Hardy' Sengawang: Makalah Mutu Pelayanan Kesehatan
Hardy' Sengawang: Makalah Mutu Pelayanan Kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep Dasar Mutu Pelayanan Kesehatan
Banyak pengertian tentang mutu antara lain:
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan sesuatu yang sudah diamati ( Wnston
Dictionary, 1956 )
2. Mutu adalah sifat ang dimiliki oleh suatu progam ( Donabedian,1980 )
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya
terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna ( DIN ISO
8402, 1986 )
Jadi , Mutu ( quality ) dapat didefinisikan sebagai keseluruhan karakteristik barang atau jasa
yang menunjukkan kemampuan dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik kebutuhan yang
dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat.
Beberapa pengertian tentang mutu pelayanan kesehatan:
1. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk
serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi ( Azhrul Aswar,1996
)
2. Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan
pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi
pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter, karyawan (
Mary R. Zimmerman )
Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan
efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial
budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat
konsumen.
Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :
1. Menurut pasien/ masyarakat empati , menghargai, dan tanggap sesuai dengan kebutuhan dan
ramah.
2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara profesional sesuai
dengan ilmu pengetahuan, keterampilan , dan peralatan yang memenuhi standar.
3. Menurut manajer / administrator adalah mendorong manager untuk mengatur staf dan pasien/
masyarakat yang baik.
4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga profesional yang
bermutu dan cukup.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah peayanan kesehatan
seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari diselenggaranya pelayanan
kesehatan tersebut. Yang dimaksud hakekat dasar tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan
tuntunan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas ( client satisfaction ) terhadap pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada ringkat
pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna
kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang
terkait dengan keputusan ini telah diterima secara luas , namun penerapannya tidaklah semudah
yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat
subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Disamping itu sering
pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun
ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan
tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara
penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah
ditetapkan.
B. Menilai Mutu Pelayanan Kesehatan
Dalam salah satu tulisannya tentang Quality Assurance in
Hospital,Donabedian mengatakan bahwa pada waktu yang lalu pertanyaan "Bagaimana
mutu pelayanan kesehatan dapat dinilai" tidak dapat diajukan. Hal itu terjadikarena mutu
pelayanan kesehatan disamakan dengan suatu misteri: nyata, dapatdirasakan dan dihargai, tetapi
bukan subjek yang dapat diukur. Bahkan, sebelumnya usaha ke arah itu sering dianggap remeh.
Tetapi, selanjutnya Donabedian mengatakan bahwa sekarang kita berada pada arah yang
sebaliknya.
Artinya, penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan semakin menjadituntutan berbagai
pihak. Baik dari provider 'pemberi ' pelayanan kesehatan,perusahaan asuransi kesehatan (pihak
ketiga), maupun pihak masyarakat selaku. Selain menjadi tuntutan semua pihak, ternyata menilai
mutu pelayanan kesehatan pun bukan suatu yang mustahil. Sebenarnya, berbagai topik yang
dibicarakan saat ini bukan merupakan hal yang baru, termasuk masalah mutu pelayanan
kesehatan. Bila kita cermati catatan sejarah, kita akan melihat betapa pada masa lalu tenaga-
tenaga kesehatan telah peduli terhadap masalah yang satu ini. Pada 1860, Florence Nightingale
telah meletakkan dasar mutu pelayanan kesehatan dengan
menyeragamkan sistem pengumpulan data statistik rumah sakit dan evaluasinya.Data yang
dikumpulkan oleh Nightingale tersebut menunjukkan angka kematianyang bervariasi antar
rumah sakit. Di Amerika Serikat, saat terjadi perkembangan pelayanan kesehatan yang pesat,
banyak bermunculan pihak pemberi layanan kesehatan dan perusahaan asuransi sebagai
jembatan antara provider dengan konsumen. Oleh karena itu, pada saat itu bermunculanlah
berbagai kepentingan yang tak lepas dari masalah politik, ekonomi, sosial, dan aspek hukum.
Perhatian terhadap mutu pelayanan kesehatan muncul meskipun pada saat itu orang-orang
yang memperhatikan masalah tersebut baru memiliki kemampuan yang terbatas.
Selanjutnya, pada 1955, Komisi Gabungan mulai menekankan tentang artipenting audit
medik. Hasilnya, pada Januari 1981 audit medik ditetapkansebagai bagian dari Quality
Assessment Standard 'Standar Penilaian Mutu'.Standar ini mengharuskan rumah sakit
memperhatikan seluruh data statistik,medical record, komite antibiotik dalam suatu sistem audit
medik, bersamaanpula dengan pengawasan praktik klinik, laporan insiden, dan lain-lain.
Pada akhir 1986, Komisi Gabungan tersebut meluncurkan proyek baru yangberjudul The
Agenda for Change 'Agenda untuk Perubahan'. Tujuan program tersebut adalah untuk
membangun suatu pengawasan yang berorientasi pada outcome 'hasil' dan evaluasi terhadap
proses yang dapat membantu suatu rumah sakit atau pihak pemberi layanan kesehatan lainnya
dalam meningkatkan mutu pelayanan. Program tersebut didesain untuk meningkatkan
kemudahan dalamproses akreditasi dan memberi tekanan pada pentingnya hasil klinis serta
administrasi. Dalam perkembangannya, Komisi Gabungan tersebut mengubahnamanya menjadi
Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organization 'Komisi Gabungan untuk
Akreditasi Organisasi Pelayanan Kesehatan'. Penambahan nama tersebut merefleksikan
jangkauan yang luas dari pelayanan kesehatan yang unik, yang berbeda dengan organisasi
lainnya.Biasanya, ada 2 pertanyaan mendasar yang muncul sehubungan dengan penilaian
medik. Pertama, apa yang dimaksud dengan mutu medik dan pelayanan kesehatan? Kedua,
bagaimana cara mengukur yang tepat?
Definisi 'mutu' dalam pelayanan kesehatan memang sulit ditunjukkan dengan tepat bila
diharapkan dapat memenuhi semua dimensi. Definisinya akantergantung dari perspektif mana
kita melihat. Konsumen dapat mengatakanbahwa yang dimaksud dengan 'mutu' pelayanan
kesehatan adalah kemampuandokter dalam melakukan diagnosis dan pengobatan yang tepat.
Pihak manajemen rumah sakit dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mutu pelayanan
kesehatan adalah kemampuan rumah sakit dalam memberikan sejumlah pelayanan dengan biaya
yang cukup rendah. Contoh berikut dapat memberikan gambaran
tentang betapa ada sedikit bias dalam pengartian mutu pelayanan kesehatan.
Seorang pasien datang ke suatu pusat pelayanan kesehatan dengan infeksisaluran pernapasan
atas. Melalui berbagai tes, dokter yang menanganimengetahui bahwa pasien tersebut mengalami
tekanan darah tinggi yang tidakbiasa. Dokter tersebut kemudian memutuskan agar pasien
melakukan kunjunganlanjutan untuk memantau hipertensinya. Namun, pasien tersebut
merasa baik-baik saja. Pasien hanya merasa sedikit demam dan membutuhkan antibiotik. Dokter
menjelaskan bahwa antibiotik tidak efektif melawan virus. Namun, pertemuan ke-2 dan
seterusnya tidak pernah terjadi karena pasien kecewa. Kekecewaan pasien terjadi karena ia
merasa tidak berhasil mendapatkan antibiotik. Sementara itu, dokter tersebut juga frustasi
karena pasiennya tidak datang pada kunjungan berikutnya untuk penanganan hipertensi. Di lain
pihak, rumah sakit lebih melihat pada tingginya angka kegagalan pertemuan lanjutan yang
berkaitan dengan penggunaan berbagai
fasilitas rumah sakit.
Menurut Nancy O. Graham, definisi mutu pelayanan kesehatan meliputi masalah teknis,
aspek saintifik, dan art 'seni' dalam memberikan pelayanan. Senidalam memberikan pelayanan
kesehatan berkaitan dengan cara yang dilakukandokter dalam melakukan tindakan medis dan
komunikasi terhadap pasien. Lebihlanjut, Graham mengatakan bahwa suatu hal yang mustahil
mendiskusikan artimutu tanpa melihat pada nilai-nilai yang ada pada tenaga medis, pasien,
daninstitusi. Karena, artinya akan sangat tergantung pada nilai-nilai yang ada
pada ketiga komponen tersebut. Bukan hal yang mustahil bila artinya akanberubah seiring
dengan perubahan nilai yang ada pada masyarakat, perubahanilmu pengetahuan, dan sumber
daya yang ada.
Tak pelak lagi bahwa melakukan penilaian terhadap pelayanan kesehatan adalah sesuatu
yang harus dilakukan, termasuk di Indonesia. Audit medik merupakan metode yang digunakan
oleh profesi kedokteran/kesehatan untuk mengevaluasi dan memperbaiki pelayanan mereka
kepada pasien secara sistematik. Idealnya, setiap tenaga medis harus terbiasa mempertanyakan
kepada diri mereka sendiri tentang pelayanan yang mereka berikan kepada pasien dalam tiga hal.
Pertama, adakah tindakan saya yang keliru, dan jika ada di mana letak kekeliruan tersebut.
Kedua, dapatkah kami memberikan pelayanan yang
lebih baik. Ketiga, apa makna kualitas pelayanan bagi pasien. Dr. Agus Purwadianto, SpF, Ketua
IDI wilayah DKI Jakarta, mengatakan bahwa audit medik harus dilakukan pada setiap level
pelayanan kesehatan dari tingkat yang paling bawah, yaitu Puskesmas. Sebagai pusat kesehatan
yang berada pada lini yang paling depan, Puskesmas juga harus menempatkan dirinya pada
jajaran institusi pelayanan kesehatan yang profesional. Namun, masalahnya, mampukah
Puskesmas dalam sistem yang ada saat ini melakukan manajemen yang baik? Banyak kalangan
yang menilai bahwa banyak hal yang harus diperbaiki terlebih dahulu. Dr. Arend Karel
Ponggawa, misalnya. Beliau mengatakan bahwa harus ada kejelasan pada tugas profesi dokter
di Puskesmas. Arend menilai bahwa tugas dokter di Puskesmas saat ini tidak
cocok dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang dokter. Karena, dokterjadi lebih
disibukkan oleh tugas manajerial dan jabatannya sebagai pejabatkecamatan. Ketidakjelasan tugas
tersebut jelas akan mempengaruhi kinerjadokter Puskesmas. Beberapa studi tentang hal ini telah
dilakukan dan hasilnya menunjukkan hal yang sama. Tingkat kehadiran dokter yang rendah,
program Puskesmas yang tidak jalan, dll. Meskipun demikian, di lain pihak kita tidak dapat
menutup mata terhadap kinerja dokter Puskesmas yang tinggi di beberapa tempat. Namun,
agaknya kita perlu mengajukan pertanyaan, "Apakah Kepala Puskesmas
harus seorang dokter?" Bukankah pada kenyataannya bila keadaan terusdibiarkan akan
memberikan dampak buruk baik bagi dokter, pemerintah, danmasyarakat. Karena, pada
kenyataannya, banyak dokter yang mengeluhkan masalah ini. Salah satunya adalah Dr. Fitri,
dokter muda yang baru menyelesaikan tugas PTT-nya di Kabupaten Banjarnegara. Fitri
mengusulkanagar dokter Puskesmas tidak usah memegang jabatan struktural di Puskesmas,tetapi
cukup tugas fungsional saja sebagai tenaga medis. Karena, menurut Fitri, waktu yang hanya 3
tahun di Puskesmas terlalu singkat untuk programPuskesmas dan masyarakat sekitar. "Tugas
struktural tersebut sangatmenghambat kerja dokter, karena akhirnya dokter disibukkan
dengan tugas-tugas tetek bengek yang merepotkan, dan melalaikan tugas utamanya," ujar Fitri.
Permasalahan dokter Puskesmas baru sekelumit dari sekian banyak peliknyapermasalahan
manajerial kesehatan di Indonesia. Masih banyak masalah lain yang harus diperbaiki. Paradigma
ekonomi yang masih mendominasi sebagian besar institusi pelayanan kesehatan, kesiapan
sumber daya kesehatan menjalankan manajerialnya, ditambah lagi dengan situasi krisis ekonomi
yang masih menghantam kita. Namun, bila kita tidak mau beranjak dan berbenah diri, tentu kita
akan semakin tenggelam dalam keterpurukan. Kuncinya sebenarnya adalah pada diri kita,
maukah kita melakukan perbaikan?
C. Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut pasien / masyarakat
Pasien/ masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara
yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta
mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit.
Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan
dan mau datang berobat kembali
Menurut pemberi pelayanan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan
ketersediaan peralatan , prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan
layanan kesehatan sesuai dewngan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran atau
layanan kesehatan tersebut.
Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan
teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.
Menurut penyambung dana / Asuransi
Penyandang dana / asuransi mengangap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai
suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien deharapkan dapat disembuhkan dalam
waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien.
Selanjutnya , upaya promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna
layanan kesehatan semakin berkurang.
Menurut Pemilik Saran Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu
merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya
operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh
pasien atau masyarakat , yaitu padatingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien
masyarakat.
Menurut Administrator Kesehatan / Pemerintah
Administrator layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan kesehatan , tetapi ikut
bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi,
kebutuhan keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan terkadang administator
layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan
kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan kesehataan tertntu akan
membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan
apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , sserta pemberi layanan kesehatan.
Menurut ikatan profesi
Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutupelayanan kesehata akan menimbulkan
kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu beban
yang berat dan ada kalanya disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan/ masyarakat akan
berubah menjadi suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menghindarkan
terjadinya malpraktik sehingga dokter dapat terhindar dari tuntunan pasien.
D. Hubungan Antara Kepuasan , Harapan Dan Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan
Kesehatan Yang Diterima
Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan akan dinyatakan melalui hal- hal sebagai berikut:
Komunikasi dari mulut ke mulut
Informasi yang diperoleh dari asien atau masyarakat yang memperoleh pelayanan yang
mmuaskan ataupun tidak, akan menjadi informasi yang dapat digunakan untuk sebagai referensi
untuk menggunakan atau memilih jasa pelayanan kesehatan tersebut.
Kebutuhan pribadi
Pasien atau masyarakat selalu membutuhkan pelayanan kesehatan yang tersedia sebagai
kebutuhan pribadi yang tersedia pada waktu dan tempat sesuai dengan kebutuhan. Pasien atau
masyarakat mengharapkanadanya kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang baik
dalam keadaan biasa ataupun gawat darurat.
Pengalaman Masa lalu
Pasien atau masyarakat yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan
akan kembali ke pelayanan kesehatan yang terdaulu untuk memperoleh layanan kesehatan yang
memuaskan sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan pengalaman yang lalu.
Komunikasi eksternal
Sosialisasi yang luas dari sistem pelayanan kesehatan mengenai fasilitas, sumber daya
manusia, serta kelebihan – kelebihan yang dimiliki suatu konstitusi pelayanan kesehatan akan
mempengaruhi pemakaian jasa pelayanan oleh masyarakat atau pasien.
E. Dimensi Mutu Yang Digunakan Untuk Mengevaluasi Mutu Yang Digunakan
Mutu suatu organisasi pemberi pelayanan yang sulit diukur dan lebih bersifat subjektif
sehingga aspek mutu menggunakan beberapa dimensi/ karakteristik sbb:
Communication, yaitu komunikasi atau hubungan antara penerima dengan pemberi jasa.
Credibility adalah kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.
Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan
Knowing the Custoer, yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima jasa atau
pemahaman atau pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan pemakai jasa
Tangible, yaitu bahwa dalam memberikan pelayana terhadap pelanggan harus diukur atau dibuat
standarnya
Realibility, yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa
Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan penerima jasa
Competence, yaitu kemampuan atau keterampilan pemberi jasa yang dibutuhkan setiap orang
dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa
Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk duhubungi oleh pihak pelanggan
Courtessy, yaitu kesopanan, aspek perhatian, kesamaan dalam hubungan personal
1. Customer Focus
Perhatian rumah sakit difokuskan pada pengguna, baik internal mapun eksternal.
Kewajiban dan hak pengguna telah ditetapkan, jelas dikomunikasikan dan
dilaksanakan.
Umpan balik pengguna, diteliti dan digunakan untuk melakukan perbaikan.
2. Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan harus tampak di lingkungan rumah sakit
Nilai-nilai rumah sakit tercermin dalam praktek
Pelayanan rumah sakit terkoordinasi dengan baik
3. Perbaikan Kinerja Rumah Sakit
Pencapaian misi dan tujuan organisasi harus terukur
Hasil-hasil yang dicapai digunakan untuk peningkatan kinerja
Perbaikan yang terus menerus harus menjadi perhatian untuk rumah sakit.
Kegiatan perbaikan yang berkelanjutan melibatkan setiap orang.
4. Outcome dan Perbaikan-Perbaikan
Setiap standard memiliki outcome yang diharapkan.
Outcome yang ditetapkan haurs dapat dipenuhi.
Ada bukti-bukti perbaikan outcome.
5. Upaya penerapan Best Practice
6. Pelayanan medik rumah sakit harus sesuai stadard dan kode etik.
7. Rumah sakit memanfaatkan informasi dari majalah ilmiah, seminar- seminar dan kerja
sama dengan pihak lain untuk meningkatkan kinerja.
8. Tersedia data yang menjelaskan bahwa rumah sakit telah menerapkan pelayanan medis
terbaik (best practice).
Salah satu strategi penting untuk melakukan evaluasi peningkatkan kualitas pelayanan medik
rumah sakit adalah melalui standarisasi dan akreditasi.
Walaupun penilaian outcome pada akreditasi rumah sakit baru dimulai dengan empat clinical
indicators dan baru pada beberapa rumah sakit yang mengakui akreditasi 12 pelayanan, namun
diharapkan bagi rumah sakit-rumah sakit yang telah terakreditasi program akreditasi ini dapat
dijadikan landasan untuk mengembangkan program pengendalian mutu untuk
menghasilkanoutcome yang baik dari berbagai pelayanan, termasuk pelayanan medis.
Departemen Kesehatan akan terus bekerjasama dengan berbagai stakeholderterkait untuk
mengoptimalisasikan akreditasi RS. Pelaksanaan akreditasi oleh badan akreditasi
yang independent berbasis outcome, difokuskan pada kebutuhan dan harapan customer dan
dengan komponen pelayanan yang menjawab EEQS Equity, Efficiently, Quality and
Sustainability), agar RS dapat bersaing di tingkat regional bahkan internasional.
Untuk mengatasi kesenjangan antara kondisi pelayanan medik di Indonesia dengan
keunggulan rumah sakit swasta asing, rumah sakit-rumah sakit di Indonesia perlu melakukan
aliansi strategi. Aliansi bertujuan untuk memperoleh keunggulan kompetitif, meningkatkan
fleksibilitas untuk mengantisipasi perubahan-perubahan pasar dan teknologi.
Aliansi dalam sistem pelayanan kesehatan digolongankan ke dalam dua jenis:
Aliansi lateral: berbagai jenis organisasi serupa berkumpul bersama mengambil
keuntungan dari sumber daya yang dikumpulkan sehingga dapat meningkatkan kekuatan dan
kemampuan setiap anggota yang pada gilirannya meningkatkan seluruh jaringan.
Aliansi integratif: organisasi-organisasi pelayanan kesehatan bekerjasama dengan tujuan
utama untuk memperkuat posisi pasar dan meningkatkan keunggulan kompetitif. Integrasi ke hilir
berupa hubungan dengan praktek dokter bersama, home care (ambulatory)ataupun dengan
pengelola asuransi. Integrasi ke hulu dapat berupa hubungan dengan pabrik farmasi, pembuangan
alat-alat kedokteran, sekolah-sekolah perawat, jaringan laboratorium klinik sampai ke dunia
pendidikan kedokteran.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods)
dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat
tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta
berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
b. Saran – saran
Agar selalu menerapkan Asuhan keperawatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
maupun keluarga,sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang sesuai baik bagi
individu maupun keluarga. Komunikasi dengan pasien maupun keluarga perlu ditingkatkan
terutama mengenai sesuatu yang berhubungan dengan rencana dan tujuan keperawatan yang
akan diberikan, sehingga pasien atau keluarga mengetahui rencana dan jenis perawatan yang
akan diterimanya. Meningkatkan disiplin kepada karyawan yang sesuai dengan aturan yang
berlaku sehingga dapat menumbuhkan kehandalan pelayanan kesehatan dan akhirnya
meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.Jakarta : Salemba
Medika.
2. __________. 2004. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika.
3. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba
Medika.
4. Anjaswati, Tri. 2002. Analisis Tingkat Kepuasan Klien terhadap Perilaku “Caring”
Perawat.
5. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi
Revisi IV). Jakarta : Rineka Cipta.
6. BPS. 2008. Pendataan Program Perlindungan Sosial. BPS. Jakarta.
7. Depkes. 2008. Petunjuk Tehnis Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas dan Jaringannya. Jakarta : Dirjen Binkesmas.
8. Aditama. Tjandra Yoga. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Universitas
Indonesia Press. Jakarta, 2002.
9. Ahmad Djojosugito, Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan
Menyongsong AFTA 2003, Pusat Data dan Informasi PERSI, Jakarta, 2001.
10. Azwar. Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta.
1996.
11. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.
12. Boy S, Sabarguna, Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Penerbit
Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng DI Yogyakarta, 2004.
13. Depkes RI, Rancangan Pembangunan Kesehatan 2005, Jakarta, 2005.
14. Depkes RI, Standar Pelayanan Rumah Sakit, Cetakan IV, Jakarta, 1996.
15. , Renstra Pembangunan Kesehatan 2005 - 2009, Jakarta, 2005.
16. Effendy. Nasrul. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi
Kedua. EGC : Jakarta, 1998.
17. Eli Nurachma, Asuhan Keperawatan Bermutu Di Rumah Sakit, Jurnal
Keperawatan dan Penelitian Kesehatan, Jakarta, 2007.
18. Entjang. I.. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti. Jakarta,
2003.
19. Guwandi. Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Rineka Cipta. Jakarta, 1991.
20. Laksono Trisantoro, Good Governance dan Sistem Menjaga Mutu
Pelayanan Kesehatan, Surabaya, 2005.
2.
QMI Certification4 Februari 2016 10.16
▼ 2011 (27)
o ▼ Desember (16)
makalah PERMASALAHAN
PENDIDIKAN DI INDONESIA