Disusun oleh:
Virdhanitya Vialetha 04011381320045
Erika Sandra Nor Hanifah 0405821820099
Emy Sesilia 0405821820137
Abdurrahman Akib 04058218200
Pembimbing:
dr. Hazairin, Sp.B
DEPARTEMEN BEDAH
RUMAH SAKIT DR. SOBIRIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Bedah RS Dr. Sobirin dan RSUP Dr.
Moh. Hoesin Palembang Periode 6 Juli – 3 Agustus 2018.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Hernia Scrotalis
Dextra Reponibilis”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Bedah RS Dr. Sobirin dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hazairin, Sp.B selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. 1
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ 2
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 3
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6
BAB III STATUS PASIEN ............................................................................... 24
BAB IV ANALISIS KASUS .............................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36
4
BAB I
PENDAHULUAN
Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga tersebut. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas
hernia kongenital dan hernia akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama
sesuai dengan letak anatominya. Sekitar 75% hernia abdominal terjadi di sekitar
lipat paha, berupa hernia inguinal direk, indirek, serta hernia femoralis; hernia
insisional 10%, hernia ventralis 10%, hernia umbilikalis 3%, dan hernia lainnya
sekitar 3%.
Hernia inguinalis dibedakan menjadi hernia inguinalis indirek dan direk.
Dua pertiga kasus hernia inguinalis adalah jenis indirek Pada hernia inguinalis
indirect isi hernia dapat turun sampai ke daerah skrotum, hal ini dikarenakan
perjalan jalur penurunan testis yang melalui canalis inguinalis sampai ke daerah
skrotum. Menurut jenis kelamin, insidensi hernia inguinalis pada pria 25 kali lebih
banyak dijumpai daripada wanita. Hernia inguinalis indirek lebih sering terjadi
pada sisi sebelah kanan karena data epidemiologi menunjukkan bahwa penurunan
testis didahului dari sebelah kiri. Insidensi hernia inguinalis lateralis pada bayi dan
anak antara 1-2%. Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan 60%, kiri 20-25%,
dan bilateral 15%.
Insidensi hernia inguinalis pada anak-anak kira sekitar 1-5%. Sekitar 60
persen kejadiannya berada pada sisi bagian kanan. Perbandingan kejadian hernia
pada laki-laki dan perempuan yaitu 8:1. Insidens hernia yang meningkat pada
anak anak premature. Biasanya kejadian hernia pada anak anak dapat terdeteksi
sebelum usia anak menginjak 1 tahun, namun kebanyakan hernia ini tetap
asimptomatik.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HERNIA
A. DEFINISI
Secara umum, Hernia inguinalis merupakan suatu protusi atau penonjolan dari isi
rongga abdomen atau lemak preperitoneal melalui suatu defek di daerah inguinal,
karena didapat atau kongenital. Kondisi ini dapat memunculkan berbagai keluhan
seperti rasa tidak nyaman ataupun nyeri. Hernia terdiri dari kantong, isi, dan
cincin hernia. Pada hernia scrotalis, isi perut (usus) menonjol melalui defek pada
lapisan musculo-aponeurotik dinding perut melewati canalis inguinalis dan turun
hingga ke rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis adalah hernia
inguinalis lateralis (indirek) yang mencapai rongga scrotum. Ada beberapa macam
hernia yang terdapat pada dinding abdomen yaitu:
6
Tabel 1.Klasifikasi Hernia
Pada akhir bulan kedua akan terbentuk ligamentum genitale kaudal, yang
berasal dari degenerasi mesonefros dan terbentuk pula gubernakulum.
Sebelum testis turun gubernakulum berada di regio inguinal antara musculus
7
oblikus internus abdominis dan musculus oblikus eksternus abdominis.
Sewaktu testis mulai turun ke cincin inguinal, gubernakulum tumbuh dari
regio inguinal ke arah penebalan skortum dan disebut sebagai gubernakulum
ekstra abdomen. Ketika testis melalui kanalis inguinalis, gubernakulum ekstra
abdomen bersentuhan dengan dasar skrotum.
8
tahun, sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Akan tetapi, tidak
sampai 10% anak penderita prosesus vaginalis paten menderita hernia.
Prosesus vaginalis paten bukan merupakan penyebab tunggal hernia, tetapi
diperlukan faktor lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan
intraabdomen yang meninggi secara kronik, seperti karena batuk kronik,
hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites, sering disertai hernia inguinalis.
Orang dengan pekerjaan yang selalu mengangkat benda berat juga berisiko
tinggi menglami hernia.
Selain peritoneum, lapisan otot dan fasia dinding tubuh juga mengalami
evaginasi ke arah penebalan skrotum. Selanjutnya lapisan otot dan fasia yang
mengalami evaginasi ini juga akan melingkupi testis, dan membentuk lapisan-
lapisan yaitu:
Fasia transversalis akan membentuk fasia spermatica interna
Musculus obliqus internus abdominis akan membentuk fasia Cremastica
dan M. Crematica
Musculus oblikus eksterna abdominis akan membentuk fasoa spermatica
eksterna.
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang hampir selalu menyertai
hernia. Orang-orang dengan abnormalitas metabolisme kolagen (seperti
halnya perokok) memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami hernia akibat
lemahnya dinding abdomen. Adanya riwayat keluarga dengan penyakit-
penyakit kolagen secara jelas dapat meningkatkan risiko terjadinya hernia.
Batuk kronik pada penderita PPOK juga berperan dalam kejadian hernia.
Beberapa studi melaporkan bahwa olahraga dan obesitas menjadi faktor
protektif terhadap kejadian hernia.
9
Gambar 3. Kanalis Inguinalis
10
funikulus spermatikus pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada
perempuan.
11
sensibilitas kulit regio inguinalis, skrotum, dan sebagian kecil kulit tungkai
atas bagian proksimomedial.
12
Hernia strangulata merupana hernia irreponibel disertai gangguan
vaskularisasi. Gangguan vaskularisasi sebenarnya telah terjadi pada
saat jepitan dimulai, dengan berbagaitingkat gangguan mulai dari
bendungan sampai terjadinya nekrosis.
b. Tipe Hernia Inguinalis Berdasarkan Arah Penonjolannya
13
Gambar 7. Penonjolan hernia inguinalis medial
14
vasa epigastrika inferior, menelusuri kanalis inguinalis, dan keluar di
anulus eksterna di atas krista pubis dengan diselubungi kantong korda
spermatika. Kanalis inguinalis normal ada fetus karena pada bulan ke-
8 kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan
testis menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi
penonjolan peritoneum yang disebut prosesus vaginalis peritonei. Pada
bayi yang sudah lahir, biasanya prosesus ini mengalami obliterasi. Bila
prosesus terbuka terus akan timbul hernia inguinalis lateralis
kongenital. Pada orang dewasa, kanal telah menutup namun karena
merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan yang
meningkatkan tekanan intraabdominal, kanal tersebut dapat terbuka
kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita. Jika isi kantong
hernia lateralis turun hingga ke skrotum disebut hernia skrotalis.
E. PATOFISIOLOGI
Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole inferior
gonad ke permukaan interna labial/scrotum. Gubernaculum akan melewati
dinding abdomen yang mana pada sisi bagian ini akan menjadi kanalis
inguinalis. Processus vaginalis merupakan evaginasi diverticular peritoneum
yang membentuk bagian ventral gubernaculum bilateral. Pada pria testis
awalnya terletak retroperitoneal dan dengan adanya processus vaginalis, testis
akan turun melewati canalis inguinalis ke scrotum akibat adanya kontraksi
pada ligamentum gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan
terlebih dahulu sehingga angka kejadiannya lebih banyak pada sebelah kanan.
Proses selanjutnya yang terjadi adalah menutupnya processus vaginalis.
Jika processus vaginalis tidak menutup maka hidrokel atau hernia inguinalis
lateralis akan terjadi. Akan tetapi tidak semua hernia ingunalis disebabkan
karena kegagalan menutupnya processus vaginalis dibuktikan pada 20%-30%
autopsi yang terkena hernia ingunalis lateralis proseccus vaginalisnya telah
menutup sempurna.
15
F. MANIFESTASI KLINIS
Pada hernia yang reponibel bisa saja tidak ditemukan gejala apapun
termasuk penonjolan pada lokasi hernia, sedangkan pada hernia ireponibel
penonjolan jelas terlihat pada lokasi hernia akan tetapi tidak menimbulkan
keluhan seperti nyeri dan defans muskular.
Pada hernia inkarserata, tampak penonjolan pada lokasi hernia dengan
disertai rasa nyeri dan tanda-tanda obstruksi saluran cerna seperti muntah,
sulit flatus, sulit buang air besar, dan peningkatan bising usus.
Pada hernia strangulata tampak gejala seperti pada hernia inkarserata
namun pasien tampak lebih toksik. Keadaan toksik ini kemungkinan
disebabkan oleh isi hernia yang telah mengalami iskemia atau bahkan
nekrosis.
G. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh isi hernia. Pada
hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha
yang muncul pada waktu berdiri, batuk, ataupun mengedan, dan akan
menghilang ketika berbaring atau didorong kedalam rongga perut. Keluhan
nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau
paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium
sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri
disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus
atau strangulasi karena nekrosis. Riwayat pekerjaan mengangkat benda berat,
riwayat BPH, riwayat batuk lama, PPOK, riwayat merokok, dan riwayat
operasi juga perlu ditanyakan termasuk riwayat appendiktomi, prostatektomi,
dan dialisis peritoneal karena menjadi faktor risiko terjadinya hernia. Riwayat
demam dan penemuan tanda-tanda inflamasi pada saat pemeriksaan fisik dapat
mengarahkan diagnosis benjolan ke arah inflamasi atau infeksi.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi akan tampak benjolan di inguinal. Apabila tidak tampak, pasien dapat
disuruh berdiri atau mengejan. Pada inspeksi, juga perlu dicari adanya
benjolan di sisi kontralateral, scar operasi, dan tanda-tanda inflamasi dan
16
strangulasi. Apabila hernia sudah tampak, harus diperiksa apakah benjolan
tersebut dapat dimasukkan kembali. Ziemen’s test dilakukan untuk
menentukan hernia direk, indirek, dan femoralis dengan cara meletakkan 3 jari
sekaligus pada 3 tempat yaitu annulus inguinalis eksterna, trigonum
Hasselbach, dan fossa femoralis. Finger test juga dapat dilakukan untuk
menentukan hernia inguinalis direk atau indirek. Auskultasi dapat dilakukan
pada lipatan paha yang terdapat benjolan untuk mendengarkan bising usus.
Bising usus yang terdengar di benjolan tersebut dapat mengindikasikan
adanya usus yang turun ke kantong hernia. Namun tidak adanya bising usus
tidak secara adekuat menunjukkan tidak terjadinya hernia. Apabila isi hernia
bukanlah usus melainkan hanya omentum atau organ lainnya selain usus,
bising usus tidak akan terdengar pada auskultasi benjolan. Pada hernia
strangulata juga tidak dapat terdengar bising usus pada benjolan karena
kegagalan peristaltis usus yang terjepit. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
jauh lebih penting dilakukan untuk menentukan diagnosis hernia dari pada
pemeriksaan penunjang karena memiliki sensitifitas mencapai 92% dan
spesifisitas 93%. Hernia dengan tanda klinis yang jelas tidak memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis hernia antara lain USG dan
CT scan namun sangat jarang dilakukan. Investigasi lebih lanjut biasanya
hanya diperlukan pada kasus dengan keluhan nyeri ataupun benjolan di lipat
paha yang masih belum jelas. Spesifisitas dan sensitifitas USG sangat rendah
dalam mendiagnosis hernia yang hanya mencapai 30-80%, begitupun CT scan
yang hanya mencapai 83%. MRI memilik sensitifitas dan spesifisitas lebih
dari 94% dalam mendiagnosis hernia dan dapat melihat patologi lain yang
mungkin terjadi pada organ di dalam rongga abdomen seperti inflamasi dan
tumor. Herniography juga merupakan alat diagnosis yang memiliki sensitifitas
dan spesifisitas yang tinggi dalam mendiagnosis hernia yaitu mencapai 98-
100% dan alat diagnostik ini dinilai aman karena komplikasi dari pemeriksaan
dengan alat ini sangatlah rendah. Kelemahannya, herniography tidak dapat
mengidentifikasi lipoma pada lipat paha yang bisa menjadi salah satu
penyebab dari nyeri dan penonjolan di lipat paha.
17
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding hernia inguinalis dibedakan menjadi 2 yaitu diagosis
banding terhadap benjolan hernia yang masih berada di lipat paha / di inguinal
dan diagnosis banding terhadap benjolan yang sudah sampai ke skrotum.
Ketika masih berada di inguinal, hernia harus dibedakan dengan limfadenopati
inguinal, cold abcess yang biasanya berasal dari TBC lumbal, dan
kriptokismus. Sedangkan ketika tellah berada di skrotum, hernia harus
dibedakan dengan hidrokel, tumor testis, orchitis, dan hematocele.
18
I. TATALAKSANA HERNIA INGUINALIS
19
irreponibilis dapat dilakukan tindakan bedah elektif, sedangkan bila telah
terjadi proses inkarserasi dan strangulasi tindakan bedah harus secepatnya
dilakukan.
Tindakan bedah pada hernia adalah hernioraphy yang terdiri dari
herniotomi dan hernioplasty. Pada herniotomi dilakukan tindakan pembebasan
kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan
jika ada perlekatan kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong. Pada bedah darurat, isi kantong hernia yang terjepit
dilihat apakah masih vital atau sudah nekrosis. Jika masih vital dikembalikan
ke rongga perut, sedangkan jika sudah mengalami nekrosis dilakukan reseksi
dan anastomosis.
Pada hernioplasty dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
interna, menutup trigonum Hasselbach, dan memperkuat dinding belakang
kanalis inguinalis. Hernioplasty penting dilakukan untuk mencegah terjadinya
residif. Metode hernioplasty dibagi menjadi metode mesh dan non-mesh
(konvensional). Metode hernioplasty terbuka konvensional contohnya antara
lain metode Bassini yang merupakan hernioplasty dengan penjahitan conjoint
tendon dengan ligamentum inguinal, metode Lotheissen-McVay yaitu
penjahitan fascia dan otot transversus abdominis dan otot oblikus internus
abdominis ke ligamentum Cooper, ataupun metode Marcy, Halsted, dan
Shouldice. Metode hernioplasty tension-free inguinal repair dengan
menggunakan mesh prostesis sintesis untuk menjembatani defek contohnya
seperti metode Lichtenstein, plug and patch, dan metode sandwich.
Hernioplasty juga dapat dilakukan secara laparoskopik yaitu dengan teknik
TAPP (transabdominal preperitoneal technique). Teknik operasi dengan
menggunakan mesh memiliki tingkat rekurensi lebih rendah dari pada teknik
tanpa mesh dengan persentase yang hanya ≤ 4% sedangkan teknik tanpa mesh
mencapai 30%. Pada bayi dan anak-anak, operasi hernia terbatas dengan
memotong kantong hernia. Tidak diperlukan repair pada hernia bayi dan anak.
Hal ini didasarkan bahwa sebagian besar hernia pada anak tidak disertai
dengan kelemahan dinding abdomen.
20
Tatalaksana setelah operasi meliputi pemberian analgetik, antibiotik, dan
perawatan luka operasi. Operasi dalam anestesi general ditambah infiltrasi
lokal menurunkan keluhan nyeri setelah operasi hernia inguinalis. Antibiotik
dapat diberikan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami infeksi seperti
pasien immunosupresi, usia ekstrim, atau pasien yang menjalani operasi
terbuka dalam durasi waktu yang cukup lama. Pasien yang telah menjalani
operasi hernia dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasa, kecuali
aktivitas berat seperti olahraga dan mengangkat beban berat yang baru boleh
dilakukan minimal 3 minggu setelah operasi.
Gambar 10. Teknik Lichtenstein Gambar 11. Teknik plug and patch
J. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel. Hal ini
dapat terjadi jika isi hernia terlalu besar. jepitan cincin hernia akan
21
menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan, terjadi
bendungan vena sehingga terjadi edema organ atau struktur di dalam hernia
dan transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri atas usus,
dapat terjadi perforasi, akhirnya dapat timbul abses lokal, fistula, atau
peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
Gambaran klinis hernia inkarserata yang berisi usus dimulai dengan
gambaran obstruksi usus disertai gangguan keseimbangan cairan, elektrolit,
dan asam basa. Bila telah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi,
akan terjadi gangren sehingga gambaran klinis menjadi toksik, suhu tubuh
meninggi, dan terdapat leukositosis. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di
tempat hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneum. Hernia
strangulata merupakan keadaan gawat darurat yang perlu mendapat
pertolongan segera.
Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli jika
terdapat sliding hernia. Komplikasi dini beberapa hari setelah herniorafi dapat
terjadi berupa hematoma, infeksi luka, bendungan vena femoralis, terutama
pada operasi hernia femoralis, fistel urin atau feses, dan hernia residif.
Komplikasi lanjut berupa atrofi testis karena lesi arteri spermatika atau
bendungan pleksus pampiniformis dan hernia residif.
K. PROGNOSIS
Insidensi hernia yang residif bergantung pada usia pasien, letak hernia,
teknik hernioplasti yang dipilih, dan cara melakukannya. Hernia inguinalis
indirek pada bayi sangat jarang residif. Angka residif hernia inguinalis indirek
pada segala usia lebih rendah bila dibandingkan dengan hernia inguinalis direk
atau hernia femoralis. Reparasi pertama memberikan tingkat keberhasilan
yang paling tinggi, sedangkan operasi pada kekambuhan memberikan angka
residif tinggi.
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada
dewasa dilaporkan mencapai 0,6-3%. Pada hernia ini, penyebab residif yang
paling sering adalah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak
22
memadai, diantaranya karena diseksi kantong yang kurang memadai dan tidak
teridentifikasinya hernia femoralis atau hernia inguinal direk. Kekambuhan
hernia yang terjadi kurang dari 1 tahun post hernioraphy dapat disebabkan
oleh ketidakpatuhan pasien atas edukasi post operasi hernia yang telah
diberikan oleh dokter. Sedangkan kekambuhan hernia yang lebih dari 1 tahun
kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan operator dalam mengerjakan
teknik operasi tersebut. Penggunaan mesh pada perbaikan hernia menurunkan
risiko kekambuhan 50-75%.
23
BAB III
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An. SYK
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tanggal lahir/ usia : 04 Juni 2016/ 2 tahun
4. Alamat : Dusun IV Desa Tanjung, Muara Kelingi, Musi
Rawas
5. Pekerjaan : Belum bekerja
6. Agama : Islam
7. Status perkawinan : Belum Kawin
8. Tanggal MRS : 19 Juli 2018
9. Bangsal : Cempaka
10. No. Rekmed : 291541
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama: benjolan di sekitar daerah kemaluan sebelah kanan yang
masih dapat keluar masuk.
2. Riwayat perjalanan penyakit : melalui alloanamnesis dengan ibu pasien.
Didapatkan informasi bahwa benjolan di daerah lipat paha kanan
pasien muncul sejak ± 1 tahun yang lalu sebesar kelereng keluar masuk,
keluar saat pasien menangis dan apabila pasien melakukan banyak
kegiatan seperti berlari-larian.
Sejak 10 bulan yag lalu benjolan dirasakan semakin membesar dan
turun sampai daerah sekitar kelamin. Benjolan berbentuk lonjong.
Benjolan menonjol terutama saat pasien menangis dan mengejan serta saat
pasien banyak kegiatan seperti berlari-larian dan masuk kembali secara
spontan.
Tidak ada riwayat demam ataupun trauma di lipat paha. Mual (-),
muntah (-), BAB (+) normal 1x sehari, flatus (+), BAK normal.
24
3. Riwayat kehamilan dan persalinan:
Anak lahir dari Ibu G1P1A0 , hamil preterm dengan usia
kehamilan 34 minggu, presentasi kepala, lahir dibantu bidan, langsung
menangis.
4. Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat pneumonia : disangkal.
Riwayat Diare : disangkal.
Riwayat alergi : disangkal.
5. Riwayat keluarga: riwayat benjolan dan hernia di keluarga di sangkal.
6. Riwayat pengobatan: belum pernah melakukan pengobatan terkait
benjolan di daerah sekitar kelamin.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : compos mentis GCS : E4M6V5
b. Heart rate : 96 kali/menit
c. Respiratory rate : 22 kali/menit
d. Temperature : 36,1oC
e. SpO2 : 98%
f. BB : 12 kg
2. Keadaan spesifik
a. Kepala
1. Mata
- Konjungtiva anemis : -/-
- Sklera ikterik : -/-
- Mata cekung : -/-
2. Mulut : mukosa bibir baik
3. Telinga : fungsi pendengaran baik
b. Leher : Pembesaran KGB :-
Thoraks
- Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris
25
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : vesikuler +/+
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung normal
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)
Inguinal : dalam batas normal.
Genitalia dan anus
Inspeksi :
Tes visible : dengan menyuruh pasien mengedan (anak menangis)
Benjolan di regio skrotum dekstra. Ukuran ± 1 x 4 cm, bentuk lonjong.
Warna sama dengan kulit sekitar, dengan batas tidak tegas. Tidak ada
tanda inflamasi
Tes transluminasi (-)
Palpasi
Teraba massa, fluktuasi (+), batas tegas, suhu kulit sama dengan
sekitar.
Ring Occulsion test : benjolan tidak keluar (HIL)
Finger test : (+) di ujung jari (HIL)
Auskultasi
Terdengar suara bising usus pada benjolan.
Ekstremitas : akral hangat, CRT<3”.
26
4. Pemeriksaan Penunjang:
No Pemeriksaan Hasil
1 Hb 12,5 gr/dL
2 Ht 39,2 % (meningkat)
3 RBC 5,2 1012/ L
4 WBC 11,5 109/L
5 Neutrofil 58,7%
6 Limfosit 29,3 % (menurun)
7 Monosit 12 % (meningkat)
8 Thrombosit 177 109/L
9 MCV 74,8 fL (menurun)
10. MCH 23,9 pg (menurun)
11 MCHC 31,9 g/L
12 GDS 126
5. Diagnosis Banding
a. Hernia scrotalis dextra reponibilis
b. Hidrokel
c. Tumor testis
7. Tatalaksana
Diberikan edukasi terhadap pasien bahwa terapi definitif hernia adalah
dengan tindakan bedah yang harus dilakukan secepatnya dengan tujuan
untuk menghindari kemungkinan terjadinya penjepitan isi dari kantong
hernia.
1. Informed consent untuk dilakukan tindakan pembedahan pasien
setuju persiapan operasi.
2. Rencana operasi
Persiapan : - Konsul anestesi dan anak.
27
- Pemeriksaan lab dan darah rutin.
3. Rawat inap di rumah sakit : - IVFD Ringer Lactate gtt x/mnt
- Puasa pre op
4. Operasi :
Dilakukan herniotomi.
Persiapan Operasi:
28
Laporan operasi
1. Awasi TTV
2. IVFD RL + D5 gtt xx mikro
3. Cegah nyeri
- Novaldo 3x 125 mg
4. Cegah infeksi
- Ceftriaxone 1 x 250 mg
5. Diet nasi biasa
6. Luka operasi di cek, GV perhari.
29
Edukasi sebelum pasien dipulangkan
8. Prognosis
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
9. Follow Up
Tanggal 20 Juli 2018 (06.30)
S Nyeri luka operasi (+), Mual (-), Muntah (-), Kentut (-),
BAB (-), Demam (-)
O E4, M6, V5
HR: 98
RR: 20
T: 36.5
Kepala : normosefali
Mata : CA -/-, SI -/-
Bibir : Mukosa agak kering
Thorax : simestris, bunyi jantung S1 S2 reguler, snv +/+, wh
-/-, rh -/-
Abdomen : Supel, datar, bunyi usus (+), nyeri tekan (-),
Palpasi tidak ditemukan massa, perkusi timpani
30
Skrotum : tidak bengkak, tidak edema, dan tidak ada
hematoma
Ekstrimitas :hangat
Luka operasi : tidak terlihat adanya rembes, tidak terlihat
adanya hematoma edema
A Post herniotomi dekstra hari I
P Monitor TTV dan luka operasi
Diet padat
Cegah infeksi, nyeri, stress ulcer
IVFD : RL+D5 20 mikro
Injeksi : Ceftriaxone 1 x 250 mg IV
Novaldo 3 x 125 mg IV
Tirah Baring
S Nyeri luka operasi berkurang (+; VAS: 2), Mual (-), Muntah
(-), Kentut (+), BAB (+), Demam (-)
O E4, M6, V5
HR: 80
RR: 16
TD: 120/80
S: 36.5
Kepala : normosefali
Mata : CA -/-, SI -/-
Bibir : Mukosa baik
Thorax : simestris, bunyi jantung S1 S2 reguler, snv +/+, wh
-/-, rh -/-
Abdomen : Supel, datar, bunyi usus (+), nyeri tekan (-),
palpasi tidak ditemukan massa, perkusi timpani
Skrotum : tidak bengkak, tidak edema, dan tidak ada
hematoma
31
Ekstrimitas :hangat
Luka operasi : tidak terlihat adanya rembes, tidak terlihat
adanya hematoma edema
A Post herniotomi + hernioplasti dekstra hari II
P Monitor TTV dan luka operasi
Diet padat
Cegah infeksi, nyeri, stress ulcer
IVFD : RL+D5 20 mikro
Injeksi : Ceftriaxone 1 x 250 mg IV
Novaldo 3 x 125 mg IV
Tirah Baring
32
A Post herniotomi + hernioplasti dekstra hari II
P Monitor TTV dan luka operasi
Diet padat
Cegah infeksi, nyeri, stress ulcer
IVFD : RL+D5 20 mikro
Injeksi : Ceftriaxone 1 x 250 mg IV
Novaldo 3 x 125 mg IV
Obat diganti per oral dengan
Cefixime 2x100 mg
Paracetamol 3x1cth
Rawat jalan
Pulang hari ini, kontrol 25 Juli 2018
10. Edukasi
1. Aktivitas berlebih setelah operasi harus dibatasi terlebih dahulu
minimal sampai 3 minggu post op
2. Makan makanan tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka
operasi
33
BAB IV
ANALISIS KASUS
34
Pada penegakan diagnosis dilakukan tes laboratorium darah; darah rutin dan kimia
darah untuk persiapan operasi.
Terapi yang dilakukan untuk menatalaksana kasus hernia adalah dengan
pembedahan, yaitu hernniotomi. Hernioplasti tidak dilakukan pada pasien ini, hal
ini dikarenakan pada anak anak penyebab hernia adalah prosesus vaginalis yang
tidak menutup, sehingga hanya dilakukan herniotomi karena annulus inguinalis
internus cukup elastic dan dinding belakan kanalis cukup kuat. Dilakukan
persiapan operasi yaitu puasa 6- 8 jam sebelum operasi dan pemberian ceftriaxon
sebagai profilaksis. Selain itu juga dilakukan pengisian informed consent dan
konsul ke bagian anastesi.
Operasi dilakukan dalam waktu 30 menit dengan anestesi umum.
Pembedahan dilakukan secara terbuka dengan perdarahan 10 cc. Diagnosa pasca
operasi adalah Hernia scrotalis dextra reponibel.
Setelah operasi dilakukan follow up perhari dan didapatkan kondisi pasien
tampak baik dan stabil sehingga pada hari ketiga pasien direncanakan untuk
pulang. Sebelum dipulangkan pasien diberikan edukasi seperti, kurangi aktifitas
berlebih seperti berlari-lari dan mengedan selama kurang lebih selama 6- 8
minggu. Hal ini dapat mengurangi rekurensi hernia. Merwat luka dan menjaga
kebersihannya agar tidak terjadi infeksi, diharapkan luka akan sembuh 6- 8 mg.
selalu meminum obat dengan teratur. Tidak ada makanan yang pantang,
tingkatkan gizi. Kontrol ke poli 1 minggu setelah keluar dari RS.
35
DAFTAR PUSTAKA
36