PENDAHULUAN
Hidrops fetalis adalah bahasa latin dari suatu edema janin. Istilah ini
diperkenalkan pertama kali oleh Ballantyne tahun 1892, meskipun sesungguhnya
kondisi ini telah diketahui sejak dua abad yang lalu. Gambaran klinis dari
penyakit ini adalah abnormalitas akumulasi cairan dalam rongga tubuh (pleural,
percardial dan peritoneal) dan jaringan lunak tubuh dengan ketebalan dinding
lebih dari 5 mm. Hidrop fetalis sering berhubungan dengan hidramnion dan
penebalan plasenta (>6 mm) pada 30–75% kasus. Sejumlah kasus ditemukan pula
hepatosplenomegali. Masalah dasar pada hidrop fetalis adalah gangguan
keseimbangan cairan homeostasis dimana terjadi banyak akumulasi cairan
dibandingkan dengan yang di absorbsi.
Ada dua jenis hidrops fetalis: imun dan non-imun. Hidrops fetalis imun
merupakan komplikasi inkompatibilitas Rh yang parah. Inkompatibilitas Rh ini
menyebabkan kerusakan besar sel-sel darah merah, yang mengarah ke beberapa
masalah, termasuk pembengkakan tubuh total. Pembengkakan parah dapat
mengganggu kerja organ-organ tubuh. Hidrops fetalis non-imun terjadi ketika
kondisi penyakit mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatur cairan. Ada tiga
penyebab utama untuk jenis ini: masalah jantung atau paru-paru, anemia berat
(thalasemia), dan cacat genetik.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki
peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Cairan amnion merupakan komponen
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Telah
diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar
janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan
tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal.
Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Urin janin lebih banyak
terdiri dari urea, kreatinin dan asam urat dibandingkan plasma., juga terdiri dari
deskuamasi sel-sel janin, vernix, lanuga dan bermacam sekresi. Ginjal janin mulai
2
memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai
kehamilan aterm. Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam
pembentukan cairan amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba,
didapatkan bahwa paru-paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400
ml/hari, dimana 50% dari produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi
dikeluarkan melalui mulut. Untuk mencapai keseimbangan dalam regulasi cairan
amnion, janin menelan cairan amnion, dan juga mengabsorbsinya. Sembilan puluh
delapan persen cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein,
peptide, karbohidrat, lipid, dan hormon. Faktor pertumbuhan epidermis
(epidermal growth factor, EGF) dan faktor pertumbuhan mirip EGF, misalnya
transforming growth factor-α, terdapat di cairan amnion.
3
Cairan amnion sering digunakan untuk keperluan diagnosis, misalnya
untuk mengetahui kematangan paru janin, mendeteksi gawat nafas pada janin dan
mendiagnosis ketuban pecah sebelum waktunya.
2.3 Epidemiologi
Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus
tidak terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus
mungkin berakhir secara spontan di dalam rahim.
Perkiraan secara umum hidrops fetalis di Amerika Serikat adalah sekitar 1
dalam 600 banding 1 dalam 4000 kehamilan. Insiden hidrops kekebalan
tubuh menurun secara signifikan dengan penggunaan macam imunisasi
pasif menggunakan imunoglobulin Rh untuk Rh-negatif ibu pada usia
kehamilan 28 minggu (setelah dicurigai perdarahan fetomaternal) dan
postpartum (setelah bayi Rh-positif). Efektivitas program ini telah
ditunjukkan oleh penurunan kejadian penyakit hemolitik Rh dari janin atau
bayi baru lahir, dari 65 dalam 10.000 kelahiran di Amerika Serikat pada
1960-10,6 di 10.000 kelahiran pada tahun 1990.
Hidrops fetalis jauh lebih umum di Asia Tenggara. Di Thailand, frekuensi
hidrops, dari homozigot alfa-thalassemia atau hidrops Bart sendiri, adalah
1 dalam 500 banding 1 dalam 1500 kehamilan, Sedangkan angka Akurat
dari wilayah Mediterania tidak pernah dilaporkan
Pengaruh jenis kelamin pada hidrops fetalis sebagian besar berkaitan
dengan penyebab kondisi tertentu. Bagian penting dari hidrops
berhubungan dengan kelainan kromosom. Resiko pria yang lebih besar
adalah peningkatan hampir 13 kali lipat pada hidrops janin laki-laki
dengan penyakit hemolitik Rh D.
Insidens pasien yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus (yaitu rhesus
negatif) adalah 15% pada ras berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang
pada bangsa Asia. Rhesus negatif pada orang Indonesia jarang terjadi,
4
kecuali adanya perkawinan dengan orang asing yang bergolongan rhesus
negatif.
2.4 Klasifikasi
5
dengan Rh positif Paparan darah Rh positif pada ibu Rh negatif
akan memicu respon antibodi Faktor resiko sensitisasi Rh :
iii. Abortus
iv. Amniosentesis
v. Kehamilan normal
Faktor maternal:
6
Antibodi golongan darah isoimmune
Risiko penggunaan narkoba
Penyakit kolagen-vaskular
Penyakit tiroid atau diabetes
Organ transplantasi (hati, ginjal)
Trauma tumpul abdomen
Koagulopati
Penggunaan indometasin, natrium diklofenak, atau obat-obatan yang
berpotensi teratogenik selama kehamilan
Usia muda (<16 tahun) atau lebih tua (> 35 tahun)
Faktor risiko untuk penyakit menular seksual
Hemoglobinopati (terutama dengan etnis Asia atau Mediterania)
Paparan perkerjaan (okupasional)
Binatang peliharaan
Epidemi penyakit virus yang terjadi di lingkungan sekitar
Riwayat keluarga:
Apabila terdapat salah satu temuan berikut dari fisik ibu atau janin harus
7
segera evaluasi diagnostik lebih lanjut:
Twinning
Hidramnion
Exanthem atau bukti lain dari penyakit kambuhan virus
Lesi herpes atau chancre
Penurunan gerakan janin
Janin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat
dan kegagalan sirkulasi. Bayi hidrops yang bertahan hidup tampak pucat,
edematus dan lemas pada saat dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan
petikie dan menyebar, sesak nafas dan kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadi
dalam waktu beberapa jam meskipun transfusi sudah diberikan.
8
Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu
menyanggah kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami
keterlambatan atau tak pernah dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi
inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yanag terjadi akibat gangguan
eritropoesis dapat bertahan selama berminggu–minggu hingga berbulan- bulan.1,3,5
2.7 Patofisiologi
Pada saat ibu hamil eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk
kedalam sirkulasi darah ibu, yang dinamakan Feto maternal microtransfusion.
Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu
akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun antibodi tipe IgG tersebut
dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin,
sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut
dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis. Hemolisis terjadi dalam kandungan
dan akibatnya adalah pembentukan eritrosit oleh tubuh secara berlebihan,
sehingga akan didapatkan eritrosit berinti banyak, yaitu eritroblas.
Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara
klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik.
Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika
terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri
sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin.
9
Parvovirus B19
Parvovirus B19 manusia adalah DNA beruntai tunggal virus yang biasanya
menginfeksi dengan cepat membagi baris sel, seperti sel-sel progenitor erythroid.
Parvovirus B19 telah terbukti menyebabkan sindrom infeksi kongenital,
diwujudkan dengan ruam, anemia, hepatomegali, dan kardiomegali. Parvovirus
B19 infeksi dapat menyebabkan hidrops fetalis keguguran atau nonimmune.
Karena sebagian besar ibu hamil yang terinfeksi virus ini tidak menunjukkan
gejala, menentukan risiko infeksi janin dan nonimmune hidrops fetalis sulit.
10
perawatan yang tepat.
Coombs test
Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu.
Metode paling sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes
Coombs tak langsung. (penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak
langsung). Tes ini bergantung kepada pada kemampuan anti IgG (Coombs)
serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan IgG.
Untuk melakukan tes, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang
diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi,
lalu eritrosit dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan
potensi listrik dari membran eritrosit, yang penting untuk membantu
terjadinya aglutinasi eritrosit. Serum Coombs ditambahkan, dan jika
11
imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika
test positf, diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan antigen
spesifik.
PCR
Perkiraan kualitatif dan kuantitatif dari proporsi sel darah merah
mengandung hemoglobin janin dalam sirkulasi ibu memiliki nilai tertentu.
12
Sebuah metode baru menggunakan flow cytometry juga berguna sebagai
pemeriksaan.
Dalam satu studi, tes skrining positif (salah satu dari 3 digunakan)
dengan sensitivitas hanya 60% dalam 19 kasus sindrom Turner
dibedakan beberapa janin dengan hygroma kistik dan/atau hidrops dari
mereka yang tidak. Masing-masing komponen dari tes ini diperiksa
secara terpisah dalam beberapa studi lain.
13
Rendahnya tingkat estriol unconjugated (uE3) telah ditemukan pada
bayi hidropik dengan Sindrom Smith-Lemli-Opitz, tetapi tes tidak
dapat menunjukkan nilai yang membedakan antara bayi dengan atau
tanpa hidrops, dan nilai normal telah diamati pada kematian beberapa
bayi hidropik.
Studi sampel direk invasif AF janin (cairan ketuban) atau jaringan plasenta
atau cairan telah menunjukkan nilai diagnosis definitif, pemantauan
efektivitas pengobatan, dan prognosis yang akurat di sejumlah kondisi
yang berhubungan dengan hidrops.
Karyotyping selalu diindikasikan jika ada faktor herediter atau hasil USG
mengungkapkan kelainan kromosom atau factor herediter.
14
Elevasi AF alkali fosfatase telah diamati dalam hubungan dengan hidrops
janin akibat sindrom Turner, walaupun mungkin penemuan yang spesifik,
studi lebih lanjut diperlukan.
1. Ultrasonography
2. 4D Ultrasound
3. Doppler Ultrasound
4. Biophysical Profile
Gambar 3. 4D Ultrasound
15
Gambar 4. Doppler Ultrasound
16
2.9 Penatalaksanaan
17
Setelah masalah yang mendasari benar-benar dipahami, menjawab pertanyaan
tentang apakah kelainan ini kompatibel dengan kehidupan, apakah
kelangsungan hidup janin akan berada di biaya dengan kualitas yang dapat
diterima hidup yang buruk, dan apa konsekuensi mungkin untuk generasi
mendatang. Saat ini, keterlibatan orang tua dan bimbingan persyaratan
mendasar dan memerlukan pengetahuan penuh oleh orang tua dari semua
konsekuensi potensial mungkin.
Intervensi janin mungkin termasuk transfusi janin untuk anemia janin, obat
antiaritmia ibu (misalnya digoksin) untuk aritmia janin, dan dalam operasi
rahim (misalnya, thoracocentesis janin / paracentesis, reseksi bedah).
Keputusan tentang pengobatan janin sering tidak menentu karena bukti yang
diperlukan untuk diagnosis tidak tersedia. Meskipun banyak pendekatan
ditemukan dalam literatur, tidak ada uji klinis yang dirancang dengan baik
berbasis bukti.
Lebih memperumit masalah ini, remisi spontan dari proses hidropik telah
dilaporkan dalam ratusan kasus. Penyebab dalam kasus ini termasuk aritmia
jantung, twin-to-twin transfusion syndrome, penyerapan paru, malformasi
18
adenomatoid fibrosis paru-paru, penyakit penyimpanan lisosomal, hygroma
fibrosis dengan atau tanpa sindrom Noonan, baik parvovirus dan infeksi CMV,
chorangioma plasenta, dan idiopatik asites atau efusi pleura. Dokter dan orang
tua benar-benar harus memahami bahwa keputusan pada saat ini pada
dasarnya tidak pasti dan sewenang-wenang.
Belum terbukti berisiko tinggi perawatan lebih mudah untuk menerima ketika
prosedur ditargetkan untuk memperbaiki patofisiologi yang mendasari
menyebabkan hidrops fetalis. Skema manajemen yang paling banyak diterima
adalah termasuk transfusi janin anemia benar apapun penyebabnya, obat untuk
aritmia jantung, koreksi atau pengurangan ruang lesi yang menghalangi vena
jantung atau limfatik, dan prosedur yang dirancang untuk menghentikan
hilangnya janin dari darah, apapun penyebabnya.
Obat telah diberikan kepada ibu (oral, intramuskular, intravena), untuk janin
(intraperitoneal, intramuskular, intravena melalui kordosentesis), untuk
memperbaiki aritmia janin.
19
lengkap terkait dengan penyakit kolagen ibu, pilihan obat tetap empiris dan
sewenang-wenang, sampai saat bukti definitif dari uji klinis telah dilakukan.
(Hct <30%) merupakan indikasi untuk transfusi vena umbilikalis pada bayi
dengan ketidakmatangan paru. Transfusi janin intravaskular difasilitasi oleh
sedasi ibu dan janin dengan diazepam dan dengan kelumpuhan janin dengan
pankuronium. Sel darah merah dikemas diberikan setelah pencocokan silang
dengan serum ibu. Sel-sel harus diperoleh dari donor CMV-negatif dan
iradiasi untuk membunuh limfosit/transfusi harus mencapai tingkat
posttransfusion Hct dari 45-55% dan dapat diulang setiap 3-5 minggu.
Dilaporkan rute pemberian produk darah pada janin melalui perkutan vena
umbilikalis, vena umbilikalis intrahepatik, arteri umbilikalis, dan pendekatan
berbagai gabungan ibntervensi. Transfusi intrakardiak juga telah dilaporkan.
20
Sukses telah diklaim dengan transfusi janin parsial dikemas-sel uang,
plasmapheresis ibu, prometazin ibu atau pengobatan kortikosteroid, janin
intravena Ig-G, transfusi trombosit janin, dan administrasi janin manusia
granulosit-stimulating faktor, sekali lagi menggunakan berbagai rute.
21
bukti menunjukkan bahwa salah satu pendekatan adalah lebih baik daripada
yang lain karena tepat data percobaan komparatif tidak tersedia.
22
Setelah menetapkan jalan napas bayi dan ventilasi, kateter umbilikalis tempat
arteri dan vena untuk memonitor tekanan arteri, gas darah, dan tekanan vena.
Packed RBCs atau whole blood crossmatched dengan darah ibu harus tersedia
untuk transfusi atau transfusi tukar parsial untuk mengoreksi anemia berat.
2.10 Komplikasi
Edema
Hipertensi
2.11 Pencegahan
23
Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat
isoimunisasi Rhesus, adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat
imunoglobulin yang digunakan memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram
antibodi D. 100 mikrogram anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah
janin. Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai
vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini
untuk membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada
kehamilan berikutnya.
Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang
mengalami sensitisasi dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan, ternyata sangat
protektif. Ibu dengan kemungkinan abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa,
atau perdarahan pervaginam harus ditangani karena akan mengalami isoimunisasi
tanpa preparat imunoglobulin. Ibu rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun
fraksi darah berupa trombosit atau plasmaferesis berisiko untuk mengalami
sensitisasi.
2.12 Prognosis
24
BAB III
KESIMPULAN
Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus
tidak terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus
mungkin berakhir secara spontan di dalam rahim.
Ada dua jenis hidrops fetalis: imun dan non-imun. Hidrops fetalis imun
merupakan komplikasi inkompatibilitas Rh yang parah. Inkompatibilitas Rh ini
menyebabkan kerusakan besar sel-sel darah merah, yang mengarah ke beberapa
masalah, termasuk pembengkakan tubuh total. Pembengkakan parah dapat
mengganggu kerja organ-organ tubuh. Hidrops fetalis non-imun terjadi ketika
kondisi penyakit mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatur cairan. Ada tiga
penyebab utama untuk jenis ini: masalah jantung atau paru-paru, anemia berat
(thalasemia), dan cacat genetik.
25
rinci. Sampai patofisiologi yang mendasari, dipahami dan luasnya kelainan
memimpin pengembangan hidrops benar-benar didefinisikan, segala upaya
pengobatan adalah sia-sia dan berpotensi membahayakan.
26
LAPORAN KASUS OBSTETRI
STATUS KEBIDANAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama :Ny. EN
Umur :29 Tahun
Agama :Kristen
Pekerjaan :IRT
Pendidikan :SMA
Alamat : Dusun V Desa Percut No. 9
Tanggal Masuk :3 Juli 2018
Pukul : 08.30 WIB
Suami,
Nama : Tn. R K
Umur :31Tahun
Agama :Kristen
Pekerjaan :Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Dusun V Desa Percut No. 9
II. ANAMNESA
Ny. EN, 29 th, G1P0A0, Kristen, IRT, SMA i/d Tn. RK, 31 th, Kristen,
Wiraswasta, SMA, datang ke RS Haji Medan pada tanggal 3 Juli 2018
pada pukul 08.30 WIB dengan:
27
HPHT : 06-11-2017
TTP : 07-07-2018
ANC : Bidan 1x
Sp.OG 2x
a. Riwayat Persalinan
1. Hamil ini
V. STATUS LOKALIS
Abdomen :Membesar asimetris
Tinggi Fundus Uteri :2 Jari dibawah proccesus xyphoideus
Teregang :Kanan
28
Bagian terbawah :Kepala
Penurunan : 4/5
S.B.R :DBN
DJJ : 132 x/mnt
Formula Johnson : (34 cm – 11) x 155.
TBJ : 3565 gr
Osborn Test :-
His :+
Nitrazine Test :+
29
Kesan : KDR (37-38) minggu + PK + AH
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. KPD + PG + KDR (37-38) minggu + PK + AH + INPARTU
2. TRIKOMONIASIS + PG + KDR (37-38) minggu + PK + AH + INPARTU
3. VAGINOSIS BAKTERIAL + PG + KDR (37-38) minggu + PK + AH +
INPARTU
DIAGNOSA:
KPD + PG + KDR (37-38) minggu + PK + AH + INPARTU
Hematologi
Darah rutin Nilai Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin *11.0 12 – 16 g/dl
Hitung eritrosit 4.2 3,9 - 5,6 10*6/µl
Hitung leukosit *14.900 4.000- 11.000 /µl
Hematokrit 37.5 36-47 %
Hitung trombosit 219.000 150,000-450,000 /µl
Index eritrosit
MCV 89.7 80 – 96 fL
MCH 26.2 26 – 31 pg
MCHC *29.3 30 – 34 %
PERIHAL PERSALINAN
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infuse dan kateter terpasang
dengan baik, dilakukan anestesi spinal dan dilakukan tindakan septik dan
30
antiseptik dengan betadine dan alkohol 70%, lalu ditutupi dengan duksteril
kecuali lapangan operasi.
Dilakukan insisi phanensteel speuig 10 cm dimulai dari kutis, subkutis,
facia digunting ke kanan dan ke kiri, otot dilebarkan secara tumpul .
Peritoneum di jepit, dijinjing dan digunting keatas dan kebawah, tampak
uterus, identifikasi SBR, pasang hack blast, insisi uterus low cervical
sampai sub endometrium, endometrium digunting kekiri dan kekanan,
Dengan meluksir kepala, lahir bayi Laki-laki dengan berat badan : 2900
gram, panjang badan 49cm, A/S : 8/9, Anus (+) , tali pusat diklem di dua
tempat lalu digunting, placenta lahir spontan dengan ptt, kesan lengkap.
Tepi luka uterus dijepit, cavum uterus dibersihkan, kesan bersih, uterus
dijahit lapis demi lapis, evaluasi pedarahan jahitan luka insisi, kesan
:terkontrol.
Cavum abdomen dibersihkan, kesanbersih. Dinding abdomen dijahit lapis
demi lapis mulaidari peritoneum, otot,facia, subkutis dan kutis.
Luka operasi ditutupi dengam supratule dan kassa steril.
Operasiselesai, Keadaan umum ibu post SC stabil
Th/ - IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5IU 20gtt/i
- Inj. Cefotaxim 1gr/ 8 jam
- Inj. Gentamisin 80mg/ 8 jam
- Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
- Neurodex 2x1
VIII. KALA IV
Jam Nadi Tek.Darah Pernapasan Kontraksi Perdarahan
Uterus
19.30 80x/ 130/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB menit mmHg rubra (+)
19.45 80x/ 130/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB
menit mmHg rubra (+)
20.00 80x/ 130/90 20 x / menit Kuat Lochia
31
WIB menit mmHg rubra (+)
20.15 80x/ 130/100 20 x / menit Kuat Lochia
WIB menit mmHg rubra (+)
21.45 84x/ 130/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB
meit mmHg rubra (+)
22.15 84x/ 130/90 20 x / menit Kuat Lochia
WIB menit mmHg rubra (+)
FOLLOW UP
TANGGAL 4/07/2018 PUKUL 06.00 WIB
S : Nyeri diluka Operasi
O : Sensorium : CM Anemis :-
TD : 130/70 mmHg Ikterik :-
HR : 80 x/i Dispnoe :-
RR : 22 x/i Sianosis :-
o
Temp : 36.8 C Edema :-
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 1 jari Bpst, kontraksi kuat
P/V :Tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) Via Kateter 70 cc/ jam
BAB : (-)
Flatus : (-)
a
A : Post SC /i KPD+ NH1
P : - IVFD RL + oxytocin 10-10-5-5 IU 20 gtt/i
- Inj. Cefotaxim 1gr / 12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Neurodex 2x1
R : Therapy lanjut
FOLLOW UP
TANGGAL 5/07/2018 PUKUL 06.00 WIB
S :-
O : Sensorium : CM Anemis :-
TD : 120/80 mmHg Ikterik :-
HR : 92 x/i Dispnoe :-
RR : 22 x/i Sianosis :-
Temp : 36.8o C Edema :-
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 1 jari Bpst, Kontraksi kuat
P/V : Tertutup verban, kesan kering
BAK : (+)spontan
32
BAB : (-)
Flatus : (+)
a
A : Post SC /iKPD + NH2
P : - IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Cefotaxim 1gr / 12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg / 8 jam
- As. Mefenamat 3x500 mg
- Neurodex 2x1
R : Therapy lanjut
FOLLOW UP
TANGGAL 6/07/2018 PUKUL 06.00 WIB
S :-
O : Sensorium : CM Anemis :-
TD : 110/60 mmHg Ikterik :-
HR : 80 x/i Dispnoe :-
RR : 20x/i Sianosis :-
o
Temp : 36.8 C Edema :-
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 1 jari Bpst, Kontraksi kuat
P/V : Tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) spontan
BAB : (-)
Flatus : (+)
a
A : Post SC /iKPD + NH3
P : Inj. Cefotaxim 1gr / 12 jam
Inj. Gentamycin 80 mg / 8 jam
Neurodex 2x1
Antasida Syr 3x1 cth
R :GV kering Besok PBJ
33
DAFTAR PUSTAKA
34