Anda di halaman 1dari 21

hardy' sengawang

Sabtu, 03 Desember 2011


makalah mutu pelayanan kesehatan
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bidang kesehatan yang paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, yakni antara lain bidang
perumahsakitan, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan dan asuransi kesehatan.
Di bidang perumahsakitan misalnya, manajemen pelayanan kesehatan belum efisien.
Mutunya masih relatif rendah. Disinilah justru letak keunggulan rumah sakit swasta asing yang
telah terbiasa bekerja dengan sistem manajemen profesional. Kehadiran rumah sakit swasta asing
akan menguntungkan kelompok konsumen tertentu karena mempunyai lebih banyak pilihan
pelayanan kesehatan yang kian bermutu, namun rumah sakit swasta nasional akan tersaingi dan
kesenjangan pelayanan kesehatan antara kelompok yang mampu dan yang kurang mampu akan
menjadi lebih lebar.
Oleh karena itu upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah langkah terpenting
untuk meningkatkan daya saing usaha Indonesia di sektor kesehatan. Hal ini tidak ringan karena
peningkatan mutu tersebut bukan hanya untuk rumah sakit saja tetapi berlaku untuk semua
tingkatan pelayanan kesehatan mulai dari Puskesmas Pembantu dan Puskesmas, baik di fasilitas
pemerintahan maupun swasta.
Peningkatan kualitas pelayanan adalah salah satu isu yang sangat krusial dalam manajemen,
baik dalam sektor pemerintah maupun sektor swasta. Hal ini terjadi karena di satu sisi tuntunan
masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun menjadi semakin besar,
sedangkan disisi lain, praktek penyelenggaraan pelayanan tidak mengalami perbaikan yang
berarti.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia diamanatkan bahwa Kesehatan merupakan
salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 H
ayat (1) : “ setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pembangunan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum sebagai yang dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan Kesehatan tersebut diselenggarakan
dengan berdasarkan kepada Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) yaitu suatu tatanan yang
menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sebagai pelaku dari pada penyelenggaraan
pembangunan kesehatan adalah masyarakat, pemerintah ( pusat, provinsi, kabupaten/kota ),
badan legeslatif serta badan yudikatif. Dengan demikian dalam lingkungan pemerintah baik
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus saling bahu membahu secara sinergis
melaksanakan pembangunan kesehatan yang terencana, terpadu dan berkesinambungan dalam
upaya bersama-sama mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Keberhasilan pembangunan Kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya
saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan
bidang kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh,
berjenjang dan terpadu. Dalam hal ini Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang pertama
di wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya ( sebagai pusat
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pusat
pelayanan kesehatan dasar ) berkewajiban mengupayakan, menyediakan dan menyelenggarakan
pelayanan yang bermutu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
yang berkwalitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan Nasional yaitu
terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.
Pengertian.
Berbicara masalah mutu pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas, terkandung makna
bahwa Puskesmas berkewajiban menjaga bahkanmeningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar
di Puskesmas.
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan
dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu adalah kesesuaian terhadap
permintaan persyaratan ( Dr. Ridwan Amirrudin, SKM., M.Kes., 2007 ).
Mutu pelayanan kesehatan dasar adalah kesesuaian antara pelayanan kesehatan dasar yang
disediakan / diberikan dengan kebutuhan yang memuaskan pasien atau kesesuaian dengan
ketentuan standar pelayanan.
Tujuan Umum dan Khusus
Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang bermutu dan memuaskan di Puskesmas
dalam rangka terwujudnya peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
2. Manfaat dan Tujuan
Dalam pembuatan Karya Ilmiah ini bertujuan untuk :
 Memberikan penjelasan tentang kualitas atau mutu pelayanan kesehatan di Indonesia
 Memberikan informasi tentang sejauh mana pelayanan kesehatan di Indonesia
 Untuk mengetahui beberapa aspek yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep Dasar Mutu Pelayanan Kesehatan
Banyak pengertian tentang mutu antara lain:
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan sesuatu yang sudah diamati ( Wnston
Dictionary, 1956 )
2. Mutu adalah sifat ang dimiliki oleh suatu progam ( Donabedian,1980 )
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya
terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna ( DIN ISO
8402, 1986 )
Jadi , Mutu ( quality ) dapat didefinisikan sebagai keseluruhan karakteristik barang atau jasa
yang menunjukkan kemampuan dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik kebutuhan yang
dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat.
Beberapa pengertian tentang mutu pelayanan kesehatan:
1. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk
serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi ( Azhrul Aswar,1996
)
2. Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan
pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi
pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter, karyawan (
Mary R. Zimmerman )
Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan
efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial
budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat
konsumen.
Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :
1. Menurut pasien/ masyarakat empati , menghargai, dan tanggap sesuai dengan kebutuhan dan
ramah.
2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara profesional sesuai
dengan ilmu pengetahuan, keterampilan , dan peralatan yang memenuhi standar.
3. Menurut manajer / administrator adalah mendorong manager untuk mengatur staf dan pasien/
masyarakat yang baik.
4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga profesional yang
bermutu dan cukup.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah peayanan kesehatan
seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari diselenggaranya pelayanan
kesehatan tersebut. Yang dimaksud hakekat dasar tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan
tuntunan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas ( client satisfaction ) terhadap pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada ringkat
pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna
kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang
terkait dengan keputusan ini telah diterima secara luas , namun penerapannya tidaklah semudah
yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat
subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Disamping itu sering
pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun
ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan
tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara
penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah
ditetapkan.
B. Menilai Mutu Pelayanan Kesehatan
Dalam salah satu tulisannya tentang Quality Assurance in
Hospital,Donabedian mengatakan bahwa pada waktu yang lalu pertanyaan "Bagaimana
mutu pelayanan kesehatan dapat dinilai" tidak dapat diajukan. Hal itu terjadikarena mutu
pelayanan kesehatan disamakan dengan suatu misteri: nyata, dapatdirasakan dan dihargai, tetapi
bukan subjek yang dapat diukur. Bahkan, sebelumnya usaha ke arah itu sering dianggap remeh.
Tetapi, selanjutnya Donabedian mengatakan bahwa sekarang kita berada pada arah yang
sebaliknya.
Artinya, penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan semakin menjadituntutan berbagai
pihak. Baik dari provider 'pemberi ' pelayanan kesehatan,perusahaan asuransi kesehatan (pihak
ketiga), maupun pihak masyarakat selaku. Selain menjadi tuntutan semua pihak, ternyata menilai
mutu pelayanan kesehatan pun bukan suatu yang mustahil. Sebenarnya, berbagai topik yang
dibicarakan saat ini bukan merupakan hal yang baru, termasuk masalah mutu pelayanan
kesehatan. Bila kita cermati catatan sejarah, kita akan melihat betapa pada masa lalu tenaga-
tenaga kesehatan telah peduli terhadap masalah yang satu ini. Pada 1860, Florence Nightingale
telah meletakkan dasar mutu pelayanan kesehatan dengan
menyeragamkan sistem pengumpulan data statistik rumah sakit dan evaluasinya.Data yang
dikumpulkan oleh Nightingale tersebut menunjukkan angka kematianyang bervariasi antar
rumah sakit. Di Amerika Serikat, saat terjadi perkembangan pelayanan kesehatan yang pesat,
banyak bermunculan pihak pemberi layanan kesehatan dan perusahaan asuransi sebagai
jembatan antara provider dengan konsumen. Oleh karena itu, pada saat itu bermunculanlah
berbagai kepentingan yang tak lepas dari masalah politik, ekonomi, sosial, dan aspek hukum.
Perhatian terhadap mutu pelayanan kesehatan muncul meskipun pada saat itu orang-orang
yang memperhatikan masalah tersebut baru memiliki kemampuan yang terbatas.
Selanjutnya, pada 1955, Komisi Gabungan mulai menekankan tentang artipenting audit
medik. Hasilnya, pada Januari 1981 audit medik ditetapkansebagai bagian dari Quality
Assessment Standard 'Standar Penilaian Mutu'.Standar ini mengharuskan rumah sakit
memperhatikan seluruh data statistik,medical record, komite antibiotik dalam suatu sistem audit
medik, bersamaanpula dengan pengawasan praktik klinik, laporan insiden, dan lain-lain.
Pada akhir 1986, Komisi Gabungan tersebut meluncurkan proyek baru yangberjudul The
Agenda for Change 'Agenda untuk Perubahan'. Tujuan program tersebut adalah untuk
membangun suatu pengawasan yang berorientasi pada outcome 'hasil' dan evaluasi terhadap
proses yang dapat membantu suatu rumah sakit atau pihak pemberi layanan kesehatan lainnya
dalam meningkatkan mutu pelayanan. Program tersebut didesain untuk meningkatkan
kemudahan dalamproses akreditasi dan memberi tekanan pada pentingnya hasil klinis serta
administrasi. Dalam perkembangannya, Komisi Gabungan tersebut mengubahnamanya menjadi
Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organization 'Komisi Gabungan untuk
Akreditasi Organisasi Pelayanan Kesehatan'. Penambahan nama tersebut merefleksikan
jangkauan yang luas dari pelayanan kesehatan yang unik, yang berbeda dengan organisasi
lainnya.Biasanya, ada 2 pertanyaan mendasar yang muncul sehubungan dengan penilaian
medik. Pertama, apa yang dimaksud dengan mutu medik dan pelayanan kesehatan? Kedua,
bagaimana cara mengukur yang tepat?
Definisi 'mutu' dalam pelayanan kesehatan memang sulit ditunjukkan dengan tepat bila
diharapkan dapat memenuhi semua dimensi. Definisinya akantergantung dari perspektif mana
kita melihat. Konsumen dapat mengatakanbahwa yang dimaksud dengan 'mutu' pelayanan
kesehatan adalah kemampuandokter dalam melakukan diagnosis dan pengobatan yang tepat.
Pihak manajemen rumah sakit dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mutu pelayanan
kesehatan adalah kemampuan rumah sakit dalam memberikan sejumlah pelayanan dengan biaya
yang cukup rendah. Contoh berikut dapat memberikan gambaran
tentang betapa ada sedikit bias dalam pengartian mutu pelayanan kesehatan.
Seorang pasien datang ke suatu pusat pelayanan kesehatan dengan infeksisaluran pernapasan
atas. Melalui berbagai tes, dokter yang menanganimengetahui bahwa pasien tersebut mengalami
tekanan darah tinggi yang tidakbiasa. Dokter tersebut kemudian memutuskan agar pasien
melakukan kunjunganlanjutan untuk memantau hipertensinya. Namun, pasien tersebut
merasa baik-baik saja. Pasien hanya merasa sedikit demam dan membutuhkan antibiotik. Dokter
menjelaskan bahwa antibiotik tidak efektif melawan virus. Namun, pertemuan ke-2 dan
seterusnya tidak pernah terjadi karena pasien kecewa. Kekecewaan pasien terjadi karena ia
merasa tidak berhasil mendapatkan antibiotik. Sementara itu, dokter tersebut juga frustasi
karena pasiennya tidak datang pada kunjungan berikutnya untuk penanganan hipertensi. Di lain
pihak, rumah sakit lebih melihat pada tingginya angka kegagalan pertemuan lanjutan yang
berkaitan dengan penggunaan berbagai
fasilitas rumah sakit.
Menurut Nancy O. Graham, definisi mutu pelayanan kesehatan meliputi masalah teknis,
aspek saintifik, dan art 'seni' dalam memberikan pelayanan. Senidalam memberikan pelayanan
kesehatan berkaitan dengan cara yang dilakukandokter dalam melakukan tindakan medis dan
komunikasi terhadap pasien. Lebihlanjut, Graham mengatakan bahwa suatu hal yang mustahil
mendiskusikan artimutu tanpa melihat pada nilai-nilai yang ada pada tenaga medis, pasien,
daninstitusi. Karena, artinya akan sangat tergantung pada nilai-nilai yang ada
pada ketiga komponen tersebut. Bukan hal yang mustahil bila artinya akanberubah seiring
dengan perubahan nilai yang ada pada masyarakat, perubahanilmu pengetahuan, dan sumber
daya yang ada.
Tak pelak lagi bahwa melakukan penilaian terhadap pelayanan kesehatan adalah sesuatu
yang harus dilakukan, termasuk di Indonesia. Audit medik merupakan metode yang digunakan
oleh profesi kedokteran/kesehatan untuk mengevaluasi dan memperbaiki pelayanan mereka
kepada pasien secara sistematik. Idealnya, setiap tenaga medis harus terbiasa mempertanyakan
kepada diri mereka sendiri tentang pelayanan yang mereka berikan kepada pasien dalam tiga hal.
Pertama, adakah tindakan saya yang keliru, dan jika ada di mana letak kekeliruan tersebut.
Kedua, dapatkah kami memberikan pelayanan yang
lebih baik. Ketiga, apa makna kualitas pelayanan bagi pasien. Dr. Agus Purwadianto, SpF, Ketua
IDI wilayah DKI Jakarta, mengatakan bahwa audit medik harus dilakukan pada setiap level
pelayanan kesehatan dari tingkat yang paling bawah, yaitu Puskesmas. Sebagai pusat kesehatan
yang berada pada lini yang paling depan, Puskesmas juga harus menempatkan dirinya pada
jajaran institusi pelayanan kesehatan yang profesional. Namun, masalahnya, mampukah
Puskesmas dalam sistem yang ada saat ini melakukan manajemen yang baik? Banyak kalangan
yang menilai bahwa banyak hal yang harus diperbaiki terlebih dahulu. Dr. Arend Karel
Ponggawa, misalnya. Beliau mengatakan bahwa harus ada kejelasan pada tugas profesi dokter
di Puskesmas. Arend menilai bahwa tugas dokter di Puskesmas saat ini tidak
cocok dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang dokter. Karena, dokterjadi lebih
disibukkan oleh tugas manajerial dan jabatannya sebagai pejabatkecamatan. Ketidakjelasan tugas
tersebut jelas akan mempengaruhi kinerjadokter Puskesmas. Beberapa studi tentang hal ini telah
dilakukan dan hasilnya menunjukkan hal yang sama. Tingkat kehadiran dokter yang rendah,
program Puskesmas yang tidak jalan, dll. Meskipun demikian, di lain pihak kita tidak dapat
menutup mata terhadap kinerja dokter Puskesmas yang tinggi di beberapa tempat. Namun,
agaknya kita perlu mengajukan pertanyaan, "Apakah Kepala Puskesmas
harus seorang dokter?" Bukankah pada kenyataannya bila keadaan terusdibiarkan akan
memberikan dampak buruk baik bagi dokter, pemerintah, danmasyarakat. Karena, pada
kenyataannya, banyak dokter yang mengeluhkan masalah ini. Salah satunya adalah Dr. Fitri,
dokter muda yang baru menyelesaikan tugas PTT-nya di Kabupaten Banjarnegara. Fitri
mengusulkanagar dokter Puskesmas tidak usah memegang jabatan struktural di Puskesmas,tetapi
cukup tugas fungsional saja sebagai tenaga medis. Karena, menurut Fitri, waktu yang hanya 3
tahun di Puskesmas terlalu singkat untuk programPuskesmas dan masyarakat sekitar. "Tugas
struktural tersebut sangatmenghambat kerja dokter, karena akhirnya dokter disibukkan
dengan tugas-tugas tetek bengek yang merepotkan, dan melalaikan tugas utamanya," ujar Fitri.
Permasalahan dokter Puskesmas baru sekelumit dari sekian banyak peliknyapermasalahan
manajerial kesehatan di Indonesia. Masih banyak masalah lain yang harus diperbaiki. Paradigma
ekonomi yang masih mendominasi sebagian besar institusi pelayanan kesehatan, kesiapan
sumber daya kesehatan menjalankan manajerialnya, ditambah lagi dengan situasi krisis ekonomi
yang masih menghantam kita. Namun, bila kita tidak mau beranjak dan berbenah diri, tentu kita
akan semakin tenggelam dalam keterpurukan. Kuncinya sebenarnya adalah pada diri kita,
maukah kita melakukan perbaikan?
C. Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan
 Menurut pasien / masyarakat
Pasien/ masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara
yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta
mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit.
Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan
dan mau datang berobat kembali
 Menurut pemberi pelayanan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan
ketersediaan peralatan , prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan
layanan kesehatan sesuai dewngan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran atau
layanan kesehatan tersebut.
Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan
teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.
 Menurut penyambung dana / Asuransi
Penyandang dana / asuransi mengangap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai
suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien deharapkan dapat disembuhkan dalam
waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien.
Selanjutnya , upaya promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna
layanan kesehatan semakin berkurang.
 Menurut Pemilik Saran Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu
merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya
operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh
pasien atau masyarakat , yaitu padatingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien
masyarakat.
 Menurut Administrator Kesehatan / Pemerintah
Administrator layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan kesehatan , tetapi ikut
bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi,
kebutuhan keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan terkadang administator
layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan
kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan kesehataan tertntu akan
membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan
apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , sserta pemberi layanan kesehatan.
 Menurut ikatan profesi
Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutupelayanan kesehata akan menimbulkan
kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu beban
yang berat dan ada kalanya disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan/ masyarakat akan
berubah menjadi suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menghindarkan
terjadinya malpraktik sehingga dokter dapat terhindar dari tuntunan pasien.
D. Hubungan Antara Kepuasan , Harapan Dan Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan
Kesehatan Yang Diterima
Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan akan dinyatakan melalui hal- hal sebagai berikut:
 Komunikasi dari mulut ke mulut
Informasi yang diperoleh dari asien atau masyarakat yang memperoleh pelayanan yang
mmuaskan ataupun tidak, akan menjadi informasi yang dapat digunakan untuk sebagai referensi
untuk menggunakan atau memilih jasa pelayanan kesehatan tersebut.
 Kebutuhan pribadi
Pasien atau masyarakat selalu membutuhkan pelayanan kesehatan yang tersedia sebagai
kebutuhan pribadi yang tersedia pada waktu dan tempat sesuai dengan kebutuhan. Pasien atau
masyarakat mengharapkanadanya kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang baik
dalam keadaan biasa ataupun gawat darurat.
 Pengalaman Masa lalu
Pasien atau masyarakat yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan
akan kembali ke pelayanan kesehatan yang terdaulu untuk memperoleh layanan kesehatan yang
memuaskan sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan pengalaman yang lalu.
 Komunikasi eksternal
Sosialisasi yang luas dari sistem pelayanan kesehatan mengenai fasilitas, sumber daya
manusia, serta kelebihan – kelebihan yang dimiliki suatu konstitusi pelayanan kesehatan akan
mempengaruhi pemakaian jasa pelayanan oleh masyarakat atau pasien.
E. Dimensi Mutu Yang Digunakan Untuk Mengevaluasi Mutu Yang Digunakan
Mutu suatu organisasi pemberi pelayanan yang sulit diukur dan lebih bersifat subjektif
sehingga aspek mutu menggunakan beberapa dimensi/ karakteristik sbb:
 Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima dengan pemberi jasa.
 Credibility adalah kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.
 Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan
 Knowing the Custoer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima jasa atau
pemahaman atau pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan pemakai jasa
 Tangible, yaitu bahwa dalam memberikan pelayana terhadap pelanggan harus diukur atau dibuat
standarnya
 Realibility, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa
 Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan penerima jasa
 Competence, yaitu kemampuan atau keterampilan pemberi jasa yang dibutuhkan setiap orang
dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa
 Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk duhubungi oleh pihak pelanggan
 Courtessy, yaitu kesopanan, aspek perhatian, kesamaan dalam hubungan personal

F. Manfaat Program Jaminan Mutu


Jaminan mutu pelayanan kesehatan atau Quality Assurance in Healthcare merupakan salah
satu pendekatan atau upaya yang sangat mendasar dalam memberikan pelayanan terhadap
pasien. Kita sebagai profesional pelayanan kesehatan baik sebagai perorangan ataupun kelompok
harus selalu berupaya memberikan pelayanan kesehatn yang terbaik mutunya kepada semua
pasien.
Pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan tersebut baik yang menyangkut organisasi,
perencanaan ataupun penyelenggaraan pelayanan kesehatan itu sendiri telah menjadi suatu kiat
manajemen yang sistematis serta terus menerus dievaluasi dan disempurnakan. Bidan berperan
penting dalam penerapan mutu manajemen pelayanan kesehatan baik secara langsung ataupun
tidak langsung saat penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Adanya perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan pengetahuan dan teknologi,
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan informasi yang
begitu cepat , serta diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang baik ,
mengharuskan sarana pelayanan kesehatan untuk mengembangkan diri secara terus- menerus
seiring dengan perkembangan yang ada pada masyarakat tersebut.
G. Muramnya Mutu Pelayanan Kesehatan Di Indonesia
Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Semua orang ingin
merasa dihargai, ingin dilayani, ingin mendapatkan kedudukan yang sama di mata masyarakat.
Kebutuhan ini adalah wujud dari level kedua Teori Maslow. Akan tetapi sering terdapat dikotomi
dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia. Sudah begitu banyak kasus yang
menggambarkan betapa suramnya wajah pelayanan kesehatan di negeri ini. Seolah-olah
pelayanan kesehatan yang baik hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki dompet tebal.
Sementara orang-orang kurang mampu tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang adil dan
proporsional. Orang-orang miskin sepertinya tidak boleh sakit.
Tidak dapat dimengerti apa yang membuat adanya jurang pemisah antara si kaya dan si
miskin dalam domain pelayanan kesehatan. Dokter yang ada di berbagai rumah sakit sering
menunjukkan jati dirinya kepada pasien secara implisit. Bahwa menempuh pendidikan
kedokteran itu tidaklah murah. Oleh sebab itu sebagai buah dari mahalnya pendidikan yang harus
ditempuh, masyarakat harus membayar arti hidup sehat itu dengan nominal yang luar biasa.
Pelayanan kesehatan sepertinya sering tidak sebanding dengan mahalnya biaya yang
dikeluarkan. Rumah sakit terkadang tidak melayani pasien dengan baik dan ramah. Dokter
terkadang melakukan diagnosis yang cenderung asal-asalan.Suramnya wajah pelayanan
kesehatan di Indonesia haruslah menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk memperbaiki kondisi
tersebut. Bukan hanya peranan dokter ataupun Menteri Kesehatan dalam perwujudan hidup sehat
melainkan partisipasi semua masyarakat
Memilih berobat ke luar negeri tidak bisa dianggap sebagai sebuah tindakan mengkhianati
bangsa. Karena kenyataannya rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia tidak memiliki
fasilitas yang cukup lengkap untuk memberikan kredit jaminan kesehatan lebih baik pada
pasiennya. Namun ada pihak-pihak tertentu yang melakukan perawatan ke luar negeri karena
ketidakpercayaannya terhadap kapasitas dokter-dokter dan rumah sakit yang ada di negeri ini.

H. Permasalahan yang Mempengaruhi Pelayanan Medis Rumah Sakit


Lingkungan politik, ekonomi dan sosial yang serba tidak menentu sebagai dampak
berkepanjangan dari krisis multidimensional di negara ini, mengakibatkan organisasi milik
pemerintah maupun swasta sulit menentu arah perkembangan di masa mendatang. Bahkan untuk
beberapa di antara organisasi tersebut yang menjadi masalah bukannya perkembangan, tetapi
bagaimana organisasinya bisa tetap hidup di tengah berbagai tantangan mulai dari desentralisasi
sampai globalisasi dan liberalisasi perdagangan. Demikian pula hal yang terjadi pada banyak
fasilitas pelayanan medik milik pemerintah maupun swasta.
Kenyataan yang kini dihadapi di negara ini berikut dengan aneka ragam permasalahannya,
menurut organisasi untuk beradaptasi terhadap berbagai perubahan lingkungan yang perlu
diakomodasikan demi kelangsungan hidup organisasi, maupun perkembangan selanjutnya.
Permasalahan pokok yang dihadapi oleh Sistem Pelayanan Medik, antara lain adalah:
a. Ada kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan terhadap pelayanan rumah sakit.
Dibandingkan negara-negara tetangga, jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia relatif
masih rendah, yaitu 60 tempat tidur RS per 100.000 penduduk, atau ke-8 paling rendah di
dunia dalam rasio tempat tidur dibandingkan jumlah penduduk. Angka ini di Indonesia
hampir relatif tak berubah sejak 10 tahun terakhir. Sebenarnya kebutuhan riil akan
pelayanan kesehatan di Indonesia sangat besar. Ini tercermin dari derajat kesehatan yang
relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Angaka kematian ibu masih
sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun pasokan tempat tudur rumah sakit
masih sangat rendah, ternyata pemakaian tempat tidur juga masih rendah. Bed Occupancy
Rate (BOR) hanya sekitar 55-57 persen selama 10 tahun terakhir. Rata-rata tiap hari dari
100.000 penduduk hanya 30 orang yang sedang dirawat di rumah sakit. Data di atas
menunjukkan bahwa kebutuhan yang tinggi ini tak diiringi dengan permintaan yang tinggi.
b. Menurunnya hari-hari rawat sebesar 12,3 persen pada ruang rawat kelas III RSU
pemerintah untuk pasien miskin selama dekade terakhir, ini menunjukkan tingkat
kepercayaan masyarakat yang menurun di samping ketidakjangkauan pembiayaan, padahal
setiap tahunnya total hari rawat meningkat 1 persen.
c. Jenjang rujukan antara Puskesmas dengan semua kelas RSU tidak berjalan secara
hierarkis sesuai kebutuhan. Begitu pula rujukan antara RSU kelas A, B, C, dan D tidak
berjalan secara efektif dan efisien. Pemerataan mendapatkan pelayanan medik yang
bermutu, efisien dan berkesinambungan belum dirasakan oleh masyarakat luas.
d. Hampir 50 persen dari masyarakat yang mempunyai keluhan sakit sama sekali tidak
memanfaatkan fasilitas pelayanan formal. Sebagian besar dari mereka melakukan
pengobatan sendiri, sedangkan sisanya berobat ke dukun atau bahkan sama sekali tidak
berobat.
e. Adanya perbedaan pemahaman antara pejabat/instansi di pusat dan daerah tentang
hakekat otonomi daerah di bidang kesehatan. Masalah ini sangat berkaitan erat dengan
masalah sosialisasi dan kebutuhan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
baru.
f. Konflik kepentingan antara pusat dan daerah adalah keberaneka ragaman dan kelokalan.
Sementara pengalaman masa lalu lebih didominasi oleh wajah tunggal dalam segala bidang
dengan pola penyeragaman dan terpusat. Keanekaragaman dan kelokalan itu dapat terlihat
dari:
 Peraturan daerah
 Sumber daya daerah
Kemungkinan akan semakin melebarnya jurang kesenjangan di bidang kesehatan (pelayanan
medis) karena adanya perbedaan antara daerah yang kaya dan daerah yang miskin dilihat dari
pendapatan daerah, juga antara daerah yang memiliki (concern) secara politis tinggi dengan yang
perhatiannya rendah.

g. RS pendidikan beban ganda pendidikan dan pelayanan, kepemimpinan ganda Depdikbud-


Depkes, karena masalah RS pendidikan menjadi beban RS karena mahasiswa menjadi beban
pembiayaan RS (subsidi pendidikan masih tinggi).
h. Pemerintah belum mampu menjamin pengadaan darah yang aman dan memadai.
i. RS masih terlalu besar mensubsidi PT Askes dengan tarif ditetapkan oleh Askes dengan
adanya SKB 2 menteri. Jadi perlu ditinjau kembali kerjasama Askes dengan RS/Puskesmas.
Dari permasalahan di atas dapat ditentukan 11 pokok isu strategis, yaitu:
 Rendahnya pemanfaatan fasilitas medik oleh masyarakat karena masih rendahnya keterjangkauan
secara biaya, geografis dan pengetahuan;
 Adanya kesenjangan anatara kebutuhan dan permintaan terhadap pelayanan medik yang tersedia;
 Kesenjangan pelayanan medik antara daerah;
 Kerjasama lintas sektor, lintas program dan lintas unit dalam pembangunan kesehatan masih
belum optimal;
 Mekanisme pasar yang tidak terkendali di kota/kabupaten sebagai dampak negatif globalisasi dan
perubahan yang cepat dari masyarakat;
 Desentralisasi manajemen pelayanan kesehatan masih lebih banyak ditentukan oleh suprasistem
di luar Depkes;
 Ditjen Pelayanan Medik belum memiliki konsep desentralisasi;
 Mutu SDM yang kurang profesional;
 Reformasi sistem pelayanan medik yang berazaz demokrasi, akuntabilitas dan transparansi belum
tercapai;
 Kurangnya pemberdayaan masyarakat dalam sistem pelayanan medik;
 Sistem rujukan pelayanan medik yang belum berjalan secara efektif dan efisien.
Kesebelas isu strategis tersebut berkaitan dengan mutu, efisiensi, keadilan dan pemerataan
pelayanan medik.
I. Reorientasi Konsep Pelayanan Rumah Sakit
Berbeda dengan paradigma lama yang berorientasi pada aspek negatif penyakit (angka
kesakitan, angka kematian, angka kecacatan), paradigma baru pengembangan pelayanan rumah
sakit memasuki millenium III berorientasi pada nilai positif kesehatan yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin, pengurangan penderita fisik dan kejiwaan serta
peningkatan martabat dan kemampuan untuk mandiri, sekalipun mengidap penyakit kronis dan
fatal.
Kesehatan dipandang sebagai sumber daya yang memberikan kemampuan pada individu,
kelompok, dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mengelola bahkan merubah pola
hidup, kebiasaan dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan arah pembangunan kesehatan kita yang
meninggalkan paradigma lama menuju paradigma sehat, dalam rangka menuju Indonesia Sehat
2010.
Mengembangkan RS menjadi suatu "Institusi Sehat" menghasilkan:
 RS yang semula adalah "wahana penyembuhan" perlu berubah menjadi "wahana
pemeliharaan kesehatan" bagi seluruh anggota atau "kekuatan keluarga".
 RS harus mampu berubah bentuk dan sistem pelayanannya sesuai dengan tuntutan
kliennya yang tidak lagi harus orang atau penduduk sakit, tetapi adalah manusia atau penduduk
sehat yang ingin tetap sehat.
Karena sifatnya pemeliharaan, maka RS bukan lagi hanya menjadi "rumahnya orang yang
sedang sakit akan tetapi juga menjadi suatu "tempat pemeliharaan kesehatan yang
menyenangkan" juga meliputi orang sehat. Implikasi yang paling penting dari dampak reformasi
ini adalah dihasilkannya reorientasi pelayanan rumah sakit serta pemberdayaan terhadap pasien
dan karyawannya.
J. Pelayanan Medis Prima
Departemen Kesehatan pada tahun 1999 mengeluarkan kebijakan mengenai pelayanan prima
untuk mengantisipasi masalah dan tantangan di bidang pelayanan kesehatan. Di bidang
perumahsakitan pelayanan kepada pasien berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya
dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit. Melalui pelayanan prima rumah sakit
diharapkan akan menghasilkan keunggulan kompetentif (competentif advantage) melalui
pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness.

Cara pandang pelayanan prima adalah:


a) Karyawan medik, paramedik, dan karyawan lain merupakan aset terpenting rumah sakit yang
harus diberdayakan. Mutu proses pelayanan kesehatan hanya akan dapat meningkatkan kalau
karyawan mempunyai komitmen dan kompeten dalam pekerjaannya.
b) Efisiensi rumah sakit merupakan prasyarat pelaksanaan yang bertanggung jawab atas misi sosial
yang diemban. Efisiensi dapat dicapai tidak hanya dari upaya manajerial. Efisiensi proses
pelayanan akan mampu meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
c) Inovasi pelayanan medis rumah sakit melalui pemanfaatan teknologi tepat guna yang cost
effective dan strategi diferensiasi pelayanan adalah suatu cara untuk merebut pasar. Pemanfaatan
teknologi tepat guna dan diferensiasi teknologi maju akan menghasilkan pemberdayaan
profesional untuk komitmen pada visi.
d) Kunci sukses pengelolaan rumah sakit sebagai badan usaha terletak pada bagaimana mengelola
sifat self developing, self governing, dan self disciplining dari profesional agar terjadi
pemberdayaan profesional untuk melaksanakan pemberdayaan customer, sehingga terjadi
pelayanan prima.
e) Mutu proses pelayanan rumah sakit akan meningkatkan kepuasan pengguna pelayanan
kesehatan. Nilai-nilai kepuasan pengguna harus diperhatikan dengan baik, sehingga akan
menghasilkan pemberdayaan para pengguna (customer responsiveness). Kepuasan para
pengguna akan memicu kesuksesan dalam keuangan secara berkesinambungan.
f) Kesuksesan dalam bidang ekonomi akan memungkinkan rumah sakit berbuat banyak untuk
mewujudkan berbagai misi, termasuk melindungi orang miskin, menjadi tempat bergantung
hidup anggota organisasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Lebih lajut,
kesuksesan ekonomi (keuangan) akan meningkatkan mutu proses pelayanan dan komitmen
sumber daya manusia.
Pelayanan kesehatan, memiliki tiga fungsi yang saling berkaitan, saling berpengaruh dan
saling bergantungan, yaitu fungsi sosial (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan
masyarakat pengguna pelayanan kesehatan ), fungsi teknis kesehatan (fungsi untuk memenuhi
harapan dan kebutuhan masyarakat pemberi pelayanan kesehatan) dan fungsi ekonomi (fungsi
untuk memenuhi harapan dan kebutuhan institusi pelayanan kesehatan). Ketiga fungsi tersebut
ditanggung jawab oleh tiga pilar utama pelayanan kesehatan yaitu, masyarakat (yang dalam
prakteknya dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat), tenaga teknis kesehatan
(yang dilaksanakan oleh tenaga profesional kesehatan) dan tenaga adminstrasi/manajemen
kesehatan (manajemen/ adminstrator kesehatan).
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
memuaskan harapan dan kebutuhan derajat masyarakat (consumer satisfaction), melalui
pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang memuaskan harapan dan kebutuhan
pemberi pelayanan (provider satisfaction), pada institusi pelayanan yang diselenggarakan secara
efisien (institutional satisfaction). Interaksi ketiga pilar utama pelayanan kesehatan yang serasi,
selaras dan seimbang, merupakan paduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini merupakan pelayanan
kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care).
Dalam menghadapi persaingan, maka rumah sakit harus meningkatkan program peningkatan
kualitas dan evaluasi secara berkelanjutan. Prinsip-prinsip utama yang melandasi program
peningkatan kualitas dan evaluasi adalah:

1. Customer Focus
 Perhatian rumah sakit difokuskan pada pengguna, baik internal mapun eksternal.
 Kewajiban dan hak pengguna telah ditetapkan, jelas dikomunikasikan dan
dilaksanakan.
 Umpan balik pengguna, diteliti dan digunakan untuk melakukan perbaikan.
2. Kepemimpinan (Leadership)
 Kepemimpinan harus tampak di lingkungan rumah sakit
 Nilai-nilai rumah sakit tercermin dalam praktek
 Pelayanan rumah sakit terkoordinasi dengan baik
3. Perbaikan Kinerja Rumah Sakit
 Pencapaian misi dan tujuan organisasi harus terukur
 Hasil-hasil yang dicapai digunakan untuk peningkatan kinerja
 Perbaikan yang terus menerus harus menjadi perhatian untuk rumah sakit.
 Kegiatan perbaikan yang berkelanjutan melibatkan setiap orang.
4. Outcome dan Perbaikan-Perbaikan
 Setiap standard memiliki outcome yang diharapkan.
 Outcome yang ditetapkan haurs dapat dipenuhi.
 Ada bukti-bukti perbaikan outcome.
5. Upaya penerapan Best Practice
6. Pelayanan medik rumah sakit harus sesuai stadard dan kode etik.
7. Rumah sakit memanfaatkan informasi dari majalah ilmiah, seminar- seminar dan kerja
sama dengan pihak lain untuk meningkatkan kinerja.
8. Tersedia data yang menjelaskan bahwa rumah sakit telah menerapkan pelayanan medis
terbaik (best practice).
Salah satu strategi penting untuk melakukan evaluasi peningkatkan kualitas pelayanan medik
rumah sakit adalah melalui standarisasi dan akreditasi.
Walaupun penilaian outcome pada akreditasi rumah sakit baru dimulai dengan empat clinical
indicators dan baru pada beberapa rumah sakit yang mengakui akreditasi 12 pelayanan, namun
diharapkan bagi rumah sakit-rumah sakit yang telah terakreditasi program akreditasi ini dapat
dijadikan landasan untuk mengembangkan program pengendalian mutu untuk
menghasilkanoutcome yang baik dari berbagai pelayanan, termasuk pelayanan medis.
Departemen Kesehatan akan terus bekerjasama dengan berbagai stakeholderterkait untuk
mengoptimalisasikan akreditasi RS. Pelaksanaan akreditasi oleh badan akreditasi
yang independent berbasis outcome, difokuskan pada kebutuhan dan harapan customer dan
dengan komponen pelayanan yang menjawab EEQS Equity, Efficiently, Quality and
Sustainability), agar RS dapat bersaing di tingkat regional bahkan internasional.
Untuk mengatasi kesenjangan antara kondisi pelayanan medik di Indonesia dengan
keunggulan rumah sakit swasta asing, rumah sakit-rumah sakit di Indonesia perlu melakukan
aliansi strategi. Aliansi bertujuan untuk memperoleh keunggulan kompetitif, meningkatkan
fleksibilitas untuk mengantisipasi perubahan-perubahan pasar dan teknologi.
Aliansi dalam sistem pelayanan kesehatan digolongankan ke dalam dua jenis:
 Aliansi lateral: berbagai jenis organisasi serupa berkumpul bersama mengambil
keuntungan dari sumber daya yang dikumpulkan sehingga dapat meningkatkan kekuatan dan
kemampuan setiap anggota yang pada gilirannya meningkatkan seluruh jaringan.
 Aliansi integratif: organisasi-organisasi pelayanan kesehatan bekerjasama dengan tujuan
utama untuk memperkuat posisi pasar dan meningkatkan keunggulan kompetitif. Integrasi ke hilir
berupa hubungan dengan praktek dokter bersama, home care (ambulatory)ataupun dengan
pengelola asuransi. Integrasi ke hulu dapat berupa hubungan dengan pabrik farmasi, pembuangan
alat-alat kedokteran, sekolah-sekolah perawat, jaringan laboratorium klinik sampai ke dunia
pendidikan kedokteran.

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods)
dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta
berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
b. Saran – saran
Agar selalu menerapkan Asuhan keperawatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
maupun keluarga,sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang sesuai baik bagi
individu maupun keluarga. Komunikasi dengan pasien maupun keluarga perlu ditingkatkan
terutama mengenai sesuatu yang berhubungan dengan rencana dan tujuan keperawatan yang
akan diberikan, sehingga pasien atau keluarga mengetahui rencana dan jenis perawatan yang
akan diterimanya. Meningkatkan disiplin kepada karyawan yang sesuai dengan aturan yang
berlaku sehingga dapat menumbuhkan kehandalan pelayanan kesehatan dan akhirnya
meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.Jakarta : Salemba
Medika.
2. __________. 2004. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika.
3. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba
Medika.
4. Anjaswati, Tri. 2002. Analisis Tingkat Kepuasan Klien terhadap Perilaku “Caring”
Perawat.
5. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi
Revisi IV). Jakarta : Rineka Cipta.
6. BPS. 2008. Pendataan Program Perlindungan Sosial. BPS. Jakarta.
7. Depkes. 2008. Petunjuk Tehnis Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas dan Jaringannya. Jakarta : Dirjen Binkesmas.
8. Aditama. Tjandra Yoga. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Universitas
Indonesia Press. Jakarta, 2002.
9. Ahmad Djojosugito, Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan
Menyongsong AFTA 2003, Pusat Data dan Informasi PERSI, Jakarta, 2001.
10. Azwar. Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta.
1996.
11. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.
12. Boy S, Sabarguna, Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Penerbit
Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng DI Yogyakarta, 2004.
13. Depkes RI, Rancangan Pembangunan Kesehatan 2005, Jakarta, 2005.
14. Depkes RI, Standar Pelayanan Rumah Sakit, Cetakan IV, Jakarta, 1996.
15. , Renstra Pembangunan Kesehatan 2005 - 2009, Jakarta, 2005.
16. Effendy. Nasrul. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi
Kedua. EGC : Jakarta, 1998.
17. Eli Nurachma, Asuhan Keperawatan Bermutu Di Rumah Sakit, Jurnal
Keperawatan dan Penelitian Kesehatan, Jakarta, 2007.
18. Entjang. I.. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti. Jakarta,
2003.
19. Guwandi. Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Rineka Cipta. Jakarta, 1991.
20. Laksono Trisantoro, Good Governance dan Sistem Menjaga Mutu
Pelayanan Kesehatan, Surabaya, 2005.

Diposting oleh hardy' sengawang di 05.31


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
2 komentar:
1.
QMI Certification4 Februari 2016 10.16

Perkenalkan kami dari PT. Quality Management Indonesia (QMICertification)


salah satu Lembaga Sertifikasi ISO Management yang bergerak dibidang Jasa
Sertifikasi ISO & Training. Adapun Produk Jasa yang kami tawarkan ialah :

- ISO 9001:2008 (Sistem Manajemen Mutu)


- ISO 14001:2004 (Sistem Manajemen Lingkungan)
- OHSAS 18001:2007 (Sistem Manajemen Keselamatan Kerja / K3)
- ISO 22000:2005 (Sistem Manajemen Keamanan Pangan)
- ISO 27001:2013 (Sistem Manajemen Keamanan Informasi)
- ISO 13485:2003 (Sistem Manajemen Alat-Alat Kesehatan)

Kami dengan senantiasa memberikan pemahaman menyeluruh tentang Sistem


Management sesuai dengan Klausul yang dipersyaratkan ISO Series. Kami siap
melakukan Sistem Audit Kesesuaian dengan Profesional sesuai dengan ISO yang
diterapkan.

Silahkan Hub. Kami untuk info selengkapnya :


PT. QUALITY MANAGEMENT INDONESIA
Jl. R. Sanim No. 22A Kel. Tanah Baru, Kec.Beji, Kota Depok 16426
Telp. 021-2296 9438 / 021-7720 1101(Office Hour)
Hp. 085959890035 (XL), 081294208111 (Telkomsel)
PIN : Qmi2016 / 5AB8A90B
Channel BBM : C00358828
Instagram : @qmicertification
Email : info@qmicertification.com
Website : www.qmicertification.com
Balas

2.
QMI Certification4 Februari 2016 10.16

Perkenalkan kami dari PT. Quality Management Indonesia (QMICertification)


salah satu Lembaga Sertifikasi ISO Management yang bergerak dibidang Jasa
Sertifikasi ISO & Training. Adapun Produk Jasa yang kami tawarkan ialah :

- ISO 9001:2008 (Sistem Manajemen Mutu)


- ISO 14001:2004 (Sistem Manajemen Lingkungan)
- OHSAS 18001:2007 (Sistem Manajemen Keselamatan Kerja / K3)
- ISO 22000:2005 (Sistem Manajemen Keamanan Pangan)
- ISO 27001:2013 (Sistem Manajemen Keamanan Informasi)
- ISO 13485:2003 (Sistem Manajemen Alat-Alat Kesehatan)

Kami dengan senantiasa memberikan pemahaman menyeluruh tentang Sistem


Management sesuai dengan Klausul yang dipersyaratkan ISO Series. Kami siap
melakukan Sistem Audit Kesesuaian dengan Profesional sesuai dengan ISO yang
diterapkan.

Silahkan Hub. Kami untuk info selengkapnya :


PT. QUALITY MANAGEMENT INDONESIA
Jl. R. Sanim No. 22A Kel. Tanah Baru, Kec.Beji, Kota Depok 16426
Telp. 021-2296 9438 / 021-7720 1101(Office Hour)
Hp. 085959890035 (XL), 081294208111 (Telkomsel)
PIN : Qmi2016 / 5AB8A90B
Channel BBM : C00358828
Instagram : @qmicertification
Email : info@qmicertification.com
Website : www.qmicertification.com
Balas

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya Arsip Blog

 ▼ 2011 (27)
o ▼ Desember (16)
 makalah PERMASALAHAN
PENDIDIKAN DI INDONESIA

 KEKERASAN DALAM DUNIA


hardy' sengawang PENDIDIKAN DI INDONESIA
 makalah “MASALAH PENDIDIKAN
ramah, suka bikin DI INDONESIA DAN CARA...
teman2
 makalah “ MASALAH
tertawa.............terlebih
dari itu merupakan PENDIDIKAN DAN CARA
kekuranganku PENANGGULANG...
 makalah “ PENDIDIKAN
Lihat profil lengkapku MENGHADAPI TANTANGAN
NILAI DA...
 makalah “ MASALAH
PENDIDIKAN DAN CARA
PENANGGULANG...
 makalah “ LINGKUNGAN
PENDIDIKAN “
 makalah Pembelajaran IPS
TerpaduBerdasarkanTopik/T...
 TIMNAS FUTSAL HMJ PIPS FKIP
UNTAN OOSM 2011
 makalah faktor penyebab
terjadinya konflik antar a...
 makalah aqidah islam yang benar
 makalah “ MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN “
 makalah mutu pelayanan
kesehatan
 Ancam Mejahijaukan DPRD
 Perilaku Pemimpin Sejati

 Bupati Sambut Kedatangan


Jamaah Haji Sambas
o ► November (11)
Tema PT Keren Sekali. Gambar tema oleh simonox. Diberdayakan oleh Blogger.
http://hardysengawang.blogspot.com/2011/12/makalah-mutu-pelayanan-kesehatan.html

Anda mungkin juga menyukai