2.1.1 Definisi Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal. Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2009). Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Mansjoer, 2010). Appendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009) 2.1.2 Etiologi Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor- faktor prediposisi yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen. 1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena : a) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak. b) Adanya faekolit dalam lumen appendiks. c) Adanya benda asing seperti biji – bijian. d) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya 2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus 3. Tergantung pada bentuk appendiks 4. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks. 5. Kelainan katup di pangkal appendiks. 2.1.3 Klasifikasi Klasifikasi Apendisitis ada 2 (Corwin, 2009): 1. Apendisitis akut, dibagi atas : a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah. 2. Apendisitis kronis, dibagi atas : a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. b. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua. Berdasarkan lumen apendiksitis dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Apendisitis non obstruktif (Catarrhal) Inflamasi pada membran mukosa dan folikel limfe, tetapi lumen appendik tetap terbuka sehingga memungkinkan drainage. Pada keadaan ini terjadi nyeri daerah umbilikus yang samar-samar sedikit mual dan kadang-kadang muntah, sehingga sering dianggap sebagai salah cerna. 2. Apendisitis obstruktif (supuratif) Pada tipe ini tidak saja terjadi inflamasi seperti pada appendisitis non-obstruktif tetapi juga terdapat penyumbatan lumen misalnya cacing gelang, fekalit atau bahkan oleh folikel limfe yang membesar serta menonjol ke dalam lumen tersebut. Keadaan ini menimbulkan penutupan rongga sehingga terjadi distensi yang mengakibatkan gangren dan perforasi pada dinding apendik. Keadaan ini rasa nyeri dirasakan semakin tajam dan terjadi peningkatan leukosit. 2.1.4 Patofisiologi Menurut Corwin (2009). Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik. Adanya benda asing seperti cacing, striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelumnya.Sebab lain misalnya : keganasan (Karsinoma Karsinoid). Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umbilikus. Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis. 2.1.5 Manifestasi Klinis Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah (Brunner dan Suddarth, 2009) : a. Nyeri tekan local pada titik Mc Burney. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. b. Muntah oleh karena nyeri viseral. c. Panas karena kuman yang menetap di dinding usus. d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri. 2.1.6 Data penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat. b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis. 2. Abdominal X-Ray Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak. 3. USG Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya. 4. Barium enema Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. 5. CT – Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses. 6. Laparoscopi Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix. 7. Test rektal. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi. 2.1.7 Penatalaksanaan Pada apendiksitis pengobatan yang paling baik adalah apendiktomi. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase (Mansjoer, 2010). 2.1.7.1 Apendiktomi Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks yang dilakukan sesegera mungkkin untuk menurunkan resiko perforsi. Apendiktomi tindakan pembedahan yaitu dengan pengangkatan apendiks yang meradang. 1. Macam – Macam Apendiktomi Pembedahan untuk mengangkat apendiks dapat dilakukan dengan apendiktomi terbuka dan apendiktomi laparoskopi. a. Apendiktomi Terbuka Bila apendiktomi terbuka, incise McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting adalah sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot. b. Apendiktomi Laparoscopi Pengangkatan usus buntu ini dilakukan untuk usus buntu akut. Apendiktomi laparoskopi merupakan alternatif yang baik untuk pasien dengan usus buntu akut, khususnya wanita muda pada usia subur, karena prosedur laparoskopi memiliki keunggulan diagnosa untuk diagnosa yang belum pasti. Keunggulan lainnya termasuk hasil kosmetik lebih baik, nyeri berkurang dan pemulihan lebih cepat. Pada apendiktomi laparoskopi, 3 bukaan kecil untuk memasukkan kamera miniature dan peralatan bedah dibuat melintang bagian bawah perut untuk mengangkat usus buntu. Ini dibandingkan dengan 4 hingga 6 cm sayatan yang dibutuhkan untuk apendiktomi terbuka. 2. Indikasi apendiktomi, yaitu: a. Apendiktomi terbuka - apendisitis akut - periapendikuler infiltrate - apendisitis perforate b. Apendiktomi Laparoskopi - Apendisitis akut - Dan Appendicitis kronik 3. Kontraindikasi Appendiktomi Laparoskopi Konraindikasi appendiktomi laparoskopi menurut Corwin (2009). adalah : - Wanita dengan kehamilan trimester kedua dan ketiga - Penyulit radang pelvis dan endometriosis - Peritonitis akut terutama yang mengenai abdomen bagian atas, disertai dengan distensi dinding perut, sebab kelainan ini merupakan kontraindikasi untuk melakukan pneumoperitonium. - Diatese hemoragik sehingga mengganggu fungsi pembekuan darah - Tumor abdomen yang sangat besar,sehingga sulit untuk memasukkan trokar kedalam rongga pelvis oleh karena trokar dapat melukai tumor tersebut - Hernia abdominalis, dikawatirkan dapat melukai usus pada saat memasukkan trokar ke dalam rongga pelvis, atau memperberat hernia pada saat dilakukan pneumoperitonium. - Kelainan atau insufisiensi paru, jantung, hepar, atau kelainan pembuluh darah vena porta, goiter atau kelainan metabolisme lain yang sulit menyerap gas CO2. 2.1.8 Komplikasi 1. Perforasi dengan pembentukan abses. 2. Peritonitis generalisata 3. Dehidrasi 4. Sepsis 5. Elektrolit darah tidak seimbang
2.2 Manajemen Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Pengkajian menurut Doenges, M.E (2009) yaitu: 1) Identitas Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat, diagnosa medis, tanggal MRS, tanggal pengkajian. 2) Keluhan Utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Berisi keadaan dan keluhan saat terjadi serangan, waktu dan frekuensi timbulnya serangan, penjalaran dan kualitas serangan. Factor yang menjadi penyebabnya. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya dan biasanya berhubungan dengan masalah klien sekarang. 5) Riwayat Penyakit Keluarga Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama penyakit menular atau keturunan. 6) Pengkajian Psikososial Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang dilakukan pada dirinya. 7) Pemeriksaan Fisik a) B1 (Breathing) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Pengkajian terhadap terjadinya takipnoe, pernapasan dangkal. b) B2 (Blood) Pengkajian terhadap sirkulasi klien seperti terjadinya takikardia dan kelainan fungsi jantung. c) B3 (Brain) Mengkaji tingkat kesadaran pasien, setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan compos mentis, somnolen atau koma. Selain itu fungsi sensorik juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. d) B4 (Bladder) Pengukuran volume output urin dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang. e) B5 (Bowel) Mengkaji distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. f) B6 (Bone) Hal yang perlu diperhatikan adalah ada tidaknya kesulitan dalam bergerak, sakit pada tulang / sendi, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan Capillary Refill Time. 2.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan
apendiks. 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive apendiktomi 3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
2.1.3 Intervensi
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan apendiks.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
nyeri pasien berkurang.
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks, mampu tidur
(1) Kaji skala nyeri, karakteristik dan lokasi nyeri
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan
indicator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
(2) Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien
Rasional : Klien sendiri yang merasakan posisi yang lebih menyenangkan
sehingga mengurangi rasa nyeri.
(3) Ajarkan tehnik relaksasi dan nafas dalam
Rasional : Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian klien
agar mampu mengurangi rasa nyeri.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive apendiktomi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan.
(1) Observasi TTV
Rasional : Untuk mendeteksi secara dini gejala awal dari infeksi.
(2) Observasi tanda-tanda infeksi
Rasional : Deteksi dini terhadap infeksi
(3) Lakukan perawatan luka dengan tehnik septik dan aseptik
Rasional : Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri
(4) Observasi luka insisi
Rasional : Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan
luka.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan
cairan secara oral
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
kebutuhan cairan pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan dengan
kelembapan turgor mukosa, turgor kulit baik, haluaran urin adekuat.
(1) Ukur dan catat intake dan output cairan
Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam