Anda di halaman 1dari 5

BEAUTY AND MUSIC

Seperti biasa. Kekasihnya selalu menemani di mana pun ia berada. Ketika dia
bekerja sebagai penyanyi kafe, kuliah dan yang tak bisa disebutkan lagi. Gitar. Kekasih
yang selama ini diagung-agungkannya adalah sebuah gitar klasik keluaran awal tahun
90-an. Ia mendapatkan warisan dari sang ayah. Sebagai musisi, ayahnya sudah banyak
ikut mengasah bakat menyanyi sekaligus bermain alat musik yang luar biasa padanya.
“Gitar, piano, harpa, biola. Benda-benda kayak gituan segitu banyaknya terlalu lu
dewain! Coba, deh, lu sayang sama diri lu sendiri. Suara lu bagus, semua alat musik lu
bisa mainin. Jadi musisi beneran, kek! Lihat Taylor Swift. Muda, multitalent, cantik dan
yang terpenting dia bisa hidup dengan karya yang dia bikin. Kalau dia bisa, kenapa lu
nggak?” ocehan Else membuat Sabrina lebih serius memainkan biolanya. Else menghela
napas karena tahu, ucapannya adalah sia-sia.
Sebuah lagu tercipta. Lagu baru buatan Sabrina dengan kunci biola, setelahnya
dia menyanyikan lagu barunya menggunakan suara nan merdu. Setelah selesai dengan
biola, dia menggunakan harpa untuk memainkan lagu Beautiful Eyes milik Taylor Swift,
musisi muda favoritnya. Else yang hampir kesal, akhirnya terhanyut juga pada lantunan
lirik lagu yang dinyanyikan sahabatnya sekaligus aura dan dentingan apik harpa yang
dimainkan membuatnya menjadi tambah betah dan semakin tenang. Sahabatnya yang
satu ini memang spektakuler dan sangat hebat! Indonesia butuh musisi muda berbakat
sepertinya. Terlebih, mampu membuat beberapa lagu yang sangat menakjubkan.
“Gue nggak tahu mau ngomong apa biar lu sadar. Yang pasti, lu harus sadar sama
bakat lu, Na. Ikut ajang pencarian bakat, kek. Ayolah, Na. Lu bisa!” Else memohon. Dia
sudah kehabisan cara untuk membuat sahabatnya sukses.
Else sadar betul bakat yang dimiliki sahabatnya. Dan, dia ingin melihat sahabat
karibnya tersebut sukses dan mendapatkan gelar musisi muda yang berbakat seperti
idola Sabrina juga, Taylor Swift. Betapa bangganya ia menjadi sahabat seorang wanita
yang multitalenta. Ia harus menjadikan Sabrina bukan hanya dikenalnya, namun dikenal
orang seluruh Indonesia atau seluruh dunia.
“Mungkin karena bakat yang lu punya, lu bisa ketemu sama Taylor Swift. Selama
ini lu suka banget, kan, sama dia? Ayolah, Na, semangat!” semangat Else lagi.
“Nyanyi itu hobi gue. Bukan cita-cita gue. Soal ketemu Taylor Swift, gue nggak
pingin banget. Lagipula gue yakin, penyanyi sekelas Raisa, Rossa, Ahmad Dhani dan

Beauty and Music


Sugesti Red 1
yang lainnya juga belum tentu udah ketemu sama Taylor Swift. Yang penting gue bisa
menghargai karyanya, itu udah cukup.” Jawab Sabrina untuk pertama kalinya.
“Hobi dijadiin cita-cita, kan, nggak salah.”
“Emang nggak salah. Tapi, masalah. Udahlah, gue bentar lagi mau ke kafe. Lu
kalau mau ikut siap-siap, deh. Kalau nggak, ya jaga rumah!” tegas Sabrina.
Sabrina segera masuk ke kamar mandi, sementara Else buru-buru membereskan
kamar kos mereka. Buku-buku, DVD, laptop dan pakaian yang tercecer dibereskan. Ia
pun berganti pakaian yang kira-kira lebih santai sekaligus kasual.
Semua mata tertuju padanya. Begitu pula Else yang sibuk merekam sahabatnya
yang sedang perfom menggunakan kamera kesayangannya. Kali ini seperti biasanya,
menggunakan gitar kesayangannya dan berganti dengan biola. Pertunjukkan yang
menakjubkan itu membuat kafe bertambah ramai dan tak sungkan banyak pengunjung
yang bertepuk tangan dengan meriah.
“Lu bener-bener hebat! Kali ini gue bakal bikin hobi lu jadi cita-cita!” tegas Else
seraya menunjukkan rekaman Sabrina dalam kamera. “Gue bakal masukin youtube dan
lu bakal terkenal kayak Justin Beiber! Yang pasti karena lu nggak lipsing” Else seperti
biasanya selalu menyemangati Sabrina.
Sabrina hanya menggeleng-geleng. “Bakat seperti itu banyak yang punya. Tidak
begitu menjual untuk dijadikan seorang intertainer.” Seorang pria masuk dalam obrolan
mereka. Keduanya menoleh dan mendapati orang yang tak dikenal.
“Lu ngomong sama kita?” Else to the point.
“Iya, saya tahu” tanggap Sabrina. Kemudian dia berbisik pada Else, “gue udah
bilang, nggak usah macem-macem” tegasnya.
Else seperti biasa, tidak begitu memedulikan. Matanya menyorot tajam pada pria
di belakang mereka. Sementara Sabrina sudah berlalu dan menuju ke panggung lagi.
Seperti biasa, arah mata tertuju padanya. Begitu indah.
Damian : Bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu, Na. Sudah lebih dari 12
tahun kita tidak bertemu ya. Aku sudah tidak segemuk dulu. Kamu tidak akan mengenal
aku lagi. Aku sudah bertambah tampan sekarang.
Sabrina : Sombong! Aku tak percaya kau tampan. Sewaktu SD kau culun
sekali. Sejak kamu pindah sekolah saat kelas 3 SD. Aku jadi merindukanmu, aku berharap
bisa bertemu kamu lagi, semoga saat kita bertemu nanti kau sangat jelek! Biar aku tidak
jatuh cinta padamu! Hahaha.

Beauty and Music


Sugesti Red 2
Damian : Tunggu saja.
Sabrina : Ini lagu terbaru aku. Hafalkan liriknya. Saat kita bertemu nanti,
aku akan menyanyikannya untukmu, aku akan mengajarimu bermain harpa seperti dulu.
“Telah lama, aku menunggu. Tak menjeda, aku menunggumu. Hingga kini, tak kujatuhkan
hatiku pada mereka. Pada mereka. Cinta, akan kuhanyutkan pada senja yang kau cipta.
Cinta, akan kuberikan pada hatimu yang selalu menyejukkan. Cinta, akan kukirimkan
pada fajar yang kau suka. Cinta, akan kupersembahkan pada hatimu yang selalu
kunantikan”
Damian : Payah sekali liriknya!
Sabrina : Saat aku bernyanyi, kupastikan kamu akan jatuh cinta padaku.
Sudah lama Sabrina menunggu cinta monyetnya. Bahkan setiap berkirim email,
dia tidak pernah tahu bagaimana sosok Damian yang sekarang. Yang ia ingat, Damian
adalah teman SD-nya yang cengeng dan selalu meminta diajari harpa olehnya. Apakah
Damian masih seperti bayangannya?
“El, lama banget sih, gue nunggu dari tadi!” gerutu Sabrina ketika mendapati Else
baru keluar ruang kuliah. Ia segera menutup tabletnya dan berhenti sejenak chatting
dengan seorang yang dirindukannya.
“Apaan! Gue dari kelas lihatin lu terus. Lu baru juga dateng kan?” skak Else.
“Iya, tadi dosen gue telat masuk. Jadi telat pulang juga” sahut Sabrina nyengir.
Else tak menggubris banyak. Ia mendahului langkah diikuti sahabatnya yang jago
bermain musik tersebut. Banyak yang mencoba mendekati kedua sahabat ini, Else yang
cantik dan cerdas karena selalu mendapat IP tinggi dan Sabrina yang tak kalah cantik
sekaligus jago bermain musik adalah nilai lebih mereka. Sayangnya, mereka lebih
memilih jomblo. Else yang merasa belum cocok dengan orang-orang yang selalu
mendekatinya dan Sabrina yang masih menunggu cinta monyetnya.
“Na, lihat deh, itu, kan, cowok yang tadi malem di kafe?!” ujar Else berhenti
melangkah sekaligus menahan Sabrina. Sabrina menoleh pada arah yang ditunjuk Else.
“Yaudah, lah, mungkin dia jemput pacarnya, adiknya, bokapnya, nyokapnya atau
siapa gitu, nggak usah diurusin, El!” sahut Sabrina acuh. Sabrina menyeret tangan Else
hingga keluar kampus dan mencari taksi.
“Gue ada les. Gue ngajar les dulu, mungkin pulang jam 9 malem, deh” ujar Else
sembari memandangi jalanan dari balik jendela taksi. “Lu di kafe sampai jam berapa?”
tanya Else selanjutnya.

Beauty and Music


Sugesti Red 3
“Kayak biasa. Jam 11 gue baru balik” sahut Sabrina.
“Yaudah, gue tunggu di kos aja, ya!” tanggap Else. Sabrina mengangguk dan saat
itu juga Else turun dari taksi untuk mengajar les.
Di bayang wajahmu kutemukan kasih dan hidup yang lama lelah aku cari di masa
lalu. Kau datang padaku, kau tawarkan hati nan lugu, selalu mencoba mengerti hasrat
dalam diri. Kau mainkan untukku sebuah lagu, tentang negri di awan, dimana kedamaian
menjadi istananya. Dan kini tengah kau bawa, aku menuju ke sana. Oh. Oh. Ternyata
hatimu penuh dengan bahasa kasih yang terungkapkan dengan pasti dalam suka dan
sedih. *(Lirik lagu Katon Bagaskara-Negri Di Awan)
Permainan dengan gitar selalu indah. Saat itu pula dia merasakan semua yang
dibuatnya adalah biasa-biasa saja. Begitu membosankan.
“Permainanmu memang bagus. Tapi, begitu membosankan” seorang yang sama
ketika ditemuinya saat di kampus. Sabrina tersenyum tanpa menjawab apa pun. “Boleh
duduk di sini?” tanya lelaki itu kemudian.
Sabrina yang tengah meminum segelas cokelat panas akhirnya menghentikan
kegiatannya. “Tentu, Tuan.” Sahutnya.
“Namamu Sabrina?” tanya lelaki itu sembari mengaduk-aduk secangkir kopi
yang sudah dipesan sebelumnya. Sabrina mengangguk diikuti sebuah senyum. “Namaku
Damian” tegas lelaki itu. Tiba-tiba saja nama itu membuat Sabrina tersedak dan sekuat
tenaga menahan untuk terkejut. Apa mungkin lelaki itu Damian yang dicarinya? Sangat
berbeda dengan sosok humoris dan menyenangkan di chatting.
“Nama yang membuatku merindukan seseorang.”
“Begitu pula namamu” sahut Damian. Sabrina mendelik.
Tak ada percakapan yang dilanjutkan. Keduanya sama-sama menjadi orang asing
yang tidak saling mengenal. Mereka memang tidak saling mengenal. Mungkin hanya
kebetulan saja. Tapi, bukankah Tuhan menciptakan sebuah alur cerita tanpa kebetulan?
“Mau aku antar pulang?” tanya Damian sembari membereskan ponsel dan buku-
buku catatan kerjanya. Sabrina mengangguk setuju.
Langkah kaki keduanya berjalan beriringan dengan kecanggungan luar biasa.
Bibir mereka hanya mengucap kata-kata formal saja, tidak ada yang begitu penting
untuk disebutkan dalam percakapan kecil mereka. Namun, Sabrina justru sadar betul
bahwa lelaki di sampingnya memang Damian yang selama ini dicarinya. Tapi, kenapa
Damian itu tidak menyebutkan asalnya?

Beauty and Music


Sugesti Red 4
Sabrina : Sebuah nama yang aku dengar tadi membuatku merindukanmu.
Damian : Begitu pula nama yang kudengar tadi.
Sabrina : Maksudmu?
Damian : Bahkan, kau tidak mengenalku lagi.
Sabrina : Ya Tuhan. Jadi, tadi itu kamu? Miss you so much Dam.
Damian : Miss you and love you :)
Semuanya begitu menakjubkan. Bagi Sabrina, musik mengiringnya pada seorang
yang sudah bertahun-tahun ditunggunya. Seolah bukan hanya hobi yang pernah
dipaparkannya pada Else, namun sebuah cita-cita yang telah dicapainya.
***

Beauty and Music


Sugesti Red 5

Anda mungkin juga menyukai