Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Telinga tengah adalah ruangan kecil sebesar kacang polong berlokasi tepat
dibelakang selaput gendang telinga. Itu secara normal terisi dengan udara yang
masuk ke area itu melalui saluran-saluran eustachian/eustachian tubes (kanal-
kanal yang pergi dari belakang hidung dan tenggorokan menuju telinga tengah).
Saluran-saluran Eustachian (kadangkala disebut saluran-saluran auditory)
mencegah penumpukan tekanan didalam telinga. Mereka umumnya tetap tertutup,
namun terbuka selama menelan dan menguap untuk mengimbangi tekanan udara
pada telinga tengah dengan tekanan udara diluar telinga.Telinga tengah juga
mengandung tulang-tulang kecil yang mengirim getaran-getaran dari selaput
gendang telinga ke telinga dalam.

Kebanyakan infeksi-infeksi telinga terjadi pada telinga luar atau tengah


,infeksi-infeksi telinga dalam adalah jarang. Infeksi-infeksi telinga tidak menular.
Bagaimanapun, infeksi-infeksi virus (seperti selesma, influensa) yang dapat
mendahuluinya adalah menular dan dapat menjurus ke infeksi-infeksi telinga.
Infeksi-infeksi telinga adalah lebih umum pada anak-anak daripada orang-orang
dewasa karena saluran-saluran mereka lebih pendek dan lebar. Sebagai tambahan,
jaringan adenoid (adenoid tissue) dibelakang tenggorok lebih besar dan dapat
menghalangi tuba eustachius
BAB II

PEMBAHASAN

Anatomi Tuba Eustachius

Tuba eustachius atau tuba auditory bentuknya seperti huruf S dan merupakan
saluran yang menghubungkan cavum timpani dengan nasofaring. Pada orang
dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari
telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2
bagian yaitu :

 Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
 Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani,
dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini
berjalan kearah posterior,superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan
panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani.

Gambar 1. Tuba Eustachia


Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus.
Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan
berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada
bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan
ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar
maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah.

Gambar 2 Perbedaan tuba eustachius anak dan dewasa

Fungsi tuba eustachius

Secara fisiologi tuba Eustachius melakukan tiga peranan penting yaitu:

1. Ventilasi dan mengatur tekanan telinga tengah.

Pada pendengaran yang normal, perlu sekali bahwa tekanan pada dua sisi
membran timpani harus sama. Tekanan positif atau negatif mempengaruhi
pendengaran. Dengan begitu tuba Eustachius harus terbuka secara periodik
untuk menyeimbangkan tekanan udara pada telinga tengah. Normalnya
tuba Eustachius tetap tertutup dan terbuka secara intermitten selama
menelan, mengunyah dan bersin. Sikap badan juga mempengaruhi fungsi,
pembukaan tuba kurang berguna pada posisi berbaring dan selama tidur
dikarenakan pembendungan vena. Fungsi tuba yang buruk pada bayi dan
anak-anak bertanggung jawab pada masalah telinga pada kelompok usia
tersebut. Itu biasanya normal kembali pada usia 7-10 tahun.
2. Perlindungan terhadap tekanan bunyi nasofaring dan reflux sekresi dari
nasofaring.

Secara abnormal, tekanan suara tinggi dari nasofaring dapat dialirkan ke


telinga tengah jika tuba terbuka, dengan demikian mengganggu
pendengaran yang normal. Biasanya tuba Eustachius tetap tetutup dan
melindungi telinga tengah melawan suara tersebut. Tuba Eustachius yang
normal juga melindungi telinga tengah dari reflux sekresi nasofaring.
Reflux ini terjadi dengan mudah jika diameter tuba lebar (patulous tube),
pendek (seperti pada bayi), atau membran timpani yang perforasi
(menyebabkan infeksi telinga tengah yang persisten pada kasus perforasi
membran timpani). Tekanan tinggi di dalam nasofaring juga dapat
memaksa sekresi nasofaring ke dalam telinga tengah , misalnya meniup
hidung dengan kuat.

3. Pembersihan sekresi telinga tengah.

Membran mukosa tuba Eustachius dan bagian anterior telinga tengah


dilapisi oleh sel ciliated columnar. Silia bergerak ke arah nasofaring.Ini
membantu untuk membersihkan sekresi dan debris dalam telinga tengah
ke arah nasofaring. Fungsi pembersihan dipengaruhi oleh pembukaan dan
penutupan yang aktif dari tuba.

Gangguan Fungsi Tuba Eustachius

Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen
diperlukan masuk ke dalam telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan
dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh otot tensor velli palatine apabila
perbedaan tekanan berbeda Antara 20- 40 mmHg. Gangguan fungsi tuba dapat
terjadi oleh beberapa hal, seperti tuba terbuka abnormal, mioklonus palatal,
palatoskisis, obstruksi tuba karena beberapa penyebab (seperti radang adenoid,
tumor nasofaring, radang nasofaring), barotraumas, OMA, OMSK, OMS, dan
otosklerosis.2
Pada anak, mekanisme pembukaan tuba eustachius saat menelan sering kali
menjadi satu permasalahan. Hal ini disebabkan oleh : 1) Persisten kolaps kartilago
tuba eustachius 2) inefisien muskulus tensor veli palatine 3) atau kedua-duanya.

Gambar 3 Ketidakberhasilan mekanisme pembukaan tuba pada anak

Tuba terbuka abnormal

Tuba terbuka abnormal ialah tuba terus menerus terbuka, sehingga udara
masuk ke telinga tengah waktu respirasi. Umumnya idiopatik tetapi dapat juga
disebabkan oleh hilangnya jaringan lemak di sekitar mulut tuba sebagai akibat
turunnya berat badan yang hebat dan kehamilan terutama pada trimester ketiga
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi penting. Selain itu, faktor lain yang
mungkin adalah penyakit kronis tertentu seperti rinitis atrofi dan faringitis,
gangguan fungsi otot seperti myasthenia gravis, penggunaan obat anti hamil pada
wanita dan penggunaan estrogen pada laki-laki.2,5

Gangguan neurologis yang dapat menyebabkan atrofi otot (misalnya,


stroke, multiple sclerosis, penyakit motor neuron) juga mungkin terlibat.
Pembentukan adhesi dalam nasofaring setelah adenoidectomy atau radioterapi
juga dapat mempengaruhi untuk terjadinya kelainan ini.. Faktor predisposisi
lainnya termasuk kelelahan, stres, kecemasan, latihan, dan sindrom sendi
temporomandibular.5,6 Insiden tuba terbuka abnormal adalah sebanyak 0,3-6,6%,
dan 10-20% dari orang yang mengalaminya mencari bantuan medis karena merasa
begitu terganggu dengan gejalanya. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria dan biasanya terjadi pada remaja dan orang dewasa,
jarang ditemukan pada anak-anak.5

Keluhan pasien biasanya berupa rasa penuh dalam telinga atau autofoni
(gema suara sendiri terdengar lebih keras), sampai bisa terdengar bunyi napas
sendiri. Keluhan ini kadang sangat mengganggu, sehingga pasien mengalami
stress berat. Vertigo dan gangguan pendengaran juga dapat terjadi karena tuba
terbuka abnormal memungkinkan perubahan tekanan yang berlebihan terjadi di
telinga tengah, perubahan tekanan kemudian dikirim ke telinga bagian dalam
melalui gerakan tulang pendengaran. Beberapa pasien mungkin mengalami
kesulitan makan karena suara mengunyah ditransmisikan ke telinga. Gejala
mungkin berhubungan dengan perubahan siklus yang terjadi dalam mukosa tuba
eustachius. Beberapa pasien merasa lega dengan peningkatan kongesti mukosa
yang terkait dengan cara berbaring, menempatkan kepala di antara lutut, atau
selama infeksi saluran pernapasan atas.2,5

Kompresi vena jugularis menghasilkan kongesti vena peritubular dan bisa


meringankan gejala. Pasien kadang-kadang mengendus berulang-ulang untuk
menutup tabung eustachius, dan ini dapat mengakibatkan tekanan negatif telinga
tengah jangka panjang. Dekongestan atau tabung ventilasi dalam membran
timpani dapat memperburuk gejala. Pada pemeriksaan klinis dapat dilihat
membran timpani yang atrofi, tipis dan bergerak pada respirasi (a telltale
diagnostic sign). Membran timpani dapat menjadi atrofi sekunder akibat gerakan
membran timpani yang konstan dari bernapas atau mengendus. Disebabkan tuba
yang terbuka abnormal, perubahan tekanan dalam nasofaring sangat mudah
dipindahkan ke telinga tengah sehinggakan pergerakan membran timpani bisa
dilihat pada waktu inspirasi dan ekpirasi. Pergerakan ini lebih jelas jika pasien
bernapas setelah menutup lobang hidung yang bersebelahan. Membran timpani
bergerak ke medial pada waktu inspirasi dan ke lateral pada waktu ekspirasi. Jika
pasien duduk tegak, gerakan kecil pars flaccida terjadi, yang menghilang ketika
pasien terlentang.6

CT scan dalam bidang aksial telah digunakan untuk menunjukkan adanya


tuba terbuka abnormal. CT scan mungkin berguna dalam membuat diagnosis pada
beberapa pasien. Radiologi hanya membantu dalam diagnosis patensi anatomi.
Timpanometri dapat mendeteksi gerakan dari membran timpani dengan respirasi
hidung, terutama dengan pasien dalam posisi tegak.Suara distorsi dari respirasi
hidung dan pertuturan dapat didengar dengan mikrofon ditempatkan di meatus
eksternal. Dengan sonotubometry, suara uji dimasukkan ke ruang depan hidung
dan mikrofon dipasang ke dalam meatus auditori eksternal. Dengan tuba terbuka
abnormal, tingkat tekanan suara di kanalis eksternal berada pada tingkat
maksimum, karena tabung tidak menutup, tidak ada penurunan mendadak dalam
suara yang ditransmisikan.5

Dalam kondisi normal, tabung eustachius ditutup dan hanya dibuka pada
waktu menelan atau autoinflation. Biasanya, penutupan tabung eustachius
dikelola oleh faktor luminal dan ekstraluminal, yang meliputi elastisitas intrinsik
tabung, tegangan permukaan lembab luminal, dan tekanan jaringan
ekstraluminal.Tonus otot tensor veli palatini melebarkan lumen jadinya kerusakan
pada tensor veli palatini setelah operasi bibir sumbing dapat mengakibatkan tuba
terbuka abnormal. Berat badan juga dapat menyebabkan pembukaan abnormal
yang disebabkan oleh berkurangnya tekanan jaringan dan hilangnya deposit lemak
di daerah tabung eustachius. Kehamilan mengubah tekanan pembukaan tabung
eustachius karena perubahan tegangan permukaan, estrogen yang bekerja pada
prostaglandin E mempengaruhi produksi surfaktan. Jaringan parut di ruang
postnasal akibat adenoidectomy dapat menyebabkan traksi tuba dalam posisi
terbuka.5
Kondisi akut dari penyakit ini adalah self-limiting dan tidak memerlukan
pengobatan.Pasien dengan tuba terbuka abnormal yang sedang hamil dan mereka
dengan gejala ringan (kebanyakan pasien) perlu diinformasi saja.Pasien yang
memiliki gejala selama kehamilan bebas gejala setelah melahirkan. Pasien
disarankan untuk melakukan hal berikut:

 Menambah atau mendapatkan kembali berat badan yang hilang


 Hindari diuretic
 Berbaring atau meletakkan kepala lebih rendah ketika gejala terjadi

Pemberian obat topikal (obat nasal) dengan antikolinergik mungkin efektif


untuk beberapa pasien. Estrogen (Premarin) tetes hidung (25 mg dalam 30 mL
normal saline, 3 tetes tid) atau obat oral larutan jenuh kalium iodida (10 tetes
dalam segelas jus buah tid) telah digunakan untuk menginduksi pembengkakan
pembukaan tuba eustachius. Obat hidung yang mengandung asam klorida encer,
chlorobutanol, dan benzil alkohol telah dibuktikan efektif pada beberapa pasien.
Hal ini telah dilaporkan dapat ditoleransi dengan baik dengan sedikit atau tidak
ada efek samping. Persetujuan oleh Food and Drug Administration (FDA) masih
tertunda. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan untuk memasang pipa
ventilasi (Grommet).2,5,6

Mioklonus Palatal

Merupakan satu kontraksi ritmik dari otot-otot palatum yang terjadi secara
periodic .Terbagi kepada essensial dan simptomatik. Tipe simtomatik disebabkan
oleh gangguan pada cerebellum sedangkan tipe essensial etiologinya idiopatik.
Bunyi klik hanya terdengar pada tipe esensial. Bunyi “klik” terdengar dalam
telinga pasien dan kadang-kadang dapat terdengar oleh pemeriksa. Walaupun
keadaanya seperti tremor, gerakannya bersifat berulang-ulang dan hanya
menggunakan otot agonis saja. Penyebab kepada bunyi klik dari dalam telinga
tidak diketahui tetapi lebih sering ditemukan pada myoklonus palatal essensial
yang bersifat idiopatik. Keadaan ini jarang terjadi dan penyebab yang pasti belum
diketahui.
Palatoskisis

Palatoschizis adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus


nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embrionik.
Pada palatoskisis terjadi gangguan abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius dimana sfingter pada
muara tuba Eustachii bekerja kurang baik. Hal ini menyebabkan kemungkinan
terjadinya obstruksi tuba yang menyebabkan infeksi ke telinga tengah pada anak
dengan palatoskisis, lebih besar dan lebih mudah kambuh dibandingkan dengan
anak normal. Oleh karena itu dianjurkan untuk melakukan koreksi palatoskisis
sedini mungkin.

Etiologi: Faktor herediter dan lingkungan.

Patofisiologi : Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan


wajah, inkompetensi velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan
gangguan fungsi tuba eustachi. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi. Insersi yang
abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya
pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah dihubungkan
dengan timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada pasien dengan
palatoschisis.

Klasifikasi :

Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai


dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai
celah hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah
pada keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup
palatum durum dan palatum molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior,
dan inkomplit (subtotal).
Veau membagi cleft menjadi 4 kategori yaitu :

1. Cleft palatum molle

2. Cleft palatum molle dan palatum durum

3. Cleft lip dan palatum unilateral komplit

4. Cleft lip dan palatum bilateral komplit

Gambar 4 Klasifikasi cleft palate

Obstruksi tuba

Obstruksi tuba umumnya terjadi karena otitis media, baik dalam bentuk
barotrauma, otitis media supuratif, maupun otitis media non supuratif.Salah satu
bentuk otitis media non-supuratif adalah otitis media serosa. Keadaan ini sering
ditemukan pada rhinitis alergika dan pada orang yang sering pilek. Dapat terjadi
oleh berbagai kondisi, seperti peradangan di nasofaring, peradangan adenoid atau
tumor nasofaring. Gejala klinik awal yang timbul pada penyumbatan tuba oleh
tumor adalah terbentuknya cairan pada telinga tengah (otitis media serosa).Oleh
karena itu setiap pasien dewasa dengan otitis media serosa kronik unilateral harus
dipikirkan kemungkinan adanya ca nasofaring. Sumbatan mulut tuba di nasofaring
juga dapat tejadi oleh tampon posterior hidung (Bellocq tampon) atau oleh
sikatriks yang terjadi akibat trauma operasi (adenoidektomi).
Obstruksi tuba eustachius dapat terjadi secara inflamasi intrisik (intraluminal,
periluminal) seperti infeksi atau alergi. Dapat juga terjadi obstruksi secara
ekstrinsik (peritubal) yaitu pembesaran adenoid.

Peradangan pada nasofaring (ISPA)

Hal ini merupakan penyebab tersering dari disfungsi tuba eustachius.


Hidung yang tersumbat atau mucus yang timbul saat flu atau infeksi lain
merupakan factor pencetus terjadi disfungsi tuba dalam ISPA. Akibat infeksi, baik
dari virus, bakteri maupun jamur dapat menyebabkan mukosa tuba eustachius
menjadi radang dan membengkak dan akhirnya menyebabkan terjadinya
gangguan pada motilitas silia tuba di mana silia menjadi lumpuh. Silia yang
lumpuh ini mengakibatkan fungsi pencegahan invasi kuman menjadi terganggu
dan kuman dapat masuk ke dalam telinga tengah dan menyebakan peradangan
telinga tengah.

Kuman penyebab terjadinya gangguan fungsi tuba akibat daripada ISPA adalah
dari golongan bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus
Influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Pneumococcus,
Moraxella catarrhalis dan Haemophilus influenza. Sering kali bakteri ini sering
ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun, meskipun juga potogen pada
orang dewasa.

Pada banyak kasus, Disfungsi Tuba Eustachius yang terjadi ringan atau tidak
berlangsung lama, oleh itu kadangkala tidak diberikan pengobatan khusus karena
gejala akan segera hilang seiringan dengan penyembuhan, namun di anjurakan
untuk melakukan perasat valsava yaitu dengan menarik napas dalam-dalam lalu
mencoba membuang napas dengan menutup mulut atau menjepit hidung.
Rhinitis alergi

Rinitis alergi merupakan suatu kumpulan gejala kelainan hidung yang


disebabkan proses inflamasi yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE) akibat
paparan alergen pada mukosa hidung. Gejala rinitis alergi berupa bersin (5-10 kali
berturut-turut), rasa gatal (pada mata, telinga, hidung, tenggorok, dan palatum),
hidung berair, mata berair, hidung tersumbat, post nasal drip, tekanan pada sinus,
dan rasa lelah.3

Rhinitis menyebabkan mukosa hidung teriritasi, membengkak dam


menyempitkan saluran tuba eustachius yang akhirnya menyebabkan terjadinya
gangguan pada motilitas silia tuba di mana silia menjadi lumpuh dan gangguan
fungsi tuba terganggu. Pemberian antihistamin disarankan apabila memang
ternyata penyebab gangguan tuba eustachius adalah dari alergi, pada situasi ini
antihistamin membantu untuk meringankan kongesti nasal dan peradangan dan
sekaligus diharapkan mengembalikan fungsi tuba eustachius. Selain itu boleh juga
diberikan steroid nasal spray ada alergi atau penyebab peradangan yang persisten
di hidung, pemberian steroid nasal spray membutuhkan beberapa hari untuk efek
yang penuh, oleh itu penderita tidak akan merasakan perubahan saat awal mula
pemakaian.

Hipertrofi adenoid

Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding
posterior nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin
Waldeyer. Secara fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami
hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil
dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila sering terjadi infeksi
pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan
mengakibatkan sumbatan pada koana dan tuba Eustachius.
Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi

 fasies adenoid, yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan


(prominen), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien
tampak seperti orang bodoh.
 faringitis dan bronchitis
 gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan
sinusitis kronik. Obstruksi dapat mengganggu pernapasan hidung dan
menyebabkan perbedaan dalam kualitas suara. Akibat sumbatan tuba
Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang dan akhirnya dapat
terjadi otitis media supuratif kronik. Terapinya adalah adenoidektomi
untuk adenoid hipertrofi yang menyebabkan obstruksi hidung, obstruksi
tuba Eustachius, atau yang menimbulkan penyulit lain.

Gambar 5 Obstruksi tuba eustachius karena hipertrofi adenoid


Sikatriks post adenoidektomi

Jaringan sikatrik (scar) adalah penonjolan kulit akibat penumpukan jaringan


fibrosa sebagai pengganti jaringan kolagen normal. Pada post adenoidektomi,
terbentuk sikatriks sehingga menyebabkan terjadinya obstruksi tuba.

Gambar 6 : a) Adenoidektomi b) Sikatriks

Karsinoma nasofaring

Batas-batas nasofaring :

 Superior : basis cranii, diliputi oleh mukosa dan fascia.


 Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior,
batas ini bersifat subyektif karena tergantung dari palatum durum.
 Anterior : koana, yang dipisahkan menjadi koana dextra dan sinistra oleh
os vomer.
 Posterior : vertebra cervicalis I dan II, fascia space, mukosa lanjutan dari
mukosa bagian atas.
 Lateral : mukosa lanjutan dari mukosa di bagian superior dan posterior,
muara tuba Eustachii, fossa Rosenmuller.

Gejala yang timbul oleh tumor nasofaring beraneka ragam, tidak ada gejala pasti
yang khusus untuk tumor nasofaring karena tumor primer itu sendiri dalam
nasofaring kadang tidak menimbulkan gejala. Tumor nasofaring dapat
menimbulkan gejala-gejala hingga penderita datang berobat keberbagai ahli.
Tumor ini menimbulkan gejala bila sudah ada penyebaran.
1. Gejala nasofaring (tumor primer )

 Asimptomatik.
 Hidung tumpat.
 Epistaksis ringan

2. Gangguan pada telinga/pendengaran.


Merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba
eustachius ( fossa Rossen-Muller ) hingga tuba tertutup. Gangguan dapat berupa :

 Tinitus
 Tuli (deafness ) akibat timbulnya otitis media serosa
 Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri ( otalgia )

Tidak jarang penderita dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari
bahwa penyebabnya adalah karsinoma nasofaring.
3. Gejala mata dan syaraf

 Infiltrasi dasar tengkorak : Merupakan gejala karsinoma. Penjelasan


melalui fenomena laserum akan mengenai syaraf otak N.III, N.VI, dapat
pula ke N.V dapat menimbulkan gejala : Diplopia, Juling, Neuralgia
terminal.
 Infiltrasi para faring : Yaitu tengkorak lateral dan belakang tumor masuk
menjalar, sepanjang dasar tengkorak dapat merusak syaraf-syaraf yang
melalui foramen jugularis yaitu N.IX, X, XI dan XII sehingga
menimbulkan paralise motorik atau sensorik pada faring dan laring.

Otitis Barotrauma

Merupakan keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba- tiba


di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang
menyebabkan tuba gagal untuk membuka.Otitis barotrauma merupakan tipe
paling sering barotrauma. Ia disebabkan oleh perbedaan tekanan antara telinga
tengah dengan tekanan atmosfir. Pasien dengan perforasi membran timpani tidak
akan mengenai barotrauma, melainkan telinga tengahnya terlokulasi. Ia
memerlukan perubahan tekanan yang nyata untuk mengakibatkan kondisi ini.2

Membrane timpani mempunyai 2 bagian; bagian media yang bisa kolaps dan
bagian lateral yang rigid, jadi udara dapat melewatinya tetapi tidak dapat disedot
keluar.Maka perbedaan tekanan tidak berlaku sewaktu pesawat naik karena
tekanan telinga tengah cenderung lebih tinggi dari tekanan atmosfir, tetapi berlaku
sewaktu pesawat turun karena tekanan telinga tengah menurun secara progresif
berbanding tekanan atmosfir, maka udara seperti ditarik ke dalam tuba. Hal ini
tidak akan berlaku sekiranya tuba terbuka secara normal oleh gerakan otot. 3,4

Gambar 7 Keadaan tuba eustachius pada barotrauma

Apabila perbedaan tekanan melebihi 90cmHg, maka otot yang normal


aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan
negative di rongga telinga tengah, membrane timpani tertarik ke dalam yang
menyebabkan rasa nyeri. Membrane mukosa teregang, tersumbat dan menjadi
edema, sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-
kadang disertai dengan rupture pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah
dan rongga mastoid tercampur darah. Membrane timpani menjadi kurang elastis,
menyebabkan hantaran getaran suara berkurang, maka mengganggu
pendengaran.2,3

Apabila fungsi tuba terganggu akibat inflamasi mukosa karena ISPA,


alergi atau trauma, pada peringkat awal pergerakan udara aktif ke telinga tengah
terganggu, kemudian diikuti dengan ventilasi pasif terganggu pada kasus yang
lebih berat. Maka pasien dengan ISPA biasanya mendapati bahwa telinga mampu
beradaptasi sewaktu pesawat naik, tetapi nyeri bertambah sewaktu pesawat mahu
mendarat sekiranya menelan dan perasat gagal.3,4 Gejala klinik adalah kurang
dengar, rasa nyeri dalam telinga, perasaan ada air dalam telinga dan kadang-
kadang tinnitus dan vertigo.

Tabel 1. Gred barotrauma telinga tengah pada pemeriksaan auriskopik

Gred membran timpani


0 Gejala tanpa tanda- tanda kelainan membrane timpani
1 Injeksi membrane timpani
2 Injeksi dengan perdarahan ringan dalam membrane timpani
3 Perdarahan jelas pada membrane timpani
4 Darah bebas di telinga tengah, gegendang kebiruan dan
bulging.
5 Perforasi membrane timpani

Gambar 8 Kondisi membran timpani pada otoskopi menurut gred


barotrauma
Penatalaksanaan biasanya konservatif saja, yaitu dengan dekongestan local atau
dengan melakukan perasat Valsalva selama tidak terdapat infeksi di jalan napas
atas. Perasat Valsalva dilakukan dengan cara meniupkan dengan keras dari
hidung sambil hidung dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka terasa
ada udara masuk ke dalam rongga telinga tengah yang menekan membrane
timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan apabila ada infeksi jalan
napas atas.3,4

Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah
sampai beberapa minggu, maka dianjurkan untuk miringotomi dan bila perlu
memasang pipa ventilasi (Grommet).

Gambar 9 Pemasangan Pipa Grommet

Antara pengobatan dan pencegahan barotrauma adalah:

 Antihistamin:dapat membataskan jumlah produksi mucus yang dihasilkan.

Contoh: Loratadine tablet 10 mg.

 Dekongestan: mengeringkan mucus pada hidung.

Contoh: semprot xylometazoline- disemprotkan satu jam sebelum waktu


pesawat mendarat, kemudian disemprot lagi 5 menit kemudiannya. Setelah
itu disemprot setiap 20 menit hingga mendarat.
 Antibiotic: dapat mencegah infeksi telinga sekiranya barotrauma berat.

Pencegahan baraotrauma dapat dilakukan dengan mengunyah permen karet atau


melakukan perasat Valsalva, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk
mendarat.Jangan tidur sewaktu pesawat mahu mendarat.Sebaliknya, lakukan
aktivitas yang dapat membantu pembukaan tuba (minum, menguap, makan
permen, dsb). Hindari aktivitas menyelam atau menaiki pesawat sekiranya lagi
sedang infeksi saluran napas atas.3,4

Antara sebab terjadinya obstruksi tuba eustachius adalah adanya tekanan yang
tiba-tiba di bagian ujung sistem tuba eustachius. Hal ini dapat digambarkan seperti
di bawah. Ini menunjukkan bahwa cairan telinga tidak akan berjalan sehingga
tekanan negative diberikan perlahan-lahan pada tuba eusatachius. Namun begitu,
jika tekanan negative diberikan secara tiba-tiba, akan terjadi obstruksi istmus tuba
secara tiba-tiba. Kejadian ini disebut locking phenomenon.

Gambar 10 Gambaran locking phenomenon


Otitis Media Akut

Definisi:

Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan pada telinga tengah yang
bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki
penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika
terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring, secara alamiah teradapat
mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim
pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii.

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan
infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan
organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan
pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun
cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45
desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.1
Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya.Sebagaimana halnya dengan
kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan
salah satu penyakit langganan anak.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa
hal yaitu:

 Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.

 Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih
pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
 Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang
berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding
orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius
sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran
Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi
tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.2

Manifestasi Klinis
a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga
tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan
posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema
yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi,
membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.

b. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi


Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya
sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses
inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium
ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,
telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena
terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar
antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

Gambar 11 Membran Timpani Hiperemis


c. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau


bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa
telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya
eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol
atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur
nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam
tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa
lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi
pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur,
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin
tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.

Gambar 12 Membran timpani bulging dengan pus purulen

d. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium
ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi
kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh
menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.
Gambar 13 Membran timpani perforasi

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan


berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan
sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.
Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih
utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membran timpani.
Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:

 Penyakitnya muncul mendadak (akut)

 Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga


tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut:

o menggembungnya gendang telinga

o terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

o adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga

o cairan yang keluar dari telinga

 Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan


adanya salah satu di antara tanda berikut:

o kemerahan pada gendang telinga

o nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan


pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania
dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi
tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki
sistem imum lokal dan sistemik
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat
tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12
tahun atau HClefedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas
12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian
antibiotik (Djaafar, 2007).

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin.
Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin,
diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang
terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis (Djaafar, 2007).
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala
cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara
berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3
sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10
hari (Djaafar, 2007).
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik
dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah
terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di
liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.
BAB III

Penutup

Kesimpulan

Tuba Eustachius adalah bagian dari telinga tengah yang berupa saluran
yang menghubungkan cavum tympani dan nasofaring. Dari muara tuba pada
cavum tympani menuju ke muara tuba di nasofaring berjalan ke arah
inferomedial. Tuba eustachius ini dibagi menjadi: pars osseus dan pars
cartilaginea.

Fungsi dari tuba eustachius adalah menjaga agar tekanan pada cavum
tympani sama dengan tekanan pada dunia luar dan menjamin ventilasi udara dari
cavum tympani. Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila
oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan
dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh otot tenso veli palatini apabila
terdapat perbedaan tekanan.

Disfungsi Tuba Eustachius merupakan suatu keadaan terbloknya tuba


eustachius atau tidak bisa terbuka secara baik, terbuka abnormal, myoklonus
palatal, palatoskisis, dan obstruksi tuba. Saat udara tidak dapat masuk ke dalam
telinga tengah, tekanan udara di luar membran timpani lebih besar dibandingkan
tekanan udara di telinga tengah sehingga mendorong membran timpani masuk ke
dalam. Membran timpani menjadi tegang dan tidak bergetar dengan baik ketika
dilalui oleh gelombang suara.

Anda mungkin juga menyukai