TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN KASUS
Gagal Jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologi berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume distolik
secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal
jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001).
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung
(Cardiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan
pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan sistem vena,
maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif ( Kabo dan Karim, 2002 )
Congestive Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
Otot jantung merupakan jaringan khusus yang menyusun dinding jantung. Secara
mikroskopis, otot jantung mirip otot serat lurik ( sklelet), yang berada di bawah control
kesadaran. Namun secara fungsional, otot jantung menyerupai otot polos karena sifatnya
volunter.
Serat otot jantung tersusun secara interkoneksi sehingga dapat berkontraksi dab berlelaksasi
tiap-tiap serabut otot akan memastikan kelakuan ritmik otot jantung sebagai satu keseluruhan
dan memungkinya berfungsi sebagai pompa. Otot jantung itu tersendiri dinamakan
miokardium. Lapisan dalam miokardium, yang berhubungan langsung dengan darah
dinamakan endokardium dan lapisan sel di baian luar disebut epikardium.
Digitalis dosis lengkap diberikan untuk menginduksi efek terapi penuh obat ini. Biasanya
diberikan gagal jantung yang berat. Bila tidak, digitalis diberikan sebagian. Dosis pemeliharaan
diberikan setiap hari. Pada semua kasus, pasien harus diawasi ketat dan pemberian dosis harian
tepat. Sesuai dengan batas jumlah yang dapat dimetabolisme atau disekresikan untuk menjaga
efek digitalis tanpa menyebabkan keracunan. Dosis optimal adalah jumlah yang dapat
mengurangi tandadan gejala gagal jantung pasien atau memperlambat proses ventrikel secara
terapis tanpa menyebabkan keracunan.
Pasien dipantau dengan ketat terhadap hilangnya tanda dan gejala seperti : berkurangnya
dispneu dan ortopnheu . berkurannya krakel dan kuranngya edema perifer.
Keracunan digitalis. Anorexia, mual dan muntah adalah efek awal keracunan digitalis.
Dapat terjadi perubahan irama jantung, bradikardi, kontraksi pentrikel prematur, bigemini
pentrikel(denyut normal dan prematur saling berganti), dan takikardi arterial paroximal.
Frekuensi jantung avikal dikaji sebelum perberian digitalis. Bila terdapat frekuensi jantung
yng terlalu lambat atau gangguan irama, pengobatan harus ditunda dan dokter harus diberi tahu.
Dokter sering menghentikan preparat digitalis bila frekuensi 60 atau kurang.
Bila diperlukan, kadar digitalis serum diukur sebelum obat ini diberikan.
Gejala lain keracunan digitalis meliputi pandangan kabur, kuning atau hijau; kelemahan;
pusing; dan depersi mental.
Terapai diuretik. Diuretik diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.
Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas, digialis, dan diit
redah natrium.
Bila diiuretik diresepkan maka harus diberikan pada pagi hari, sehingga diuresis yang terjadi
tidak mengganggu istirahat pasien pada malam hari
Asupan dan haluaran cairan harus dicatat, karena pasien mungkin akan mengalami kehilangan
sejumlah besar cairan setelah pemberian 1 dosis diiuretik.
Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas terapi, maka pasien yang memdapat diuretik
harus ditimbang setiap hari apada waktu yang sama. Selain itu, turgor kulit dan selaput ledir
harus dikaji akan adanya tanda dehidrasi atau edema. Denyut nadi juga harus dipantau.
Jadwal pemberian harus ditentukan oleh berat badan pasien sehari-hari.
Temuan fisik tanda dan gejala purosemid ( Lasix), sangat penting dalam terapi gagal jantung
karena dapat mendilatasi penula, sehingga meningkatkan kapasitas vena yang gilirannya
mengurangi preload darah vena yang kembali ke jantung.
Terapi diuretik dalam jangka panjang menyebabkan hiponatremia yang mengakibatkan
lemah, letih , malaise, kram otot dan denyut nadi yang kecil dan cepat. Pemberian diuretik
dalam dosis besar dan berulang juga dapat mengakibatkan hipokalamia ditandai dengan denyut
lemah, hipertensi, suara jantung menjauh, otot kendor, penurunan reflek tendon dan kelemahan
umum. Hipokalamia menambah masalah baru pada pasien jantung karena antara komplikasi
yang dapat muncul hipokalamia adalah kelemahan kontraksi jantung yang mencetuskan
keracunan digitalis pada individu yang mendapat digitalis, keduanya meningktakan
kemungkinan disritmia yang berbahaya.
Pengkajian elektrolit berkala akan mengingatkan anggota tim kesehatan terhadap adanya
hipokalemia dan hipotermia
Untuk mengurangi risiko hipokalemia dan komplikasi yang menyertainya maka pasien yang
mendapatkan pengobatan diuretik harus diberi tambahan kalium,seperti pisang, jus jeruk dan
bayam.
Masalah lain dengan diuretik adalah peningkatan pada asam urat yang berlebihan akibat
kehilangan cairan akibat urinasi yang berlebihan dan hiperglikemia.
Terapi vasadilator. Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pelaksanaan pada gagal
jantung. Obat ini telah lama digunakan untuk mengurangi tekanan penyemburan darah oleh
ventrikel serta memeperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis
kongesti paru dengan cepat.
Natrium nitrorusida dapat diberika secara intravena melalui infus yang dipantau secara ketat
dosisnya harus dititrasi agar tekanan sistole arterial tetap dalam batas yang diinginkan dan
pasien dipantau dengan mengukur tekanan arteri pulmonalis dan curah jantung.
2.8 DUKUNGAN DIIT
Rasionlanya adalah mengatur diit sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal,
status nutrisi terpelihara sesuai dengan pola makan pasien
Pemberian natrium ditunjukkan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi oedema seperti
hipertensi atau gagal jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. “American College of Cardiology; Air pollution damages more than
lungs: Heart and blood vessels suffer too”.
Corwin, Elizabeth J. 2009. “BUKU SAKU PATOFISIOLOGI”. Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. “DIAGNOSA KEPERAWATAN: Definisi dan
Klasifikasi”. Jakarta: EGC.
Indriyantoro, dkk. 2008. “DOI: Data Obat di Indonesia”. Jakarta: PT. Muliapurna
Jayaterbit.
Lusianah, dkk. 2012.”Prosedur Keperawatan”. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Mansjoer, Arif. 1999. “Kapita Selekta Kedokteran”. Jakarta: Media Aesculapius.
McCloskey, Joanne Dochterman, dkk. 2008. “Nursing Interventions Classification
(NIC)”. USA: MOSBY ELSIEVER.
Moorhead, Sue, dkk. 2008. “Nursing Outcomes Classification (NOC)”. USA:
ELSEVIER SAUNDERS.
Priharjo, Robert. 2007. “Pengkajian Fisik Keperawatan”. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2011. “Anatomi Fisiologi”. Jakarta: EGC