2017. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/
15. Balami JS, Buchan AM. Complication of intracerebral hemorrhage. Lancet Neurol. 2012
Jan;11(1):101-18. doi: 10.1016/S1474-4422(11)70264-2.
16. Al-shahi R, White PM, Davenport RJ, Lindsay KW. Clinical Review: Subarachnoid
Hemorrhage. British Med J. Vol 333. 2006

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RS Sumber Waras
Periode 8 Januari – 10 Februari 2018
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 21

Anda mungkin juga menyukai