Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR CLAVICULA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu

Peraktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah II

Di Ruang Seruni Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Dosen Pembimbing : Asrin, MN

Disusun Oleh :

NOVITA ADITAMA
P1337420216048
3B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR CLAVICULA

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, repture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang besar yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2014).
Clavikula (tulang selangka) adalah tulang menonjol di kedua sisi di
bagian depan bahu dan atas dada. Dalam anatomi manusia, tulang selangka
atau clavicula adalah tulang yang membentuk bahu dan menghubungkan
lengan atas pada batang tubuh. serta memberikan perlindungan kepada
penting yang mendasari pembuluh darah dan saraf. Tulang clavicula
merupakan tumpuan beban dari tangan, sehingga jika terdapat beban berlebih
akan menyebabkan beban tulang clavicula berlebih, hal ini bias menyebabkan
terputusnta kontinuitas tulang tersebut (Dokterbujang, 2012).
Fraktur Clavikula, yaitu putusnya hubungan tulang clavicula yang
disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan
berputar/ tertarik keluar (outstretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari
pergelangan tangan sampai clavicula, trauma ini dapat menyebabkan fraktur
clavicula (Helmi, 2012).

B. ETIOLOGI
Penyebab farktur klavikula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu
akibat kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan
bermotor, namun kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non
traumatik. Berikut beberapa penyebab pada fraktur klavikula yaitu :
1. Fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh
simphisis pubis selama proses melahirkan. Fraktur tulang humerus
umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan
menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit
merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada
kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika
ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh
tulang pelvis. Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total. Fraktur
menurut Strek,1999 terjadi paling sering sekunder akibat kesulitan
pelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi sefalopelvik, serta
malpresentasi).
2. Fraktur klavikula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.
3. Fraktur klavikula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama,
misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
4. Fraktur klavikula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post
radioterapi, keganasan clan lain-lain.
Menurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan cedera yang sering
terjadi akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (outstreched
hand) dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula,
namun baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara
umum patah tulang klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya
tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras.
Data ini dikemukankan oleh Nowak et a,l Nordqvist dan Peterson.
Patah tulang klavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik
keluar (outstreched hand) hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang
lainnya karena trauma bahu. Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar
70% adalah hasil dari trauma dari kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang
klavikula termasuk kasus yang paling sering dijumpai. Pada anak-anak sekitar
10-16 % dari semua kejadian patah tulang.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala yang sering dijumpai pada pasien fracture clavikula
Kemungkinan akan mengalami sakit, nyeri, pembengkakan, memar, atau
benjolan pada daerah bahu atau dada atas. Tulang dapat menyodok melalui
kulit, tidak terlihat normal. Bahu dan lengan bisa terasa lemah, mati rasa, dan
kesemutan. Pergerakan bahu dan lengan juga akan terasa susah. Anda
mungkin perlu untuk membantu pergerakan lengan dengan tangan yang lain
untuk mengurangi rasa sakit atau ketika ingin menggerakan (Medianers,
2011).

D. PATHOFISIOLOGI
Patah Tulang selangka ( Fraktur klavikula) umumnya disebabkan oleh
cedera atau trauma. Hal ini biasanya terjadi ketika jatuh sementara posisi
tangan ketika terbentur terentang atau mendarat di bahu. Sebuah pukulan
langsung ke bahu juga dapat menyebabkan patah tulang selangka / fraktur
klavikula.
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP (Cardiac Out Put) menurun
maka terjadi peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai
tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga
akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan
udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang
telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 :
1183, dalam keperawatan site, 2013).

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui: Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
meengikat di dalam darah.
2. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks. Pemeriksaan rontgen: Untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Scan tulang, CT-scan/ MRI:
Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan
lunak.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada prinsipnya penangan patah tulang klavikula adalah untuk
mencapai penyembuhan tulang dengan minimum tingkat morbiditas,
hilangnya fungsi, dan sisa kelainan bentuk. Kebanyakan patah tulang
klavikula telah berhasil ditangani dengan metode tanpa operasi. Perawatan
nonoperative dengan cara mengurangi gerakan di daerah patah tulang. Tujuan
penanganan adalah menjaga bahu tetap dalam posisi normalnya dengan cara
reduksi tertutup dan imobilisasi. Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau
balutan berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk
mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam
posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan
yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis
dan arteri aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau.
Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat
ditangani dengan sling dan pembatasan gerakan lengan. Bila fraktur 1/3 distal
disertai dengan terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi
pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna.
Selama imobilisasi pasien diperkenankan melakukan latihan gerakan tapi
harus menghindari aktivitas yang berat. Tindak lanjut perawatan dilakukan
dengan pemantauan yang dijadwalkan 1 hingga 2 minggu setelah cedera
untuk menilai gejala klinis dan kemudian setiap 2 hingga 3 minggu sampai
pasien tanpa gejala klinis. Pemeriksaan foto rontgen tidak perlu selama proses
perawatan, tetapi akan lebih baik dilakukan pada saat proses penyatuan tulang
yang biasanya dapat dilihat pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 (pada saat
fase remodeling pada proses penyembuhan tulang). Tanda klinis penyatuan
tulang adalah berkurangnya rasa sakit atau rasa sakit hilang, dapat melakukan
gerakan bahu secara penuh, dan kekuatan kembali normal. Tidakan
pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut :
1. Fraktur terbuka
2. Terdapat cedera neurovaskuler
3. Fraktur comminuted
4. Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih
5. Rasa sakit karena gagal penyambungan (nonunion)
6. Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya
(malunion)

Pemberian obat pada kasus patah tulang dapat dilakukan untuk mengurangi
rasa nyeri. Obat-obat yang dapat digunakan adalah obat kategori analgesik
antiinflamasi seperti acetaminophen dan codeine dapat juga obat golongan
NSAIDs seperti ibuprofen.

Ada 4 konsep Dasar dalam menangani Fraktur :

1. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.
Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya,
jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi
oleh penderita sendiri.
2. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti
letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam
ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri
selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok
saraf lokal.
3. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik
fiksator eksterna.
4. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan
cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah

Penatalaksanaan ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)

1. ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk


pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang
mengalami fraktur.ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi
merupakan suatu tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak
asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku
maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. ORIF
(Open Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan
dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant
pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
2. Tujuan tindakan operasi Orif
Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang
agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini
berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang
panjang dengan tipe fraktur tranvers.
a. Imobilisasi sampai tahap remodeling
b. Melihat secara langsung area fraktur
c. mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran.
d. Indikasi Orif
e. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
f. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
g. Fraktur Kominutif
h. Fraktur Pelvis
i. Fraktur terbuka
j. Trauma vaskuler
k. Fraktur shaft humeri bilateral
l. Floating elbow injury
m. Fraktur patologis
n. Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
o. Trauma multiple
p. Fraktur terbuka derajatI II
3. Kontra indikasi Orif
a. Pasien dengan penurunan kesadaran
b. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
c. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
4. Komplikasi Orif
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil
dan fiksasi cenderung aman. Komplikasi akn terjadi bila ada penyakit
penyerta dan gangguan pada proses penyambungan tulang.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur klavikula meliputi trauma saraf pada pleksus brakhialis,
cedera vena atau arteria subklavia akibat frakmen tulang, dan malunion
(penyimpangan penyatuan). Malunion merupakan masalah kosmetik bila
pasien memakai baju dengan leher rendah.
Komplikasi akut:
1. Cedera pembuluh darah
2. Pneumouthorax
3. Haemothorax
Komplikasi lambat :
1. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam
waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
2. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN FRAKTUR CLAVICULA

Tanggal Masuk : ...........................


Waktu : ...........................
No RM : ...........................
Tanggal Pengkajian : ...........................
Waktu : ...........................
Diagnosa Medis : ...........................

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama, jenis kelamin, usia, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama, status.
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama, Jenis Kelamin, Usia, Alamat, Hubungan dengan pasien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri pada daerah fraktur. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan.
Pengkajian nyeri:
1) P: trauma. Apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Q: sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut,
seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus.
Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan
(referred fain). Nyeri tadi bersifat menetap, atau hilang timbul, makin
lama makin nyeri,
3) R: letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya
sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat,
4) S: Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa
nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang
menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu,
gerakan yang mendesak. Obat-oabata yang ssedang diminum seperti
analgetik, berapa lama diminumkan,
5) T: Sifatnya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilng timbul, makin lama makin nyeri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Awal mula merasakan sakit, aktivitas apa yang sedang dilakukan
pada saat sebelum merasakan sakit, nyeri dirasakan bersamaan dengan
gejala apa, tanggal kejadian, pertolongan yang telah dilakukan sebelum
dibawa ke Rumah Sakit. Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang
lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu
makan menurun, (Brunner & suddarth, 2002).
c. Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan
mempengaruhi proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim
Dejong).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya
riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat
mempengaruhi perawatan post operasi. Penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
3. Genogram
4. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi,
warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas
klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image)
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul
rasa nyeri akibat fraktur.
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
5. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum : baik/ sedang/ buruk
2) Kesadaran : komposmentis/ somnolen/ stupor/ semi-coma/ coma
3) GCS (Eye : .............. Verbal : ............... Motorik : .................)
4) BB, TB
5) Skala nyeri
6) TTV (TD : ......... S : ......... Rr : .......... N : .........)
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit : turgor baik, kebersihan cukup,
2) Kepala : rambut hitam bersih, tak mudah rontok,
3) Mata : pupil isokor, reflek cahaya (+), konjungtiva tidak anemis,
skliera tidak icterik, tak ada gangguan dalam penglihatan,
4) Telinga : simetris, tak ada serumen/sekret,
5) Hidung : tak ada polip, tak, ada sekret, tak ada pernapasan cuping
hidung,
6) Mulut dan tenggorok : tak ada kesulitan mengunyah, tak ada keluhan
dalam menelan, Leher : tak ada pembesaran thiroid, vena jugularis
dan pembesaran limpha, kaku kuduk (-),
7) Dada : simetris, tak ada tarikan dinding dada,
8) Paru : taktil fokal premitus normal, bunyi paru vesikuler,
9) Jantung : tak ada pulsasi ictus cordis,
10) Abdomen : simetris, tak ada distensi abdomen, tak ada nyeri tekan,
peristaltik usus (+),
11) Ekstremitas:
Motorik : Gerak : terbatas
Kekuatan :4
Tonus :4
Fungsi sensorik : Baik / tidak ada gangguan
Sensibilitas : Parestesi bagian lateral paha
Reflek : Patelakanan (+), kiri (+)
Achiles kanan (+), kiri (+)
12) Inspeksi
Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,
kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya
spasme otot dan keadaan kulit. Perhatikan apa yang dilihat, yaitu :
a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi),
b) Cape au lait spot (birth mark),
c) Fistulae,
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.,
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal),
f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas),
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).
13) Palpasi
Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan
kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang
sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah
luka insisi. Yang perlu dicatat adalah :
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time  Normal > 3 detik
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal)
d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
14) Perkusi
Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
15) Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui
struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit
bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit
jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002).
16) Move (Pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
17) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang
yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray
harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca
pada x-ray:
Bayangan jaringan lunak,
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi,
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction,
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus
ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak
pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya,
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma,
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur
tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang,
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang,
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
B. Analisa Data
No Data Masalah Penyebab

1. Ds: Nyeri akut Spasme Otot,


Pasien mengatkan nyeri pada lokasi yang Gerakan
patah (Pengkajian nyeri) fragmen
Do: tulang, Edema
a. Terdapat kemerahan di sekitar lokasi
fraktur,
b. Pasien nampak meringis,
c. Pasien tampak berfokus pada diri sendiri,
d. Pasie nampak memegangi daerah yang
sakit
e. Ada edema disekitar lokasi fraktur
2. Ds: Risiko Gangguan
Pasien mengatakan ingin mencoba Cedera integritas
menggerakan daerah yang fraktur tulang
Do:
a. Usia pasien = ..............
b. Malnutrisi
c. Gangguan mobilitas,
d. Hipoksia jaringan
3. Ds : Gangguan Kerusakan
Pasien mengatakan ingin bergerak namun mobilitas kerangka
sakit fisik neuromuskuler,
Do: Nyeri,
a. Keadaan tubuh lemas, Imobilisasi
b. Kekuatan otot
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang.
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
D. Intervensi Keperawatan
Hari,
No. Dx Tujuan Intervensi Rasional
tgl

1. .......... I NOC: Kontrol NIC:


nyeri,
Manajement nyeri
Setelah diberi
Aktifitas:
asuhan
keperawatan 1. Lakukan penilaian 1. Untuk memilih inter-
terhadap nyeri, vensi yg cocok dan
selama 2x 24 jam
lokasi, karakteris- untuk mengevaluasi
diharapkan
kenyamanan tik dan faktor- keefektifan terapi

pasien meningkat faktor yang dapat yang diberikan.


menambah nyeri.
Indikator: 2. Amati isyarat non 2. Mencegah kemung-
verbal tentang kinan komplikasi.
a. Menggunakan
kegelisahan.
skala nyeri
3. Fasilitasi
untuk 3. Memberikan
lingkungan
mengidentifika kenyamanan untuk
nyaman.
si tingkat nyeri istirahat.
4. Berikan obat anti
b. Klien 4. Analgesik untuk
sakit.
menyatakan mengurangi nyeri.
5. Bantu pasien
nyeri
5. Mengurangi faktor
menemukan posisi
berkurang
nyaman. pencetus nyeri.
c. Klien mampu
6. Anjurkan klien
istirahan/tidur
penggunaan tehnik 6. Mengurangi rasa
d. Menggunakan
relaksasi nyeri,
tekhnik non
7. Tinggikan posisi 7. Meningkatkan aliran
farmakologi
ekstremitas yang darah vena, mengu-

mengalami fraktur. rangi edema, nyeri

8. Lakukan kompres 8. Menurunkan edema,


dingin selama fase dan mengurangi rasa

akut (24-48 jam nyeri.

pertama) sesuai
keperluan.
2. .......... II NOC: 1. Pertahankan tirah 1. Meminimalkan
mengurangi baring dan rangsang nyeri akibat
risiko cedera imobilisasi sesuai gesekan antara frag-
setelah diberi indikasi. men tulang dengan
asuhan jaringan lunak di
keperawatan sekitarnya.
selama 2x24 jam 2. Rawat luka setiap 2. Mempercepat pe-
diharapkan cidera hari atau setiap kali nyembuhan luka dan
tidak terjadi dg: bila pembalut mencegah infeksi
Indikator: basah atau kotor. lokal/sistemik.
Ps mampu: 3. Bila terpasang 3. Mencegah perubahan
1. Mempertahan bebat, sokong posisi dengan tetap
kan stabilitas fraktur dengan mempertahankan
posisi tulang, bantal atau kenyamanan dan
2. Menunjukkan gulungan selimut keamanan.
mekanika untuk
tubuh yang mempertahankan
meningkatkan posisi yang netral.
stabilitas pada 4. Evaluasi pembebat 4. Bila fase edema telah
posisi fraktur, terhadap resolusi lewat, kemungkinan
3. Menunjukkan edema. bebat menjadi longgar
pembentukan dapat terjadi.
kalus/ mulai 5. Kolaborasi 5. Skeletal traksi
penyatuan pemasangan menghasil-kan efek
fraktur dengan skeletal traksi. fiksasi yang lebih
tepat. stabil sehingga dapat
meminimalkan resiko
perluasan cedera.
6. Kolaborasi 6. Antibiotik bersifat
pemberian obat bakte-riosida, baktio-
antibiotika. statika untuk
membunuh / meng-
hambat perkemba-
ngan kuman.
7. Evaluasi 7. Menilai
tanda/gejala perkembangan
perluasan cedera masalah klien.
jaringan (pera-
dangan lokal/
sistemik, seperti
peningkatan nyeri,
edema, demam)
3. ........ III Tujuan: 1. Mengubah posisi 1. Menurunkan resiko
klien setiap 2 jam, terjadinya iskemia
Klien mampu
jaringan akibat
melaksana-kan
sirkulasi darah yang
aktivitas fisik
jelek pada daerah
sesuai dengan
yang tertekan
kemampuan-nya.
2. Ajarkan klien 2. Gerakan aktif
Kriteria hasil memberikan massa,
untuk melakukan
a. Tidak terjadi latihan gerak aktif tonus dan kekuatan

kontraktur pada ekstrimitas otot serta

sendi, yang tidak sakit memperbaiki fungsi

b. Bertam-bahnya jantung dan

kekuatan otot 3. Lakukan gerak pernapasan

c. Klien pasif pada eks- 3. Otot volunter akan


menunjuk-kan trimitas yang sakit. kehilangan tonus dan

tindakan untuk kekuatannya bila

meningkatkan tidak dilatih untuk


4. Kolaborasi dengan
mobilitas digerakkan.
ahli fisioterapi
4. Memberikan terapi
untuk latihan fisik
latihan fisik.
klien

E. Implementasi
Pelaksanaan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan ilmiah,
masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi
berhubungan dengan duagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan
(Bulechek and Mc. Closkey, 1985). Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat berupa
tindakan mandiri maupun kolaborasi.
Dalam pelaksanaan tindakan langkah langkah yang dilakukan adalah
mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan
kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan
dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan semua tindakan yang
dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan
didokumentasiakn dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian
catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan
dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberikan tanda tangan sebagai
aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.
F. Evaluasi
Kriteria hasil yang diharapkan pada klien post op adalah :
1. Mempertahankan ekspansi paru dan fungsi yang adekuat yang ditandai
suara napas jernih.
2. Mengikuti diet TKTP
3. menjelaskan dan mendemonstrasikan perawatana balutan dan drain.
4. Penyembuhan komplit tanpa komplikasi
5. Mengungkapkan nyeri hilang.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, SC. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3.
Jakarta : EGC

Rasjad C. Trauma. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi 6th ed. Jakarta: Yarsif
Watampone

Richard S. Snell. 2006. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta: EGC

Sjmsuhidajat R, Jong WD. 2004. Sistem muskuloskeletal. Buku ajar ilmu bedah.
2nd ed. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai