Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA OTAK BERAT


1. ANATOMI FISIOLOGI

a. Tengkorak
Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce (2008) merupakan struktur
tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan
tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan :lapisan luar, etmoid
dan lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat
sedangkan etmoid merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan
dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior didalamnya terdapat lobus
frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fosa
posterior berisi otak tengah dan sereblum.
b. Meningen
Pearce, Evelyn C. (2008) otak dan sumsum tulang belakang diselimuti
meningia yang melindungi syruktur saraf yang halus itu, membawa
pembulu darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan
serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput
meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a) Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial ruang
subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh pembuluh
vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat . Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan
gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: 1) sakit
kepala yang menetap 2) rasa mengantuk yang hilang-timbul 3)
linglung 4) perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh
yang berlawanan. Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan
permukaan dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari
tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan
menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa media
fosa temporalis. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan
membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan
kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber
perdarahan.
b) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura
mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura
mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia
mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan
akibat cedera kepala.
c) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana
ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia
mater.
c. Otak
Menurut Ganong, (2002); price, (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara
lain yaitu:
a) Cerebrum
Serebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium
serebri kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang
terdiri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan pariental. Yang
masing-masing lobus memiliki fungsi yang berbeda, yaitu:
 Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan
keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau
mengikat tali sepatu. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah
dan isyarat tangan. daerah tertentu pada lobus frontalisbertanggung
jawab terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi tubuh yang
berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi,
tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi.
Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya
tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun
kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh,
lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian
penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka
menentang, kasar dan kejam.
 Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari
bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah
kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini.
Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di
sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan
kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada
sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa
menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian
pekerjaan keadaan ini disebut ataksia dan untuk menentukan arah
kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan
penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di
sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk
yang sebelumnya dikenal dengan baik misalnya, bentuk kubus atau
jam dinding. Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan
tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari
lainnya.
 Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi
dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus
temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan
memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur
emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan
menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan
gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari
dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan
bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang
nondominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak
suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif
dan kehilangan gairah seksual.
 Lobus Oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis
akan kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.
b) Cereblum
Terdapat dibagian belakang kranium menepati fosa serebri posterior
dibawah lapisan durameter. Cereblum mempunyai aski yaitu;
merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggunag jawab yang
luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol
gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan mengintegrasikan input
sensori.
c) Brainstem
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblomata. Otak
tengah midbrain/ ensefalon menghubungkan pons dan sereblum
dengan hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan
motorik, sebagai pusat reflek pendengaran dan penglihatan. Pons
terletak didepan sereblum antara otak tengah dan medula, serta
merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan juga antara medula
dengan serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik. Medula
oblomata membentuk bagian inferior dari batang otak, terdapat
pusatpusat otonom yang mengatur fungsi-fungsi vital seperti
pernafasan, frekuensi jantung, pusat muntah, tonus vasomotor, reflek
batuk dan bersin.
d. Syaraf-Syaraf Otak
Suzanne C Smeltzer, (2001) Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma
kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan
otak. Kerusakan nervus yaitu:
 Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
 Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
 Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
 Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
 Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf
otak besar, sarafnya yaitu: Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik,
mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir
kelopak mata dan bola mata.
2. DEFINISI
Trauma kepala atau Head trauma digambarkan sebagai trauma yang
mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan pada fisik, intelektual,
emosional, sosial, atau vokasional Fritzell et al, 2001).
Cidera otak berat (GCS 3-8): benturan pada otak yang cukup keras
dan mampu membuat penurunan kesadaran lebih dari 24 jam dan amnesia
post trauma lebih dari satu minggu.
3. EPIDEMOLOGI
Beberapa faktor yang menjadi resiko dari cidera otak berat antara lain
anak-anak yang berada dalam rentang usia 6 bulan–2 tahun, usia 15-24 tahun,
dan orang tua. Perbandingan angka kejadian pada pria dan wanita adalah 2:1.
Resiko tinggi cidera kepala juga terdapat pada individu yang tinggal pada
lingkungan yang termasuk dalam golongan sosioekonomi rendah (Okie,
2005).Tingkat mortalitas pada kasus ini dipengaruhi oleh tingkat keparahan
trauma, respon pasca trauma, treatmen yang didapat.
4. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya cidera otak berat antara
lain:
a. Kecelakaan lalu lintas(penyebab terbanyak),
b. pertengkaran,
c. jatuh,
d. kecelakaan olahraga,
e. tindakan criminal
5. KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis luka, cidera otak dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Cidera kepala tertutup: biasa disebut sebagai blunt trauma terjadi apabila
benturan hebat pada objek yang keras atau benda yang bergerak dengan
kecepatan tinggi menabrak kepala. Lapisan dura masih utuh, tidak ada
bagian otak yang muncul keluar.
b. Cidera kepala terbuka: tulang tengkorak terbuka, menyebabkan isi kepala
nampak dari luar seperti skull, meningens, atau jaringan otak termasuk
dura. Tereksposenya isi kepala ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
Berdasarkan nilai kesadaran:
a. Cidera otak ringan (GCS 13 – 15): tidak terjadi ganggguan neurologis,
kadang asimptomatik, penurunan kesadaran selama kurang dari 1 jam,
amnesia kurang dari 24 jam.
b. Cidera otak sedang (GCS 9 – 12): penurunan kesadaran dalam 1-24 jam,
amnesia post trauma selama 1-7 hari.
c. Cidera otak berat (GCS 3-8): penurunan kesadaran lebih dari 24 jam dan
amnesia post trauma lebih dari satu minggu.
Jenis cidera otak menurut Fritzell et al (2001) :
a. Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat
jaringan otak mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk
menyebabkan memar pada jaringan otak atau penurunan keasadaran yang
menetap. Contohnya seperti ketika kita membentur tembok atau benda
lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala berputar dan diatasnya ada
burung-burung emprit yang mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat
setelah itu kita akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala:
penurunan kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal hal
yang baru saja terjadi, letargi, pusing.
b. Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius
daripadaconcussion. Lebih banyak disebabkan oleh adanya perdarahan
arteri otak, darah biasanya terakumulasi antara tulang tengkorak dan dura.
Gejala: penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil.
c. Epidural hematoma: terjadi berhubungan dengan proses ekselerasi-
deselerasi atau coup-contracoup yang menyebabkan adanya gangguan
pada sistem saraf pada daerah otak yang mengalami memar. Gejala:
penurunan kesadaran dalam waktu singkat yang akan berlanjut menjadi
penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala yang parah, kompresi
batang otak, keabnormalan pernafasa (pernfasan dalam), gangguan
motorik yang bersifat kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah
dengan trauma, kejang, perdarahan. Epidural hematoma merupakan jenis
perdarahan yang paling berbahaya karena terjadi pada artesi otak.
d. Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi.
Perdarahan pada meningeal yang menyebabkan akumulasi darah pada
daerah subdural (antara duramater dan arachnoid). Biasanya mengenai
vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip
dengan epidural hematoma namun dengan onset of time yang lambat
karena sobekan pembuluh darah terjadi pada vena sedangkan pada
epidural mengenai arteri.\
e. Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan
memiliki prognosa yang lebih baik karena aliran darah pada pembuluh
darah yang robek berjalan relatif lambat. Sering terjadi pada bagian frontal
dan temporal otak. ICH sering disebabkan oleh hipertensi. Gejala: deficit
neurologis yang tergantung pada letak perdarahan, gangguan motorik,
peningkatan tekanan intracranial.
f. Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear,
comminuted, basilar, dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan
tengah tulang tengkorak akan mengakibatkan sakit kepala yang parah.
Gejala: mungkin asimtomatik tergantung pada penyebab trauma,
displacemenet (perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor
motorik,periorbital ekimosis (bercak merah pada mata), adanya battle’s
sign (ekimosis pada tulang mstoid), akumulasi darah pada membran
timpani.

Gambar dikutip dari smeltzer (2000)

6. PATOFISIOLOGI
Kerusakan akibat cidera otak berat tidak seluruhnya terjadi pada saat
trauma itu terjadi. Berdasarkan waktunya, kerusakan akibat trauma otak berat
dibagi menjadi kerusakan primer, yaitu efek yang muncul beberapa saat setelah
kejadian seperti kontusio, perdarahan, memar atau lain sebagainya. Tipe kedua
adalah kerusakan sekunder,yaitu kerusakan pada otak yang terjadi beberapa
jam atau hari setelah kejadian (Smeltzer, 2000). Merupakan tahap lanjut dari
kerusakan primer dan timbul karena kerusakan primer membuka jalan untuk
kerusakan berantai seperti meluasnya perdarahan, edema otak, kerusakan
neuron lanjut, iskemia, atau hipertermi (Japardi, 2002). Kerusakan sekunder ini
sering terjadi akibat ketidakefektifan pemberian intervensi oleh petugas
kesehatan. Kerusakan pada otak berbeda dengan kerusakan pada organ- organ
lain. Pada otak, dimana dibatasi oleh tulang tengkorak yang keras, jika terjadi
memar atau perdarahan akan mempengaruhi jumlah cairan yang berada dalam
tulang tengkorak. Oleh karena tulang tengkorak yang tidak dapat mengembang,
sebagai akibatnya perdarahan yang mengalir akan mendesak tulang tengkorak
ke dalam (ke jaringan otak). Jika hal ini terus dibiarkan maka jumlah cairan
dalam tulang tengkorak akan meningkat dan akan menyebabkan peningkatan
tekanan intra cranial. Tahap selanjutnya setelah terjadi PTIK adalah terjadinya
gangguan pada aliran darah menuju otak. Peningkatan tekanan ini akan
menurunkan aliran darah ke otak sehingga jaringan otak mengalami hipoksia
dan terjadilah iskemia. Pada keadaan hipoksia, otak akan melakukan
metabolisme anaerob untuk memenuhi kebutuhan energy sel nya. Metabolisme
anaerob menghasilkan asam laktat. Herniasi otak terjadi setelah proses iskemia
berlangsung.
7. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari cidera otak berat secara umum antara lain:\
 Penurunan kesadaran
 Keabnormalan pada sistem pernafasan
 Penurunan reflek pupil, reflek kornea
 Penurunan fungsi neurologis secara cepat
 Perubahan TTV (peningkatan frekuensi nafas, peningkatan tekanan darah,
bradikardi, takikardi,hipotermi, atau hipertermi)
 Pusing, vertigo
 Mual dan muntah
 Perubahan pada perilaku, kognitif, maupun fisik
 Amnesia
 Kejang
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT Scan: untuk melihat adanya dan letak perdarahan, massa, lesi pada
saraf, perubahan kepadatan jaringan, kejadian iskemik, atau fraktur.
b. Lumbal pungsi: untuk mengetahui adanya perdarahan atau PTIK melalui
analisa CSF. Pada kasus subdural hematom kronis CSF berwarna kuning
dengan kandungan protein rendah).
c. EEG: menganalisa gelombang otak. Pada kasus contusion akan ditemukan
gelombang theta dan delta dengan amplitude yang tinggi.
d. X-Ray: untuk mengetahui aliran darah di otak atau adanya fraktur pada
tulang tengkorak.
e. MRI: untuk mengetahui adanya massa di otak atau perubahan struktur
dalam otak.
9. PENATALAKSANAAN
Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut (Japardi, 2002):
a. Jalan nafas (Air way)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi
kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal,
bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung
dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi
muntahan.
b. Pernapasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medulla oblongata,
pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation.
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli
paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi hipoksia dan
hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari dan atasi
faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator.
c. Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan
sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial,
kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat
perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade
jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah
menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung danmengganti
darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah.
d. Pemeriksaan fisik
Setalah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran,
pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan
fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap
perburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan sebagai adanya
kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi
penyebabnya.
e. Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)
Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom
intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK
sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15
mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai
berikut:
a) Hiperventilasi
Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang
terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana
terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral.
Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama
48-72 jam, lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila
TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK
tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT
scan ulang untuk menyingkirkan hematom.
b) Drainase
Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka
pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang
dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus.
f. Terapi diuretik
 Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak
normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang
intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan.
Cara pemberiannya : Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit
dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam.
Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm
 Loop diuretik (Furosemid)
Frosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat
pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik cairan interstitial pada
edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek
sinergik dan memperpanjang efek osmotic serum oleh manitol. Dosis
40 mg/hari/iv.
g. Terapi barbiturat (Fenobarbital)
Barbiturat bermanfaat untuk untuk menurunkan TIK yang refrakter
terhadap obat-obatan lain. Barbiturat bekerja dengan cara “membius"
pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin,
akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang
rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat
hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Terapi ini diberikan pada
kasus-kasus yang tidak responsif terhadap semua jenis terapi yang tersebut
diatas. Cara pemberiannya: Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam
dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar
serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK
terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama
3 hari.
h. Streroid
Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan tetapi
menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu sekarang
tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala.
i. Posisi Tidur
Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya
ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu
bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena
daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar.
j. Keseimbangan cairan elektrolit
Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah
bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari
diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl
starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9%
atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung glukosa oleh
karena terjadi keadaan hiperglikemia menambah edema serebri.
Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal, yang akan
takikardia kembali normal dan volume urin normal >30 ml/jam. Setelah 3-
4 hari dapat dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik
k. Nutrisi
Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali
normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi
antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin
dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setelah 3-4 hari dengan
cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa
nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
l. Epilepsi/kejang
Pengobatan:
 Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari
 Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit.
 Bila cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan
<40 mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil.
Bila setelah 400 mg tidak berhasil, ganti obat lain misalnya Fenitoin.
Cara pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgB/iv pelan-pelan paling
cepat 50 mg/menit. Dilanjutkan dengan 200-500 mg/hari/iv atau oral
Profilaksis: diberikan pada pasien cedera kepala berat dengan resiko
kejang tinggi, seperti pada fraktur impresi, hematom intrakranial dan
penderita dengan amnesia post traumatik panjang
 Pembedahan dilakukan untuk mengevakuasi perdarahan, jaringan
nekrosis, atau bagian tulang tengkorak yang masuk kedalam jaringan
otak.
10. KOMPLIKASI
a. Peningkatan tekanan intra cranial
b. Infeksi
Infeksi disebabkan oleh terpajannya bakteri pada luka yang terbuka.
c. Gagal nafas
d. Herniasi otak

.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa: pasien datang dengan keluhan sakit kepala, pusing, mual atau
bahkan penurunan kesadaran. Beberapa faktor yang menjadi resiko dari
cidera kepala antara lain anak-anak yang berada dalam rentang usia 6
bulan – 2 tahun, usia 15-24 tahun, dan orang tua. Perbandingan angka
kejadian pada pria dan wanita adalah 2:1. Resiko tinggi cidera kepala juga
terdapat pada individu yang tinggal pada lingkungan yang termasuk dalam
golongan sosioekonomi rendah (Okie, 2005). Tingkat mortalitas pada
kasus ini dipengaruhi oleh tingkat keparahan trauma, respon pasca trauma,
treatmen yang didapat
2. Pemeriksaan fisik:
a. B1: BREATING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas, perubahan pola nafas, adanya suara nafas tambahan,
peningkatan frekuensi nafas.
b. B2: BLOOD
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
hipertensi, hipotensi, taki kardi, bradikardi, CRT > 3 detik, sianosis
c. B3: BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, basal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis,
maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelannyeri
kepala, penurunan tingkat kesadaran, pusing, perubahan reflek pupil
d. B4: BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi. inkkontinensia
urin, distensi kandung kemih.
e. B5: BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
reflek menelan mengalami penurunan, konstipasi.
f. B6: BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan
dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara
pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus ototkelemahan, keterbatasan kemampuan
gerak

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau
kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
C. INTERVENSI
NANDA NOC NIC
Pola napas tidak efektif Status Terapi oksigen
Batasan karakteristik: pernapasan:ventilasi Aktivitas:
 Napas dalam Indikator:  Menyediakan peralatan
 Perubahan gerakan  Frekuensi napas IER* pemberian oksigen, sistem
dada  Irama napas IER kekebalan.
 Mengambil posisi tiga  Kedalaman inspirasi  Memberikan oksigen
titik  Pengembangan dada tambahan, sesuai petunjuk
 Bradipneu simetris dokter.
 Penurunan tekanan  Kenyamanan bernapas  Mengontrol aliran oksigen.
ekspirasi  Memeriksa alat
NANDA NOC NIC
 Penurunan tekanan  Penggunaan otot pentransferan oksigen.
inspirasi aksesoris/tambahan  Memeriksa secara berkala
 Penurunan ventilasi tidak ada alat pemberian oksigen
semenit  Suara napas tambahan untuk memastikan bahwa
 Penurunan kapasitas tidak ada telah sesuai dengan resep
vital  Penarikan dada tidak untuk konsentrasi yang
 Dispneu ada diberikan.
 Peningkatan diameter  Pengerutan bibir pada  Mengubah tempat masker
anterior-posterior saat bernapas tidak ada oksigen kapan saja alat
 Napas cuping hidung  Dispnea saat istirahat tersebut dipindahkan.

 Ortopneu tidak ada  Mengamati tanda-tanda

 Fase ekspirasi yang  Dispnea dengan oksigen yang menyebabkan

lama pengerahan tenaga tidak hypoventilasi

 Pernapasan pursed-lip ada/hilang  Memeriksa tanda-tanda

 Takipneu  Orthopnea tdak keracunan oksigen dan

 Penggunaan otot-otot ada/hilang penyerapan atelektasis.

bantu untuk bernapas  Napas pendek tidak  Memeriksa alat pernafasan


ada/hilang untuk memastikan
 Fremitus tidak ketidakcampuran dengan

ada/hilang usaha pasien untuk

 Suara perkusi tidak bernafas.

ada/hilang  Memeriksa/mengontrol

 Auskultasi suara napas, kecemasan pasien yang

IER mempengaruhi terapi

 Volume tidal IER oksigen.

 Kapasitas vital IER  Memeriksa kerusakan kulit


karena pergeseran alat
bantu pernafasan.
 Memasukkan/memberikan
alat bantu nafas yang lain
untuk kenyamanan.
Perfusi jaringan serebral Status Kenaikan perfusi serebral
tidak efektif neurologi:kesadaran Aktivitas:
NANDA NOC NIC
Faktor resiko: Indikator:  dalam rentang tersebut.
 Trauma kepala  Fungsi saraf  konsultasikan dengan dokter
 Tumor otak  Kontrol pusat motorik untuk menentukan posisi
 Gangguan jaringan otak  Fungsi motorik/sensori kepala dan monitor respon
saraf otak (krnil) pasien terhadap posisi
 Fungsi motorik/sensori kepalanya
saraf otak spinal  hindari fleksi leher atau
 Fungsi saraf otonom fleksi panggul/ lutut yang
 Tekanan dalam cranial berlebihan
 Komunikasi  beri dan monitor efek

 Ukuran pupil diuretic dan kortikosteroid

 Rangsangn pupil  berikan anti nyeri tersedia

 Gerakan pupil  monitor tanda-tanda

 Pola nafas pendarahan

 Tanda-tanda vital  monitor status neurologi

(WNL)  hitung dan monitor tekanan

 Aktifitas otak(yang tak perfusi serebral

terlihat)  monitor TIK dan neurologi

 Sakit kepala (yang tak untuk aktivitas perawatan

terlihat)  monitor tekanan arteri rata-


rata
 monitor tekanan
kardiovaskuler
 monitor status respirasi
 monitor factor penentu dari
transport oksigen ke jaringan
seperti PaCO2,SaO2 dan Hb
serta CO2
 montor hasil laboratorium
untuk erubahan oksigenasi
dan perubahan asam basa
 monitor intake dan output
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu
Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC.
Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
EGC, Jakarta.
Carpenito, LJ.,2004. Nursing Care Plans & Documentation: Nursing Diagnoses
and Collaborative Problems 4th Edition. Philadelpia :LWW Publisher
Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp
Japardi, I., 2002. Penatalaksanaan Cidera Kepala Akut. Medan : USU
Okie, S., 2005. Traumatic Brain Injury in the War Zone, The New England
Journal of Medicine, 352:2043-2047.
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 7
    Bab 7
    Dokumen3 halaman
    Bab 7
    Jannah Budianto
    Belum ada peringkat
  • LP Cedera Otak Ringan
    LP Cedera Otak Ringan
    Dokumen14 halaman
    LP Cedera Otak Ringan
    Jannah Budianto
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen1 halaman
    Pathway
    husyn
    Belum ada peringkat
  • LP Ventrikel Takikardi
    LP Ventrikel Takikardi
    Dokumen11 halaman
    LP Ventrikel Takikardi
    aarriieeff
    100% (1)
  • LP VT
    LP VT
    Dokumen25 halaman
    LP VT
    Jannah Budianto
    100% (1)
  • LP VT
    LP VT
    Dokumen31 halaman
    LP VT
    Jannah Budianto
    Belum ada peringkat
  • Pathway
    Pathway
    Dokumen1 halaman
    Pathway
    husyn
    Belum ada peringkat
  • Obat Jantung
    Obat Jantung
    Dokumen12 halaman
    Obat Jantung
    Jannah Budianto
    Belum ada peringkat
  • Pathway KNF
    Pathway KNF
    Dokumen1 halaman
    Pathway KNF
    Jannah Budianto
    100% (1)
  • KNIp Diketahui Oleh MR
    KNIp Diketahui Oleh MR
    Dokumen5 halaman
    KNIp Diketahui Oleh MR
    Jannah Budianto
    Belum ada peringkat