Anda di halaman 1dari 5

PKM DTP Pagelaran

dr. Lesdi Dian

dr. Agustian

drg. Rina Harini

Hasan

Neneng Sukaeni

M. Ridwan

Bagza

Riyani

Fitri Faoz

Maria Ulfa

Viska Raudah

Mariah

Reni Puspita S.

Dina Rustika

Septiyani

Dea Sri Rahayu

Viska Raudah

Habibah

Venny Oktaviani

Ai Irma Suryani

Nurlaela

Dewi Mimin

Siska Yanti M.

Rachmi R.

Herlina Sujana

Ayu Lestari

Siti Ratih S.

Neng Wulan

Adela

Sartika
Mutu Pelayanan Kesehatan: Apa Peran Sistem
Jaminan Kesehatan (Disamping Meningkatkan
Akses)?
Sabtu minggu lalu, salah satu pakar manajemen mutu pelayanan kesahatan dari
Inggris dan juga penggagas pembentukan The International Society for Quality in
Health Care(ISQua), DR. dr. Charles Shaw menjadi pembicara tamu di FK-UGM
dalam program Continuing Medical Education (CME).

Salah satu pokok bahasan terpenting adalah mengenai integrasi sistem


mutu dalam pelayanan kesehatan. Shaw yang juga salah satu konsultan WHO
Indonesia menjelaskan bahwa saat ini di Indonesia terdapat berbagai upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang umumnya terdiri dari upaya
menyusun standar (seperti standar perijinan, standar akreditasi, standar
kompetensi, standar pelahyanan minimal, standar alat, prosedur standar, dsb)
dan upaya untuk melakukan pengukuran. Upaya penyusunan standar ini juga
(seharusnya) diikuti dengan upaya untuk mengukur kepatuhan pemenuhan
standar dan upaya untuk melakukan perubahan/perbaikan agar tingkat
kepatuhan meningkat.
Di Indonesia, berbagai upaya peningkatan mutu tersebut tidak terintegrasi satu
sama lain, masing-masing upaya berdiri sendiri, hal ini juga sering terjadi di
negara-negara lain. Sebagai contoh, untuk standar, umumnya terdiri dari 2 jenis,
yaitu standar klinis (clincal standard) dan standar manajemen (organisational
standard). Standar klinis seharusnya disusun berdasarkan penelitian biomedis
(kedokteran, keperawatan, dsb) sehingga menghasilkan sebuah pedoman
pelayanan klinis ataupun clinical pathways (kadang meski telah tersedia hasil
penelitian dari negara maju, organisasi profesi di Indonesia masih perlu untuk
melakukan penelitian klinis untuk melihat kesesuaian dengan karakteristik
manusia Indonesia). Demikian pula dengan standar manajemen, seharusnya
berasal dari penelitian dalam bidang manajemen (misalnya di Amerika penelitan
IOM tentang medical error menghasilkan standar keselamatan pasien). Namun
intergrasi antara penelitian dengan penyusunan standar ataupun integrasi antara
standar klinis dengan standar manajemen sering tidak terjadi.

Measurement ataupun pengukuran kinerja mutu juga sering tidak terintegrasi


satu sama lain, misalnya pengukuran di rumah sakit seperti Standar Pelayanan
Minimal (SPM), Standar Akreditasi, Standar Perijinan, Standar Pelayanan Publik.
Berbagai jenis pengukuran yang perlu diintegrasikan meliputi berbagai jenis
pengukuran indikator, audit klinik, survey, peer review dan inspeksi.
Tantangan terbesar terutama muncul dalam mengintergrasikan berbagai
upaya improvement atau perbaikan/perubahan. Di Indonesia ini bisa meliputi:
Perencanaan dari Kementerian Kesehatan (misalnya dalam bentuk Kerangka Kerja
Nasional untuk Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan / National Healthcare
Quality Framework, yang saat ini belum tersedia); Dorongan atau peer
pressure dari organisasi profesi (seperti pada saat ini IDAI dan POGI sedang
menyusun rencana untuk melakukan Audit Medik Nasional, dimana hasil audit
dapat menjadi salah satu bentuk peer pressure); Perubahan manajemen (misalnya
perubahan pengelolaan komplain pasien/masyarakat yang saat ini sedang
dikembangkan oleh para pemimpin RS yang bergabung dalam PERSI); Pelatihan
berkelanjutan (seperti yang saat ini dilakukan oleh berbagai intitusi
pendidikan/pelatihan dan perguran tinggi); Memberdayakan konsumen (seperti
yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia misalnya).

Menyambut diterapkannya SJSN-BPJS pada 1 Januari 2014, maka perlu juga


dipahami bahwa mekanisme pembayaran pelayanan kesehatan juga merupakan
salah satu metode penting dalam improvement atau perbaikan/perubahan mutu
pelayanan. Hal ini akan terkait dengan memanfaatkan data yang akan dimiliki
oleh BPJS (atau telah dimiliki oleh PT. Askes) untuk mengukur dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan, pemberian insentif oleh BPJS untuk medorong mutu,
pengembangan mekanisme benchmark antar sarana, dsb.

Untuk mengasilkan sistem mutu pelayanan kesehatan yang integrasi ataupun


sebuah National Healthcare Quality Framework diperlukan pemetaan berbagai
upaya peningkatan mutu di Indonesia yang pernah dan masih dilakukan.
Pemetaan ini perlu dilakukan untuk mengetahui standar dan mekanisme
pengukuran serta perbaikan apa yang sudah dihasilkan, lembaga apa saja yang
berperan, produk hukum apa saja yang terkait hingga lembaga donor mana saja
yang terlibat dan hasilnya.

Dari pemetaan tersebut maka dapat terlihat sistem mutu pelayanan kesehatan di
Indonesia, apa saja yang kita telah miliki, apa saja yang belum kita miliki dan apa
yang perlu kita lakukan serta peran SJSN-BPJS. (hd)

Catatan: Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN) saat ini sedang berusaha
memetakan hal tersebut. Apakah anda tertarik untuk berpartisipasi?

Anda mungkin juga menyukai